Barangkali kita telah sepaham, bahwa yang disebut langit adalah 'ruang' tak berhingga besar yang terhampar di atas kita. Baik bagi kita yang berada di Indonesia, maupun yang di balik Bumi Indonesia, yaitu di Amerika. Sekali lagi langit adalah ruangan raksasa yang berisi triliunan benda langit seperti planet, bulan, meteor, matahari, nebula, galaksi, superkluster, dan lain sebagainya. Termasuk Bumi kita ini berada di dalam langit. Jadi langit adalah 'ruang angkasa'.
Nah, Allah menginformasikan di dalam Al Qur'an bahwa langit itu ada tujuh tingkat. Langit yang pertama adalah langit yang dihuni oleh manusia dan makhluk-makhluk berdimensi 3, seperti binatang, tumbuhan dan benda-benda mati, yang terdapat di planet Bumi. Ditambah lagi, segala benda langit yang mengisinya. Itu semua adalah makhluk di langit pertama. Langit pertama itu di dalam istilah agama disebut sebagai 'Langit Dunia'.
Allah telah memberikan gambaran yang menarik di dalam Al Qur'an, tentang langit Dunia itu.
QS. Fushshilat (41): 12
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Artinya, seluruh ruang angkasa yang berisi triliunan bintang, matahari, galaksi, nebula, meteor, dan segala benda langit termasuk Bumi itu, oleh Allah disebut sebagai langit Dunia. Kata 'Dunia' memiliki arti 'dekat'. Jadi, maknanya menjadi langit yang dekat.
Padahal sebagaimana kita tahu, bahwa langit yang disebut 'dekat' oleh Allah itu bukanlah jarak yang dekat bagi manusia. Saya sudah pernah menyampaikan bahwa jarak bintang yang terdekat saja membutuhkan waktu 428 tahun untuk datang ke sana. Itu pun kalau kita menggunakan pesawat tercepat milik manusia, misalnya Challenger, atau Columbia yang berkecepatan 20.000 km per jam.
Kalau kita menggunakan kecepatan yang lebih tinggi, katakanlah cahaya sebagai kecepatan puncak di alam semesta ini waktu tempuhnya juga masih sangat lama, yaitu butuh waktu 8 tahun, baru sampai di bintang terdekat itu. Apalagi untuk menuju bintang-bintang yang lebih jauh. Ada yang membutuhkan waktu sejuta tahun. Ada pula yang memerlukan waktu 1 miliar tahun. Bahkan yang terjauh bisa membutuhkan waktu 10 miliar tahun!
Jadi, Langit Dekat itu, bukanlah langit yang kecil dan gampang kita tempuh. Usia kita yang cuma puluhan tahun ini tidak berarti apa-apa untuk menempuh jarak antar bintang. Apalagi untuk mengembara dan mengarungi alam semesta. Sama sekali tidak mungkin!
Padahal kita sudah menggunakan sebuah cara yang juga mustahil', yaitu naik pesawat dengan 'kecepatan cahaya'. Kenapa tidak mungkin? Karena sungguh, tidak ada benda apa pun di alam semesta yang bisa dipercepat mencapai kecepatan cahaya. Benda tersebut bakal hancur, semburat menjadi partikel-partikel kecil sub atomik. Secara lebih detil, akan saya jelaskan pada bagian lain.
Ada juga yang tidak percaya dan mempertanyakan: apakah betul kecepatan tertinggi di alam semesta ini adalah cahaya? Ya, begitulah sains menyimpulkan. Memang ada semacam 'angan-angan' dan harapan dari beberapa kalangan supaya di alam semesta ini ada kecepatan yang lebih tinggi dari cahaya, supaya mereka bisa menjelaskan beberapa hal yang musykil.
Akan tetapi, sampai sekarang keinginan itu tidak pernah bisa dibuktikan. Kecepatan tertinggi di alam semesta sampai sekarang, tetap adalah kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km per detik. Maka seluruh penjelasan tentang gerak di alam semesta ini masih harus berpatokan pada kecepatan cahaya tersebut. Sehingga, perhitungan relativitas waktu pun masih diukur dengan kecepatan cahaya.
Jadi, kembali lagi kepada alam semesta, ternyata alam semesta kita ini memang demikian besarnya. Diperkirakan diameternya mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya, jika cahaya mencoba menyeberangi alam semesta. dari tepi kiri menuju tepi kanan, ia butuh waktu selama 30 miliar tahun! Sungguh sebuah ukuran yang sangat besar!
Apalagi manusia. Jika manusia menyeberangi alam semesta dengan menggunakan pesawat ulang alik berkecepatan 20 km per jam, maka waktu yang diperlukannya adalah sekitar 1,62 miliar miliar tahun, alias 1,62 dengan sepuluh pangkat 18 tahun. Sebuah hal yang sangat musykil dilakukan oleh manusia!
