Friday, March 2, 2007

Langit Ke 4 Sampai Ke 6



Langit ke empat adalah ruangan yang berdimensi 6. Sebagaimana langit-langit sebelumnya, kita tidak mungkin untuk menggambarkan bentuk langit ke empat. Yang bisa kita lakukan adalah membuat analogi seperti pernbahasan sebelumnya. Kita harus membuat gambar sedemikian rupa supaya langit ke empat itu juga menjadi maksimal berdimensi 3, agar bisa digambar di Dunia 3 dimensi ini.

Dengan kata lain, secara matematis, ada sejumlah garis sumbu cartesian yang digabung menjadi satu. Sebagai contoh, ambilah gambar atau benda 3 dimensi dalam koordinat X, Y, Z. Kemudian, kita disuruh menjadikannya sebuah gambar 2 dimensi. Apakah yang harus kita lakukan?

Proyeksikanlah gambar 3 dimensi itu ke sebuah dinding, maka di dinding itu akan terbentuk bayang-bayang benda tersebut dalam bentuk 2 dimensi. Salah satu sumbu cartesiannya hilang terpadu ke sumbu yang lain.


Gambar di atas adalah sebuah cara untuk memproyeksikan benda 3 dimensi menjadi benda 2 dimensi. Ada sebuah balok ditaruh di tengah ruangan. Benda itu, lantas, disorot lampu ke arah dinding. Maka, kita lihat, di dinding itu akan muncul bayangan benda. Bentuknya sama persis dengan benda aslinya, tetapi tidak mempunyai ketebalan.

Di sini kita lihat, betapa benda yang memiliki ketebalan ketika diproyeksikan ke dimensi yang lebih rendah menjadi kehilangan tebalnya. Sumbu tebalnya telah berhimpit alias bergabung dengan luasannya. Cara inilah yang kita gunakan untuk menggambarkan bentuk langit yang lebih tinggi, di atas 3 dimensi.

Langit ke dua yang berdimensi 4 kita proyeksikan ke ukuran 3 dimensi, sehingga 'ketebalan' dimensi ke empatnya hilang, menyatu dengan volumenya. Maka, kita lantas bisa memahaminya dari sudut pandang Dunia manusia.

Demikian pula langit ke tiga, kita proyeksikan ke langit kedua menjadi berdimensi 4, dan selanjutnya diproyeksikan lagi ke langit pertama yang berdimensi 3. Maka, langit ke tiga yang berdimensi 5 itu pun kehilangan sumbu ketebalannya 2 kali. Dengan kata lain, 2 sumbu koordinatnya menyatu dengan volumenya yang berdimensi 3. Dan seterusnya, langit ke empat, ketika kita proyeksikan ke langit pertama akan kehilangan 3 sumbu 'ketebalannya'.

Hal ini, secara berulang-ulang bisa kita gunakan untuk menjelaskan langit yang berdimensi lebih tinggi, sampai ke langit yang ke tujuh.

Dalam penjelasan yang lebih mudah, kita bisa membuat perumpamaan antara manusia dengan bayangannya. Jika Dunia bayangan dianggap sebagai langit pertama, maka Dunia manusia adalah langit ke dua. Antara keduanya terdapat perbedaan 'ketebalan' alias perbedaan 1 dimensi.

Demikian pula perbandingan antara langit ke dua dan ketiga. Jika Dunia bayangan adalah langit kedua, maka Dunia manusia adalah langit ketiga. Langit keempatnya, demikian pula. Jika Dunia bayangan adalah langit ke tiga, maka Dunia manusia adalah langit ke empat.

Langit ke empat adalah ruangan berdimensi 6 yang berisi 'kehidupan' arwah yang sedang menanti hari kebangkitan. Arwah yang tinggal di langit ke empat ini memiliki tingkat kesucian yang lebih tinggi dibanding langit ke tiga. Semakin tinggi langitnya, semakin tinggi pula tingkat kesuciannya. Alam arwah ini terus menempati langit yang semakin tinggi sampai di langit yang ke enam.

Langit yang lebih tinggi bisa mengobservasi langit yang lebih rendah. Tetapi sebaliknya, langit yang lebih rendah tidak bisa melihat langit yang lebih tinggi. Ini persis dengan keadaan antara manusia dan jin. Manusia tidak bisa 'melihat' ke alam jin, tetapi jin bisa melihat manusia. Penampakan jin kepada manusia terjadi hanya dalam keadaan khusus. Yaitu, ketika jin sengaja menampakkan diri pada manusia. Atau, manusia tersebut telah bisa mengaktifkan indera ke enamnya.

Demikian pula dengan arwah. Arwah menempati alam yang lebih tinggi dibandingkan dengan alam jin. Maka, arwah bisa melihat bangsa jin. Sebaliknya jin tidak bisa melihat ke alam arwah. Akan tetapi, sesekali jin ini berusaha mencari berbagai informasi yang terkait dengan alam arwah untuk dijadikan bahan 'ngegosip' atau 'ngerjain' manusia. Namun rupanya, ada energi yang besar yang sulit ditembus di perbatasan antara alam jin dengan alam arwah. Apalagi, dengan alam malakut yang ada di langit ke tujuh.

Maka digambarkan, betapa mereka sering 'dikejar' oleh suluh-suluh berapi. Ini mengingatkan kita kepada kondisi manusia ketika mencoba menembus atmosfer Bumi. Di luar angkasa sana, manusia juga menemui hal yang kurang lebih sama ketika mencoba naik ke angkasa luarnya. Banyak batu angkasa dan meteor yang berseliweran. Dan ini sangat membahayakan pesawat-pesawat ruang angkasa manusia.

Begitu juga, agaknya perbatasan Dunia jin dengan langit yang lebih tinggi terdapat benda-benda yang membahayakan. Digambarkan bagaikan meteor-meteor yang memancarkan api dan berpotensi menabrak apa saja yang berada di dekatnya. Termasuk jin yang mencoba melakukan perjalanan ke angkasa luar di Dunia mereka.