Friday, March 2, 2007

Perjalanan Luar Biasa



Suatu ketika, malam 27 Rajab, Rasulullah Muhammad saw sedang bertafakur di masjidil Haram. Saat itu Rasulullah saw sedang menjalani 11 tahun masa kenabiannya.

Kondisi perjuangan Islam sedang dalam masa-masa paling sulit. Umat Islam diboikot oleh kaum Quraisy. Perdagangan dan berbagai interaksi sosial ekonomi umat Islam diisolasi dan sangat dibatasi. Dalam kondisi seperti itu, paman dan istri Rasulullah saw sebagai orang-orang yang sangat gigih mendukung perjuangan Nabi pun 'dipanggil', diwafatkan oleh Allah SWT, meninggalkan Rasulullah. Nabi benar-benar dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan.

Di saat-saat seperti itu Rasulullah saw lantas meningkatkan dzikir dan tafakurnya kepada Allah, Sang Maha Perkasa dan Maha Menyayangi. Beliau banyak melakukan perenungan di masjidil Haram. Seperti yang sering beliau lakukan di Gua Hira' saat-saat sebelum masa kenabiannya, menjelang memperoleh wahyu pertama.

Maka, ketika malam semakin larut mendekati tengah malam, suasana masjidil Haram semakin sepi dan lengang. Rasulullah saw mencapai puncak kekhusyukannya.

Tiba-tiba muncullah malaikat Jibril dari ufuk yang tinggi. Badan Jibril memenuhi horizon penglihatan Nabi (QS. 53 : 5-11). Jibril terus mendekati Nabi sampai jarak sekitar satu busur anak panah atau lebih dekat lagi. (Begitulah cara Jibril memperlihatkan diri aslinya kepada Nabi dalam menyampaikan wahyu dari Allah).

Setelah dekat, Jibril menyampaikan perintah Allah, bahwa ia disuruh untuk mengajak Rasulullah melakukan perjalanan luar biasa, yang kemudian kita kenal sebagai Isra'Mi'raj.

Rasulullah saw, lantas diajak oleh Jibril menuju sumur Zam-zam, yang terletak tidak jauh dari situ, untuk mensucikan dirinya, sebelum berangkat. Dalam berbagai kisah digambarkan 'hati' Rasulullah saw disucikan oleh malaikat Jibril menggunakan air Zam-zam, sebagai persiapan untuk melakukan perjalanan 'menuju' Allah itu.

Setelah itu, melesatlah mereka berdua dengan menggunakan Buraq (makhluk cahaya) menuju ke Palestina yang berjarak sekitar 1500 km dari Mekkah. Mereka menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk ukuran orang pada waktu itu hanya dalam waktu setengah malam.

Mestinya, menggunakan unta atau kuda memerlukan waktu berbulan-bulan. Apalagi, selain ke Palestina Rasulullah saw juga melakukan perjalanan ke langit ke tujuh. Dan ternyata, sebelum subuh, Rasulullah saw sudah balik berada di Mekkah lagi.

Tentu saja, berita ini sangat menggemparkan masyarakat pada waktu itu. Bukan hanya orang-orang kafir yang mencemoohkan Nabi, tapi sebagian umat Islam pun sempat dihinggapi oleh keraguan.

Ada 2 hal yang kontradiktif. Yang pertama, Rasulullah saw bercerita bahwa beliau telah melakukan perjalanan sejauh itu hanya dalam waktu setengah malam. Hal ini tentu saja tidak bisa diterima oleh mereka yang mendengarnya. Tapi, yang kedua, Muhammad dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong sejak kecil, sehingga dijuluki Al Amin. Mestinya, kabar yang ia sampaikan itu juga bukan berita bohong.

Maka, berita itu pun menggemparkan masyarakat Mekkah. Termasuk para sahabat. Mereka terpecah dalam 3 golongan besar. Yang pertama, adalah mereka yang mencemoohkan. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kafir. Untuk menghindari kontradiksi diatas bahwa Muhammad tidak pernah berbohong mereka pun mengembuskan berita bahwa Muhammad telah gila. Dan mereka pun menjadikan berita itu sebagai bahan cemoohan dan ejekan. Orang-orang kafir memperoleh 'amunisi' baru untuk memojokkan perjuangan Rasulullah.

Kelompok kedua, adalah mereka yang ragu-ragu. Dalam kelompok ini ada orang-orang kafir dan ada pula orang-orang Islam. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi di atas. Mau percaya, kok berita itu tidak masuk akal. Tapi, mau nggak percaya, Muhammad itu kan tidak pernah berbohong. Maka, mereka pun ragu-ragu.

Kelompok yang ketiga, adalah mereka yang begitu yakin akan keRasulan Muhammad. Di antaranya yang menonjol adalah Abu Bakar Ash shiddiq. Mereka meyakini sepenuhnya, bahwa yang diucapkan Rasulullah saw pasti benar adanya. Perjalanan yang kontroversial itu pun bagi mereka justru meningkatkan keyakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah.

Nah, ketiga golongan tersebut ternyata bukan hanya ada pada zaman itu, melainkan terbawa sepanjang sejarah perkembangan Islam. Sampai kini pun, ada orang-orang yang tidak percaya, yang ragu-ragu dan yang langsung beriman, meskipun tidak tahu penjelasannya.

Untuk itu, dalam diskusi kali ini saya ingin ikut ‘urun rembug’ dalam wacana yang sudah berusia hampir 1.500 tahun tersebut. Saya ingin mengatakan bahwa peristiwa yang kontroversial tersebut sebenarnya bisa diurai dengan menggunakan logika-logika modern, tanpa harus mengorbankan keimanan kita. Bahkan akan semakin menegaskan betapa Maha Perkasa Allah, Sang Penguasa Alam semesta ini.

Pembahasan Isra' Mi'raj dalam diskusi kali ini saya bagi dalam dua etape. Etape pertama adalah perjalanan dari Mekkah ke Palestina, yang dikenal sebagai ISRA'. Sedangkan etape kedua, dari Palestina ke langit ketujuh, yang kita sebut sebagai MI'RAJ. Kedua pembahasan itu saya uraikan secara berurutan.

Dalam Tinjauan Sains Modern



Peristiwa Isra' Mi'raj sarat dengan pemahaman ilmu pengetahuan mutakhir. Bagi saya, ini juga menunjukkan bahwa ajaran Islam mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat canggih yang berlaku sampai akhir zaman. Ditafsir secara sederhana seperti pada zaman Rasulullah saw bisa, ditafsir dengan ilmu pengetahuan mutakhir pun semakin mempesona.

Untuk memahami hikmah yang terkandung di dalam perjalanan tersebut marilah kita kutip firman Allah berikut ini.

QS. lsraa' (17) : 1
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Ayat di atas menceritakan perjalanan malam itu dengan sangat komprehensif. Sehingga dengan berpatokan pada ayat tersebut kita bisa memperoleh pemahaman yang sangat memadai tentang kejadian tersebut.

Setidak-tidaknya, ada 8 kata kunci di dalam ayat tersebut yang bisa menuntun pemahaman kita tentang perjalanan malam Rasulullah saw, yaitu:
1. Maha Suci Allah yang, (Subhanalladzii)
2. Memperjalankan (asraa)
3. HambaNya (abdihi)
4. Malam Hari (Laila)
5. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
(Minal masjid al haraam i1al masjid al Aqsha)
6. Kami berkati sekelilingnya (baaraknaa haulahu)
7. Tanda-Tanda kebesaran Allah (linuriyahu min aayaatina)
8. Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
(innahu huwassamii'ul 'bashfir)

1. Maha Suci Allah

Cerita tentang Isra' di dalam firman Allah tersebut di atas dimulai dengan kata Subhaanalladzii - Maha Suci Allah yang. Kata pembuka ini, menurut saya memiliki makna yang sangat mendalam untuk memulai pemahaman kita.

Kalau kita mau kritis, kita pasti bertanya-tanya: "Kenapa ya cerita tentang Isra' ini kok dimulai dengan kata Subhanallah? Kok bukan dengan kata-kata yang lain?"

Saya menangkap suatu kesan bahwa Allah ingin memberikan penegasan kepada kita bahwa perjalanan Rasulullah saw ini bukanlah perjalanan biasa. Melainkan sebuah perjalanan luar biasa. Kenapa saya memiliki kesimpulan tersebut?

Di dalam Islam, kata Subhanallah diajarkan untuk diucapkan ketika kita menemui suatu kejadian yang luar biasa atau menakjubkan. Ketika melihat ciptaan Allah yang Maha Dahsyat di alam semesta, misalnya, kita dianjurkan untuk mengucapkan Subhanallah. Kehebatan proses-proses pembakaran di matahari, kecepatan putar planet Bumi yang luar biasa, keindahan pantulan cahaya bulan purnama yang begitu memukau, dan lain sebagainya, bisa menyulut rasa terpesona kita. Dan kemudian terlontar ucapan Subhanallah.

Maka, ketika Allah memulai ayat Isra' tersebut dengan kata Subhanallah, pikiran saya langsung menangkap nuansa bahwa Allah akan bercerita sesuatu yang luar biasa di kalimat-kalimat berikutnya. Selain itu, penegasan-penegasan di bagian akhir ayat ini juga menggambarkan betapa semua itu memang menunjukkan Maha Perkasa dan Maha Dahsyatnya Allah, Sang Penguasa Alam semesta.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih baik, di bawah ini saya cuplikkan beberapa ayat yang mengajarkan kepada kita untuk mengucapkan Subhaanallaah.

QS. Ali Imran : 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan Bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka.

QS. Al A'raaf (7) : 54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk, kepada perintah Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

Dan banyak lagi ayat-ayat yang mengajak kita untuk mengagumi Kebesaran dan Kemaha-Sucian Allah. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini. QS. 23: 14, QS. 25: 1, QS 25: 10, QS. 25: 61, QS. 43: 85, QS. 59: 23, QS. 67: 1

2. Yang Telah Memperjalankan

Kata kunci yang kedua adalah kata asraa 'memperjalankan' ' Kata ini memberikan makna yang penting buat kita dalam memahami peristiwa tersebut. Bahwa, ternyata perjalanan luar biasa itu memang bukan kehendak Rasulullah saw sendiri, melainkan kehendak Allah.

Kenapa berkesimpulan demikian? Ya, karena Allah menginformasikan kepada kita dalam ayat tersebut bahwa semua itu terjadi atas kehendakNya. Allah-lah yang telah memperjalankan Muhammad saw.

Dengan kata lain, kita juga memperoleh 'bocoran' bahwa Rasulullah saw tidak akan bisa melakukan perjalanan tersebut atas kehendaknya sendiri. Sebagaimana saya uraikan pada bagian-bagian berikutnya nanti, perjalanan ini memang terlalu dahsyat bagi seorang manusia. Jangankan manusia biasa, Rasulullah saw pun tidak bisa jika tidak diperjalankan oleh Allah.

Karena itu Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang 'ruang' dan 'waktu' di dalam alam semesta ciptaan Allah. Jibril sengaja dipilih oleh Allah untuk mendampingi perjalanan beliau mengarungi semesta, karena Jibril adalah makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah saw melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.

Selain itu perjalanan mereka juga disertai oleh Buraq. la adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata Barqun yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 km per detik.

Di sinilah mulai muncul pertanyaan dan kontradiksi. Dalam ilmu Fisika Modern diketahui bahwa kecepatan tertinggi di alam semesta adalah cahaya. Tidak ada kecepatan lain yang lebih tinggi darinya.

Kecepatan yang setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan demikian tinggi itu. Bahkan saking ringannya, maka sesuatu itu harus tidak memiliki massa atau bobot sama sekali. Jika sesuatu masih memiliki bobot meskipun hampir nol ia tidak bisa mengalami kecepatan cahaya. Yang bisa melakukan kecepatan itu cuma photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan elektron yang bobotnya dikatakan hampir nol pun tidak bisa memiliki kecepatan setinggi itu.

Di sinilah mulai muncul problem, dalam menjelaskan peristiwa Isra'. Malaikat Jibril dan Buraq adalah makhluk cahaya, yang badannya tersusun dari photon-photon, yang sangat ringan. Karena itu tidak mengalami kendala untuk bergerak dengan kecepatan cahaya yang demikian tinggi. Akan tetapi Rasulullah saw adalah manusia biasa. Badannya tersusun dari atom-atom kimiawi, yang memiliki bobot.

Kalau kita mencoba memahami zat-zat penyusun tubuh manusia, maka kita akan mendapati bahwa badan kita tersusun dari organ-organ tubuh, seperti otak, jantung, paru-paru, liver, daging, tulang dan lain sebagainya.

Berbagai organ tubuh itu juga tersusun dari bagian yang lebih kecil yang disebut sel. Ada sel-sel jantung, ada sel-sel otak, sel darah, sel tulang, sel saraf, daging, liver dan lain sebagainya.

Jika dilihat lagi penyusunnya, maka berbagai macam sel itu tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang sangat kompleks. Mulai dari H2O sampai pada rantai molekul asam amino atau protein-protein kompleks lainnya.

Dan kalau kita cermati lebih mendetil lagi, maka molekul molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut atom. Ada miliaran atom yang menyusun tubuh manusia. Dan seterusnya, atom ternyata juga tersusun dari partikel-partikel sub atomik seperti proton, neutron, elektron dan lain sebagainya.

Seluruh bagian-bagian penyusun itu bergandengan satu sama lain dengan menggunakan energi ikat, supaya tidak tercerai-berai. Partikel-partikel sub atomik bergandengan membentuk atom. Atom atom bergandengan membentuk molekul. Demikian pula berbagai jenis molekul bergandengan membentuk sel-sel tubuh dan seluruh organ. Dan kemudian organ-organ itu berkolaborasi membentuk badan kita.

Seorang manusia lantas memiliki bobot yang cukup berat, berpuluh-puluh kilo. Maka, 'benda' yang seberat itu tentu tidak bisa dipercepat dengan kecepatan tinggi, sebagaimana photon-photon cahaya yang tidak punya bobot.

