Friday, March 2, 2007

Pengaruh Air Wudlu



Dalam kondisi normal, kita berwudlu mengunakan air yang bersih, suci dan bisa mensucikan. Selain itu, diajarkan agar air yang kita gunakan adalah bukan air bekas wudlu dan bukan air yang dipanaskan. Melainkan, air 'normal' yang sewajarnya.

Ada beberapa manfaat yang bisa kita petik dari penggunaan air semacam itu. Yang pertama, air tersebut bersih karena bukan bekas berwudlu (terhindar dari penularan penyakit tertentu). Karena itu bisa membersihkan badan kita. Dan yang kedua, air tersebut memiliki suhu 'kamar' alias suhu normal. Bukan air yang dipanaskan, baik oleh matahari maupun oleh kompor pemanas. Karena itu, bisa berfungsi untuk menormakan suhu badan kita.

1. Air Suci dan Mensucikan

Air wudlu adalah air yang suci, bersih dan mensucikan. Hal ini penting untuk kebersihan. Islam memang agama yang mengajarkan kebersihan kepada umatnya. Perintah beristinja', berwudlu, dan mandi bagi umat Islam merupakan bukti betapa Islam sangat mempedulikan kebersihan dan kesehatan.

Bukan hanya sekadar 'boleh' atau sekadar 'anjuran', melainkan sebuah 'perintah' dan 'kewajiban' untuk dijalankan. Bahkan dalam sehari bisa berkali-kali sesuai dengan kebutuhan shalat kita.

Orang yang selalu mengikuti perintah itu, sungguh akan menjadi orang yang hidup bersih dan sehat. Dan itulah yang difirmankan Allah dalam QS. Al Maidah (5) : 6, bahwa Dia menghendaki agar kita hidup bersih, dan memperoleh nikmat hidup yang sempurna.

Kalau kita amati cara beristinja', berwudlu dan mandi janabat, maka kita memahami bahwa yang dibersihkan itu adalah bagian-bagian yang memang potensial penyakit. Dalam beristinja', kita membersihkan anggota badan yang mengeluarkan kotoran, baik yang kecil maupun yang besar. Sedangkan dalam berwudlu, kita diajari untuk membersihkan bagian-bagian yang terbuka dan sering berinteraksi dengan berbagai macam sumber penyakit di sekitar kita.

Khusus untuk wudlu, anggota badan yang dibersihkan adalah muka, tangan, kaki dan kepala, sebagaimana telah kita bahas di bagian sebelumnya. Muka, misalnya, adalah bagian tubuh yang terbuka untuk terkena debu, paparan cahaya matahari, udara kering, dan keringat terus menerus. Maka, akan sangat baik kalau kita selalu membersihkan bagian ini.

Orang yang sering berwudlu secara baik dan bersih, mukanya akan tampak bercahaya. Bersih dari debu, sehingga pori-pori wajahnya menjadi terbuka secara sehat. Selain itu, kulit yang selalu kena air akan lembab dan lentur, terhindar dari kekeringan yang berlebihan. Kelembaban itu akan menjaganya dari penuaan dini pada kulit wajahnya. Apalagi bagi mereka yang sering bersentuhan dengan udara kering, cahaya matahari dan selalu berkeringat.

Allah mengajarkan kepada kita untuk menjaga penampilan wajah kita. Karena wajah adalah salah satu 'etalase' kepribadian kita. Gigi dan mulutnya selalu bersih, tidak menebarkan aroma yang tidak sedap, hidung, mata dan telinganya juga selalu bersih. Maka, wajah yang selalu bersih menunjukkan kepribadian yang peduli terhadap kesehatan dan kebersihan dirinya.

Apalagi, kalau berwudlunya bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga hati. Wajahnya akan lebih bercahaya dengan sempurna. Maka, sungguh menyenangkan bergaul dengan orang yang demikian.

Selain kebersihan wajah, tentu kebersihan tangan dan kaki juga penting. Tangan kita sering bersentuhan dengan berbagai benda, maka Allah mengajarkan untuk membersihkan tangan berkali-kali dalam sehari semalam. Demikian pula kaki, mesti mendapat perhatian yang baik.

Pokoknya, Allah menginginkan agar umat Islam menjadi umat yang peduli pada kebersihan dan hidup secara sehat. Sebab kesehatan adalah karunia Allah yang tiada taranya. Meskipun kaya, jika tidak sehat, maka seluruh kekayaan itu tidak akan memberikan arti yang banyak kepada kita. Orang yang tidak sehat, tidak bisa menikmati kekayaannya. Malahan, hanya habis untuk biaya-biaya pengobatan belaka.

Demikian pula orang yang berkuasa, berilmu, dan berbagai kelebihan yang dia miliki. Jika tidak sehat, maka hidupnya akan menderita. Kualitas ibadahnya pun pasti akan terganggu. Allah mengajarkan hidup bersih dan sehat kepada kita salah satunya, agar ibadah kita juga menjadi lebih berkualitas.

Maka konsekuensi dari ajaran kebersihan dan hidup sehat itu bukan hanya pada diri kita melainkan juga pada lingkungan kita. Kalau kita ingin bersih dalam berwudlu, maka tempat wudlu kita tentu juga harus bersih. Tandon air, saluran pipa dan saluran pematusannya juga harus selalu dijaga kebersihannya.

Demikian pula kalau kita ingin shalat secara baik, tentu masjid dan mushalla kita juga harus dijaga kebersihan dan kelayakannya. Dan akhirnya, kita dituntut untuk bisa merancang fasilitas fasilitas ibadah kita dan tempat tinggal secara baik, bersih dan sehat. Maka, umat Islam memang mesti bisa menerapkan kaidah-kaidah arsitektur dalam membangun lingkungan hidupnya.

