Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Beberapa kali saya menemukan kiai di Jakarta yang memakai susuk. Alasannya, untuk mendapatkan kewibawaan. Bagaimana sebenarnya hukum memakai susuk itu? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Edi Suwito
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ingin saya garis bawahi dulu, persoalan kewibawaan itu bukan persoalan susuk. Wibawa atau tidak seseorang ditentukan baik-buruknya akhlak orang tersebut. Sehingga kalau mau berwibawa, ya sebaiknya dibenahi dahulu akhlaknya. Individu kita harus diperbaiki, termasuk karakter dan kepribadian. Ubah atau naikkan dahulu karakter kita menjadi lebih baik, perilaku dan kedekatan kita kepada Allah (Swt). Di situlah sumber wibawa sebenarnya. Yaitu, kedekatan kita kepada Allah (Swt) dan Rasulullah (saw).
Edi Suwito
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ingin saya garis bawahi dulu, persoalan kewibawaan itu bukan persoalan susuk. Wibawa atau tidak seseorang ditentukan baik-buruknya akhlak orang tersebut. Sehingga kalau mau berwibawa, ya sebaiknya dibenahi dahulu akhlaknya. Individu kita harus diperbaiki, termasuk karakter dan kepribadian. Ubah atau naikkan dahulu karakter kita menjadi lebih baik, perilaku dan kedekatan kita kepada Allah (Swt). Di situlah sumber wibawa sebenarnya. Yaitu, kedekatan kita kepada Allah (Swt) dan Rasulullah (saw).
Adapun memasang susuk itu, hukumnya tidak bisa dibenarkan. Malah bisa menjurus syirik. Di situ ada nilai lain yang belum tentu si pemasang susuk sendiri bisa memanfaatkan, termasuk bagaimana kegunaan susuk itu.
Susuk itu biasanya akan berakibat di belakang hari. Si pemakai antara lain akan merasa susah ketika mendekati ajalnya. Kalau tidak ada yang sangat terpaksa atau mendesak, apalagi bila hanya untuk kewibawaan, lebih baik tidak dibiasakan memasang susuk. Karena dalam susuk itu terdapat nama Allah atau bacaan-bacaan yang harus dituliskan dengan emas atau benda berharga lainnya.