Selain berat, sistem tubuh kita juga tidak bisa dipercepat terlalu tinggi. Jangankan setinggi kecepatan cahaya, dengan percepatan beberapa kali gravitasi Bumi (G) saja sudah akan mengalami kendala serius. Dan bisa meninggal Dunia.

Bayangkan seorang pilot pesawat tempur. Ketika ia melakukan manuver di angkasa, ia sebenarnya sedang melakukan gerakan-gerakan yang berbahaya bagi tubuhnya. Terutama otak dan jantungnya.

Misalkan, ketika ia melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau manuver 'jatuh' ke Bumi. Saat itu, badannya bakal mengalami tekanan alias bebal yang sangat besar, bergantung pada besarnya percepatan yang dia lakukan.

Jika dia bermanuver ke langit dengan percepatan 2 kali gravitasi Bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Kalau bobot badannya pada kondisi normal 80 kg, misalnya, maka pada saat melakukan manuver itu bobotnya akan menjadi 160 kg.

Demikian pula anggota-anggota badannya juga akan mengalami perlipatan bobot. Jika kepalanya berbobot 10 kg, maka pada saat bermanuver 2G itu kepalanya akan memiliki bobot 20 kg. Demikian pula tangannya, kakinya, dan seluruh organ tubuhnya menjadi 2 kali lipat bobot semula.

Maka, anda bisa bayangkan betapa otot-otot tubuhnya akan terbeban dengan beban yang jauh lebih berat dari biasanya. Itu kalau percepatannya menjadi dua kali lipatnya. Padahal, banyak pilot pesawat tempur melakukan manuver sampai 5G, 5 kali gravitasi Bumi. Anda bisa bayangkan berapa bobotnya ketika itu.

Kepalanya menjadi berbobot 50 kg, tangannya menjadi 25 kg, kakinya menjadi 30 kg, dan seterusnya. Bisa-bisa sang pilot tidak mampu mengangkat kepala, karena otot lehernya tidak terlatih. Atau bisa jadi tangannya menjadi sulit digerakkan untuk menggerak kemudi, karena ototnya mendadak seperti lemas tak bertenaga.

Bahkan bukan hanya itu, otak si pilot bisa mengalami problem juga. Sebagai contoh, Anda pernah naik lift yang kecepatannya agak tinggi? Nah, pada saat lift itu bergerak terasa ada tekanan di otak kita, 'nyuuut'!

Kalau percepatannya lebih tinggi lagi, rasa 'nyuut' di otak itu akan semakin besar. Seperti orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan mengalami 'hilang kesadaran'. Apalagi manuver pilot dengan percepatan sampai 5G. Pilot yang tidak terlatih bisa-bisa mengalami black out alias semaput atau pingsan di angkasa.

Apa yang saya ceritakan di atas adalah kecepatan-kecepatan yang masih tergolong rendah untuk ukuran alam semesta. Itu saja, badan manusia sudah tidak kuat menanggung bebannya. Apalagi jika kita bermain-main dengan kecepatan cahaya, yang per detiknya bisa mencapai 300.000 km. Sungguh, badan manusia tidak akan mampu menahannya.

Efek yang bakal terjadi bukan hanya pingsan. Tetapi lebih dahsyat dari itu : badan manusia akan tercerai-berai menjadi partikel partikel sub atomik, sebelum mencapai kecepatan cahaya. Kenapa bisa demikian ?

Sebagaimana saya jelaskan di atas, tubuh manusia tersusun dari partikel-partikel sub atomik yang saling bergandengan menggunakan binding energy alias 'energi ikat'. Nah, ketika dipercepat dengan kecepatan sangat tinggi, maka muncullah gaya yang berlawanan dengan energi ikat tersebut. Semakin tinggi kecepatan yang diberikan kepada benda, maka energi yang melawan binding energy tersebut semakin besar. Sehingga, suatu ketika tubuh manusia itu akan 'buyar' menjadi partikel-partikel kecil.

Hal ini bisa diumpamakan dengan contoh berikut. Ada sejumlah orang bergandengan tangan, berderet ke samping. Sederet orang tersebut lantas disuruh berpusing, dengan salah satunya menjadi pusat putarannya. Semakin cepat, dan semakin cepat. Maka apakah yang terjadi? Suatu ketika pegangan tangan mereka tidak mampu lagi untuk saling berjabatan, disebabkan oleh kekuatan putar itu telah memunculkan tenaga yang melawan kekuatan pegangan mereka. Akhirnya, pegangan tangan mereka pun terlepas. Mereka jatuh bergelimpangan.

Hal inilah yang bakal terjadi pada tubuh manusia yang melesat dengan kecepatan tinggi. Bahkan, jauh sebelum badannya terburai menjadi partikel-partikel sub atomik, organ-organ tubuhnya sudah rusak duluan. Jantungnya berhenti berdenyut, diikuti kesadaran yang menghilang, dan kemudian disusul gagalnya fungsi seluruh organ-organ tubuhnya.

Dengan demikian, maka secara ilmiah memang sulit untuk mengatakan bahwa Rasulullah saw melakukan perjalanan tersebut dengan badan wadag nya yang normal. Beliau tidak akan bisa bergerak sekencang malaikat Jibril dan Buraq, karena badannya memang bukan terbuat dari cahaya.

Nah, disinilah kata kunci kedua ‘asraa’ menjelaskan. Bahwa perjalanan itu memang tidak atas kemampuan Rasulullah saw sendiri, melainkan 'diperjalankan' oleh Yang Maha Perkasa dan Maha Berilmu.

Namun demikian, kita tetap harus mencari penjelasannya agar bisa diterima oleh akal. Adakah alternatif penjelasan yang bisa memberikan pemahaman secara scientific? Ternyata Fisika Modern bisa memberikan penjelasan yang masuk akal tersebut.

Diubah Menjadi Badan Cahaya.
Salah satu 'skenario rekonstruksi' untuk mengatasi problem di atas adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan antimaterinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (antielektron), maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing masing 0,511 MeV untuk pasangan partikel elektron dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton

Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi memang bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.

Teori ini bisa kita gunakan untuk menjelaskan proses perjalanan Rasulullah saw pada etape pertama ini. Agar Rasulullah saw dapat mengikuti kecepatan Jibril dan Buraq, maka badan wadag Rasulullah saw diubah oleh Allah menjadi badan cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk 'mengimbangkan' kualitas badan Nabi dengan Jibril dan Buraq yang menjadi 'kawan seperjalanan' beliau. Seperti kita ketahui bahwa Jibril dan Buraq adalah makhluk berbadan cahaya.

Kapankah hal itu dilakukan? Tentu sebelum beliau berangkat. Kemungkinannya, ketika Jibril mengajak Nabi untuk mensucikan hati beliau dengan menggunakan air Zam zam.

Telah diceritakan bahwa sebelum berangkat Rasulullah saw disucikan menggunakan air Zam zam oleh Jibril. Di riwayat yang lain, diceritakan bahwa Jibril mengoperasi hati Rasulullah saw dan mensucikannya dengan air Zam zam.

Manusia adalah sebuah sistem energi yang berpusatkan di hati. Seluruh perubahan yang terjadi pada sistem energi tubuh seseorang bisa tercermin di frekuensi hatinya. Sebaliknya, karena hati menjadi pusat sistem energi itu, maka jika ingin melakukan perubahan terhadap sistem tersebut juga bisa dilakukan 'mereaksikan' hatinya.

Itulah, agaknya, yang terjadi pada Rasulullah saw saat 'dioperasi' oleh malaikat Jibril, di dekat sumur Zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi dalam tubuh Rasulullah. Seluruh badan material Rasulullah di 'annihilasi' oleh Jibril menjadi badan cahaya. Sebagai makhluk cahaya yang cerdas, Jibril paham betul tentang proses-proses annihilasi. Sebagaimana firman Allah dalam
An-Najm :6
“yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.”

Maka, dalam sekejap, tubuh material Nabi pun berubah menjadi tubuh cahaya. Dan beliau siap melakukan perjalanan bersama Jibril dan Buraq, sebab ketiga-tiganya telah memiliki kualitas badan yang sama, yaitu badan cahaya. Maka Allah pun memperjalankan ketiganya menuju masjid al Aqsha di Palestina.

Perjalanan dengan Kecepatan Cahaya
Setelah ketiganya siap, maka mereka segera berangkat dan melesat dengan kecepatan sangat tinggi sekitar 300.000 km per detik. Ya, ketiga makhluk cahaya itu melesat menempuh perjalanan Mekkah Palestina yang berjarak 1500 km itu hanya dalam waktu sekejap mata saja. Atau lebih detilnya sekitar 0,005 detik, dalam ukuran waktu manusia!

Namun demikian, Rasulullah saw melakukannya dengan kesadaran penuh. Adanya relativitas waktu antara Dunia manusia dengan Dunia malaikat menyebabkan Rasulullah merasakan sepenuhnya perjalanan itu. Sehingga segala peristiwa yang terjadi dalam perjalanan, beliau bisa mengingat dan menceritakan kembali.

Bayangkan seperti orang yang lagi bermimpi. Meskipun orang tersebut hanya bermimpi selama 1 menit, tetapi dia bisa bercerita tentang mimpinya yang 'sangat panjang'. Kenapa demikian? Karena waktu yang berjalan di Dunia mimpi dan Dunia nyata berbeda.

Sama dengan yang terjadi pada Rasulullah saw. Pada waktu itu, beliau tidak sedang bermimpi. Beliau betul-betul melakukan perjalanan dengan badannya. Tetapi badan yang sudah diubah menjadi cahaya. Nah, karena ada relativitas waktu, maka waktu yang sekejap itu pun bagi Rasulullah sudah, cukup untuk menangkap seluruh kejadian yang dialaminya.

Maka, tidak heran jika beliau bisa menjawab berbagai, pertanyaan orang kafir yang ingin mengujinya. Di antaranya, beliau bisa bercerita betapa dalam perjalanan itu ada sekelompok kafilah atau pedagang yang unta dan kudanya lari ketakutan, saat Rasulullah saw dan Jibril melintas di dekatnya. Para kafilah itu tidak bisa melihat Rasulullah yang berbadan cahaya, tetapi rupanya unta dan kuda-kuda mereka bisa merasakan kehadiran Rasulullah, Jibril dan Buraq yang melintas dengan kecepatan sangat tinggi.

3. HambaNya

Kata kunci yang ketiga adalah bi'abdihi alias hambaNya. Ada dua makna yang terkandung di dalam kata ini. Yang pertama, kata 'abdi menggambarkan bahwa Rasulullah saw diperjalankan sebagai manusia seutuhnya. Artinya, jiwa dan raganya. Karena kata hamba memang menunjuk kepada totalitas diri seorang manusia.

Penggunaan kata ‘abdi’ ini seringkali digunakan untuk menepis anggapan bahwa Rasulullah saw melakukan perjalanan itu tidak bersama badannya. Hanya ruh atau penglihatannya saja. Para ahli tafsir sepakat bahwa dengan menggunakan kata abdi, maka Allah memberikan isyarat bahwa perjalanan itu dilakukan oleh Muhammad saw sebagai manusia seutuhnya, jiwa dan badannya.

Makna kedua yang terkandung di dalam kata 'abdi adalah bahwa tidak sembarang orang bisa melakukan perjalanan seperti yang dialami Rasulullah saw. Yang bisa melakukan perjalanan luar biasa itu hanya seseorang yang sudah mencapai tingkatan tertentu di dalam kualitas beragamanya, yaitu ‘abdihi’ hamba Allah.

Apakah hebatnya seorang 'abdihi ? Seorang hamba adalah seseorang yang mengabdikan hidupnya sepenuhnya untuk 'Majikannya'. Memang, kalau yang dimaksud adalah hamba alias budak manusia, dia adalah orang yang terhina. Akan tetapi jika dia adalah seorang hamba Allah, lain persoalannya.

Justru, seorang hamba Allah adalah orang yang memiliki derajat sangat tinggi di hadapan Allah. Karena, orang semacam ini telah meniadakan 'aku' alias 'ego'nya. Yang ada hanya Allah semata di dalam hidupnya. Dia tidak memiliki keinginan pribadi, yang ada hanya keinginan Allah. Dia telah berserah diri sepenuh penuhnya kepada kehendak Allah. Inilah puncak tertinggi di dalam proses beragama. Karena, sesungguhnya dia telah bisa mengaplikasikan kalimat laa ilaaha illallah, dengan sebenar-benarnya.

Nah, informasi itulah yang saya tangkap dari kata kunci ketiga ini. Bahwa Allah ingin menyampaikan kepada kita, perjalanan malam itu bukan sembarang perjalanan, dan hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang sudah mencapai tingkatan 'hamba' dalam proses beragamanya.

4. Malam Hari

Setelah memberikan sinyal bahwa ini adalah sebuah perjalanan luar biasa yang dikendalikan Allah terhadap hambaNya, maka Allah menginformasikan kalau perjalanan itu dilakukan pada malam hari.

Sempat terlintas di benak saya : ”kenapa ya perjalanan luar biasa itu dilakukan pada malam hari? Kok tidak siang hari saja?”

Saya baru memperoleh jawabnya setelah menghubungkan dengan kata kunci ke dua, bahwa peristiwa ini adalah sebuah perjalanan yang dikendalikan Allah lewat mekanisme yang sangat canggih.

Kita teringat pada penjelasan kata kunci kedua. Agar Nabi bisa mengikuti kecepatan malaikat dan Buraq, maka badan Nabi diubah menjadi badan cahaya oleh Jibril. Sehingga, ini menjadi 'klop' dengan perjalanan malam hari. Ini adalah alasan yang lebih bersifat teknis.

Pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Rasulullah saw, yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan Nabi yang sesungguhnya, tentu saja, adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril.

Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu.