2. Air Menurunkan Suhu Badan.

Berwudlu, sebaiknya tidak mengunakan air yang sengaja dipanaskan. Kenapa demikian? Karena salah satu tujuan dari berwudlu adalah untuk menyegarkan kembali kondisi badan kita, setelah melakukan berbagai macam aktivitas. Dengan berwudlu itu diharapkan, selain bersih dan khusyuk, kondisi badan kita kembali segar. Dan untuk itu, peran air sangatlah besar.

Orang yang banyak melakukan aktivitas, maka suhu badannya akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya metabolisme di dalam tubuhnya, untuk memenuhi energi yang digunakan selama beraktivitas. Proses metabolisme di dalam tubuh kita itu, selain menghasilkan energi, juga menghasilkan panas. Karena itu, orang yang bekerja keras akan merasa 'panas' dan berkeringat.

Meningkatnya suhu tubuh biasanya juga diikuti dengan meningkatnya ketegangan saraf, yang jika berlebihan bisa menyebabkan stress. Munculnya stress itu bisa dilihat pada meningkatnya ketegangan permukaan kulit, termasuk yang memancar di roman wajahnya.

Kondisi yang demikian, bisa menyebabkan terganggunya upaya untuk membangun kehusyukan dalam shalat. Secara hati, berbagai beban pikiran yang menyelimuti jiwa kita itu mesti kita 'letakkan' dulu. Namun, memang tidak gampang untuk secara cepat melupakan berbagai beban pikiran. Untuk itu, mesti dibantu dari luar. Dalam hal ini, dibantu dengan cara berwudlu.

Dengan berwudlu menggunakan air 'normal' (suhu kamar, bukan air hangat), maka ujung-ujung saraf di badan kita distimulasi agar lebih segar. Yaitu, terdapat di wajah termasuk telinga dan mata, kepala, tangan, dan kaki. Apakah usapan air di anggota-anggota badan tersebut bisa menurunkan suhu badan, dan kemudian menyegarkan jiwa kita kembali?

Cobalah amati dari kejadian sehari-hari. Misalnya, orang yang marah. Pernahkah anda mengamati perubahan fisik orang yang sedang marah. Ketika marah, maka seseorang akan mengalami peningkatan emosi yang berpengaruh pada fisiknya. Di antaranya, biasanya mukanya menjadi tegang dan memerah, telinganya panas, nafasnya ngos-ngosan, tangan dan kakinya gemetaran.

Bagaimanakah cara menurunkan kemarahan tersebut? Idealnya, kita bisa mengendalikan emosi kita secara kejiwaan. Tetapi tidaklah mudah untuk menurunkan kemarahan dari dalam jiwa kita sendiri, kecuali bagi mereka yang memiliki jiwa muthmainnah. Jiwa yang ikhlas dan selalu terhubung kepada Allah. Jika tidak, maka ia membutuhkan bantuan dari luar. Secara kejiwaan, maupun secara fisik.

Secara kejiwaan, misalnya dia dinasehati oleh orang yang disegani atau dihormatinya, maka barangkali ia akan bisa menurunkan kemarahannya secara rasional. Sedangkan secara fisik, di antaranya Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk berwudlu. Selain itu ada cara lain, yaitu dianjurkan untuk duduk atau berbaring.
Ya, ternyata berwudlu bisa menyebabkan turunnya tingkat kemarahan. Kenapa demikian? Karena, pada saat marah kondisi tubuh seseorang akan mengalami peningkatan. Di antaranya adalah suhu badannya. Maka, mukanya merah, telinganya panas, dan jari tangannya gemetaran.

Nah, ternyata dalam berwudlu, anggota badan itulah yang dibasuh dengan air. Wajah yang memerah dibasuh dengan air wudlu. Telinga yang panas didinginkan dengan air wudlu. Mata yang memerah juga didinginkan dengan air wudlu. Bahkan jari-jari tangan yang gemetaran pun diredam dengan air wudlu. (Jangan mengeringkan air wudlu dengan handuk. Biarkan air wudlu mengering sendiri secara alamiah, karena di situlah proses normalisasi sedang berlangsung).

Proses pendinginan suhu tubuh dengan air wudlu itu, menyebabkan suhu badan kita menurun sesuai dengan suhu kamar (suhu lingkungan). Dan hal itu, secara fisik mengurangi tekanan emosi yang berlebihan di saraf-saraf kita. Dengan kata lain, tingkat kemarahannya bakal cenderung mereda.

Kondisi psikis dan fisik kita memang sangat berkait erat dengan suhu badan dan lingkungan. Coba amati orang-orang yang bekerja, atau siswa yang belajar di ruang bersuhu panas. Mereka akan merasa cepat lelah, karena badannya mengeluarkan energi ekstra untuk 'mengadaptasi' lingkungan yang panas tersebut.

Sebaliknya, orang-orang yang bekerja atau belajar di lingkungan ber AC, dalam suhu sekitar 24◦C, menurut penelitian daya tahannya akan lebih baik. Mereka tidak cepat lelah dan lebih fresh dalam jangka waktu lama.

Maka dalam konteks ini, berwudlu memiliki fungsi yang sangat bermanfaat untuk membangun daya tahan (endurance) kita belajar atau bekerja. Karena itu, meskipun boleh berwudlu satu kali untuk beberapa kali shalat, namun sebaiknya kita melakukan wudlu untuk setiap kali shalat. Efeknya akan lebih bermanfaat buat kesehatan dan kestabilan kondisi kita.

Efek air wudlu juga bisa dilihat pengaruhnya pada orang-orang yang mengantuk. Bagi orang yang mengantuk, air wudlu bisa mengangkat kembali gairah dan kesegarannya. Hal ini sangat kita rasakan di pagi hari menjelang Subuh atau setelah capai bekerja. Rasa ngantuk bakal segera sirna ketika anggota badan sudah tersiram air wudlu.

