Langit ke tujuh adalah langit tertinggi dan terbesar dalam susunan 'sab’a samaawaat' alias langit yang tujuh. Di sanalah alam Akhirat berada dan terdapat dalam ukuran yang sesungguhnya.
Kenapa saya katakan demikian? Karena susunan langit ke satu sampai ke tujuh itu memang bukan terpisah-pisah dan bertumpuk ke atas. Melainkan tersusun dalam bentuk dimensional yang memungkinkan langit paling rendah termuat oleh langit yang lebih tingkatnya. Coba perhatikan gambar berikut ini.
Ini adalah dugaan struktur langit berlapis tujuh yang paling tradisional, karena menganggap langit hanya bertingkat ke satu arah saja, yaitu ke 'atas' kita.
Pemikiran yang lebih modern, menduga langit bertingkat ke segala penjuru alam semesta. Akan tetapi tidak dijelaskan tentang perbedaan dimensinya.
Pemikiran yang paling mutakhir mempersepsi langit bertingkat tujuh sebagai peningkatan dimensi dari 3 sampai 9. Untuk itu, kita tidak mungkin bisa menggambarkan secara utuh, kecuali dengan cara memproyeksikan ke langit pertama yang berdimensi 3. Secara analog, kita lantas bisa membuat perumpamaan sebagai berikut.
……….
Gb. 1. Garis adalah 'alam' berdimensi 1
yang tersusun dari 'titik-titik' berjumlah tidak berhingga
Gb. 2 Luasan adalah alam berdimensi 2
yang tersusun dari 'garis-garis' berjumlah tidak berhingga
Gb. 3 Volume atau balok adalah alam berdimensi 3, yang tersusun
dari 'lembaran-lembaran' luasan berjumlah tidak berhingga
Coba perhatikan gambar-gambar di atas. Bahwa sebuah garis (berdimensi 1) ternyata tersusun dari titik-titik dalam jumlah tak berhingga. Dan jika 'garis-garis' tersebut dijejer ke samping dalam jumlah tak berhingga, akan terbentuklah sebuah lembaran alias 'luasan' (yang berdimensi 2). Dan seterusnya, jika lembaran-lembaran itu ditumpuk ke atas akan terbentuk balok atau ruang berdimensi 3.
Sehingga dengan kata lain, saya boleh mengatakan bahwa sebuah benda / ruang berdimensi 3 tersusun dari lembaran berdimensi 2 dalam jumlah tak berhingga. Dan begitu pula lebaran ruang berdimensi 2 tersusun dari garis-garis ruang berdimensi 1.
Maka, dalam sebuah balok yang berdimensi 3 itu sebenarnya terkandung garis-garis (berdimensi 1) dan lembaran-lembaran (berdimensi 2).
Atau dengan kalimat yang berbeda saya juga boleh mengatakan, bahwa sebuah 'ruang' selalu tersusun oleh 'ruang' berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak berhingga. Misalnya, ruang 3 dimensi tersusun oleh ruang 2 dimensi dalam jurnlah tidak berhingga. Sedangkan ruang 2 dimensi juga tersusun atas ruang 1 dimensi dalam jumlah tak berhingga.
Nah, sekarang saya harapkan pembaca mulai bisa membayangkan susunan langit yang tujuh. Di bagian depan sudah saya sampaikan bahwa langit pertama sampai dengan yang ke tujuh tersusun dalam struktur dimensi yang semakin tinggi. Langit pertama 3 dimensi, langit kedua 4 dimensi, langit ke tiga 5 dimensi dan seterusnya sampai langit ke tujuh yang berdimensi 9.
Berdasar kefahaman kita tentang dimensi yang telah kita diskusikan di atas, maka kita bisa mengatakan begini
Langit pertama:
adalah ruang berdimensi 3, yang dihuni manusia dan berbagai macam benda langit. Dalam susunan '7 langit', alam berdimensi 3 seperti yang dihuni manusia ini terdapat dalam jumlah yang tidak terbatas alias tidak berhingga. Akan tetapi, dari jumlah tak berhingga itu yang dihuni oleh manusia dan makhluk 3 dimensi hanyalah satu saja. Bersama-sama dengan ruang berdimensi 3 lainnya, Dunia manusia ini menjadi penyusun langit ke dua, yang berdimensi 4.
Langit ke dua:
adalah ruang berdimensi 4, yang dihuni oleh bangsa jin dan berbagai benda / makhluk yang berdimensi 4 lainnya. Jumlah langit ke dua ini tidaklah terbatas, alias tak berhingga. Salah satunya dihuni oleh bangsa jin, selebihnya tidak berpenghuni. Seluruh langit ke dua yang jumlahnya tak berhingga itu membentuk langit yang lebih tinggi, yaitu langit ke tiga.