Sebagai gambaran sederhana, adalah gelombang suara. Jika malam-malam kita mencoba mendengarkan suara-suara , maka kita bisa mendengarkan dengan baik. Suara deru mobil di kejauhan, misalnya, bisa kita dengarkan dengan baik. Atau suara anjing menggonggong di tengah larut malam. Pendengaran kita menjadi demikian tajam dibandingkan pada siang hari. Kenapa? Karena suara-suara tersebut tidak mengalami interferensi atau gangguan gelombang yang terlalu besar, sehingga terdengar jernih.

Demikian pula jika kita mendengarkan suara radio. Mencari gelombang radio pada malam hari lebih mudah dan hasilnya lebih jernih, karena gelombang radio tersebut juga tidak mengalami gangguan terlalu besar. Begitulah gambaran sederhananya, tentang perjalanan Nabi yang dilakukan pada malam hari. Karena badan Rasul diubah menjadi badan gelombang cahaya, maka perjalanan malam hari menjadi memiliki makna yang sangat penting buat kelancaran perjalanan beliau.

Malam hari juga memiliki arti yang penting dalam melakukan komunikasi dengan Allah. Coba lihat, Allah memerintahkan kita untuk melakukan shalat malam yang bernilai sangat tinggi, yaitu shalat tahajjud. Kenapa demikian? Salah satunya, karena pada malam hari jiwa kita bisa menjadi lebih fokus dan khusyuk.

Dalam ayat berikut ini Allah menginformasikan bahwa shalat pada malam hari itu bacaannya lebih berkesan. Nah, dalam konteks ini, bukankah Rasulullah saw memang bertujuan untuk menghadap kepada Allah SWT? Maka, perjalanan malam hari juga memiliki makna kejernihan komunikasi dengan Allah.

QS. Al Muzammil (73): 6
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”

5. Dari Masjid ke Masjid

Kata kunci yang kelima adalah ‘minal masjid al haraami ilal masjid al aqsha’, "dari masjidil haram ke masjdil aqsha". Sebagaimana kata kunci sebelumnya, maka di benak saya timbul pertanyaan : "kenapa ya Allah memperjalankan Nabi Muhammad dari masjid ke masjid? Kok bukan, misalnya, dari gua Hira' atau rumah Nabi?" Pasti ada makna yang tersembunyi di dalam informasi ini.

Saya lantas teringat bahwa masjid adalah suatu tempat yang banyak menyimpan energi positif. Kenapa begitu? Ya, karena masjid terus menerus digunakan untuk melakukan proses peribadatan yang menghasilkan energi positif.

Padahal sebagaimana kita ketahui, energi positif dari berbagai ibadah kita itu bakal mengimbas ke tempat sekitar. Sebagai contoh, rumah yang sering kita pakai untuk shalat malam, dzikir, puasa dan sebagainya akan terasa 'dingin' dan menyejukkan serta membuat 'kerasan'. Kenapa? Karena, energi do'a kita telah mengimbas ke lingkungan rumah kita.

Maka Anda bisa bayangkan, betapa besarnya energi positif yang tersimpan di dalam masjid. Khususnya masjid al Haram dan masjid al Aqsha. Kedua masjid itu telah berumur ribuan tahun. Dan selama ribuan tahun itu pula digunakan untuk kegiatan-kegiatan peribadatan yang menghasilkan energi positif. Maka, sungguh tempat itu menyimpan energi yang luar biasa besar. Masing-masing bagaikan sebuah tabung energi yang sangat dahsyat.

Lantas, apa kaitannya dengan perjalanan Rasulullah saw? Ini terkait dengan badan Nabi yang telah dirubah menjadi badan cahaya oleh Jibril. Karena badan Rasulullah saw telah berubah menjadi badan energi alias cahaya, maka banyak hal yang harus disesuaikan dengan perubahan itu, termasuk tempat keberangkatan dan kedatangan beliau.

Saya membayangkan sebuah film yang sangat populer beberapa tahun lalu, yaitu Startrek. Film yang mengambil latar perjalanan luar angkasa itu banyak menampilkan teknologi-teknologi masa depan secara scientific. Di antaranya adalah teleportasi. Yaitu cara memindahkan benda secara cepat ke suatu tempat yang berjarak jauh.

Digambarkan, dalam film itu, misalnya tentang pindahnya seseorang dari satu tempat ke tempat lain yang berjarak sangat jauh dengan teknik teleportasi. Katakanlah Mr Spock. Jika ia ingin pindah dari satu tempat ke tempat lain, ia cukup masuk ke dalam sebuah tabung 'annihilator' saja.

Ketika berada di dalam tabung itu, Mr Spock disinari dengan sinar tertentu. Tiba-tiba badannya lenyap berubah manjadi cahaya. Cahaya itu lantas dipancarkan ke tabung lain di seberang sana tempat yang dituju. Sesampainya di tempat tujuan, cahaya itu ditangkap dengan peralatan receiver, dan kemudian diubah kembali menjadi badan manusia, Mr Spock.

Di sini kita melihat, bahwa sang pembuat skenario menulis cerita secara scientific. Bahwa memang materi bisa dirubah menjadi energi. Lantas, energi itu dipancarkan antar tabung transmitter dan receiver. Kemudian dirubah kembali menjadi benda kembali.

Dalam kaitannya dengan peristiwa Isra' ini saya membayangkan teknik teleportasi itu terjadi. Gejala-gejala itu, menurut saya cukup kelihatan dan memenuhi syarat terjadinya proses tersebut. Yang pertama: sangat boleh jadi badan Nabi diubah menjadi cahaya oleh malaikat Jibril. Sebab jika tidak, maka perjalanan mereka akan menemui kendala sangat besar akibat tidak seimbangnya kualitas badan Nabi (materi) dengan badan malaikat dan Buraq (cahaya). Yang kedua, masjid al Haram dan masjid al Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Ini mirip dengan tabung trasmitter dan receiver, yang digunakan dalam proses teleportasi. Contoh konkretnya adalah yang terjadi pada Mr Spock, dalam film sains fiksi Startrek.

Karena masjid mengandung energi positif yang sangat besar maka perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi energi cahaya menjadi jauh lebih mudah. Apalagi 'dioperatori' oleh malaikat Jibril yang memang makhluk cahaya. Maka semuanya berjalan lancar sesuai kehendak Allah. Dialah yang berkehendak, malaikat Jibril yang melaksanakannya.

Maka, setelah badan Nabi berubah menjadi badan cahaya, malaikat Jibril langsung memandu perjalanan itu dari masjid al Haram menuju masjid al Aqsha. Dan bukan hanya sampai di Palestina, malaikat Jibril pun tetap memandu Rasulullah saw sampai ke langit ke tujuh. Lebih detil akan saya uraikan di bagian lain ketika membahas mi’raj

6. Diberkahi Sekelilingnya

Perjalanan malam itu memang sebuah perjalanan yang tidak lazim. Karena itu, Allah mempersiapkan berbagai fasilitas untuk menjaga kelancarannya. Kata kunci ke enam ini baaraknaa haulahu menggambarkan betapa Allah terus mengendalikan proses perjalanan tersebut. Allah mengatakan bahwa Dia telah memberkahi sekelilingnya, supaya tidak muncul kendala yang berarti.

Sejak awal Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk mendampingi Hasulullah saw, mulai dari persiapan jiwa raganya, sampai memandu apa yang harus dilakukan oleh Nabi. Kemudian, perjalanannya pun dilakukan dari masjid ke masjid. Dan, selama perjalanan tersebut Allah masih memberikan barokahNya, supaya tidak terjadi interferensi atau gangguan-gangguan gelombang yang membahayakan 'badan energi' Nabi.

Sebab, jika tidak dilindungi secara khusus, badan Nabi bisa mengalami proses balik menjadi 'badan material' lagi sebelum waktunya. Misalnya ketika melewati medan inti Bumi dengan besar tertentu. Sebagaimana, saat gelombang Gama melewati medan inti atom, bisa berubah kembali menjadi sepasang partikel elektron dan positron.

Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab jika badan Nabi tiba-tiba berubah menjadi 'badan materi' lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terburai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak berbentuk lagi. Hal ini telah saya jelaskan di depan, bahwa energi ikat yang menyusun atom, molekul dan badan Nabi itu bisa kalah besar dibandingkan energi yang muncul akibat kecepatannya.

7. Diperlihatkan Tanda-TandaNya

Apakah tujuan dari perjalanan itu? Salah satunya, Allah ingin menunjukkan tanda-tanda kebesaranNya di alam semesta kepada Rasulullah saw.

Sebagian ulama mengemukakan pendapat bahwa perjalanan tersebut bermaksud untuk memantapkan hati Rasulullah saw setelah beliau mengalami tekanan bertubi-tubi. dalam perjuangan menyebar luaskan agama Islam.

Tahun-tahun menjelang keberangkatan Isra' Mi'raj itu Rasulullah mengalami boikot ekonomi dari orang-orang kafir Ouraisy. Disusul ditinggal mati oleh istri Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib yang sangat besar peranannya dalam membantu perjuangan beliau. Maka, Nabi sangat prihatin dan tertekan. Sehingga, Allah memerintahkan Nabi agar melakukan perjalanan Isra' Mi'raj tersebut, untuk memberikan keyakinan dan motivasi atas perjuangannya kembali.

Hal-hal semacam ini memang juga terjadi pada Rasul-Rasul sebelumnya. Perjuangan yang demikian berat sempat membuat para Rasul itu down. Hal ini, misalnya, juga terjadi pada Nabi Musa, sehingga beliau 'bertapa' di gunung Sinai. Bahkan pada saat itu Nabi Musa digambarkan ingin bertemu dan melihat Allah secara langsung untuk menguatkan keyakinannya. Meskipun beliau tidak bisa melihat Allah, tetapi akhirnya Nabi Musa yakin bahwa Allah itu Maha Perkasa dan Maha Dahsyat, setelah beliau pingsan karenanya.

QS. Al A'raaf (7): 143
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihatKu". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama tama beriman”.

Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Yunus, sehingga beliau meninggalkan kaumnya. Akan tetapi Allah mengembalikannya lagi setelah Yunus ditelan oleh ikan. Dan di dalam perut ikan itulah beliau 'bertemu' dengan Tuhannya, sehingga kemudian kembali kepada kaumnya.

QS. Al Anbiya': 87
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.

Nabi Ibrahim juga mengalami hal yang serupa. Untuk meyakinkan dirinya, Ibrahim suatu ketika memohon kepada Allah untuk menunjukkan cara Dia menghidupkan kembali makhluk yang telah mati. Maka Allah memerintah kan untuk memotong-motong burung, dipisahkan di sejumlah bukit. Lantas, potongan-potongan badan burung itu berkumpul kembali, setelah dipanggilnya. Maka, Ibrahim pun menjadi semakin yakin terhadap kekuasaan Allah.

QS. Al Badarah (2): 260
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan, orang mati" , Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" 'Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) ".Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Begitu juga kejadian yang menimpa Nabi Ayyub dengan penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Atau Nabi Sulaiman, Nabi Daud, dan Nabi Nabi yang lain. Selalu ada pasang surut dan proses untuk mencapai tingkatan yang semakin tinggi dalam meyakini kebesaran Allah, Sang Perkasa.

QS. Shaad (38): 34
"Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (Yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat "

QS. Shaad (38): 41
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya; "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan".

Maka, dalam persepsi ini, perjalanan Isra' Mi'raj juga memiliki tujuan yang kurang lebih sama. Allah sengaja 'memamerkan' kekuasaanNya kepada Nabi Muhammad, agar beliau tidak berkecil hati dalam menghadapi tekanan yang datang bertubi-tubi.

Dalam perjalanan itu Rasulullah saw lantas menyaksikan pemandangan-pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi, pada saat Mi'raj ke langit ke tujuh.

Namun pada saat melintasi Mekkah Palestina pun beliau sesungguhnya sudah sangat takjub dan mengingat seluruh kejadian yang beliau alami. Bahkan bisa bercerita secara akurat kepada orang-orang yang meragukan perjalanan beliau. Termasuk beliau bisa menceritakan jumlah pintu dan jendela masjid al Aqsha.

Kenapa beliau bisa menceritakan kejadian kejadian tersebut dengan akurat? Rupanya, setelah perjalanan Isra' Mi'raj itu Nabi memiliki peningkatan kemampuan melihat dimensi-dimensi lebih tinggi di alam semesta ini. Selama perjalanan tersebut Allah telah membuka hati beliau, sehingga menjadi ‘kasyaf’ alias terbuka. Ilmu dan hikmah yang beliau kuasai bukan lagi hanya meliputi langit pertama, melainkan sampai langit yang ke tujuh.

QS. An Naim (53): 11
"Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya"

Selain tujuan memotivasi kembali semangat perjuangan beliau, Allah juga sengaja memamerkan kekuasaanNya lewat tanda-tanda di alam semesta yang beliau lewati.

Pendekatan makhluk kepada penciptanya memang terjadi lewat tanda-tanda kebesaranNya. Tidak terjadi secara langsung. Kenapa demikian? Sebab ada suatu gap yang sangat jauh antara kualitas makhluk dengan kualitas pencipta. Makhluk demikian lemahnya, sedang pencipta demikian dahsyatnya. Maka, sepintar dan sehebat apa pun seorang manusia tidak akan pernah bisa memahami eksistensi Allah 100 persen.

Yang terjadi adalah manusia hanya bisa mempersepsi eksistensi Allah dalam pemahaman yang sangat sedikit. Barangkali, hanya sepersekian miliar persen dari eksistensiNya yang sesungguhnya. Atau bahkan lebih kecil lagi. Hal ini dikemukakan oleh Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Luqman (31): 27
Dan seandainya pohon-pohon di Bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat di atas menggambarkan betapa dahsyat Kekuasaan dan Ilmu Allah. Manusia dan segala yang ada di alam semesta ini begitu kecilnya di hadapanNya. Kita tidak pernah bisa mengukur Ilmu dan EksistensiNya. Karena Dia adalah Dzat yang Tiada Terbatas. Seberapa hebat pun yang telah kita pahami dari 'tanda tanda' kekuasaanNya itu, ternyata baru sebagian kecil saja dari ilmu-ilmu Allah yang digelar.