Nah, beberapa hal di atas memberikan gambaran kepada kita, bahwa berwudlu memang memiliki manfaat yang besar dalam menyiapkan kondisi badan maupun kejiwaan kita memasuki persiapan shalat. Rasa marah, ngantuk, capek, suntuk, malas, dan tegang serta stress, bisa kita eliminasi dengan mengunakan air wudlu. Tentu manfaat itu akan semakin besar, jika efek air wudlu itu dipadukan dengan keimanan dan keikhlasan hati kita: 'karena Allah semata'.

3. Menyeimbangkan Kondisi Tubuh

Keseimbangan yang terbaik, kita peroleh saat bangun tidur, pada waktu kondisi badan kita sehat. Berbagai macam penyakit dan kelelahan fisik maupun psikis dalam beraktivitas menyebabkan munculnya ketidakseimbangan di dalam tubuh. Selama tidur itu terjadi recovery terhadap kondisi badan kita.

Jika kita beraktivitas apalagi cukup berat itu akan memunculkan ketidakseimbangan kondisi badan yang cukup signifikan. Metabolisme yang berlebihan akibat berpikir maupun beraktivitas badan, selain memunculkan energi, juga bakal memuncukan peningkatan suhu badan dan zat-zat sampah. Di antaranya asam laktat dan sejumlah radikal bebas dalam tubuh kita. Zat-zat tersebut memicu rasa lelah dan penurunan kualitas sel serta jaringan dalam tubuh.

Maka, kita harus selalu berupaya untuk menyeimbangkan kondisi badan. Jika tidak, kelelahan yang berlebihan bisa menyebabkan turunnya daya tahan tubuh kita dan akan berujung pada kondisi sakit.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan kondisi badan kita. Intinya mengembalikan suhu badan dalam kondisi normal, yang merata dan sesuai di seluruh badan. Juga untuk menghilangkan atau mengeliminasi sejumlah zat-zat sampah di dalam tubuh akibat metabolisme yang berlebihan.

Dalam konteks ini, wudlu bisa berfungsi untuk menyeimbangkan suhu dari berbagai anggota badan. Bukan hanya sekedar menurunkan suhu badan akibat overheated, tetapi juga menyeimbangkan dan meratakan.

Sebagaimana saya katakan di depan bahwa wudlu bisa menurunkan suhu badan akibat kelebihan aktivitas metabolisme dalam tubuh kita. Akan tetapi, membasuh tubuh pada bagian-bagian wudlu ternyata juga berfungsi untuk meratakan suhu.

Coba cermati, bagian yang diusap adalah ujung-ujung anggota badan kita. Yaitu kepala, wajah, tangan dan kaki. Bagian-bagian yang berada pada posisi ujung itu diseimbangkan suhunya lewat basuhan air bertemperatur 'lingkungan normal'.

Kenapa demikian? Sebab, bagian-bagian itu ternyata bisa mengalami peningkatan suhu yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas kita. Jika anda banyak menggunakan otak untuk berpikir, maka suhu kepala akan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain.

Demikian pula jika anda lebih banyak beraktivitas tangan, suhu di bagian lengan itu juga akan meningkat lebih tinggi. Sama pula, jika anda banyak beraktivitas dengan kaki. Nah, ketidakseimbangan suhu antara berbagai anggota badan itu akan menimbulkan masalah kesehatan di tubuh kita.

Sebagai contoh. Pada anak kecil yang mengalami sakit, kita bisa merasakan bahwa suhu di bagian kepala begitu panasnya. Sedangkan kaki atau tangannya malah begitu dingin. Ketidakseimbangan suhu ini memicu masalah berikutnya. Meskipun, boleh jadi, itu hanyalah gejala saja. Dan, harus diselesaikan pada akar penyebabnya.

Namun, ketidakseimbangan suhu yang mencolok bisa menyebabkan si anak menjadi step, alias kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. Sehingga biasanya, jika terjadi panas yang tinggi dengan ketidakseimbangan suhu seperti itu, kita harus segera menyeimbangkan. Bagian kepala harus 'dikompres' alias didinginkan, sedangkan bagian tangan dan kaki harus diselimuti atau digosok pakai minyak gosok untuk menghangatkan.

Maka, dalam konteks ini, berwudlu memiliki fungsi yang kurang lebih sama, yaitu untuk meratakan suhu anggota-anggota tubuh agar kondisi badan menjadi seimbang. Hal ini ternyata didukung oleh berbagai penelitian dalam bidang akupuntur ataupun pengobatan 'refleksi'.

Ada sebuah sistem pengobatan yang disebut sebagai Zone Therapy, yang mendapatkan kenyataan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara saraf-saraf kepala, tangan dan kaki. Masing-masing bisa dipengaruhi dari tempat yang berseberangan, karena anggota-anggota badan itu bagaikan terhubung dengan 'kabel-kabel' saraf yang saling menstimulasi., Lihat gambar di bawah ini.


Gambar di atas menunjukkan kepada kita bahwa tubuh manusia memang membentuk suatu sistem yang utuh. Setiap anggota, badan memiliki pengaruh terhadp anggota badan yang lain. Pengaruh-pengaruh itu terhubung dalam suatu sistem yang kompleks dalam sebuah sistem saraf, sistem transport darah, jaringan otot, sistem energial, hubungan antar sel, dan lain sebagainya yang kini pemahamannya berkembang terus.

Dalam Zone Therapy yang diketemukan oleh Dr William F. Fitzgerald dari Amerika Serikat, diketahui bahwa ada semacam 'kabel-kabel' yang menghubungkan berbagai titik di kepala, kaki dan tangan. Setidak-tidaknya ia menemukan ada sepuluh titik yang saling terhubung, sebagaimana anda lihat pada gambar tersebut.