Diperkirakan alam semesta ini memuat partikel sejumlah 10 pangkat 81, yang tersebar di seluruh penjuru langit. Di antaranya, yang terbanyak adalah yang berada di pusat alam semesta. Yang lain tersebar dalam bentuk benda-benda langit dan debu angkasa. Termasuk, partikel-partikel pembentuk matahari, bintang, nebula, dan planet Bumi.
Secara sederhana, alam semesta ini boleh diumpamakan seperti sebuah bola raksasa yang memuat triliunan benda langit. Mulai dari yang terkecil, debu-debu angkasa, batu meteor, batu komet, batu asteroid, satelit, planet, matahari, bebagai jenis bintang-bintang, galaksi, sampai yang terbesar, super cluster.
Seluruh benda langit itu membentuk sistem saling tarik-menarik dan saling 'mengikat' lewat gaya gravitasi. Coba bayangkan, ada triliunan kelereng yang sedang mengambang di awang-awang. Triliunan benda itu semuanya bergerak. Tidak ada yang diam! Dan 'sedikit' sekali terjadi tabrakan, terutama pada kelereng-kelereng yang berukuran besar. Karena masing-masing kelereng itu memiliki lintasan geraknya masing-masing. Kecuali benda-benda langit yang bergerak bebas dan tidak memiliki lintasan orbit.
Kita melihat sebuah 'demonstrasi' kekuatan yang Maha Dahsyat, yang mengatur keseimbangan gerakan itu. Jika tidak, maka sungguh seluruh benda langit itu akan saling bertabrakan, dan menjadi kacaulah langit kita.
Akan tetapi, yang terjadi bukan begitu. Meskipun sudah berlangsung selama 12 miliar tahun, benda-benda langit itu bergerak secara harmonis. Benda-benda langit yang berukuran besar, memiliki dua jenis gerakan. Gerakan pertama adalah gerakan berputar pada dirinya sendiri, yang dikenal sebagai gerakan rotasi. Sedangkan gerakan kedua adalah gerakan melingkari benda yang lebih besar dari dirinya, yang dikenal sebagai gerakan revolusi.
Jadi bisa kita bayangkan, betapa benda yang paling kecil adalah benda yang paling 'pusing'. Ambillah contoh, Bulan. Bulan adalah satelit Bumi. la berputar pada dirinya sendiri. Selain itu, ia juga mengitari Bumi pada lintasan orbitnya yang berjarak sekitar 1 menit cahaya alias sekitar 18 juta km dari Bumi.
Lintasan itu memiliki pola yang tetap. Sehingga pergerakan Bulan bisa dihitung secara akurat oleh manusia. Katakanlah, waktu terjadinya gerhana Bulan. Manusia telah bisa memperkirakan kapan bakal terjadi gerhana Bulan di tahun tahun mendatang. Karena itu, pergerakan bulan ini bisa dijadikan patokan penanggalan alias kalendar. Termasuk kalendar Hijriyah yang digunakan oleh umat Islam. Satu kali perputaran Bulan mengelilingi Bumi membutuhkan waktu 29,5 hari.
Bukan hanya bulan yang bergerak, tetapi juga Bumi. Planet yang memuat sekitar 5 miliar manusia ini berputar pada dirinya sendiri. Satu kali rotasi menghabiskan waktu 24 jam alias sehari. Selain itu juga berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu 365,25 hari, satu kali putaran, yang disebut sebagai setahun.
Maka kita melihat di sini, bahwa bulan mengelilingi Bumi pada periode tertentu, dengan cara tertentu. Dan kemudian, Bumi bersama Bulan, mengelilingi matahari pada periode tertentu dengan cara tertentu pula.
Nah, apakah Matahari juga bergerak seperti itu? Ternyata ya. Matahari yang menjadi pusat pergerakan sembilan planet termasuk Bumi ini, ternyata juga bergerak berotasi dan berevolusi. Selama sekitar 5 miliar tahun Matahari bergerak berirama bersama kesembilan planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto; mengelilingi sebuah Bintang yang berukuran sangat besar yang berada di pusat Galaksi Bima sakti.
Galaksi Bima Sakti beranggotakan sekitar 100 miliar matahari. Kesemuanya berputar mengelilingi pusat galaksi yang berbentuk cakram. Bumi dan tatasurya kita terletak di salah satu wilayah agak ke pinggir dari cakram tersebut.
Maka, Dalam satu galaksi ini saja kita bisa 'melihat' betapa ada bermiliar-miliar benda langit yang sedang bergerak dalam sebuah irama yang sangat harmonis. Ratusan miliar matahari, dan triliunan planet, asteroid, satelit, serta berbagai batu angkasa sedang 'menari-nari' dalam komposisi irama galaksi Bima Sakti yang sangat mengagumkan.