Sebagai contoh, ilmu Allah yang terdapat pada tubuh manusia. ilmu manusia ini dulunya di pelajari sebagai-bagian dari Biologi. Disamping ilmu tumbuhan dan ilmu hewan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka para ilmuwan memandang perlu untuk memisahkan ilmu tentang manusia, untuk dipelajari secara lebih khusus.

Kenapa demikian? Karena ternyata semakin lama semakin disadari bahwa ilmu tentang manusia semakin rumit dan mendalam. Sehingga, muncullah berbagai cabang ilmu tentang manusia. Ada yang belajar ilmu jiwa, ada yang belajar ilmu fisik. Yang ilmu jiwa ada yang mengarah kepada penyakit-penyakit jiwa yang kemudian dipelajari dalam ilmu kedokteran jiwa. Tetapi ada juga yang mengarah kepada cara cara mengoptimalkan kemampuan kejiwaan manusia, yang kemudian dipelajari sebagai ilmu psikologi. Kedua ilmu ini terus berkembang sampai sekarang dan nanti, sesuai perkembangan zaman.

Sedangkan yang mempelajari fisik manusia juga berkembang semakin rumit. Katakanlah yang ada dalam wilayah ilmu kedokteran. Tadinya ilmu kedokteran dipelajari secara umum, sehingga dokternya disebut sebagai dokter umum. Namun ternyata, banyak hal yang belum dikuasai oleh seorang dokter umum, sehingga diperlukan dokter spesialis. Diantaranya, ada yang mengkhususkan diri pada ilmu saraf saja. Atau ilmu penyakit dalam saja. Atau ilmu mata saja. Ada juga yang soal kandungan saja. Atau gigi saja. Dan seterusnya. Hal ini membuktikan betapa mendalamnya ilmu Allah.

Bicara soal gigi saja, seorang dokter spesialis bisa memerlukan waktu bertahun-tahun. Itu pun masih terus berkembang. Dan bukan berhenti sampai di situ. Sampai sekarang pun, para ahli ilmu kedokteran itu masih merasa perlu untuk lebih mengkhususkan ilmunya. Misalnya, mereka yang tadinya ahli penyakit dalam (meliputi jantung, liver, ginjal, paru, dan lain-lain) kini banyak yang merasa perlu untuk mengambil spesialis lagi yang lebih khusus. Misalnya sekarang ada dokter spesialis penyakit jantung saja. Atau ada yang mengambil paru-paru saja. Liver saja. Dan seterusnya.

Demikian pula, yang ahli penyakit saraf. Mereka mulai mengkhususkan diri pada saraf mata, atau saraf jantung, saraf otak, dan lain sebagainya. Semakin mendalam kita mempelajari, maka semakin tahu kita bahwa begitu banyak rahasia yang masih terkandung di dalam diri manusia. Kita seperti masuk ke dalam sebuah sumur yang sangat dalam, dan tidak ketemu dasarnya. Sangat misterius!

Jadi begitulah. llmu Allah demikian luas dan mendalam. Meskipun seluruh umat manusia dikerahkan untuk menulis ilmu Allah yang ada di tubuh manusia saja, niscaya tidak habis ilmu Allah dituliskan. Bahkan meskipun menggunakan air lautan sebagai tinta, dan ranting ranting pohon sebagai pena. Dan kemudian ditambah dengan tujuh lautan sekalipun.

Nah, semua ilmu yang ada di dalam tubuh manusia maupun yang tersebar di seluruh penjuru angkasa raya itulah tanda-tanda kekuasaan Allah. Orang-orang yang mempelajarinya akan memperoleh kesimpulan, betapa hebatnya Allah, Sang Maha Pencipta. Maka, jika kita ingin dekat denganNya, kita mesti memahami tanda-tanda itu sebagai sebuah proses untuk lebih mengenalNya. Karena ternyata banyak di antara kita yang tidak benar-benar mengenal Allah, sebagaimana Dia 'sindirkan' berikut ini.

QS. Al Hajj (22): 74
"Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa."

Dia telah menebarkan miliaran atau bahkan triliunan 'tanda tanda' di alam semesta untuk kita pelajari. Namun, hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang bisa mengambil pelajaran dari tanda-tanda Kebesaran Allah itu. Hal ini dikemukakan Allah dalam berbagai firmanNya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini.

QS. Al Ankabut (29): 43
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."

QS. Fathir (35): 28
Dan demikan (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun."

Dengan kata lain, Allah memang memerintahkan umat Islam untuk menjadi orang orang pintar yang bisa memahami alam sekitarnya, dengan maksud agar akhirnya kita lebih mengenal Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa.

Nah, itulah yang salah satu tujuan Allah memperjalankan Rasulullah saw lewat peristiwa Isra' Mi'raj. Meskipun, Rasulullah saw seorang yang ummi (buta huruf), bukan berarti beliau tidak memiliki ilmu tentang alam sekitarnya. Bahkan beliau memiliki ilmu yang sangat tinggi, yang terbentang dari langit pertama sampai langit ke tujuh.

Ilmu-ilmu tersebut diajarkan Allah kepada Rasulullah, saw tidak lewat tulisan melainkan lewat pengalaman empiris. Langsung masuk ke dalam hati beliau sebagai sebuah kefahaman. Bukan sekedar ingatan atau memori dalam otak.

Proses ini juga yang diberikan Allah kepada Nabi Adam, sehingga malaikat takluk mengakui kehebatan Adam. Dan kemudian bersujud kepadanya. Rasulullah saw memiliki kemampuan hebat itu. Allah memiliki seribu satu cara untuk mengajari hamba-hambaNya, tentang segala yang tidak diketahuinya, sebagaimana Dia firmankan dalam wahyu pertama.

QS. Al 'Allaq (96): 5
"Yang mengajari manusia segala yang tidak diketahuinya"

Dan, ini kemudian terbukti ketika beberapa tahun kemudian, Rasulullah saw menerima wahyu QS. Ali lmran : 190-191. Rasulullah saw menangis semalaman menerima wahyu tersebut. Kenapa menangis? Karena Rasulullah saw sangat paham tentang isi wahyu itu. Bahkan beliau telah mengalaminya dalam perjalanan Isra' Mi'rajnya. Apakah isinya? Tentang penciptaan langit dan Bumi, dan berbagai tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.

QS. Ali Imran: 190-191
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan Bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka."

Di sini kita melihat, betapa pemahaman Rasulullah saw terhadap ilmu 'Langit dan Bumi' demikian mendalam. Tidak mungkin beliau bisa menangis seperti itu, kalau beliau tidak memahami. Padahal kita tahu, beliau bukanlah seorang ahli astronomi. Dan pasti beliau juga tidak pernah membaca atau mempelajari tentang astronomi, karena ilmu tersebut belum berkembang seperti di jaman modern ini, yang telah dibantu dengan berbagai jenis teleskop canggih.

Semua kefahaman Rasulullah saw itu telah beliau dapatkan ketika mengalami peristiwa Isra' Mi'raj. Bukan sekedar membaca, melainkan langsung mengalaminya. Dari langit pertama sampai langit yang ke tujuh. Batas pengetahuan Rasulullah saw adalah Sidratul Muntaha, dimana beliau tidak mengetahui lagi apa-apa yang ada di balik Sidratul Muntaha.

Maka ketika menerima wahyu itu, Rasulullah saw seperti bernostalgia atas perjalanan lsra' Mi'rajnya. Kalimat-kalimat yang termaktub dalam wahyu itu mengingatkan kembali penglihatan-penglihatan beliau saat melintasi dimensi-dimensi langit pertama sampai ke tujuh. Lebih jauh akan saya jelaskan ketika membahas tentang Mi'raj Nabi.

Dan selain mengingatkan kembali pada perjalanan Isra' Mi'raj, Allah juga memberikan penegasan dalam firman itu, bahwa seluruh ciptaan Allah di alam semesta ini adalah tanda-tanda Kebesaran dan Keagungan Allah. Dan dengan tanda-tanda itu seorang mukmin bisa melakukan 'dzikir sekaligus berpikir' sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla.

8. Maha Mendengar dan Maha Melihat

Dan kata kunci yang terakhir adalah : "sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat' (innahu huwas samii'ul bashiir). Ini adalah kalimat penegas terhadap informasi yang diceritakan dalam kalimat-kalimat sebelumnya.

Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Allah ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar. Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah Isra'.

Selain itu, kalimat Maha Mendengar dan Maha Melihat juga bisa dimaknai bahwa Allah telah memberikan sebagian sifat sama' dan bashar itu kepada Rasulullah saw. Dengan kata lain, selama perjalanan tersebut Rasulullah saw benar-benar dalam kesadaran penuh sehingga bisa 'mendengar' dan 'melihat' berbagai tanda-tanda kekuasaan Allah di rute yang beliau lewati. dan memang ini sesuai dengan tujuan perjalanan itu bahwa Allah ingin memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya agar Rasulullah saw semakin yakin kepadaNya.
Demikianlah, seluruh perjalanan Rasulullah saw dari Mekkah ke Palestina telah diceritakan Allah dalam ayat pertama surat Isra' secara komprehensif. Disana tergambar seluruh situasi dan kondisi yang berlangsung selama perjalanan itu :

1. Bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Suci dan Maha Perkasa, tiada bandingnya di jagad semesta.
2. Bahwa Rasulullah saw adalah seorang manusia yang telah mencapai tingkatan 'hamba', dan sengaja diperjalankan olehNya untuk mencapai tingkat keyakinan yang lebih tinggi
3. Bahwa perjalanan itu adalah sebuah perjalanan misterius yang sangat dahsyat yang mengandung pelajaran sains dan teknologi mutakhir
4. Dan bahwa semua itu bermakna sebagai sebuah proses untuk mengenal dan mendekatkan diri kita kepada Allah, Sang Penguasa Alam semesta. Bukan hanya bagi Nabi Muhammad saw, melainkan juga bagi kita, umat Islam sampai akhir zaman.

Menuju Sidratul Muntaha



Etape pertama Rasulullah saw adalah perjalanan horisontal dari Mekkah ke Palestina. Dari apa yang saya uraikan di bagian depan, perjalanan itu hanya ditempuh Nabi dalam waktu tidak sampai 1 detik. Kenapa bisa secepat itu? Karena Nabi Muhammad, Jibril dan Buraq melesat dengan kecepatan cahaya, 300.000 km/detik. Maka, jarak Mekkah Palestina yang hanya sekitar 1.500 km itu pun tidak terlalu berarti bagi mereka.

Sesampai di masjidil Aqsha, Rasulullah saw sempat melakukan shalat bersama malaikat Jibril, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke langit ke tujuh. Perjalanan berikutnya adalah sebuah perjalanan yang memiliki mekanisme berbeda dengan etape pertama.

Pada etape pertama, Rasulullah saw melakukan perjalanan dengan badan wadag yang telah diubah menjadi badan cahaya. Akan tetapi sesampai di masjidil Aqsha badan Nabi telah berubah kembali menjadi badan material sebagaimana sebelumnya. Ini adalah etape teleportasi, sebagaimana digambarkan dalam berbagai film science fiction. Akan tetapi pada etape kedua, beliau tidak lagi menggunakan mekanisme tersebut melainkan melakukan perjalanan dimensional.

Ini adalah bagian yang sangat abstrak dan agak rumit dijelaskan. Akan tetapi, dengan berbagai perumpamaan dan analogi, mudah-mudahan pembaca bisa mengikuti apa yang akan saya sampaikan di bagian-bagian berikut ini.

Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab berkaitan dengan perjalanan menuju langit ke tujuh ini. Untuk menghindari kesalah pahaman, maka kita harus menyamakan dulu persepsi tentang beberapa hat. Di antaranya adalah hal-hal berikut ini.
1. Apakah yang disebut langit?
2. Di langit manakah Bumi kita berada?
3. Apa dan bagaimanakah langit berlapis tujuh?
4. Bagaimana Rasulullah saw bisa melakukan perjalanan menembus, langit satu sampai ke tujuh?
5. Apakah yang terjadi ketika berada di Sidratul Muntaha?

Memahami Langit



Banyak di antara kita yang memiliki persepsi berbeda tentang langit. Ada yang berpendapat bahwa langit adalah sebuah 'atap' alias bidang pembatas ruang angkasa. Artinya, mereka mengira bahwa ruang di atas kita ada pembatasnya, semacam atap. Kelompok pertama ini, biasanya adalah mereka yang awam tentang ilmu Astronomi. Atau para orang tua yang tidak terlalu mengikuti film-film fiksi ilmiah tentang kehidupan angkasa luar yang banyak digemari anak-anak muda dan dewasa ini.

Kelompok kedua adalah mereka yang mengikuti berbagai macam informasi tentang angkasa luar dari berbagai film-film fiksi ilmiah, ataupun berbagai macam media massa. Pada umumnya mereka mengerti bahwa yang dimaksud langit adalah sebuah ruang raksasa yang berisi triliunan benda-benda langit, seperti matahari, planet-planet (termasuk Bumi), bulan, bintang, galaksi, dan lain sebagainya. Mereka memperoleh pemahaman yang lebih baik bahwa langit bukanlah sebuah bidang batas, melainkan seluruh ruang angkasa di atas kita.

Kelompok yang ketiga adalah mereka yang mempelajari informasi Astronomi lebih banyak dan lebih detil. Lebih jauh, mereka mencoba memahami berbagai hal yang berkait dengan struktur langit lewat berbagai teori-teori Astronomi. Mereka terus-menerus mengikuti berbagai informasi dan mencoba melakukan rekonstruksi terhadap struktur langit, yang secara umum dipahami sebagai alam semesta atau Universe.