Therapy ini diketemukannya tanpa sengaja. Ketika itu ada pasien bedah yang menjalani operasi, dan berhasil melakukan stimulasi untuk mengurangi rasa sakitnya dengan cara menggesek-gesekkan kakinya ke ujung kaki kursi. Ini membuktikan bahwa stimulasi atau pijatan pada bagian tertentu di kaki bisa menyebabkan berkurangnya rasa sakit pada bagian tertentu. Secara umum, ternyata bagian-bagian tertentu di telapak kaki kita ternyata memiliki hubungan dengan bagian-bagian yang lain secara menyeluruh. Termasuk fungsi otak untuk menghilangkan rasa sakit.


Daerah-daerah yang berfungsi untuk menstimulasi itulah yang disebut sebagai zone. Berbagai zone yang terdapat di telapak kaki itu jika distimulasi secara rutin akan memberikan efek yang positip bagi keseimbangan fungsi tubuh kita. Dan bukan hanya terdapat di telapak kaki, ternyata telapak tangan kita juga memiliki zone yang tersambung ke zone di kepala.

Selain itu, gambar yang kedua di atas menggambarkan bahwa zone di telapak kaki tersebut memiliki pembagian wilayah stimulasi. Bagian atas telapak kaki yang berdekatan dengan jari-jari kaki berpengaruh pada bagian kepala. Sedangkan yang lebih ke bawah mendekati wilayah tumit berpengaruh pada wilayah dada, perut dan organ-organ reproduksi.

Artinya, seluruh organ-organ di tubuh kita ternyata direfleksikan di telapak kaki kita. Maka, ini berarti, bahwa rancangan tubuh manusia ini memang didesain untuk orang-orang yang aktif. Orang-orang yang malas dan kurang bergerak akan menemukan problem kesehatan dalam hidupnya. Hidup adalah bergerak. Allah memberikan berbagai kelebihan kepada orang yang aktif. Karena itu sekali lagi shalat kita juga dirancang untuk bergerak, untuk menstimulasi terjadinya keseimbangan dalam kesehatan kita.
Pemetaan lebih mendetil lagi terhadap zone refleksi itu dituangkan dalam gambar diatas.

Salah satu prinsip dasarnya adalah kelancaran peredaran darah di seluruh tubuh. Jika darah tidak beredar lancar ke suatu bagian tubuh, maka dipastikan daerah tersebut akan mengalami gangguan, karena kekurangan gizi dan oksigen. gangguan itu bisa mulai dari rasa nyeri, kesemutan, sampai pada kerusakan jaringan. Maka, kita harus selalu menjaga kelancaran peredaran darah di seluruh tubuh kita.

Kaki adalah bagian tubuh yang memiliki sangat banyak jaringan saraf yang tersebar di telapak kaki. Maka, orang yang selalu aktif bergerak akan menstimulasi jaringan sarafnya dan biasanya memiliki tubuh yang sehat. Tentu, selama dia bisa menjaga keseimbangan kondisinya.

Seseorang yang aktif dalam hidupnya ternyata memiliki kemampuan atau daya tahan tubuh yang lebih besar terhadap penyakit dibandingkan dengan orang-orang yang pasif. kaki berperanan penting untuk menciptakan imunitas tubuh itu.

Sebenarnya bagi orang yang aktif tidak terlalu sulit untuk menjaga kesehatannya. Masalahnya, banyak orang modern yang kurang gerak disebabkan jenis pekerjaannya yang memang menuntut demikian. Terlalu banyak duduk atau diam di suatu tempat. Untuk itu, dia harus sering menstimulasi telapak kakinya.

Kaki disebut juga sebagai jantung kedua, karena ia berfungsi untuk membantu memompa aliran darah ke seluruh tubuh. Lebih dari 40 persen otot tubuh terdapat di bagian kaki. Gerakan-gerakan pada kaki akan membantu memompa darah untuk mengalir ke seluruh tubuh dengan lebih lancar.

Darah berasal dari jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh lewat pembuluh nadi utama arteri pembuluh arteri cabang arteri pembuluh kapiler urat saraf, dan kemudian kembali ke jantung. Karena sebagian besar otot berada di daerah kaki maka gerakan-gerakan kaki akan memberikan efek seperti 'memeras' yang berasal dari ribuan serat otot yang berada di sekitar pembuluh kapiler kaki. Seperti memeras susu sapi layaknya. Mekanisme inilah yang berfungsi untuk pumping agar darah mengalir lebih baik ke seluruh tubuh.

Akibat gaya gravitasi bumi, sebagian besar darah memang cenderung mengumpul di kaki. Ini juga disebabkan karena kaki berfungsi untuk menunjang sebagian besar berat badan kita. Sehingga, jika kita merasa badan kaku-kaku dan pegal-pegal akibat kurang gerak atau duduk dalam posisi tertentu terus-menerus, gerak-gerakkanlah kaki anda, atau lari-lari kecil. Maka, peredaran darah akan lancar kembali. Inilah pula salah satu sebab, kenapa shalatnya orang Islam mesti bergerak. Bukan diam dalam posisi tertentu saja. Gerakan berdiri, membungkuk dan bersujud, ikut membantu melancarkan peredaran darah ke seluruh organ yang vital.

Kembali pada berwudlu untuk menyeimbangkan kondisi badan, usapan air pada kaki, tangan dan kepala akan menstimulasi terjadinya penyeimbangan itu. Seorang kawan yang ahli akupuntur menyarankan, bahwa saat berwudlu jangan hanya menyiramkan air ke anggota badan, melainkan juga mengusap dengan cara menekan bagian-bagian itu. Stimulasinya akan berjalan lebih efektif. Bukan hanya menstimulasi lewat dinginnya air wudlu, melainkan juga lewat usapan yang setengah memijat.