Namun, dari data Astronomi juga diketahui bahwa jumlah galaksi di alam semesta ini ternyata sangatlah banyak., Bisa mencapai ratusan miliar galaksi. Bahkan boleh jadi triliunan. Setiap saat, para ahli astronomi bisa menemukan sejumlah gugusan bintang alias galaksi lewat teleskop Hubble atau Spitzer atau Compton.
Ternyata, bukan hanya matahari atau bintang-bintang yang bergerak secara berirama dalam satu gugusan. Melainkan, galaksi-galaksi itupun bergerak berotasi dan revolusi mengelilingi sebuah galaksi yang sangat besar. Tidak kurang dari 100 miliar galaksi diperkirakan bergerak berirama membentuk gugusan galaksi yang disebut Supercluster. Lagi-lagi kita melihat sebuah orchestra alam semesta yang luar biasa dahsyatnya, dalam sebuah parade triliunan matahari yang 'menari-nari' dengan cantik sekali.
Sampai disinikah besarnya alam semesta? Ternyata tidak. Gerakan-gerakan berputar dan berirama itu terus membesar, membesar dan membesar. Dari Bulan mengelilingi Bumi, kemudian mengelilingi Matahari, lantas mengelilingi pusat galaksi, dan berevolusi mengitari pusat Supercluster, diperkirakan masih terus membentuk gugusan gugusan yang lebih besar yang belum ketahuan tepinya. Meskipun, para. ahli menyimpulkan alam semesta ini besarnya terbatas pada diameter 30 miliar tahun cahaya. Tapi, disinilah manusia mulai merasakan situasi 'kritis' atas pemahamannya terhadap alam semesta. Mereka dihadang oleh sebuah 'Kekuasaan' dan 'Kecerdasan' yang Sangat Misterius, yang sedang menggelar sebuah Orkestra Maha Dahsyat dalam skala yang tidak terbayangkan ...
1. Alam Makro dan Alam Mikro
Seluruh alam semesta yang saya ceritakan di depan itu, ditinjau dari segi Fisika, berisi 4 hal, yaitu : Benda (materi), Energi, Ruang dan Waktu.
Dua hal yang pertama Materi dan Energi telah saya ilustrasikan di bagian yang lalu. Yaitu, bahwa seluruh penjuru alam semesta ini ternyata berisi materi dan energi. Materi dan energi itu membentuk suatu komposisi yang menghasilkan benda-benda langit dalam gerakan berirama yang luar biasa indahnya.
Bahkan bukan hanya makrokosmos (alam besar langit beserta isinya) tetapi juga mikrokosmos (alam kecil alam atomik) memiliki gerakan-gerakan berirama yang senada di seluruh penjuru alam semesta. Agar pernahaman materi-energi itu lebih jelas, berikut ini saya berikan ilustrasi pada alam mikrokosmos.
2. Materi dan Energi
Kalau kita cermati, seluruh benda di semesta ini tersusun dari bagian kecil yang disebut atom. Atom adalah bagian terkecil dari suatu benda yang memiliki sifat dasar benda. Sebutlah Oksigen, dia tersusun dari atom-atom O. Emas tersusun dari atom-atom Au. Besi tersusun dari atom-atom Fe. Helium tersusun dari atom-atom He, dan seterusnya.
Secara sederhana, sebuah atom bisa dibayangkan sebagai sistem tata surya. Di tengah atom tersebut ada yang disebut sebagai inti atom, sedangkan di luarnya ada partikel yang disebut elektron. Inti atom bisa diumpamakan sebagai Matahari, sedangkan elektron bisa diumpamakan sebagai Bumi.
Elektron-elektron tersebut mengitari inti atom sebagaimana Bumi mengitari Matahari. Selain itu, persis Bumi, elektron itu juga berputar pada dirinya sendiri yang disebut sebagai putaran spin. Sistem ini berlaku universal pada semua benda. Hanya saja, benda satu dengan benda lainnya dibedakan oleh jumlah elektron yang beredar, dan isi inti atomnya.
Sebagai contoh, atom Hidrogen. Atom ini adalah atom yang paling ringan di alam semesta dan paling tua umurnya karena terbentuk beberapa saat setelah ledakan awal, Big Bang. Dia hanya memiliki 1 elektron yang mengelilingi inti atom Sedangkan di dalam inti atomnya, Hidrogen hanya berisi 1 proton yang berfungsi seperti Matahari dalam tatasurya.
Proton memiliki muatan listrik positif, sedangkan elektron memiliki muatan negatif. Di antara keduanya muncul kekuatan tarik yang menyebabkan keseimbangan putaran elektron di sekitar atom. Keseimbangan itu terjadi antara gaya gerak elektron yang sebanding dengan kekuatan tarik antar keduanya.