Nah, dari ketiga kelompok pemahaman itu saya ingin mengambil kesimpulan yang bersifat global saja, sebagai pijakan awal pemahaman kiia tentang langit. Bahwa yang disebut langit sebenarnya bukanlah sebuah bidang batas di angkasa sana, melainkan sebuah ruang tak berhingga besar yang memuat triliunan benda-benda angkasa. Mulai dari batuan angkasa yang berukuran kecil, satelit semacam bulan, planet-planet, matahari dan bintang, galaksi hingga superkluster.

Karena itu, jika kita bergerak ke langit naik pesawat angkasa luar, misalnya, maka kita akan bergerak menuju ruang angkasa yang tidak pernah ada batasnya. Sehari, seminggu, sebulan, setahun dan seterusnya kita bergerak ke angkasa, maka yang kita temui hanya ruang angkasa gelap yang berisi berbagai benda langit saja. Sampai mati pun, kita tidak akan pernah menemukan pembatasnya. Ya, langit adalah ruang angkasa yang luar biasa besarnya. Bahkan, tidak diketahui dimana tepinya.

Nah, pemahaman tentang langit ini penting untuk menyamakan persepsi kita tentang perjalanan Mi'raj Rasulullah saw. Sebab, dalam pemahaman tradisional selama ini, kita memperoleh kesan betapa langit itu digambarkan sebagai atap alias 'langit-langit'. Bahkan digambarkan pula sebagai atap yang ada pintu-pintunya, yang kemudian mesti dibuka sebagaimana pintu rumah, ketika Rasulullah saw mau memasuki langit yang lebih tinggi.

Istilah langit dalam bahasa Inggris, barangkali memberikan gambaran yang lebih jelas: Sky. Dalam bahasa Indonesia lebih pas disebut sebagai 'Angkasa'. Istilah lainnya adalah space. Sehingga, angkasa di luar Bumi disebut sebagai Outer Space. Jadi langit adalah Ruang Angkasa.

Pemahaman tentang langit adalah pemahaman yang cukup rumit. Apalagi jika dikaitkan dengan struktur langit yang tujuh. Untuk langit pertama saja, tidaklah mudah. Bahkan sampai sekarang ilmu Astronomi masih menemui berbagai kendala yang agak rumit dalam mempersepsi struktur alam tersebut. Akan tetapi, Insya Allah semuanya berangsur-angsur bisa dijelaskan.

Di dalam Al-Qur'an, Allah secara jelas dan berulangkali menginformasikan bahwa langit yang Dia ciptakan itu memang bukan hanya satu, melainkan 7 lapis, sebagaimana diinformasikan dalam ayat berikut ini.

QS. At Thalaq (65): 12
"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula Bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu Nya benar-benar meliputi segala sesuatu."

QS. Al Mulk (67): 3
"Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?"

Dan masih ada beberapa ayat lagi yang bercerita tentang langit yang tujuh. Cuma, kita mesti mencermati penggunaan kata langit (assamaa' dan assamaawaat - tunggal dan jamak). Kata-kata ini ternyata digunakan oleh Allah untuk menggambarkan ruang di atas Bumi, baik yang berarti atmosfer, maupun yang berarti angkasa luar.

Penggunaan kata langit yang bermaksud untuk angkasa luar, misalnya adalah yang terdapat dalam ayat-ayat di atas. Dan juga ayat berikut ini.

QS Fushilat (41): 12
"Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."

Di ayat tersebut tergambar jelas sekali bahwa Allah menggunakan kata as samaawaat untuk menggambarkan angkasa luar. Kenapa ada kesimpulan begitu? Karena Dia menggambarkan bahwa langit yang dekat dihiasi dengan bintang-bintang. Dan kita tahu semua bahwa bintang-bintang itu bukan terdapat di atmosfer, melainkan di ruang angkasa.

Maka, ketika Allah bercerita tentang langit yang tujuh di ayat tersebut, langit yang dimaksudkan adalah langit alam semesta yang jumlahnya 7 tingkat.

Akan tetapi, di ayat-ayat yang lain Allah menggunakan kata-kata assamaa' dan assamawaat untuk menggambarkan atmosfer Bumi. Hal itu, misalnya, terdapat pada ayat-ayat berikut ini.

QS. Al Baqarah (2): 29
"Dia lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di Bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."

Di situ digambarkan betapa Allah menciptakan segala, sesuatu di Bumi untuk manusia. Kemudian Dia memproses langit yang tujuh. Di ayat ini Allah menggunakan kata 'langit', untuk atmosfer. Kenapa demikian, karena langit tersebut ternyata diproses setelah Bumi terbentuk.

Jika yang dimaksudkan adalah langit alam semesta, hal itu menjadi tidak cocok. Karena sesungguhnya proses terbentuknya langit semesta lebih dulu dibandingkan dengan Bumi. Planet Bumi adalah bagian dari langit semesta, disamping miliaran matahari dan triliunan planet yang ada.

Ayat lain yang menunjukkan 'langit' sebagai atmosfer terdapat pada ayat-ayat berikut ini.

QS. Ruum (30): 48
"Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba Nya yang dikehendaki Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira."

Karena 'langit' di sini dikaitkan dengan hujan, kita lantas bisa mendapatkan gambaran bahwa yang dimaksudkan adalah atmosfer. Maka, ketika Allah menyebutkan bahwa langit tersebut ada tujuh, orientasi pemahaman kita menuju kepada lapisan-lapisan atmosfer yang memang ada tujuh lapis, yaitu: Troposfer, stratosfer, ozonosfer, mesosfer, ionosfer, eksosfer, dan magnetosfer.

Pemakaian kata 'langit' untuk dua hal yang berbeda ini seringkali membingungkan mereka yang kurang akrab dengan masalah astronomi. Mereka rancu menyamakan antara atmosfer dengan langit ruang angkasa.

Hal itu, misalnya, terlihat dari pemahaman mereka terhadap ayat ayat berikut ini.

QS. Al Baqarah (2): 22
Dialah Yang menjadikan Bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui."

QS. Al anbiyaa (21): 32
"Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya."

Ayat-ayat di atas menceritakan bahwa langit berfungsi sebagai atap. Hal ini memang cocok dengan fungsi atmosfer sebagai pelindung Bumi. Keberadaan atmosfer telah melindungi Bumi dari 'serangan' batu
batu langit yang setiap hari berjatuhan ke arah Bumi. Batu-batu yang masuk ke atmosfer Bumi telah dihadang olehnya, untuk kemudian dibakar oleh gesekan udara yang memiliki kecepatan putar lebih dari 1600 km per jam. Jadi dalam hal ini, atmosfer telah berfungsi sebagai atap yang melindungi Bumi.

Persoalannya menjadi lain ketika kita berbicara tentang langit yang bukan atmosfer. Karena langit angkasa luar tersebut berupa ruang yang sangat besar, berisi triliunan benda langit. Bukan berupa lapisan-lapisan udara seperti yang terdapat dalam atmosfer kita.

Maka, ketika Allah menyebutnya sebagai berlapis tujuh, cara pemahamannya berbeda dengan memahami atmosfer Bumi. Disinilah banyak yang terjebak pada pemahaman yang rancu antara keduanya.

Kerancuan itu, misalnya, terlihat dari pemahaman langit sebagai atap. Banyak beredar pemahaman di kalangan umat Islam, katanya, langit alam semesta ini berbentuk atap, sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat di atas. Padahal penjelasan itu terkait ke langit atmosfer. Bukan langit semesta.
Sehingga, tafsir yang muncul terhadap langit berlapis tujuh itu menjadi begitu sederhana dan naif. Bahwa, langit alam semesta dipersepsi bertumpuk-tumpuk seperti kue lapis. Lapis pertama adalah langit pertama, lapis kedua adalah langit kedua dan seterusnya sampai langit yang ke tujuh.

Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dan bisa menjadi bahan olok-olok yang tidak mengenakkan hati dari orang-orang yang tidak suka kepada Islam. Tentu, kita harus memberikan penafsiran yang lebih proporsional, sesuai kenyataan ilmiah.

Langit Pertama



Barangkali kita telah sepaham, bahwa yang disebut langit adalah 'ruang' tak berhingga besar yang terhampar di atas kita. Baik bagi kita yang berada di Indonesia, maupun yang di balik Bumi Indonesia, yaitu di Amerika. Sekali lagi langit adalah ruangan raksasa yang berisi triliunan benda langit seperti planet, bulan, meteor, matahari, nebula, galaksi, superkluster, dan lain sebagainya. Termasuk Bumi kita ini berada di dalam langit. Jadi langit adalah 'ruang angkasa'.

Nah, Allah menginformasikan di dalam Al Qur'an bahwa langit itu ada tujuh tingkat. Langit yang pertama adalah langit yang dihuni oleh manusia dan makhluk-makhluk berdimensi 3, seperti binatang, tumbuhan dan benda-benda mati, yang terdapat di planet Bumi. Ditambah lagi, segala benda langit yang mengisinya. Itu semua adalah makhluk di langit pertama. Langit pertama itu di dalam istilah agama disebut sebagai 'Langit Dunia'.

Allah telah memberikan gambaran yang menarik di dalam Al Qur'an, tentang langit Dunia itu.

QS. Fushshilat (41): 12
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Artinya, seluruh ruang angkasa yang berisi triliunan bintang, matahari, galaksi, nebula, meteor, dan segala benda langit termasuk Bumi itu, oleh Allah disebut sebagai langit Dunia. Kata 'Dunia' memiliki arti 'dekat'. Jadi, maknanya menjadi langit yang dekat.

Padahal sebagaimana kita tahu, bahwa langit yang disebut 'dekat' oleh Allah itu bukanlah jarak yang dekat bagi manusia. Saya sudah pernah menyampaikan bahwa jarak bintang yang terdekat saja membutuhkan waktu 428 tahun untuk datang ke sana. Itu pun kalau kita menggunakan pesawat tercepat milik manusia, misalnya Challenger, atau Columbia yang berkecepatan 20.000 km per jam.

Kalau kita menggunakan kecepatan yang lebih tinggi, katakanlah cahaya sebagai kecepatan puncak di alam semesta ini waktu tempuhnya juga masih sangat lama, yaitu butuh waktu 8 tahun, baru sampai di bintang terdekat itu. Apalagi untuk menuju bintang-bintang yang lebih jauh. Ada yang membutuhkan waktu sejuta tahun. Ada pula yang memerlukan waktu 1 miliar tahun. Bahkan yang terjauh bisa membutuhkan waktu 10 miliar tahun!

Jadi, Langit Dekat itu, bukanlah langit yang kecil dan gampang kita tempuh. Usia kita yang cuma puluhan tahun ini tidak berarti apa-apa untuk menempuh jarak antar bintang. Apalagi untuk mengembara dan mengarungi alam semesta. Sama sekali tidak mungkin!

Padahal kita sudah menggunakan sebuah cara yang juga mustahil', yaitu naik pesawat dengan 'kecepatan cahaya'. Kenapa tidak mungkin? Karena sungguh, tidak ada benda apa pun di alam semesta yang bisa dipercepat mencapai kecepatan cahaya. Benda tersebut bakal hancur, semburat menjadi partikel-partikel kecil sub atomik. Secara lebih detil, akan saya jelaskan pada bagian lain.

Ada juga yang tidak percaya dan mempertanyakan: apakah betul kecepatan tertinggi di alam semesta ini adalah cahaya? Ya, begitulah sains menyimpulkan. Memang ada semacam 'angan-angan' dan harapan dari beberapa kalangan supaya di alam semesta ini ada kecepatan yang lebih tinggi dari cahaya, supaya mereka bisa menjelaskan beberapa hal yang musykil.

Akan tetapi, sampai sekarang keinginan itu tidak pernah bisa dibuktikan. Kecepatan tertinggi di alam semesta sampai sekarang, tetap adalah kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km per detik. Maka seluruh penjelasan tentang gerak di alam semesta ini masih harus berpatokan pada kecepatan cahaya tersebut. Sehingga, perhitungan relativitas waktu pun masih diukur dengan kecepatan cahaya.

Jadi, kembali lagi kepada alam semesta, ternyata alam semesta kita ini memang demikian besarnya. Diperkirakan diameternya mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya, jika cahaya mencoba menyeberangi alam semesta. dari tepi kiri menuju tepi kanan, ia butuh waktu selama 30 miliar tahun! Sungguh sebuah ukuran yang sangat besar!

Apalagi manusia. Jika manusia menyeberangi alam semesta dengan menggunakan pesawat ulang alik berkecepatan 20 km per jam, maka waktu yang diperlukannya adalah sekitar 1,62 miliar miliar tahun, alias 1,62 dengan sepuluh pangkat 18 tahun. Sebuah hal yang sangat musykil dilakukan oleh manusia!

Diperkirakan alam semesta ini memuat partikel sejumlah 10 pangkat 81, yang tersebar di seluruh penjuru langit. Di antaranya, yang terbanyak adalah yang berada di pusat alam semesta. Yang lain tersebar dalam bentuk benda-benda langit dan debu angkasa. Termasuk, partikel-partikel pembentuk matahari, bintang, nebula, dan planet Bumi.

Secara sederhana, alam semesta ini boleh diumpamakan seperti sebuah bola raksasa yang memuat triliunan benda langit. Mulai dari yang terkecil, debu-debu angkasa, batu meteor, batu komet, batu asteroid, satelit, planet, matahari, bebagai jenis bintang-bintang, galaksi, sampai yang terbesar, super cluster.

Seluruh benda langit itu membentuk sistem saling tarik-menarik dan saling 'mengikat' lewat gaya gravitasi. Coba bayangkan, ada triliunan kelereng yang sedang mengambang di awang-awang. Triliunan benda itu semuanya bergerak. Tidak ada yang diam! Dan 'sedikit' sekali terjadi tabrakan, terutama pada kelereng-kelereng yang berukuran besar. Karena masing-masing kelereng itu memiliki lintasan geraknya masing-masing. Kecuali benda-benda langit yang bergerak bebas dan tidak memiliki lintasan orbit.

Kita melihat sebuah 'demonstrasi' kekuatan yang Maha Dahsyat, yang mengatur keseimbangan gerakan itu. Jika tidak, maka sungguh seluruh benda langit itu akan saling bertabrakan, dan menjadi kacaulah langit kita.