PAHAMI, BUKAN MENERJEMAHKAN

Problem terbesar umat Islam di Indonesia adalah tidak begitu paham terhadap makna shalatnya. Kenapa bisa demikian? Salah satunya, karena kita tidak begitu memahami makna ucapan-ucapan atau do'a-do'a yang ada di dalam shalat kita. Saya kira ini adalah 'problem umum'umat Islam yang tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-harinya.

Seringkali, yang terjadi kita hanya 'mengetahui' terjemahannya saja. Atau lebih bagus lagi, kita telah 'hafal' terjemahannya. Dan, begitulah cara bershalat kita : kita melakukan shalat dengan cara 'mengartikan' alias ‘menterjemahkan’. Dan, bukannya memahami maknanya.

Karena itu, saya ingin melakukan 'pendekatan' yang berbeda dalam mencapai kekhusyukan shalat. Bukan dengan cara menerjemahkan melainkan dengan cara ‘memahami’ makna bacaannya.

Secara umum, bacaan dalam shalat sebenarnya adalah bacaan yang diulang-ulang dari rakaat ke rakat berikutnya. Perbedaannya cuma pada do'a iftitah yang dibaca di awal shalat, dan tasyahud akhir yang dibaca pada akhir shalat. Karena itu jika kita memahami bacaan-bacaan dalam satu rakaat saja, kita sebenarnya sudah memahami seluruh shalat kita.

1. Takbir
Bacaan yang paling banyak kita ucapkan dalam melakukan shalat adalah takbir. Sejak awal, kita telah membukanya dengan takbir, yang kita kenal sebagai Takbirat al Ihram. Dan kemudian, hampir di seluruh gerakan peralihan kita mengucapkan takbir kecuali saat i'tidal atau bangkit dari ruku'. Apakah makna dari kalimat Allahu Akbar itu?

Dari segi arti terjemahannya, kita semua sudah tahu bahwa Allahu Akbar adalah Allah Maha Besar'. Sayangnya, kebanyakan kita hanya sekedar menerjemahkan bukan memahami. Maka, pada saat kita bertakbiratul Ihram itu: Allahu Akbar, hati kita langsung menyusulinya dengan kalimat Allah Maha Besar'.

Sebenarnya akan lebih baik, kalau kita langsung memahami makna Allahu Akbar itu. Bagaimanakah kita mesti memaknai kata Allahu Akbar alias Allah Maha Besar itu?

Pada dasarnya, kalimat ini dimaksudkan untuk 'menyadarkan' kita bahwa Allah adalah Dzat yang demikian 'Besar'. Lebih besar dari apa pun yang sudah kita anggap paling besar.

Kalau kita tahu bahwa yang paling besar dalam kepahaman kita adalah gunung, maka Allah adalah Dzat yang lebih besar daripada gunung. Kalau yang kita tahu, yang paling besar adalah Bumi, maka Allah adalah Dzat yang jauh lebih besar daripada Bumi. Kalau yang kita tahu, yang paling besar di alam semesta ini adalah langit, maka Allah adalah Dzat yang jauh lebih besar daripada langit. Dan seterusnya.

Lantas, bagaimana caranya agar kita memperoleh ‘rasa’ Kebesaran Allah, sehingga shalat kita lebih khusyuk? Agaknya kita mesti melakukan proses penghayatan terhadap 'KebesaranNya'. Untuk itu, ambillah contoh 'sesuatu' yang menurut anda paling besar. Dalam hal ini, langit adalah ‘sesuatu’ yang paling besar dalam perbendaharaan ilmu kita. Maka untuk menghayati Kebesaran Allah akan sangat baik jika kita memahami kebesaran langit.

Langit adalah makhluk Allah yang paling besar. Dia menciptakan langit ini tujuh tingkat. Langit pertama adalah langit yang paling kecil, dan langit ke tujuh adalah langit yang paling besar.

Untuk memperoleh nuansa Kebesaran Allah itu akan sangat baik kalau kita menghayati kembali pembahasan tentang langit pertama, sebagai objek, sebagaimana telah kita bahas di depan. Inilah langit yang paling dekat dengan kita, sehingga bisa langsung kita amati dan kita rasakan.

QS. Ash Shaaffaat (37): 6
"Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang"


Jadi, langit yang dihiasi dengan bintang-bintang itu adalah langit pertama. Langit inilah yang setiap saat kita pandang. Dan langit ini juga yang dewasa ini menjadi obyek penelitian para ahli astronomi.

Saya kira anda masih bisa merasakan nuansa yang muncul dari pembahasan kita di bagian depan. Betapa planet Bumi yang kita tempati bersama 5 miliar manusia ini, ternyata adalah planet yang sangat kecil dibandingkan dengan keberadaan langit atau kita sebut saja alam semesta.

Dalam shalat, saya seringkali membayangkan betapa kita sedang melesat di angkasa raya naik 'kendaraan' yang bernama Bumi. Besarnya, tak ubahnya seperti sebutir debu di keluasan alam semesta. Dan di atas kendaraan 'debu' itulah saya sedang shalat dan berkomunikasi dengan Allah Sang Pencipta yang Maha Besar.

Dengan cara itu, saya lantas bisa merasakan betapa kecilnya manusia ini di hadapan Allah. Lha wong Bumi saja seperti debu. Apalagi manusia. Ukuran kita sedemikian kecilnya. Sangat tidak layak untuk dibandingkan. Nggak ada apa-apanya.

Waktu yang kita miliki juga demikian singkatnya. Bayangkan, usia alam semesta yang sangat raksasa ini kira-kira sudah 12 miliar tahun. Sedangkan manusia hanya berumur puluhan tahun. Maka dari segi waktu, juga tidak ada apa-apanya untuk dibandingkan.

