Friday, March 2, 2007

Langit Kedua


Nah, kalau kita lanjutkan pembahasan kita tentang langit yang berlapis tujuh, lantas kita bertanya-tanya : kalau begitu dimanakah letak langit kedua, ketiga, dan seterusnya sampai yang ke tujuh?

Ternyata langit kedua tidak bersusun seperti kue lapis terhadap langit yang pertama. Melainkan, tersusun secara dimensional. Bagaimanakah itu?

Jika kita asumsikan setiap langit bertambah 1 dimensi pada setiap kenaikan tingkatnya, maka langit pertama adalah alam berdimensi 3, dan langit keduanya adalah alam berdimensi 4.

Untuk memahaminya, marilah kita bikin perumpamaan. Bayangkan kembali, balon tersebut. Permukaannya adalah langit Dunia, dimana di situ tergambar bulatan-bulatan kecil sebagai planet dan mataharinya. Lantas kita juga berada di situ, digambarkan sebagai titik-titik yang bisa bergerak ke sana kemari.

Jika manusia mau mengarungi angkasa, maka dia harus bergerak di sepanjang permukaan balon itu. Ke segala penjurunya. Dia harus bergerak melengkung, mengikuti permukaan balon. Kenapa demikian? Karena kita sebagai titik-titik tidak pernah bisa 'terlepas' dari luasan permukaan balon itu. Sehingga untuk mencapai bulatan ('planet') lain di balik balon itu misalnya, kita harus bergerak melengkung sesuai permukaan balon.

Padahal, coba lihat, sebenarnya ada jarak yang lebih pendek, berupa garis lurus. Jarak yang lebih pendek itu adalah lewat 'ruangan' di tengahnya balon. Jadi, jika 'kita' (titik-titik) mau bergerak dari titik A di tepi kiri balon ke titik B, di. tepi kanannya, kita bisa menempuhnya dengan dua cara: yang pertama adalah lewat permukaan balon (lintasan melengkung). Dan yang kedua adalah menembus ruangan di tengah-tengah balon (lintasan lurus).





Jarak A ke B lewat permukaan bola, lebih jauh
dibandingkan yang lewat ruangan di tengah bola.

Itulah perumpamaan langit pertama dengan langit ke dua. Langit pertama adalah permukaan balon yang memiliki lintasan lengkung, sedangkan langit ke dua adalah ruang di dalam dan di luar balon yang bisa ditempuh dengan lintasan lurus. Permukaan balon berdimensi 2, sedangkan ruang di dalam dan di luar balon berdimensi 3.

Kalau kita kembali pada keadaan langit yang sesungguhnya, maka kita mendapati bahwa langit pertama adalah ruang berdimensi 3, sedangkan langit ke dua adalah ruang berdimensi 4. Siapakah yang menghuni langit kedua? Yang hidup di sana adalah bangsa Jin.
Jadi, langit pertama dan kedua sebenarnya tidak ‘berjarak’ jauh, dan bertumpuk ke atas. Tetapi tersusun berdampingan. Seperti permukaan bola dengan ruangan di dalamnya. Atau seperti bayang-bayang di permukaan tembok, dengan ruangan di sebelahnya. Masing-masing memuat benda yang berbeda.


langit ke 1 adalah permukaan tembok
Sedangkan langit ke 2 berupa ruang di dekatnya

Saya kira, perumpamaan kita ini bisa menjelaskan lebih baik lagi. Bayangkanlah permukaan tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh dinding-dindingnya (lihat gambat di atas). Umpamakan ada dua jenis makhluk hidup yang tinggal di sana. Makhluk yang pertama adalah ‘bayang-bayang’ yang hidupnya di permukaan tembok Sedangkan makhluk kedua adalah manusia (dalam gambar di atas, berupa balok) yang hidupnya di dalam ruangan.

Mudah-mudahan, Anda bisa dengan mudah melihat bahwa kedua makhluk itu hidup di Dunia yang berbeda. Yang satu hidup di permukaan tembok, yang lainnya hidup di dalam ruangan. Keduanya tidak bercampur. Tidak mungkin misalnya, sebuah bayangan terlepas dari permukaan dinding masuk ke ruangan dimana manusia (balok) berada. Itu adalah peristiwa yang mustahil terjadi!

