Saturday, May 5, 2007

Ukhuwah Antar Penganut Madzab

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya mempunyai pertanyaan yang benar-benar diajukan. Bagaimanakah cara mempererat persaudaraan atau ukhuwah sesama muslim, sedang kami berlainan madzhab atau aliran. Kadang saya kurang puas dengan penjelasan beberapa ustad yang saya temui.

Saya juga mendengar, mempererat tali silaturahmi itu sangat dianjurkan. Tapi, bagaimana bersilaturahmi dengan seseorang yang bukan muhrim? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Fajar Ismail

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatulla hi wabarakatuh. Perlu diketahui, madzhab bukan untuk memisahkan jarak atau hubungan antara kaum beriman. Orang beriman bersaudara dengan orang beriman yang lain. Orang beragama Islam bersaudara dengan orang beragama Islam yang lain. Mazhab merupakan hasil ijtihad hamba Allah yang dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Para mujtahid itu telah memenuhi syarat-syarat ijtihad sehingga bisa memiliki pendapat yang diikuti keabsahannya. Sebab, hasil ijtihad para imam itu tidak lepas dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi (saw).

Jadi, sekali lagi, madzhab bukanlah untuk memisahkan muslim dengan muslim lainnya. Berbeda pendapat itu wajar. Perbedaan pendapat, selagi dalam batas atau koridor dan masing-masing memiliki pegangan, bukanlah perpecahan, dan jangan diperuncing. Sebab, para imam mujtahid ketika menemukan pendapatnya tidak bertujuan memecah belah. Tapi justru untuk memperluas kekayaan ilmu itu sendiri.

Satu contoh, sebuah keluarga mempunyai pohon durian. Mereka akan membawa durian itu kepada keluarga yang lain. Dalam hal ini, para anggota keluarga itu bisa memiliki pendapat yang berbeda. "Sudahlah, masukkan saja durian itu ke dalam kotak yang rapat, sehingga tidak bau dan durinya tidak membahayakan." Yang lain berpendapat, "Sudah, kuliti saja. Bawa buahnya saja. Masukkan ke dalam termos, lalu kasih es." Kedua belah pihak mengeluarkan pendapat yang berbeda, tapi bukan untuk diperuncing, atau meniadakan yang lain. Justru kedua-duanya baik, tinggal bagaimana situasinya. Kalau jaraknya dekat, perlu apa dikupas. Tapi, kalau jaraknya jauh, mungkin lebih baik dikupas. Dan, agar baunya tidak keluar, taruh di termos atau plastik, lalu tutup yang rapat, dan sebagainya.

Yang kedua, masalah silaturahmi antara pria dan wanita yang bukan muhrim, harus ada koridor-koridornya. Perlu diketahui, silaturahmi yang sehat adalah yang saling bisa menghormati kedua belah pihak. Si pria bisa menjaga kehormatan dan harga diri si wanita. Juga sebaliknya dengan si wanita. Dengan demikian kedua-duanya menunjukkan hal yang baik, dan tali ukhuwah itu akan terjalin semakin kukuh. Misalnya, ketika berhadapan dengan muhrim, kita mempertontonkan hubungan yang berlebihan. Padahal, tidak semua orang tahu hubungan muhrim itu. Hal ini dipandang tidak baik, apalagi dari segi akhlak. Dengan menjaga batas-batas tertentu, kewibawaan kaum muslim dan muslimat akan terjaga. Dari sanalah kita akan tahu, ukhuwah itu ternyata saling menjaga dan menghormati.