Jika gaya tarik dan gerak putarnya tidak seimbang, maka bisa dipastikan sistem itu akan 'runtuh' dan tidak akan terbentuk atom Hidrogen. Artinya kita tidak akan pernah mengenal sebuah gas yang disebut gas Hidrogen, karena elektronnya terlepas dari proton sebagai inti atom. Dan lebih lanjut, kita juga tidak akan pernah mengenal benda yang bernama Air, karena Air adalah zat yang tersusun dari 2 buah atom hidrogen yang 'bergandengan' dengan 1 atom Oksigen.
Selain Hidrogen ada gas yang bernama Oksigen. Gas yang menjadi pasangan Hidrogen dalam pembentukan molekul Air itu juga memiliki elektron yang berputar di sekitar inti atom. Hanya saja jumlahnya jauh lebih banyak dari Hidrogen. Oksigen memiliki 16 elektron yang semuanya berputar-putar mengelilingi inti atom, sebagaimana planet-planet mengelilingi Matahari. Masing-masing elektron tersebut memiliki lintasan orbit. Persis seperti planet-planet di langit.
Karena inti atom Oksigen dikelilingi oleh 16 elektron maka di pusatnya juga memiliki 16 proton. Ini diperlukan supaya terjadi keseimbangan antara muatan negatif dari 16 elektron dengan muatan positif dari 16 proton. Dengan begitu, Oksigen tersebut menjadi netral. Tidak bermuatan listrik.
Akan tetapi, selain itu, di inti atom Oksigen juga terdapat 16 neutron yang terletak 'berdempet-dempetan' dengan 16 proton untuk membangun bobot atom. Neutron adalah partikel yang memiliki bobot, tetapi tidak memiliki muatan listrik alias netral.
Ringkas kata, sebenarnya atom-atom benda di alam ini memiliki struktur yang sama. Yaitu terdiri dari inti atom yang berisi 'kelereng' bernama proton dan neutron, serta dikelilingi oleh 'kelereng' elektron dalam lintasan tertentu. Yang membedakan benda satu dengan benda lainnya, semata-mata hanyalah jumlah 'kelereng' yang ada di inti atom dan lintasan yang mengitarinya. Tetapi, semuanya tersusun dari 'kelereng' yang sama, yaitu proton, neutron dan elektron.
Sebagai contoh, Hidrogen tersusun dari 1 proton di dalam inti, dan 1 elektron yang berputar di orbitnya. Helium memiliki 2 elektron di lintasan orbit, 2 proton dan 2 neutron di inti atomnya. Lithium punya 3 elektron di orbitnya, dan 3 proton serta 3 neutron di intinya. Besi tersusun dari 26 elektron dan 26 proton serta 26 neutron di intinya. Emas terbuat dari 79 elektron, 79 proton dan 79 neutron, dan seterusnya berkait dengan puluhan jenis unsur di alam semesta ini.
Nah, atom-atom itulah yang kemudian membentuk gugusan-gugusan yang disebut sebagai molekul unsur dan senyawa, sehingga terbentuklah batangan logam besi, logam emas, cairan Air dan Bensin, serta udara dan gas yang terkandung di dalam atmosfer.
Di sini kita mulai merasakan 'keanehan'. Ternyata seluruh benda yang berbeda-beda di sekitar kita itu tersusun dari partikel yang sama. Yang membuatnya berbeda semata-mata hanya jumlah partikelnya.
Kalau demikian adanya, apakah kita bisa mengubah sebatang besi menjadi sebatang emas hanya dengan mengubah jumlah partikel penyusunnya? Secara teoritis bisa! Besi terdiri dari 26 proton, 26 neutron dan 26 elektron. Sedangkan emas terdiri dari 79 proton, 79 neutron dan 79 elektron. Kalau kita ingin mengubah besi menjadi emas, pada dasarnya hanya tinggal menambahkan jumlah proton, neutron dan elektronnya masing-masing menjadi 79.
Sungguh secara teoritis tidak ada kesulitan apa pun untuk menciptakan sebuah benda dari benda lain yang berbeda. Hanya saja, secara teknologis memang belum diketemukan cara untuk merubah susunan partikel penyusun atom tersebut. Suatu ketika nanti, jika teknologinya sudah ketemu, manusia akan bisa membuat emas hanya dari tumpukan besi rongsokan belaka.
Jadi, sebuah benda ternyata adalah gugusan partikel-partikel sub atomik yang membentuk sistem energial tertentu, seperti sebuah sistem tatasurya. Kalau kita cermati, sistem itu terdiri dari susunan benda-benda dan energi belaka. Yaitu proton, neutron, elektron (dan partikel sub atomik lainnya) yang disatukan oleh sebuah 'Energi Ikat' (binding energy) dalam bentuk gerakan-gerakan berputar dan potensial kelistrikan.
Yang menarik, semakin kecil partikel sub atomik, ternyata semakin hilang sifat kebendaannya, dan yang muncul adalah sifat gelombang alias energi. Proton dan neutron misalnya, adalah partikel yang bersifat materi alias benda. Akan tetapi, elektron adalah partikel yang lebih kecil dengan massa hampir nol yang bersifat materi sekaligus gelombang.