Kenapa demikian? Karena kedua makhluk itu memang berbeda dimensi. Bayang-bayang adalah makhluk berdimensi punya luasan, tidak punya ketebalan. Sedangkan manusia (balok) adalah makhluk berdimensi 3 punya luasan, sekaligus punya ketebalan. Ringkasnya: bayang-bayang adalah makhluk ‘luas’ sedangkan manusia adalah makhluk 'volume'.

Namun demikian, mereka hidup berdampingan. Tidak jauh. Bayang-bayang tidak bisa masuk ke Dunia manusia, akan tetapi manusia bisa masuk ke Dunia bayang-bayang. Kenapa begitu? Ya karena manusia memiliki unsur luas. Unsur luas itulah yang bisa berinteraksi dengan Dunia bayang-bayang, yang juga berupa makhluk 'luas'. Jelasnya bagaimana?

Jika manusia ingin badannya masuk ke Dunia bayang-bayang, maka dia cukup menempelkan badannya ke permukaan tembok. Bagian (luasan) yang menempel itu sudah masuk ke Dunia 2 dimensi, dimana bayang-bayang 'hidup'. Maka, permukaan badan kita yang menempel itu akan bisa 'dilihat' oleh bayang-bayang.

Seandainya, bayang-bayang itu adalah makhluk hidup, barangkali dia akan mengatakan : "hei, ada makhluk manusia masuk ke Dunia bayang-bayang" Tetapi, apa yang dia lihat, sebenarnya berbeda dengan bentuk manusia yang sesungguhnya.

Kenapa demikian? Sebab, bagian tubuh manusia yang bisa masuk ke Dunia bayang-bayang hanya luasannya saja. Ketebalannya tidak terwadahi oleh 'Dunia luasan' itu. Jadi, kalau yang kita tempelkan adalah telapak tangan, maka yang terlihat oleh bayang-bayang itu hanya permukaan telapak langan kita saja. Sedangkan ketebalan telapak tangan kita tidak terlihat olehnya.

Boleh jadi, ketika itu telapak tangan yang masuk ke Dunia bayang-bayang itu lantas dikejar dan mau ditangkap oleh makhluk 'bayang-bayang', maka telapak tangan itu kita geser menjauh. Sehingga terjadi 'kejar-kejaran' antara telapak tangan dan makhluk 'bayang-bayang'. Dan ketika telapak tangan kita hampir tertangkap oleh bayang-bayang, maka kita bisa dengan mudah lepas dari kejarannya, dengan cara menarik tangan tersebut lepas dari permukaan tembok.

Lepasnya telapak tangan kita dari permukaan tembok tersebut, dipersepsi oleh bayang-bayang sebagai 'hilangnya' telapak tangan dari 'Dunia luasan'. Mereka menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang 'sakti', karena bisa menghilang dari Dunia mereka. Padahal, sebetulnya hanya menarik diri dari Dunia luasan menuju Dunia volume. Atau, melepaskan diri dari Dunia 2 dimensi menuju Dunia 3 dimensi.

Nah, sekarang marilah perumpamaan itu kita pakai untuk menjelaskan langit yang sesungguhnya. Posisi Dunia bayang-bayang kita gantikan sebagai Dunia manusia. Sedangkan posisi Dunia manusia (balok) dalam perumpamaan di atas kita gantikan sebagai Dunia jin.

Maka, kita memperoleh gambaran yang kurang lebih sama, tetapi dengan dimensi yang berbeda. Langit pertama yang dihuni manusia berdimensi 3, sedangkan langit kedua yang dihuni oleh jin berdimensi 4.

Jin sebagai makhluk yang berdimensi lebih tinggi bisa melihat manusia. Sebaliknya manusia tidak bisa melihat jin dengan matanya. Bahkan lebih jauh, jin bisa masuk ke Dunia manusia, tetapi manusia tidak bisa masuk ke Duniia jin.

Jika jin menghendaki masuk ke Dunia manusia, maka ia bisa melakukan dengan mudah. Seperti manusia yang menempelkan telapak tangannya ke permukaan tembok. Maka, jika jin menempelkan sebagian badannya ke Dunia manusia, tiba-tiba kita bisa melihat tubuh jin itu, sebagian. Tubuh jin bisa kita lihat dalam ukuran 3 dimensinya saja. Sedangkan 'ketebalan' dimensi ke 4 nya tidak bisa kita lihat. Persis sebagaimana bayangan tidak bisa melihat 'ketebalan' telapak tangan kita. Yang bisa dia lihat Cuma 'luasan' telapak tangannya saja.