QS. Al Baqarah (2): 255
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus-mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan Nya apa yang di langit dan di Bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki Nya. Kursi Allah meliputi langit dan Bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Nah, inilah kurang lebih makna Allahu Akbar itu. Dengan membaca kalimat tersebut diharapkan di benak kita terbayang betapa besarnya alam semesta, dan betapa, kecilnya kita. Apalagi Allah yang menciptakannya. Dia adalah Dzat yang 'Benar-Benar Maha Besar'! Sedangkan kita adalah makhluk yang 'benar-benar sangat kecil'.

Makna Allahu Akbar yang demikian dahsyat itu oleh Allah diajarkan untuk diulang-ulang di dalam shalat kita. Apa maksudnya? Agar kita benar-benar merasakan betapa besar Allah, Tuhan kita itu.

Sehingga, sejak takbiratul ihram, sebenarnya Allah sudah mengarahkan kita agar kita mengecilkan diri kita di hadapan Allah yang Maha Besar. Jika kita berhasil merasakan betapa kecilnya kita di hadapan Allah dan betapa Besarnya Dia, maka sungguh kita telah melakukan start yang sangat baik dalam shalat kita.

Jadi target pertama dalam shalat kita ialah : kita harus bisa mengecilkan diri di hadapan Allah. Bahkan kalau bisa saking kecilnya sehingga kita 'hilang' di hadapanNya. Semakin 'hilang' kita semakin baik efeknya buat mencapai kekhusyukan.

Kenapa begitu? Ya, semakin kita bisa Membesarkan Allah, maka semakin kecilah kita. Bertambah Besar Dia, bertambah kecil pula kita. Dan, ketika kita bisa membesarkan Allah dalam skala tidak berhingga, maka kita pun 'lenyap' di hadapanNya. Itulah yang kalau dalam ilmu matematika dikatakan: sebesar apapun ‘suatu angka’ jika dibandingkan dengan angka 'tak berhingga' maka ia akan menjadi nol. Akan tetapi, yang dimaksud 'lenyap' di sini bukan 'hilang kesadaran' kita. Melainkan 'hilang eksistensi' kita. Justru kesadaran kita menjadi 'menguat'. Bukan untuk menyadari kehadiran 'eksistensi kita' melainkan semakin menyadari kehadiran 'Eksistensi Allah'.

Ketika kesadaran kita hanya mengarah keberadaan 'aku' maka kesadaran kita itu telah kita batasi demikian sempitnya. Kita tidak lagi waspada bahwa kehidupan ini bukan hanya 'aku', melainkan 'kita', yang terdiri dari berbagai macam makhluk yang mengisi alam semesta.

Nah, pada saat 'aku' hilang dalam shalat itu, maka yang ada hanyalah 'kita', yaitu 'aku' dan 'DIA'. Di sinilah kita merasakan 'kebersamaan' dengan Allah. Inilah yang dikatakan Allah sebagai innallaha ma’ash shaabiriin (sesungguhnya AKU 'bersama' orang yang sabar) di dalam shalatnya, sebagaimana Dia firmankan.

QS. Al Baqarah (2):153
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Yang terasa pada saat takbiratul ihram itu adalah 'kebersamaan' seorang hamba dengan Penciptanya. Dimana kita begitu kecilnya, namun DIA begitu Besarnya. Dia Maha Meliputi kita semua. Seluruh Alam semesta, termasuk Bumi dan kita berada di dalamNya. Inilah yang digambarkan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. An Nisaa'(4): 126
"Kepunyaan Allah lah apa yang di langit dan apa yang di Bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu."

2. Do'a Iftitah
Seusai bertakbiratul ihram, maka kita telah memasuki ‘pintu gerbang’ shalat. Yang pertama kita baca adalah do'a iftitah alias do'a pembuka. Kebanyakan kita membaca do'a berikut ini.

inni wajjahtu wajhiya lilladzii fatharassamaawaati wal' ardha haniffan musliman wa maa anaa minal musyrikin. Inna shalaati wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbil'aalamiin. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiin

"Sesungguhnya kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan Bumi selurus-lurusnya dengan penuh berserah diri, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Tuhan Semesta Alam. Tidak ada serikat bagiNya dan dengan itu aku diperintahkan, dan aku adalah golongan orang-orang yang berserah diri. "

Coba kita cermati do'a pembuka itu. Setidak-tidaknya ada 3 hal yang ditegaskan untuk membangun kekhusyukan shalat kita.
1. Meniatkan menghadapkan 'wajah' kita hanya kepada Allah.
2. Meniatkan untuk tidak menyerikatkan Allah.
3. Meniatkan untuk berserah diri sepenuhnya kepadaNya

Apakah makna dari ketiganya? Yang pertama, dengan membaca do'a iftitah itu kita membangun komitmen bahwa kita sedang menghadap Allah. Dimanakah Allah? Apakah Dia ada di hadapan kita? Apakah Dia berada di arah kiblat?

Tentu kita jangan salah persepsi. Allah bukan hanya berada di hadapan kita. Allah juga bukan hanya berada di arah kiblat. DIA adalah Dzat Maha Besar yang keberadaannya meliputi segala sesuatu. Maka, dalam waktu yang bersamaan DIA berada di segala penjuru makhlukNya. Karena DIA meliputi segala-gala ciptaanNya, sebagaimana telah kita bahas di bagian depan.

Ia Maha Besar sekaligus Maha Halus. Ia Maha Luas dan Maha Tinggi, tetapi sekaligus Maha Dekat. Karena itu Dia menegaskan bahwa selain meliputi langit dan Bumi, keberadaan Allah adalah lebih dekat dari pada urat leher.

QS. Qaaf (50):16
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehemya,

Dengan demikian, maka tidak ada arah tertentu yang harus kita tuju dalam menghadapkan wajah kepada Allah itu. Arah kiblat adalah 'sekedar' menyamakan arah dan gerak jamaah shalat saja. Tetapi tidak berarti Allah berada di arah kiblat. Hal ini ditegaskan olehNya dalam ayat yang lain.