Akan tetapi, yang terjadi bukan begitu. Meskipun sudah berlangsung selama 12 miliar tahun, benda-benda langit itu bergerak secara harmonis. Benda-benda langit yang berukuran besar, memiliki dua jenis gerakan. Gerakan pertama adalah gerakan berputar pada dirinya sendiri, yang dikenal sebagai gerakan rotasi. Sedangkan gerakan kedua adalah gerakan melingkari benda yang lebih besar dari dirinya, yang dikenal sebagai gerakan revolusi.

Jadi bisa kita bayangkan, betapa benda yang paling kecil adalah benda yang paling 'pusing'. Ambillah contoh, Bulan. Bulan adalah satelit Bumi. la berputar pada dirinya sendiri. Selain itu, ia juga mengitari Bumi pada lintasan orbitnya yang berjarak sekitar 1 menit cahaya alias sekitar 18 juta km dari Bumi.

Lintasan itu memiliki pola yang tetap. Sehingga pergerakan Bulan bisa dihitung secara akurat oleh manusia. Katakanlah, waktu terjadinya gerhana Bulan. Manusia telah bisa memperkirakan kapan bakal terjadi gerhana Bulan di tahun tahun mendatang. Karena itu, pergerakan bulan ini bisa dijadikan patokan penanggalan alias kalendar. Termasuk kalendar Hijriyah yang digunakan oleh umat Islam. Satu kali perputaran Bulan mengelilingi Bumi membutuhkan waktu 29,5 hari.

Bukan hanya bulan yang bergerak, tetapi juga Bumi. Planet yang memuat sekitar 5 miliar manusia ini berputar pada dirinya sendiri. Satu kali rotasi menghabiskan waktu 24 jam alias sehari. Selain itu juga berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu 365,25 hari, satu kali putaran, yang disebut sebagai setahun.

Maka kita melihat di sini, bahwa bulan mengelilingi Bumi pada periode tertentu, dengan cara tertentu. Dan kemudian, Bumi bersama Bulan, mengelilingi matahari pada periode tertentu dengan cara tertentu pula.

Nah, apakah Matahari juga bergerak seperti itu? Ternyata ya. Matahari yang menjadi pusat pergerakan sembilan planet termasuk Bumi ini, ternyata juga bergerak berotasi dan berevolusi. Selama sekitar 5 miliar tahun Matahari bergerak berirama bersama kesembilan planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto; mengelilingi sebuah Bintang yang berukuran sangat besar yang berada di pusat Galaksi Bima sakti.

Galaksi Bima Sakti beranggotakan sekitar 100 miliar matahari. Kesemuanya berputar mengelilingi pusat galaksi yang berbentuk cakram. Bumi dan tatasurya kita terletak di salah satu wilayah agak ke pinggir dari cakram tersebut.

Maka, Dalam satu galaksi ini saja kita bisa 'melihat' betapa ada bermiliar-miliar benda langit yang sedang bergerak dalam sebuah irama yang sangat harmonis. Ratusan miliar matahari, dan triliunan planet, asteroid, satelit, serta berbagai batu angkasa sedang 'menari-nari' dalam komposisi irama galaksi Bima Sakti yang sangat mengagumkan.

Namun, dari data Astronomi juga diketahui bahwa jumlah galaksi di alam semesta ini ternyata sangatlah banyak., Bisa mencapai ratusan miliar galaksi. Bahkan boleh jadi triliunan. Setiap saat, para ahli astronomi bisa menemukan sejumlah gugusan bintang alias galaksi lewat teleskop Hubble atau Spitzer atau Compton.

Ternyata, bukan hanya matahari atau bintang-bintang yang bergerak secara berirama dalam satu gugusan. Melainkan, galaksi-galaksi itupun bergerak berotasi dan revolusi mengelilingi sebuah galaksi yang sangat besar. Tidak kurang dari 100 miliar galaksi diperkirakan bergerak berirama membentuk gugusan galaksi yang disebut Supercluster. Lagi-lagi kita melihat sebuah orchestra alam semesta yang luar biasa dahsyatnya, dalam sebuah parade triliunan matahari yang 'menari-nari' dengan cantik sekali.

Sampai disinikah besarnya alam semesta? Ternyata tidak. Gerakan-gerakan berputar dan berirama itu terus membesar, membesar dan membesar. Dari Bulan mengelilingi Bumi, kemudian mengelilingi Matahari, lantas mengelilingi pusat galaksi, dan berevolusi mengitari pusat Supercluster, diperkirakan masih terus membentuk gugusan gugusan yang lebih besar yang belum ketahuan tepinya. Meskipun, para. ahli menyimpulkan alam semesta ini besarnya terbatas pada diameter 30 miliar tahun cahaya. Tapi, disinilah manusia mulai merasakan situasi 'kritis' atas pemahamannya terhadap alam semesta. Mereka dihadang oleh sebuah 'Kekuasaan' dan 'Kecerdasan' yang Sangat Misterius, yang sedang menggelar sebuah Orkestra Maha Dahsyat dalam skala yang tidak terbayangkan ...

1. Alam Makro dan Alam Mikro

Seluruh alam semesta yang saya ceritakan di depan itu, ditinjau dari segi Fisika, berisi 4 hal, yaitu : Benda (materi), Energi, Ruang dan Waktu.

Dua hal yang pertama Materi dan Energi telah saya ilustrasikan di bagian yang lalu. Yaitu, bahwa seluruh penjuru alam semesta ini ternyata berisi materi dan energi. Materi dan energi itu membentuk suatu komposisi yang menghasilkan benda-benda langit dalam gerakan berirama yang luar biasa indahnya.

Bahkan bukan hanya makrokosmos (alam besar langit beserta isinya) tetapi juga mikrokosmos (alam kecil alam atomik) memiliki gerakan-gerakan berirama yang senada di seluruh penjuru alam semesta. Agar pernahaman materi-energi itu lebih jelas, berikut ini saya berikan ilustrasi pada alam mikrokosmos.

2. Materi dan Energi

Kalau kita cermati, seluruh benda di semesta ini tersusun dari bagian kecil yang disebut atom. Atom adalah bagian terkecil dari suatu benda yang memiliki sifat dasar benda. Sebutlah Oksigen, dia tersusun dari atom-atom O. Emas tersusun dari atom-atom Au. Besi tersusun dari atom-atom Fe. Helium tersusun dari atom-atom He, dan seterusnya.

Secara sederhana, sebuah atom bisa dibayangkan sebagai sistem tata surya. Di tengah atom tersebut ada yang disebut sebagai inti atom, sedangkan di luarnya ada partikel yang disebut elektron. Inti atom bisa diumpamakan sebagai Matahari, sedangkan elektron bisa diumpamakan sebagai Bumi.

Elektron-elektron tersebut mengitari inti atom sebagaimana Bumi mengitari Matahari. Selain itu, persis Bumi, elektron itu juga berputar pada dirinya sendiri yang disebut sebagai putaran spin. Sistem ini berlaku universal pada semua benda. Hanya saja, benda satu dengan benda lainnya dibedakan oleh jumlah elektron yang beredar, dan isi inti atomnya.

Sebagai contoh, atom Hidrogen. Atom ini adalah atom yang paling ringan di alam semesta dan paling tua umurnya karena terbentuk beberapa saat setelah ledakan awal, Big Bang. Dia hanya memiliki 1 elektron yang mengelilingi inti atom Sedangkan di dalam inti atomnya, Hidrogen hanya berisi 1 proton yang berfungsi seperti Matahari dalam tatasurya.

Proton memiliki muatan listrik positif, sedangkan elektron memiliki muatan negatif. Di antara keduanya muncul kekuatan tarik yang menyebabkan keseimbangan putaran elektron di sekitar atom. Keseimbangan itu terjadi antara gaya gerak elektron yang sebanding dengan kekuatan tarik antar keduanya.

Jika gaya tarik dan gerak putarnya tidak seimbang, maka bisa dipastikan sistem itu akan 'runtuh' dan tidak akan terbentuk atom Hidrogen. Artinya kita tidak akan pernah mengenal sebuah gas yang disebut gas Hidrogen, karena elektronnya terlepas dari proton sebagai inti atom. Dan lebih lanjut, kita juga tidak akan pernah mengenal benda yang bernama Air, karena Air adalah zat yang tersusun dari 2 buah atom hidrogen yang 'bergandengan' dengan 1 atom Oksigen.

Selain Hidrogen ada gas yang bernama Oksigen. Gas yang menjadi pasangan Hidrogen dalam pembentukan molekul Air itu juga memiliki elektron yang berputar di sekitar inti atom. Hanya saja jumlahnya jauh lebih banyak dari Hidrogen. Oksigen memiliki 16 elektron yang semuanya berputar-putar mengelilingi inti atom, sebagaimana planet-planet mengelilingi Matahari. Masing-masing elektron tersebut memiliki lintasan orbit. Persis seperti planet-planet di langit.

Karena inti atom Oksigen dikelilingi oleh 16 elektron maka di pusatnya juga memiliki 16 proton. Ini diperlukan supaya terjadi keseimbangan antara muatan negatif dari 16 elektron dengan muatan positif dari 16 proton. Dengan begitu, Oksigen tersebut menjadi netral. Tidak bermuatan listrik.

Akan tetapi, selain itu, di inti atom Oksigen juga terdapat 16 neutron yang terletak 'berdempet-dempetan' dengan 16 proton untuk membangun bobot atom. Neutron adalah partikel yang memiliki bobot, tetapi tidak memiliki muatan listrik alias netral.

Ringkas kata, sebenarnya atom-atom benda di alam ini memiliki struktur yang sama. Yaitu terdiri dari inti atom yang berisi 'kelereng' bernama proton dan neutron, serta dikelilingi oleh 'kelereng' elektron dalam lintasan tertentu. Yang membedakan benda satu dengan benda lainnya, semata-mata hanyalah jumlah 'kelereng' yang ada di inti atom dan lintasan yang mengitarinya. Tetapi, semuanya tersusun dari 'kelereng' yang sama, yaitu proton, neutron dan elektron.

Sebagai contoh, Hidrogen tersusun dari 1 proton di dalam inti, dan 1 elektron yang berputar di orbitnya. Helium memiliki 2 elektron di lintasan orbit, 2 proton dan 2 neutron di inti atomnya. Lithium punya 3 elektron di orbitnya, dan 3 proton serta 3 neutron di intinya. Besi tersusun dari 26 elektron dan 26 proton serta 26 neutron di intinya. Emas terbuat dari 79 elektron, 79 proton dan 79 neutron, dan seterusnya berkait dengan puluhan jenis unsur di alam semesta ini.

Nah, atom-atom itulah yang kemudian membentuk gugusan-gugusan yang disebut sebagai molekul unsur dan senyawa, sehingga terbentuklah batangan logam besi, logam emas, cairan Air dan Bensin, serta udara dan gas yang terkandung di dalam atmosfer.

Di sini kita mulai merasakan 'keanehan'. Ternyata seluruh benda yang berbeda-beda di sekitar kita itu tersusun dari partikel yang sama. Yang membuatnya berbeda semata-mata hanya jumlah partikelnya.

Kalau demikian adanya, apakah kita bisa mengubah sebatang besi menjadi sebatang emas hanya dengan mengubah jumlah partikel penyusunnya? Secara teoritis bisa! Besi terdiri dari 26 proton, 26 neutron dan 26 elektron. Sedangkan emas terdiri dari 79 proton, 79 neutron dan 79 elektron. Kalau kita ingin mengubah besi menjadi emas, pada dasarnya hanya tinggal menambahkan jumlah proton, neutron dan elektronnya masing-masing menjadi 79.

Sungguh secara teoritis tidak ada kesulitan apa pun untuk menciptakan sebuah benda dari benda lain yang berbeda. Hanya saja, secara teknologis memang belum diketemukan cara untuk merubah susunan partikel penyusun atom tersebut. Suatu ketika nanti, jika teknologinya sudah ketemu, manusia akan bisa membuat emas hanya dari tumpukan besi rongsokan belaka.

Jadi, sebuah benda ternyata adalah gugusan partikel-partikel sub atomik yang membentuk sistem energial tertentu, seperti sebuah sistem tatasurya. Kalau kita cermati, sistem itu terdiri dari susunan benda-benda dan energi belaka. Yaitu proton, neutron, elektron (dan partikel sub atomik lainnya) yang disatukan oleh sebuah 'Energi Ikat' (binding energy) dalam bentuk gerakan-gerakan berputar dan potensial kelistrikan.

Yang menarik, semakin kecil partikel sub atomik, ternyata semakin hilang sifat kebendaannya, dan yang muncul adalah sifat gelombang alias energi. Proton dan neutron misalnya, adalah partikel yang bersifat materi alias benda. Akan tetapi, elektron adalah partikel yang lebih kecil dengan massa hampir nol yang bersifat materi sekaligus gelombang.
Di dalam inti atom sendiri ternyata terdapat berbagai jenis partikel yang semakin kecil. Misalnya, neutron ternyata bisa dipecah menjadi proton dan elektron. Di dalam inti itu juga ditemui berbagai jenis partikel seperti positron, neutrino, dll. Semakin kecil, sifat gelombangnya semakin besar, dan sifat materinya semakin menghilang. Maka, dalam penemuan mutakhir diketahui bahwa partikel-partikel sub atomik itu sebenarnya tersusun dari semacam 'pilinan' energi yang disebut Quark.

Dari semua itu, sebenarnya saya hanya ingin mengatakan bahwa materi dan energi itu bagaikan sebuah timbangan. Jika sifat materinya menonjol, maka sifat energinya menjadi lemah dan tersimpan sebagai potensi saja. Sebaliknya jika sifat materinya melemah, maka sifat energinya akan menonjol. Maka, jika kita ingin memperoleh energi dari suatu benda, kita mesti merusak benda tersebut sehingga massanya berkurang. Selisih massa itulah yang berubah menjadi energi. Dan secara ekstrim, kita lantas bisa menciptakan energi yang luar biasa besarnya dengan cara memusnahkan materi menjadi energi, mengikuti rumus Einstein yang sangat terkenal, yaitu : E = MC2. Reaksi itu disebut sebagai reaksi Annihilasi.