Hal ini dikarenakan mata manusia tidak bisa menjangkau dimensi ke 4 makhluk jin. Maka, benarlah ketika Allah mengatakan bahwa jin bisa melihat manusia dari Dunianya, sedangkan kita tidak bisa melihat dia.

QS. A'raaf (7): 27
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari Surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”

Dunia jin memiliki jarak yang lebih pendek dibandingkan dengan alam manusia. Katakanlah jarak Surabaya Jakarta. Bagi manusia, kedua kota tersebut berjarak sekitar 1000 km. Namun bagi jin jaraknya menjadi lebih pendek, karena lintasan di Dunia mereka berbentuk 'garis lurus'. Sedangkan lintasan di Dunia manusia berbentuk rnelengkung mengikuti permukaan bola.


Analogi Dunia manusia (permukaan bola) dan Dunia Jin (ruang di dalam dan di luar bola). Jarak A ke B, lewat permukaan bola lebih
jauh dibandingkan lewat tengah bola.

Kenapa demikian? Hal ini disebabkan oleh perbedaan dimensi antara kedua alam itu. Dunia manusia berdimensi 3 sedangkan Dunia jin berdimensi 4. Selain itu, Dunia manusia melengkung membentuk ruang berdimensi 3 ke arah alam jin yang berdimensi 4.

Bayangkan, sebuah balon udara berada di sebuah ruang bebas yang tidak ada batasnya. Balon udara tersebut dibentuk oleh karet elastis yang bisa mengembang dan mengkerut. Di atas permukaan balon yang bisa mengembang dan mengkerut itu kita gambar 'bayang-bayang' berupa bulatan-bulatan kecil. (lihat lagi gambar-gambar sebelumnya)

Maka, kita bisa menyebut permukaan balon yang melengkung itu menjadi Dunianya bayang-bayang. Sedangkan ruang di luar balon atau di dalamnya adalah ruang bebas yang memuat balon itu. Dengan kata lain balon itu sebenarnya berada di dalam ruangan bebas yang sangat besar dan luas.

Maka seperti terlihat pada gambar di atas, permukaan bola adalah langit pertama yang dihuni oleh manusia. Lintasannya melengkung mengikuti permukaan bola. Tidak ada lagi langit pertama kecuali sebesar permukaan bola tersebut. Maka jika manusia beraktivitas, ia hanya bisa beraktivitas seluas permukaan bola. Jika dia bergerak 'lurus' ke depan, misalnya, dia akan bergerak melingkari permukaan bola, dan akan kembali ke tempat semula.

Sedangkan Dunia jin adalah seluruh ruang 3 dimensi, yaitu selain permukaan bola tersebut. Baik yang berada di dalam bola maupun yang di luar bola. Sosok jin bisa bergerak bebas di seluruh ruangan tersebut. Sekali waktu dia bisa juga menempel di permukaan bola. Maka, ketika itu, dia masuk ke Dunia manusia. Dan terlihat oleh manusia. Akan tetapi ketika di lepas dari permukaan bola (permukaan langit pertama), maka dia tidak bisa lagi terlihat oleh manusia.

Menurut kenyataan astronomi, langit pertama yang dihuni manusia sedang berkembang (expanding universe). Maka, bayangkanlah ia seperti sebuah balon yang sedang ditiup. Permukaan elastis balon tersebut akan mengembang ke segala arah mengikuti tiupan. Jarak antar titik (gambar bulatan) di permukaan bola itu akan ikut menjauh, karena permukaan balon tersebut mengembang.

Pengembangan itu menjadi mungkin, karena balon udara tesebut berada di dalam ruangan bebas berdimensi 3, Sehingga seberapa besar pun balon itu mau mengembang, tetap bisa diwadahi oleh ruang berdimensi 3 di mana ia berada.

Nah, dalam konteks yang sesungguhnya, langit pertama yang dihuni manusia ini memang sedang nengembang. Kemana mengembangnya? Ke langit ke dua. Persis seperti sebuah balon yang mengembang di ruang bebas 3 dimensi. Lengkungan langit pertama (3 dimensi) bisa mengembang karena ia berada di dalam Langit kedua yang berdimensi 4.