Di dalam inti atom sendiri ternyata terdapat berbagai jenis partikel yang semakin kecil. Misalnya, neutron ternyata bisa dipecah menjadi proton dan elektron. Di dalam inti itu juga ditemui berbagai jenis partikel seperti positron, neutrino, dll. Semakin kecil, sifat gelombangnya semakin besar, dan sifat materinya semakin menghilang. Maka, dalam penemuan mutakhir diketahui bahwa partikel-partikel sub atomik itu sebenarnya tersusun dari semacam 'pilinan' energi yang disebut Quark.
Dari semua itu, sebenarnya saya hanya ingin mengatakan bahwa materi dan energi itu bagaikan sebuah timbangan. Jika sifat materinya menonjol, maka sifat energinya menjadi lemah dan tersimpan sebagai potensi saja. Sebaliknya jika sifat materinya melemah, maka sifat energinya akan menonjol. Maka, jika kita ingin memperoleh energi dari suatu benda, kita mesti merusak benda tersebut sehingga massanya berkurang. Selisih massa itulah yang berubah menjadi energi. Dan secara ekstrim, kita lantas bisa menciptakan energi yang luar biasa besarnya dengan cara memusnahkan materi menjadi energi, mengikuti rumus Einstein yang sangat terkenal, yaitu : E = MC2. Reaksi itu disebut sebagai reaksi Annihilasi.
Begitulah, alam semesta ini tersusun dari partikel dan materi. Jika di sana ada materi dalam jumlah besar, maka sebagian besar energinya akan tersimpan sebagai potensi. Misalnya, jika di alam ini terbentuk matahari baru, maka matahari itu adalah sebuah material yang menyimpan energi. Energi panas yang tersimpan di dalamnya sebagian dilepaskan dengan cara bereaksi secara termonuklir.
Reaksi di matahari kita misalnya, adalah bergabungnya 4 atom Hidrogen berubah menjadi 1 atom Helium, dengan menghasilkan panas sebesar 26,7 MeV yang terbentuk dari selisih massa antara sebelum reaksi dengan sesudah reaksi.
Maka setiap detiknya, di matahari kita itu terjadi pembakaran atau pemusnahan sekitar 4 x 10(38) proton. (alias 400 juta juta juta juta juta juta. atom hidrogen). Namun karena massa matahari kita. sekitar 2 x 10 (30) kg atau setara dengan 10 pangkat 57 atom hidrogen, maka diperkirakan pembakaran gas hidrogen itu baru habis miliaran tahun lagi. Massa matahari sebagiannya dirubah menjadi panas, dan sebagian lainnya lagi berupa potensial energi gravitasi yang mengikat planet-planet di sekitarnya.
Demikian pula gaya gravitasi Bumi. Gaya itu muncul dari potensi energi yang tersimpan di dalam struktur materi penyusun Bumi. Dan gaya gravitasi itu bisa menembus jarak yang sangat jauh antar benda langit, yang berjarak jutaan kilometer.
Maka, sebenarnya di alam semesta ini tidak ada ruang kosong yang vakum mutlak. Karena ternyata, ruang kosong antara langit dan Bumi itu terisi oleh berbagai macam gaya dan energi yang terpancar dari benda-benda langit pengisinya. Padahal, kita tahu bahwa energi itu adalah sebuah manifestasi dari materi. Artinya, kita boleh mengatakan bahwa ruang kosong di luar angkasa itu sebenarnya terisi oleh 'materi' yang berbentuk energi.
Kesimpulannya, ruang langit ini sebenarnya 'massive'. Kalau nggak terisi materi, ya terisi energi. Cuma, kerapatan materi dan energinya memang beragam. Ada yang sangat rapat, maka dia disebut zat padat. Ada yang kurang rapat, maka dia disebut zat cair. Ada yang tidak rapat disebut sebagai zat gas. Dan yang 'sangat renggang' dia berbentuk energi.
3. Ruang dan Waktu
Selain terisi oleh materi dan energi, alam semesta ini juga 'terisi' oleh 'ruang' dan 'waktu'. Agak aneh memang, kalau kita menyebut alam semesta 'terisi' oleh ‘ruang’ dan ‘waktu’. Bukankah alam semesta ini adalah 'ruang' yang berfungsi untuk mewadahi seluruh benda dan energi?
Ternyata bukan. Selama ini kita menganggap bahwa alam semesta ini adalah ruang yang besarnya tetap. Lantas, di dalam ruangan itulah terdapat benda-benda (materi) dan energi. Dan, semua itu terikat di dalam pergerakan waktu yang juga bersifat mutlak. Ya, kita berpikir, 'ruang' dan 'waktu' adalah besaran mutlak yang tidak bisa dipengaruhi oleh apa pun. Justru ruang dan waktu itulah yang mempengaruhi materi dan energi.