Begitulah, alam semesta ini tersusun dari partikel dan materi. Jika di sana ada materi dalam jumlah besar, maka sebagian besar energinya akan tersimpan sebagai potensi. Misalnya, jika di alam ini terbentuk matahari baru, maka matahari itu adalah sebuah material yang menyimpan energi. Energi panas yang tersimpan di dalamnya sebagian dilepaskan dengan cara bereaksi secara termonuklir.

Reaksi di matahari kita misalnya, adalah bergabungnya 4 atom Hidrogen berubah menjadi 1 atom Helium, dengan menghasilkan panas sebesar 26,7 MeV yang terbentuk dari selisih massa antara sebelum reaksi dengan sesudah reaksi.

Maka setiap detiknya, di matahari kita itu terjadi pembakaran atau pemusnahan sekitar 4 x 10(38) proton. (alias 400 juta juta juta juta juta juta. atom hidrogen). Namun karena massa matahari kita. sekitar 2 x 10 (30) kg atau setara dengan 10 pangkat 57 atom hidrogen, maka diperkirakan pembakaran gas hidrogen itu baru habis miliaran tahun lagi. Massa matahari sebagiannya dirubah menjadi panas, dan sebagian lainnya lagi berupa potensial energi gravitasi yang mengikat planet-planet di sekitarnya.

Demikian pula gaya gravitasi Bumi. Gaya itu muncul dari potensi energi yang tersimpan di dalam struktur materi penyusun Bumi. Dan gaya gravitasi itu bisa menembus jarak yang sangat jauh antar benda langit, yang berjarak jutaan kilometer.

Maka, sebenarnya di alam semesta ini tidak ada ruang kosong yang vakum mutlak. Karena ternyata, ruang kosong antara langit dan Bumi itu terisi oleh berbagai macam gaya dan energi yang terpancar dari benda-benda langit pengisinya. Padahal, kita tahu bahwa energi itu adalah sebuah manifestasi dari materi. Artinya, kita boleh mengatakan bahwa ruang kosong di luar angkasa itu sebenarnya terisi oleh 'materi' yang berbentuk energi.

Kesimpulannya, ruang langit ini sebenarnya 'massive'. Kalau nggak terisi materi, ya terisi energi. Cuma, kerapatan materi dan energinya memang beragam. Ada yang sangat rapat, maka dia disebut zat padat. Ada yang kurang rapat, maka dia disebut zat cair. Ada yang tidak rapat disebut sebagai zat gas. Dan yang 'sangat renggang' dia berbentuk energi.

3. Ruang dan Waktu

Selain terisi oleh materi dan energi, alam semesta ini juga 'terisi' oleh 'ruang' dan 'waktu'. Agak aneh memang, kalau kita menyebut alam semesta 'terisi' oleh ‘ruang’ dan ‘waktu’. Bukankah alam semesta ini adalah 'ruang' yang berfungsi untuk mewadahi seluruh benda dan energi?

Ternyata bukan. Selama ini kita menganggap bahwa alam semesta ini adalah ruang yang besarnya tetap. Lantas, di dalam ruangan itulah terdapat benda-benda (materi) dan energi. Dan, semua itu terikat di dalam pergerakan waktu yang juga bersifat mutlak. Ya, kita berpikir, 'ruang' dan 'waktu' adalah besaran mutlak yang tidak bisa dipengaruhi oleh apa pun. Justru ruang dan waktu itulah yang mempengaruhi materi dan energi.

Pengamatan para ahli Fisika Modern menyimpulkan, tidak demikian. Ternyata alam semesta ini terbentuk dari adanya materi energi ruang waktu secara bersamaan. Keempat-empatnya berkedudukan sejajar, dan saling mempengaruhi.

Keempat 'Besaran' itu terbentuk bersamaan dengan terbentuknya alam semesta. Jadi, ketika alam semesta ini belum ada, ruang waktu materi energi juga tidak ada. Yang ada hanya 'Ketiadaan' mutlak. Begitu alam semesta terbentuk maka ke empat besaran itu juga terbentuk dan mengembang serta berubah terus menerus, sampai sekarang. Masing-masing berpengaruh terhadap besaran yang lain.

Perubahan ruang dan waktu berpengaruh pada perubahan materi dan energi. Sebaliknya, perubahan materi dan energi ternyata juga berpengaruh pada ruang dan waktu. Keempat komponen itu sepenuhnya berfungsi membentuk alam semesta. Jika tidak ada salah satu dari ke empatnya, maka alam semesta tidak akan berbentuk seperti sekarang.

Ambillah contoh, jika tidak ada materi (benda) : maka, alam semesta ini juga tidak akan terbentuk seperti sekarang. Hanya terbentuk dari tiga unsur. Sementara kita tahu bahwa energi adalah bentuk lain dari materi (benda). Tidak ada benda, berarti tidak ada energi. Maka tidak mungkin alam semesta. ini hanya tersusun dari 'ruang' dan 'waktu' saja. Jika tidak ada materi dan energi, ruangan juga tidak terbentuk dan tidak bermakna. Ruang hanya terjadi ketika ada materi. Demikian pula 'waktu', ia hanya akan ada jika ada 'materi' dan 'ruang' yang dikenai oleh perubahannya. Jadi, sekali lagi, alam semesta ini terbentuk bersamaan dengan adanya materi, energi, ruang, dan waktu.

Karena itu keempatnya juga berada di dalam alam semesta, dan menyatu dengannya. Tidak ada 'ruang' di luar alam semesta. Tidak ada 'waktu' di luar alam semesta. Dan juga tidak ada 'materi' ataupun 'energi' di luar alam semesta. Dengan kata lain, saya bisa mengatakan, di mana pun di penjuru alam semesta ini selalu ada 'materi', 'energi', 'ruang' dan 'waktu'. Meskipun dalam 'kuantitas dan kualitas' yang berbeda-beda.

Keempat komponen itu memiliki fungsi yang berbeda-beda. 'Ruang' berfungsi sebagai wadah. 'Waktu' berperanan mengikat usia. 'Benda' sebagai pengisi. Dan 'energi' sebagai penggerak terjadinya dinamika.

Akan tetapi, jangan penah berpikir bahwa wadah tesebut ukurannya tetap dan bisa terlepas dari 'materi'. Ternyata tidak. Wadah (ruang angkasa) ternyata besarnya terbentuk oleh karena ada 'materi'. Kalau 'materi' di alam semesta mengkerut, maka 'ruangan langit' juga akan ikut mengecil. Dan sebaliknya, jika materi alam semesta ini memuai atau berkembang, maka ruang langit pun ikut membesar.

Memang agak rumit memahami penjelasan ini, karena kita tidak terbiasa dengan anggapan bahwa 'ruang' bisa mulur mungkret. Ruang adalah ruang, yang besarnya 'tetap' sepanjang masa. Sejak dulu sampai sekarang. Bahkan hingga kiamat nanti. Sehingga, kita membayangkan bahwa yang berubah posisi itu hanya benda-benda langit yang menjadi isinya. Ruang langitnya tetap. Padahal, sebenarnya tidak demikian.

Ternyata, ruang langit ini dulu pernah begitu kecilnya. Hampir nol. Yaitu sekitar 12 miliar tahun yang lalu. Ketika materi di alam semesta ini demikian padatnya. Tidak serenggang sekarang. Meskipun, kita melihat ada zat padat di sekitar kita, ternyata dulu zat padat itu 'lebih padat' lagi. Itulah yang disebut dengan massa jenis.

Kalau sekarang, massa jenis benda yang terberat di Bumi adalah Air Raksa, yaitu 13,6 gr per cc. Maka, dulu ada benda yang memiliki bobot (massa) berpuluh puluh ton per satu sendoknya. Jadi demikian padatnya. Dan lebih dulu lagi, benda-benda di alam semesta ini memiliki massa jenis berjuta-juta ton setiap 1 sendok. Dan seterusnya, sampai pada bobot yang tak terhingga besarnya setiap sendok benda. Sekarang pun benda yang memiliki 'bobot' sangat besar itu masih ada di angkasa. Di antaranya yang terdapat di bintang Neutron.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa ketika ruangan mengecil, maka benda yang ada di dalamnya menjadi mengkerut sedemikian padatnya. Karena memang di seluruh penjuru ruang itu terisi oleh materi yang kelihatan maupun tidak kelihatan.

Sebaliknya, ketika alam semesta kini memuai, benda-benda di alam semesta ini menjadi renggang, sehingga tercipta 'ruang-ruang' dan 'jarak' di antara benda-benda langit. Akan tetapi, sebenarnya di ruang ruang itu pun masih terisi oleh materi yang massa jenisnya semakin renggang.

Sebagai contoh, di ruang langit antara Matahari dan Bumi sebenarnya tidaklah kosong, melainkan terisi oleh debu angkasa dan gaya gravitasi (ingat : energi gravitasi adalah bentuk lain dari materi). Artinya, seluruh ruang antara Matahari dan Bumi tersebut terisi materi. Jika jarak antara Bumi dan Matahari merenggang, maka bukan berarti ruangan itu kosong. Tetap saja terisi oleh materi, tetapi dengan kerapatan yang semakin rendah.

Dan menariknya lagi, kita juga memperoleh kesimpulan bahwa ruang langit itu juga dipengaruhi oleh waktu. Dulu, ketika usia alam semesta masih muda, ruangan langit berukuran kecil. Dan kini, ketika usia alam semesta sudah mencapai 12 miliar tahun, ukuran alam semesta diperkirakan berdiameter 30 miliar tahun cahaya. Dalam waktu yang bersamaan, kerapatan materinya juga semakin rendah. Dan karena energi adalah sebanding dengan massa benda, maka secara bersamaan kerapatan energi di alam semesta ini juga mengecil.

Lebih jauh lagi, ternyata ruang dan waktu juga bisa berubah dikarenakan gerakan. Jika ada seseorang yang bergerak dengan kecepatan tinggi, mendekati kecepatan cahaya, maka waktu baginya menjadi mulur. Tetapi sebaliknya, ruang menjadi mengkerut. Dalam Fisika modern ini dikenal sebagai relativitas. Yaitu berubahnya ruang dan waktu disebabkan oleh kecepatan bergerak si pengamat.

Maka, kita melihat betapa ruang dan waktu bukan lagi sebuah besaran yang mutlak. Namun bisa berubah-ubah dipengaruhi oleh komponen alam semesta yang lain. Jika, salah satu dari empat komponen alam (ruang, waktu, materi, dan energi - kecepatan) berubah, maka tiga komponen yang lain pun akan mengalami perubahan.

Hal-hal di atas perlu saya jelaskan di sini, karena akan sangat berkait dengan pembahasan-pembahasan selanjutnya, ketika Rasulullah saw menjelajahi langit yang tujuh. Dan, apa yang saya jelaskan tersebut di atas, barulah Langit Pertama, yang dalam istilah agama kita dikenal sebagai Langit Dunia.

4. Ini Bukan Alam Sekarang

Jika pada suatu malam yang cerah kita memandang langit, barangkali terucap kalimat : "Indah sekali ya malam ini. "Akan tetapi pernahkah terlintas di benak Anda bahwa malam itu sebenarnya bukan malam itu! "Lho, maksudnya gimana?'

Ya, sesungguhnya pemandangan langit yang sedang kita. nikmati pada malam itu bukanlah kondisi langit pada saat itu. Kenapa bisa demikian? Karena, cahaya benda-benda langit yang ditangkap oleh mata kita berasal dari jarak yang sangat jauh dan berbeda-beda. Ada yang berasal dari bintang terdekat berjarak 8 tahun cahaya tapi ada juga yang berasal dari galaksi nun jauh berjarak 1 miliar tahun cahaya.

Bukankah telah saya sampaikan di depan bahwa cahaya memiliki kecepatan tertentu dan butuh waktu untuk menempuh jarak. Ambillah contoh sinar Bulan. Sinar Bulan yang kita. lihat pada malam itu, sebenarnya membutuhkan waktu untuk menempuh jarak dari Bulan ke Bumi. Berapakah jarak Bulan Bumi? Sekitar 18 juta kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar 300.000 m per detik, maka cahaya Bulan itu membutuhkan waktu sekitar 1 menit untuk sampai ke Bumi.

Artinya, ketika kita melihat Bulan, sebenarnya Bulan yang kita lihat itu bukanlah Bulan pada saat itu. Kenapa begitu? Ya, karena sinar Bulan yang sampai ke mata kita tersebut membutuhkan waktu untuk menempuh jarak 18 juta km, yaitu selama 1 menit. Maka, Bulan yang kita lihat itu pun sebenarnya adalah Bulan 1 menit yang lalu...

Hal ini juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena jarak Matahari Bumi yang demikian jauhnya sekitar 150 juta km maka cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke Bumi. Artinya, jika waktu itu kita melihat Matahari, maka Matahari yang kita lihat itu sebenarnya bukanlah Matahari pada saat itu, melainkan Matahari 8 menit yang lalu.

Keanehan itu semakin besar kalau kita melihat benda-benda langit yang berjarak lebih jauh. Ada bintang yang berjarak 8 tahun cahaya dari Bumi, misalnya. Maka, kalau kita melihat bintang itu, sebenarnya kita sedang menikmati pemandangan bintang 8 tahun yang lalu.

Padahal benda-benda langit memiliki jarak yang beragam. Ada bintang yang berjarak 1 juta tahun cahaya. Ada juga yang berjarak 1 miliar tahun cahaya. Bahkan ada yang berjarak 10 miliar tahun cahaya. Artinya, cahaya-cahaya bintang tersebut telah melakukan perjalananan menempuh jarak yang jauh menuju Bumi sejak miliaran tahun yang lalu.