QS. Al Baqarah (2): 142
"Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: 'Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dan kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus."

QS. Al Baqarah (2):115
"Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Kedua ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa kiblat boleh berpindah dari Masjidil Aqsha ke masjidil Haram, tetapi intinya tetap sama, yaitu 'menghadap' kepada Allah yang Esa. Kenapa? Karena, barat dan timur itu adalah milik Allah. Kemana pun kita menghadap di situ kita 'bertemu' Allah.

Jadi, makna dari 'menghadapkan wajah' kita kepada Allah dalam do'a iftitah tersebut haruslah dipersepsi secara kritis. Allah bukan berada di salah satu penjuru mata angin, melainkan meliputi seluruh fisik dan kesadaran kita.

Bahkan Dia telah menginformasikan, bahwa Dia tahu persis apa yang dibisikkan oleh hati kita, karena sesungguhnya Dia hadir begitu dekatnya, lebih dekat kepada kita dibandingkan urat leher kita sendiri. Ya, dengan kata lain, Allah mengetahui kondisi kita lebih dari diri kita sendiri! Dan itulah memang kenyataannya.

Dengan demikian, kita bisa merasakan, bahwa menghadapkan wajah kita kepadaNya adalah bermakna ‘menghadapkan’ atau mengisi seluruh kesadaran kita dengan kehadiran Allah. Apalagi, di dalam do'a tersebut ditambahkan kata haniifa, yaitu selurus-lurusnya. Tidak ada perhatian lain lagi, selain kepada Allah.

3. Al Fatihah.
Surat al Fatihah disebut juga ummul kitab, alias ibu kitab alias inti sari al Qur'an. Kalau kita mau membahas surat ini, barangkali akan menjadi buku tersendiri sebagaimana buku-buku lain yang berjudul 'Samudera al Fatihah' yang disusun oleh Bey Arifin, atau buku yang disusun oleh Achmad Chodjim, yang berjudul 'Al Fatihah, Membuka Mata Batin dengan Surah Pembuka'

Namun demikian, saya berusaha mengajak pembaca untuk menyelami barang sedikit apa yang terkandung di dalam al Fatihah, supaya bisa memberikan makna pada kekhusyukan shalat kita.

Al Fatihah adalah surat yang wajib dibaca di dalam shalat. Tidak sah shalat seseorang kalau dia tidak membaca al Fatihah, kecuali dalam shalat berjamaah. Seluruh kandungan al Qur'an itu, ringkasannya ada pada surat al Fatihah. Karena itu, al Fatihah menjadi surat yang mesti kita baca dalam shalat.

Bukan berarti, lantas kita tidak perlu mempelajari al Qur'an, dan hanya cukup membaca al Fatihah saja. Yang dimaksudkan adalah, pokok-pokok ajaran al Qur'an telah tergambar di dalam al Fatihah.

Seterusnya, intisari kandungan al Fatihah itu, kata beliau, adalah terkandung di dalam kalimat Bismillahi rrahmaanirrahiim. Karena itu, kalimat 'basmallah' ini diajarkan untuk diucapkan pada setiap mau memulai perbuatan atau amalan yang baik.

Dan kalau kita ringkas lagi, kalimat basmalah itu intinya ada pada kata Allah. Maka, beliau mengajarkan agar kata 'Allah' ini kita baca pada setiap tarikan dan keluaran nafas kita. Dengan kata lain, kita selalu ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring seperti yang difirmankan Allah dalam QS. An Nisaa'(4):103, yang telah kita bahas di depan.

Itu adalah salah satu upaya untuk selalu 'membingkai hati dan kesadaran' kita dengan dzikrullah. Namun akan semakin mendalam makna yang kita peroleh, kalau kita paham akan makna yang tersirat dalam ucapan ucapan itu. Karena itu, marilah kita selami beberapa ayat dalam surat al Fatihah tersebut.

Bismillahi rrahmaani rrahiim
Inilah kalimat yang selalu ditempatkan di bagian awal Surat-surat dalam al Qur'an (kecuali QS. At Taubat). Dan ini pula kalimat yang dianjurkan kepada kita untuk selalu mengucapkannya ketika akan memulai perkerjaan atau perbuatan yang baik.

Kalimat basmallah adalah kalimat universal yang menggambarkan betapa Allah adalah Tuhan yang selalu memberikan kasih sayangNya yang tidak berhingga kepada seluruh makhlukNya.

Ada dua sifat yang Dia perkenalkan kepada kita, yaitu Ar Rahman dan Ar Rahim. Kedua kata ini menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah, vol. 1, hlm 21, berasal dari akar kata yang sama, yaitu Rahim.

Kedua sifat itu memiliki makna yang hampir sama, yaitu sifat Allah yang penuh kasih sayang kepada segala makhlukNya. Hanya saja ada bedanya, Ar Rahman menunjuk kepada kasih sayang yang telah dicurahkan kepada makhlukNya. Sedangkan Ar Rahim lebih menunjukkan sifat kasih sayang Allah yang melekat pada DzatNya.

Dengan kata lain, Allah memiliki sifat Ar Rahim, yang kemudian diberikan kepada makhlukNya lewat sifat Ar Rahman. Dengan menyebut dua sifat itu, Allah sepertinya ingin menegaskan kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang benar-benar menyayangi dan mengasihi makhlukNya. Bukan hanya bersifat Kasih Sayang, tetapi juga memberikan kasih sayang itu kepada makhlukNya, tanpa batas.

Betapa banyak kasih sayangNya yang telah diberikan kepada kita, meskipun kita tidak memintanya, yang kalau kita uraikan bisa menjadi buku tersendiri. Namun untuk memperoleh gambaran, saya coba cuplikkan satu contoh saja, yaitu soal kesehatan kita.