Pengamatan para ahli Fisika Modern menyimpulkan, tidak demikian. Ternyata alam semesta ini terbentuk dari adanya materi energi ruang waktu secara bersamaan. Keempat-empatnya berkedudukan sejajar, dan saling mempengaruhi.
Keempat 'Besaran' itu terbentuk bersamaan dengan terbentuknya alam semesta. Jadi, ketika alam semesta ini belum ada, ruang waktu materi energi juga tidak ada. Yang ada hanya 'Ketiadaan' mutlak. Begitu alam semesta terbentuk maka ke empat besaran itu juga terbentuk dan mengembang serta berubah terus menerus, sampai sekarang. Masing-masing berpengaruh terhadap besaran yang lain.
Perubahan ruang dan waktu berpengaruh pada perubahan materi dan energi. Sebaliknya, perubahan materi dan energi ternyata juga berpengaruh pada ruang dan waktu. Keempat komponen itu sepenuhnya berfungsi membentuk alam semesta. Jika tidak ada salah satu dari ke empatnya, maka alam semesta tidak akan berbentuk seperti sekarang.
Ambillah contoh, jika tidak ada materi (benda) : maka, alam semesta ini juga tidak akan terbentuk seperti sekarang. Hanya terbentuk dari tiga unsur. Sementara kita tahu bahwa energi adalah bentuk lain dari materi (benda). Tidak ada benda, berarti tidak ada energi. Maka tidak mungkin alam semesta. ini hanya tersusun dari 'ruang' dan 'waktu' saja. Jika tidak ada materi dan energi, ruangan juga tidak terbentuk dan tidak bermakna. Ruang hanya terjadi ketika ada materi. Demikian pula 'waktu', ia hanya akan ada jika ada 'materi' dan 'ruang' yang dikenai oleh perubahannya. Jadi, sekali lagi, alam semesta ini terbentuk bersamaan dengan adanya materi, energi, ruang, dan waktu.
Karena itu keempatnya juga berada di dalam alam semesta, dan menyatu dengannya. Tidak ada 'ruang' di luar alam semesta. Tidak ada 'waktu' di luar alam semesta. Dan juga tidak ada 'materi' ataupun 'energi' di luar alam semesta. Dengan kata lain, saya bisa mengatakan, di mana pun di penjuru alam semesta ini selalu ada 'materi', 'energi', 'ruang' dan 'waktu'. Meskipun dalam 'kuantitas dan kualitas' yang berbeda-beda.
Keempat komponen itu memiliki fungsi yang berbeda-beda. 'Ruang' berfungsi sebagai wadah. 'Waktu' berperanan mengikat usia. 'Benda' sebagai pengisi. Dan 'energi' sebagai penggerak terjadinya dinamika.
Akan tetapi, jangan penah berpikir bahwa wadah tesebut ukurannya tetap dan bisa terlepas dari 'materi'. Ternyata tidak. Wadah (ruang angkasa) ternyata besarnya terbentuk oleh karena ada 'materi'. Kalau 'materi' di alam semesta mengkerut, maka 'ruangan langit' juga akan ikut mengecil. Dan sebaliknya, jika materi alam semesta ini memuai atau berkembang, maka ruang langit pun ikut membesar.
Memang agak rumit memahami penjelasan ini, karena kita tidak terbiasa dengan anggapan bahwa 'ruang' bisa mulur mungkret. Ruang adalah ruang, yang besarnya 'tetap' sepanjang masa. Sejak dulu sampai sekarang. Bahkan hingga kiamat nanti. Sehingga, kita membayangkan bahwa yang berubah posisi itu hanya benda-benda langit yang menjadi isinya. Ruang langitnya tetap. Padahal, sebenarnya tidak demikian.
Ternyata, ruang langit ini dulu pernah begitu kecilnya. Hampir nol. Yaitu sekitar 12 miliar tahun yang lalu. Ketika materi di alam semesta ini demikian padatnya. Tidak serenggang sekarang. Meskipun, kita melihat ada zat padat di sekitar kita, ternyata dulu zat padat itu 'lebih padat' lagi. Itulah yang disebut dengan massa jenis.
Kalau sekarang, massa jenis benda yang terberat di Bumi adalah Air Raksa, yaitu 13,6 gr per cc. Maka, dulu ada benda yang memiliki bobot (massa) berpuluh puluh ton per satu sendoknya. Jadi demikian padatnya. Dan lebih dulu lagi, benda-benda di alam semesta ini memiliki massa jenis berjuta-juta ton setiap 1 sendok. Dan seterusnya, sampai pada bobot yang tak terhingga besarnya setiap sendok benda. Sekarang pun benda yang memiliki 'bobot' sangat besar itu masih ada di angkasa. Di antaranya yang terdapat di bintang Neutron.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa ketika ruangan mengecil, maka benda yang ada di dalamnya menjadi mengkerut sedemikian padatnya. Karena memang di seluruh penjuru ruang itu terisi oleh materi yang kelihatan maupun tidak kelihatan.