Maka, jika bintang yang kita lihat itu berjarak 1 juta tahun cahaya dari Bumi, sesungguhnya pernandangan yang kita lihat pada saat itu adalah pemandangan 1 juta tahun yang lalu. Begitu pula, kalau kita melihat bintang berjarak 1miliar tahun cahaya, yang terlihat pada saat itu adalah bintang 1 miliar tahun yang lalu. Dan seterusnya, bintang yang berjarak 10 miliar tahun cahaya, itu adalah bintang 10 miliar tahun yang lalu !

Maka, langit yang kita lihat pada suatu malam itu sebenarnya adalah pemandangan yang 'aneh'. Pada saat yang bersamaan kita telah melihat pemandangan sekarang, seribu tahun yang lalu, sejuta tahun yang lalu, dan semiliar lahun yang lalu. Ya, saat ini pun kalau kita. melihat ke langit, kita sebenarnya tidak sedang menikmati alam semesta saat ini, melainkan langit sejak zaman dulu sampai sekarang !

Sampai di sini kita kembali merasakan betapa 'ruang' dan 'waktu' yang ada di sekitar kita ini 'aneh'. Terutama kalau kita berbicara dalam skala besar, misalnya alam semesta.

Selama ini kita memang tidak merasakan keanehan itu, karena kita hanya berinteraksi dengan 'ruang' dan 'waktu' di sekitar permukaan Bumi saja. Dan kita menganggap bahwa di seluruh penjuru alam semesta itu, 'ruang waktunya' ya sama seperti di Bumi ini. Ternyata tidak!

Dalam konteks yang berbeda, Kalau kita datang ke planet Merkurius, misalnya, maka hari-hari yang kita jalani di sana juga bakal jauh berbeda. Kalau di Bumi kita merasakan setahun sebagai 365 hari, maka di sana kita bakal mengalami setahun hanya 88 hari. Dan seharinya, bisa mencapai 58,6 harinya Bumi. Jadi, setahun dan seharinya tidak berbeda jauh. Artinya, 1 tahun Merkurius = 1,5 hari Merkurius.

Suasananya akan berbeda dan ‘semakin seru’ ketika kita datang ke planet-planet lain di tatasurya. Misalnya Venus, yang 1 harinya sama dengan 243 hari Bumi. Sedangkan setahunnya sama dengan 225 hari. Mars setahunnya 687 hari, Yupiter setahunnya 4.332 hari, Saturnus 10.759 hari, Uranus 30.685 hari, Neptunus 60.190 hari, dan Pluto 90.550 hari. Dan berbagai kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi Bumi.

Kalau kita menyebut waktu 'sehari', itu sebenarnya berlaku untuk Bumi, seiring gerak rotasinya. Karena ternyata sehari Yupiter dan Pluto berbeda dengan di Bumi. Begitu pula kalau kita mengatakan bahwa usia kita sudah 30 tahun, maka usia kita itu juga hanya berlaku untuk ukuran Bumi. Kalau kita hidup di Planet lain, maka usia kita tidak segitu!

Belum lagi kalau kita berbicara tentang relativitas waktu, yang sebagiannya juga sudah saya ceritakan dahulu. Bahwa ternyata panjang pendeknya waktu bergantung pada kecepatan pelaku. Seseorang yang hidup di Bumi, dan bergerak dengan sesuai dengan kecepatan Bumi, maka dia memiliki waktu yang kita alami sekarang ini.

Akan tetapi bagi mereka yang naik pesawat ruang angkasa dengan kecepatan tinggi maka waktu yang dia alami juga akan mengikuti pesawat ruang angkasanya. Semakin cepat gerakan pesawat itu, maka waktu yang berlaku bagi penumpangnya akan semakin mulur. Bisa-bisa, bagi dia cuma 1 jam, tetapi bagi manusia yang di Bumi, waktu sudah berjalan ratusan atau ribuan tahun.

Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam beberapa ayat Al-Qur'an. Di antaranya dalam QS. Al Ma'arij : 4. bahwa satu harinya malaikat sama dengan 50.000 tahun manusia di muka Bumi.

QS. Al Ma'arij (70): 4
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.

Tujuh Alam Hidup Berdampingan



Bagaimana memahami bahwa alam semesta ini memiliki 7 buah langit. Sejauh ini, kita selalu memahami bahwa langit ini ya hanya satu saja : yang terbentang di atas kita. Dan begitulah memang yang juga dipahami oleh ilmu Astronomi.

Dalam pemahaman Astronomi, langit adalah seluruh ruang yang terbentang di atas kita. Atau, terbentang di luar Bumi. Artinya, bukan hanya yang terbentang di atas Indonesia, melainkan juga yang terbentang di balik Bumi Indonesia, yaitu benua Amerika. Atau pun di seluruh benua-benua yang lain. Ya, langit adalah seluruh ruang angkasa semesta, yang di dalamnya ada berbagai benda langit termasuk Matahari, Bumi, planet-planet, galaksi-galaksi: supercluster, dan sebagainya. Hal ini dikemukakan oleh Allah di dalam firmanNya.

QS. Al Mulk (67): 5
"Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat (langit Dunia) dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala."

Jadi dalam konteks informasi Al-Qur'an, langit yang berisi bintang-bintang itu memang disebut sebagai langit Dunia. Itulah langit yang kita kenal selama ini. Dan itu pula yang dipelajari oleh ilmu Astronomi selama ini, yang diduga diameternya sekitar 30 miliar tahun cahaya. Dan mengandung bertriliun-triliun benda langit dalam skala tak berhingga.

Namun demikian, ternyata Allah menyebut langit yang demikian besar dan dahsyat itu baru sebagai langit Dunia alias langit pertama. Maka dimanakah letak langit kedua sampai ke tujuh?

Ketika masih kecil dulu, saya. mendapat cerita dari guru ngaji, bahwa langit ini memang ada tujuh lapis. Lantas beliau menambahkan bahwa setiap langit memiliki tangga-tangga tempat naik. Jika kita naik lewat tangga itu maka kita akan bertemu dengan pintu-pintu langit, yang akan mengantarkan kita sampai di langit yang kedua, ketiga, dan seterusnya sampai langit yang ke tujuh.

Saya lantas membayangkan betapa langit itu bagaikan kue lapis Antara langit satu dan langit lainnya bertumpuk-tumpuk ke atas. Dan di setiap perbatasannya ada pintu-pintu, yang bisa dimasuki, plus ada penjaganya. Setelah dewasa, saya merasa lucu sendiri terhadap persepsi yang saya miliki waktu itu, karena sangat berbeda dengan kenyataan yang kita temui lewat astronomi.

Dari segi penafsiran, pemahaman itu sebenarnya memang ada dasarnya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini. Akan tetapi, agaknya pemahaman tersebut perlu didiskusikan ulang. Setidak-tidaknya ditinjau agar lebih komprehensif.

QS. Al An'aam (6): 35
"Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lubang di Bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil"

QS. At Thuur (52): 38
"Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata."

QS. Jin (72): 8
“dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah panah api”

QS. An Naba' (78): 18 - 19
"yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu,"

Kalau kita baca beberapa ayat di atas, maka kita memang menemukan informasi tentang 'tangga' menuju ke langit, 'penjagaan' yang kuat dan 'pintu pintu'. Namun, marilah kita cermati.

Informasi tentang tangga-tangga menuju langit itu sebenarnya berupa 'pertanyaan' dan 'pengandaian' : "Jika kamu dapat membuat lubang di Bumi dan tangga ke langit. . . " "Ataukah mereka mempunyai tangga ke langit... ". Jadi bukan sebagai sebuah informasi bahwa Allah menyebutkan ada tangga-tangga menuju langit.

Namun, jika pun ada yang menafsirkan itu sebagai sebuah informasi, tentu janganlah dibayangkan sebagaimana tangga yang kita kenal selama ini. Tapi fahamilah bahwa tangga adalah 'jalan' atau lintasan untuk naik ketempat yang lebih tinggi.

Bayangkanlah sebuah pesawat angkasa luar yang akan lepas landas dari Bumi menuju bulan. Maka pesawat tersebut tidak bisa 'seenaknya' melepaskan diri dari muka bumi bergerak lurus menuju Bulan. la harus melewati lintasan, berputar, sebelum lepas dari permukaan Bumi. Nah, lintasan naik ke arah bulan itu bisa diinterpretasikan sebagai 'tangga' menuju langit. Selain itu, ada tangga kenaikan yang bersifat, dimensional, yang akan saya jelaskan pada bagian berikutnya, ketika bercerita tentang perjalanan mi'raj.

Demikian pula informasi tentang 'pintu-pintu'. Janganlah kita membayangkan sebagaimana pintu gerbang atau pintu rumah. Kata 'beberapa pintu' yang digambarkan pada QS. An Naba' : 18 - 19, lebih menggambarkan adanya sebuah 'jalan tembus' antar langit, mulai dari langit pertama yang berdimensi 1 sampai langit ke tujuh yang berdimensi 9. Dan lebih khusus lagi, ayat tersebut menggambarkan dibukanya batas-batas langit pada hari Kiamat.

Jadi, secara umum, pengertian kita tentang perjalanan Rasulullah saw menuju langit yang ke tujuh itu jangan dibayangkan seperti seseorang yang naik tangga ke atas, kemudian bertemu pintu-pintu di batas langit, dan dibukakan oleh penjaganya. Saya kira sebaiknya kita memahami tentang kondisi langit yang sesungguhnya, yang terbentang dalam totalitas kehidupan kita.

Saya kira, sebagaimana telah kita bahas di depan, kita telah memahami gambaran langit pertama. Jika kita bepergian ke angkasa luar, sampai kapan pun kita tidak akan pernah menemukan batas langit. Kita tidak akan menemui ada 'langit-langit' atau atap yang membatasinya. Apalagi menemukan pintu-pintu yang ada penjaganya.

Seandainya kita diberi umur panjang oleh Allah, katakanlah 1 miliar tahun, maka usia yang demikian fantastis itu tidak cukup untuk kita gunakan mengarungi alam semesta. Dan sungguh kita tidak akan pernah menemui batas angkasa. Bahkan seandainya usia kita ditambah 1 miliar tahun lagi, dan bisa bergerak dengan kecepatan cahaya, itu juga masih tidak berarti apa-apa untuk mengarungi alam semesta. Diameter atau garis tengah alam semesta (langit pertama) ini diperkirakan sekitar 283 dikalikan 10 pangkat 21 kilometer. Alias, 283 dengan nol sebanyak 21. Dan cahaya untuk waktu 30 miliar tahun untuk mengarunginya.

Akan tetapi, penggambaran alam semesta di atas menjurus kepada bentuk bola. Padahal penggambaran sebagai sebuah bola itu sebenarnya adalah penggambaran yang tidak tepat. Karena, bentuk alam semesta ini memang tidak seperti bola. Ternyata ruang alam semesta ini melengkung. Kalau bola, ruang di dalamnya kan tidak melengkung, tapi bulat.

Ruang melengkung itu, misalnya, ruang yang terbentuk di dalam sebuah balon udara yang berbentuk donat. Jika kita bergerak ke arah lengkungan donat, maka suatu ketika kita akan sampai di tempat semula. Akan tetapi, alam semesta ini juga tidak berbentuk donat. Sebab donat hanya memiliki ruang melengkung ke satu arah saja. Yaitu, seperti sebuah terowongan yang berputar. Alam semesta ini, melengkungnya bukan satu arah, melainkan ke segala penjuru! Sulit juga ya membayangkannya.

Untuk mempermudah pemahaman kita, maka bayangkanlah sebuah balon udara. Lantas, anggaplah permukaan balon udara itu sebagai Dunia kita. Ambillah spidol, kemudian gambarlah bulatan kecil kecil di permukaan balon itu. Dan, kemudian bayangkanlah bulatan bulatan itu sebagai benda-benda langit, seperti matahari, Bumi, bulan, planet, galaksi dan lain sebagainya.

Jadi, kita sedang membuat perumpamaan: ruangan alam semesta yang berdimensi 3 ini, menjadi sebuah permukaan balon udara yang berdimensi 2. Maka, bayangkanlah, kita sebagai penghuninya bagaikan titik-titik yang hidup di permukaan salah satu bulatan kecil (Bumi) tersebut.

Alam semesta diumpamakan sebagai permukaan balon udara. Bulatan-bulatan kecil di atas permukaan balon itu diumpamakan sebagai matahari, Bumi dan benda-benda langit lainnya. Manusia berada di salah satu bulatan itu.

Nah, sekarang bayangkan, manusia (yang berupa titik) melakukan perjalanan ke angkasa, lepas dari satu bulatan menuju bulatan lain. Maka tidak bisa tidak kita bergerak di permukaan balon itu. Kemudian, kita berpindah lagi ke bulatan-bulatan yang lain, untuk menggambarkan betapa kita sedang melakukan perjalanan antar planet.

Jika perjalanan itu kita teruskan ke arah depan (tidak berbelok belok), misalnya, maka suatu ketika kita akan kembali ke bulatan semula (Bumi). Kenapa bisa begitu? Ya, karena permukaan balon tersebut berbentuk lengkung.

Maka, begitulah analogi (persamaan) bentuk alam semesta ini. Langit kita ini berbentuk lengkung, bagaikan sebuah permukaan balon. Hanya bedanya, permukaan balon adalah 'ruang' berdimensi 2 alias luasan, sedangkan langit kita yang sesungguhnya adalah ruang berdimensi 3 alias volume.

Langit berbentuk lengkung, maka ketika kita melakukan perjalanan ke angkasa luar menuju ke depan, tidak berbelok-belok, suatu ketika kita akan sampai kembali ke Bumi. Itu, kalau usia kita mencukupi. Sayangnya usia kita tidak mencukupi untuk melakukan perjalanan super hebat itu .

Hal ini mirip dengan kalau kita naik sebuah kapal laut atau pesawat terbang untuk mengelilingi Bumi. Misalnya, ambil ke arah matahari terbenam, maka setelah sekian lama kita akan kembali tempat semula.