Langit ke tiga:
adalah ruang berdimensi 5, yang di dalamnya 'hidup' arwah dari orang-orang yang sudah meninggal. Mereka tinggal mulai dari langit ke tiga sampai langit ke enam. Langit ketiga ini tersusun dari langit ke dua dalam jumlah tidak berhingga. Ini sesuai dengan kesimpulan kita bahwa ruang berdimensi 5 adalah ruang yang tersusun dari ruang-ruang berdimensi 4 dalam jumlah yang tidak berhingga.
Langit ke empat s/d ke tujuh, memiliki gambaran yang sama, yaitu tersusun dari langit-langit sebelumnya, tersusun dari langit sebelumnya, dan tersusun dari langit-langit sebelumnya. Dalam skala yang tidak berhingga...
Dalam bahasa yang berbeda, kita juga bisa mengatakan bahwa langit ke tujuh adalah langit berdimensi 9 yang memuat langit ke enam berdimensi 8. Langit ke enam yang berdimensi 8 memuat dan tersusun dari langit ke lima yang berdimensi 7. Langit ke lima, adalah ruang berdimensi 7 yang memuat dan tersusun dari langit ke empat yang berdimensi 6. Selanjutnya, tersusun dari langit ke tiga yang berdimensi 5, tersusun dari langit kedua yang berdimensi 4, dan akhirnya juga memuat dan tersusun dari langit pertama yang berdimensi 3.
Bisa anda bayangkan betapa besarnya langit ke tujuh. Karena ia adalah perlipatan tak berhingga sebanyak tujuh kali dari langit Dunia yang dihuni manusia. Dan Dunia manusia itu berada di dalam struktur langit yang tujuh itu.
Di langit pertama terdapat manusia. Sedangkan di langit yang ke tujuh terdapat alam Akhirat, Surga dan Neraka. Alam Dunia sendiri merupakan bagian terkecil dari alam Akhirat. Karena itu, ketika Rasulullah saw ditanya mengenai perbandingan Dunia dan Akhirat, beliau mengumpamakan sebagai berikut :
“Perbandingan antara Dunia dan Akhirat adalah seperti air samudera, celupkan jarimu ke samudera, maka, setetes air yang ada dijarimu itu adalah Dunia, sedangkan air samudera yang sangat luas adalah Akhirat.”
Sungguh sebuah perumpamaan yang sangat menarik dan pas sekali. Kenapa saya katakan menarik dan pas? Karena perumpamaan itu telah berhasil menjawab dua hal yang sangat mendasar.
Yang pertama : tentang perbandingan ukuran besarnya. Secara tidak langsung Rasulullah saw mengatakan bahwa besarnya alam Akhirat itu seperti banyaknya air di samudera, dibandingkan dengan setetes air di ujung jari kita yang menggambarkan betapa kecilnya Dunia. Begitulah, perbandingan antara setetes air (Dunia) dan air samudera (Akhirat) adalah tidak berhingga.
Yang kedua : tentang keberadaan Dunia terhadap Akhirat. Dengan membandingkan air samudera dan setetes air di ujung jari, Rasulullah saw seakan-akan ingin mengatakan bahwa Dunia kita ini sebenarnya bagian dari Akhirat. Bukan terpisah darinya. Sebab, setetes air yang berada di ujung jari kita itu memang berasal dan menjadi bagian dari air samudera. Ya, Dunia kita ini sebenarnya berada di dalam alam Akhirat. Tidak terpisah. Bahkan, juga merupakan bagian dari alam Akhirat. Hanya saja, dengan skala perbandingan yang tidak berhingga. Dunia ini berukuran tak berhingga kecil, sedangkan Akhirat tak berhingga besarnya.
Begitu juga kualitas kebahagiaan dan kesengsaraannya. Kebahagiaan yang kita peroleh di Dunia sebenarnya adalah bagian dari 'rasa' Surga tetapi dalam kualitas yang sangat sedikit. Sedangkan penderitaan yang kita dapatkan di Dunia juga merupakan sebagian kecil dari penderitaan Neraka. Kualitas yang sesungguhnya baru akan kita dapatkan ketika kita telah berada di dalam periode Akhirat. Waktu itu, Allah membukakan batas-batas langit pertama sampai dengan yang ke tujuh, sehingga kita bisa mengobservasi dan merasakan alam semesta yang sesungguhnya, yang bertingkat tujuh. Alam Dunia dan alam Akhirat telah 'menyatu' dalam periode Akhirat itu.