Sebaliknya, ketika alam semesta kini memuai, benda-benda di alam semesta ini menjadi renggang, sehingga tercipta 'ruang-ruang' dan 'jarak' di antara benda-benda langit. Akan tetapi, sebenarnya di ruang ruang itu pun masih terisi oleh materi yang massa jenisnya semakin renggang.
Sebagai contoh, di ruang langit antara Matahari dan Bumi sebenarnya tidaklah kosong, melainkan terisi oleh debu angkasa dan gaya gravitasi (ingat : energi gravitasi adalah bentuk lain dari materi). Artinya, seluruh ruang antara Matahari dan Bumi tersebut terisi materi. Jika jarak antara Bumi dan Matahari merenggang, maka bukan berarti ruangan itu kosong. Tetap saja terisi oleh materi, tetapi dengan kerapatan yang semakin rendah.
Dan menariknya lagi, kita juga memperoleh kesimpulan bahwa ruang langit itu juga dipengaruhi oleh waktu. Dulu, ketika usia alam semesta masih muda, ruangan langit berukuran kecil. Dan kini, ketika usia alam semesta sudah mencapai 12 miliar tahun, ukuran alam semesta diperkirakan berdiameter 30 miliar tahun cahaya. Dalam waktu yang bersamaan, kerapatan materinya juga semakin rendah. Dan karena energi adalah sebanding dengan massa benda, maka secara bersamaan kerapatan energi di alam semesta ini juga mengecil.
Lebih jauh lagi, ternyata ruang dan waktu juga bisa berubah dikarenakan gerakan. Jika ada seseorang yang bergerak dengan kecepatan tinggi, mendekati kecepatan cahaya, maka waktu baginya menjadi mulur. Tetapi sebaliknya, ruang menjadi mengkerut. Dalam Fisika modern ini dikenal sebagai relativitas. Yaitu berubahnya ruang dan waktu disebabkan oleh kecepatan bergerak si pengamat.
Maka, kita melihat betapa ruang dan waktu bukan lagi sebuah besaran yang mutlak. Namun bisa berubah-ubah dipengaruhi oleh komponen alam semesta yang lain. Jika, salah satu dari empat komponen alam (ruang, waktu, materi, dan energi - kecepatan) berubah, maka tiga komponen yang lain pun akan mengalami perubahan.
Hal-hal di atas perlu saya jelaskan di sini, karena akan sangat berkait dengan pembahasan-pembahasan selanjutnya, ketika Rasulullah saw menjelajahi langit yang tujuh. Dan, apa yang saya jelaskan tersebut di atas, barulah Langit Pertama, yang dalam istilah agama kita dikenal sebagai Langit Dunia.
4. Ini Bukan Alam Sekarang
Jika pada suatu malam yang cerah kita memandang langit, barangkali terucap kalimat : "Indah sekali ya malam ini. "Akan tetapi pernahkah terlintas di benak Anda bahwa malam itu sebenarnya bukan malam itu! "Lho, maksudnya gimana?'
Ya, sesungguhnya pemandangan langit yang sedang kita. nikmati pada malam itu bukanlah kondisi langit pada saat itu. Kenapa bisa demikian? Karena, cahaya benda-benda langit yang ditangkap oleh mata kita berasal dari jarak yang sangat jauh dan berbeda-beda. Ada yang berasal dari bintang terdekat berjarak 8 tahun cahaya tapi ada juga yang berasal dari galaksi nun jauh berjarak 1 miliar tahun cahaya.
Bukankah telah saya sampaikan di depan bahwa cahaya memiliki kecepatan tertentu dan butuh waktu untuk menempuh jarak. Ambillah contoh sinar Bulan. Sinar Bulan yang kita. lihat pada malam itu, sebenarnya membutuhkan waktu untuk menempuh jarak dari Bulan ke Bumi. Berapakah jarak Bulan Bumi? Sekitar 18 juta kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar 300.000 m per detik, maka cahaya Bulan itu membutuhkan waktu sekitar 1 menit untuk sampai ke Bumi.
Artinya, ketika kita melihat Bulan, sebenarnya Bulan yang kita lihat itu bukanlah Bulan pada saat itu. Kenapa begitu? Ya, karena sinar Bulan yang sampai ke mata kita tersebut membutuhkan waktu untuk menempuh jarak 18 juta km, yaitu selama 1 menit. Maka, Bulan yang kita lihat itu pun sebenarnya adalah Bulan 1 menit yang lalu...
Hal ini juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena jarak Matahari Bumi yang demikian jauhnya sekitar 150 juta km maka cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke Bumi. Artinya, jika waktu itu kita melihat Matahari, maka Matahari yang kita lihat itu sebenarnya bukanlah Matahari pada saat itu, melainkan Matahari 8 menit yang lalu.
Keanehan itu semakin besar kalau kita melihat benda-benda langit yang berjarak lebih jauh. Ada bintang yang berjarak 8 tahun cahaya dari Bumi, misalnya. Maka, kalau kita melihat bintang itu, sebenarnya kita sedang menikmati pemandangan bintang 8 tahun yang lalu.
Padahal benda-benda langit memiliki jarak yang beragam. Ada bintang yang berjarak 1 juta tahun cahaya. Ada juga yang berjarak 1 miliar tahun cahaya. Bahkan ada yang berjarak 10 miliar tahun cahaya. Artinya, cahaya-cahaya bintang tersebut telah melakukan perjalananan menempuh jarak yang jauh menuju Bumi sejak miliaran tahun yang lalu.
Maka, jika bintang yang kita lihat itu berjarak 1 juta tahun cahaya dari Bumi, sesungguhnya pernandangan yang kita lihat pada saat itu adalah pemandangan 1 juta tahun yang lalu. Begitu pula, kalau kita melihat bintang berjarak 1miliar tahun cahaya, yang terlihat pada saat itu adalah bintang 1 miliar tahun yang lalu. Dan seterusnya, bintang yang berjarak 10 miliar tahun cahaya, itu adalah bintang 10 miliar tahun yang lalu !
Maka, langit yang kita lihat pada suatu malam itu sebenarnya adalah pemandangan yang 'aneh'. Pada saat yang bersamaan kita telah melihat pemandangan sekarang, seribu tahun yang lalu, sejuta tahun yang lalu, dan semiliar lahun yang lalu. Ya, saat ini pun kalau kita. melihat ke langit, kita sebenarnya tidak sedang menikmati alam semesta saat ini, melainkan langit sejak zaman dulu sampai sekarang !
Sampai di sini kita kembali merasakan betapa 'ruang' dan 'waktu' yang ada di sekitar kita ini 'aneh'. Terutama kalau kita berbicara dalam skala besar, misalnya alam semesta.
Selama ini kita memang tidak merasakan keanehan itu, karena kita hanya berinteraksi dengan 'ruang' dan 'waktu' di sekitar permukaan Bumi saja. Dan kita menganggap bahwa di seluruh penjuru alam semesta itu, 'ruang waktunya' ya sama seperti di Bumi ini. Ternyata tidak!
Dalam konteks yang berbeda, Kalau kita datang ke planet Merkurius, misalnya, maka hari-hari yang kita jalani di sana juga bakal jauh berbeda. Kalau di Bumi kita merasakan setahun sebagai 365 hari, maka di sana kita bakal mengalami setahun hanya 88 hari. Dan seharinya, bisa mencapai 58,6 harinya Bumi. Jadi, setahun dan seharinya tidak berbeda jauh. Artinya, 1 tahun Merkurius = 1,5 hari Merkurius.
Suasananya akan berbeda dan ‘semakin seru’ ketika kita datang ke planet-planet lain di tatasurya. Misalnya Venus, yang 1 harinya sama dengan 243 hari Bumi. Sedangkan setahunnya sama dengan 225 hari. Mars setahunnya 687 hari, Yupiter setahunnya 4.332 hari, Saturnus 10.759 hari, Uranus 30.685 hari, Neptunus 60.190 hari, dan Pluto 90.550 hari. Dan berbagai kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi Bumi.
Kalau kita menyebut waktu 'sehari', itu sebenarnya berlaku untuk Bumi, seiring gerak rotasinya. Karena ternyata sehari Yupiter dan Pluto berbeda dengan di Bumi. Begitu pula kalau kita mengatakan bahwa usia kita sudah 30 tahun, maka usia kita itu juga hanya berlaku untuk ukuran Bumi. Kalau kita hidup di Planet lain, maka usia kita tidak segitu!
Belum lagi kalau kita berbicara tentang relativitas waktu, yang sebagiannya juga sudah saya ceritakan dahulu. Bahwa ternyata panjang pendeknya waktu bergantung pada kecepatan pelaku. Seseorang yang hidup di Bumi, dan bergerak dengan sesuai dengan kecepatan Bumi, maka dia memiliki waktu yang kita alami sekarang ini.
Akan tetapi bagi mereka yang naik pesawat ruang angkasa dengan kecepatan tinggi maka waktu yang dia alami juga akan mengikuti pesawat ruang angkasanya. Semakin cepat gerakan pesawat itu, maka waktu yang berlaku bagi penumpangnya akan semakin mulur. Bisa-bisa, bagi dia cuma 1 jam, tetapi bagi manusia yang di Bumi, waktu sudah berjalan ratusan atau ribuan tahun.
Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam beberapa ayat Al-Qur'an. Di antaranya dalam QS. Al Ma'arij : 4. bahwa satu harinya malaikat sama dengan 50.000 tahun manusia di muka Bumi.
QS. Al Ma'arij (70): 4
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.