Pernahkan anda berpikir tentang denyut jantung di dalam dada kita? Siapakah yang mengatur denyut itu, padahal kita tidak pernah memintanya. Denyut jantung kita oleh Allah diatur mengikuti kondisi tertentu. Dalam 1 menit untuk orang dewasa berkisar 70 denyutan, dengan tekanan darah normal sekitar 120/80 cmHg. Apakah yang terjadi jika kondisi itu berubah? Kita bakal mengalami gangguan kesehatan.

Jika tekanannya terlalu tinggi, maka kita dikatakan terkena penyakit tekanan darah tinggi yang bisa membahayakan pembuluh darah, karena bisa pecah dan berbagai efek serius lainnya. Sedangkan kalau terlalu rendah, maka kita akan terkena penyakit tekanan darah rendah, dimana kita sering pusing-pusing dan 'loyo' karena suplai makanan dan gizi di dalam tubuh kita tidak maksimal.

Anda bisa merasakan, betapa Allah menjaga kondisi aktivitas jantung kita terus-menerus agar kita sehat dan bisa beraktivitas dengan sempurna. Bahkan, jantung itu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan badan. Misalnya ketika berolahraga.

Pada saat berolahraga, metabolisme di dalam tubuh meningkat. Tubuh kita membutuhkan suplai oksigen dan zat-zat gizi yang lebih besar ke seluruh tubuh terutama jaringan otot. Maka, jantunglah yang bertugas memompa darah untuk membawa kebutuhan zat-zat yang dibutuhkan tubuh tersebut. Artinya, jantung kita lantas berdenyut lebih kencang. Siapakah yang mengendalikan gerakan memompa lebih kencang itu? Padahal kita kan tidak memintanya? Dialah, Allah yang mengendalikan terus-menerus secara cermat segala kebutuhan badan kita.

Bahkan bukan hanya jantung yang dikendalikan untuk berdenyut lebih kencang, paru-paru kita juga dikendalikanNya agar bemafas lebih cepat pada saat berolahraga itu. Jika tidak, maka kita bakal kekurangan oksigen dan bisa kolaps.

Kalau kita memiliki kesempatan untuk mempelajari kerja organ organ tesebut secara lebih mendetil, kita bakal terkagum-kagum oleh kecanggihan pengendalian sistem dalam tubuh tersebut. Sebab dalam waktu yang bersamaan, selain jantung dan paru-paru, Allah juga mengendalikan fungsi organ ginjal dan sistem keringat kita.

Bayangkan betapa canggihnya Allah mengendalikan fungsi organ-organ dalam tubuh kita secara harmonis. Kebutuhan zat-zat dalam otot disuplai oleh jantung lewat darah, namun oksigennya dikendalikan berdasarkan gerakan paru-paru, dalam waktu yang bersamaan sistem kelenjar keringat kita juga diaktifkan untuk menurunkan suhu badan yang kelewat panas akibat aktivitas fisik kita, dibantu oleh sistem ekskresi ginjal. Sungguh sebuah 'orkestra' yang sangat harmonis dan menakjubkan, yang jika gagal salah satu akan menyebabkan problem besar dalam kesehatan kita.

Satu contoh saja yang kita ungkapkan, namun kita sudah bisa merasakan betapa Allah Maha Rahman dan Maha Rahim. Dia adalah Dzat yang Maha Pemberi lewat sifatNya yang Maha Pemurah dan Maha Menyayangi.

Untuk membangun perasaan kita bahwa Allah adalah Rahman dan Rahim, memang kita harus menghadirkan contoh sebanyak-banyaknya dalam realitas kehidupan kita. Saya kira, masing-masing kita memiliki pengalaman tertentu yang mengesankan berkaitan dengan sifat Allah yang Rahman dan Rahim itu. Mungkin berkaitan dengan rezeki, kesehatan, pekerjaan, keluarga dan lain sebagainya. Gunakanlah pengalaman itu untuk membangun 'rasa' Rahman dan Rahim, Allah dalam benak kita, pada saat mengucapkan kalimat basmallah di awal shalat. Insya Allah kita bakal merasakan kehadiranNya dalam Shalat yang khusyuk.

Alhamdulillahi rabbil'aalamiin
Kalau bacaan basmallah membawa nuansa hati kita kepada Kasih Sayang Allah dengan segala sifat pemurahNya, maka hamdallah ini memberikan penegasan dengan cara mengucapkan terima kasih kepadaNya. Kesadaran tentang betapa banyaknya kasih sayang yang telah kita terima dariNya itu, kita gunakan untuk 'menyulut' hati kita agar memahami makna saat mengucapkan alhamdulillahi rabbil, 'aalamiin. (Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta)

Maka nuansa yang muncul pada ayat ke dua Al Fatihah itu adalah rasa syukur yang mendalam atas segala nikmatNya. Kepada siapakah kita mengucapkan rasa syukur itu? Tentu saja, kepada Tuhan sang Penguasa alam semesta.

Di sini muncul penegasan berikutnya, bahwa Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang itu adalah Dzat yang mengendalikan dan memelihara segala yang ada ini. Dan karena itu Dia adalah Dzat yang mengetahui kunci segala rahasia yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana Dia firmankan dalam ayat yang lain, berikut ini.

QS. Thahaa (20): 6
"Kepunyaan Nya lah semua yang ada di langit, semua yang di Bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah."

QS. Al Baqarah (2): 212
"Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki Nya tanpa batas."

QS. Ibrahim (14): 34
"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (ni'mat Allah)."

Selain itu, kalimat hamdalah juga memberikan gambaran kepada kita bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak menganggur. la adalah Tuhan yang selalu dalam kesibukan, mengendalikan segala kejadian dan peristiwa yang terjadi di seluruh penjuru alam, yang jumlahnya bertriliun-triilun kejadian atau malahan tidak berhingga.

Dalam detik ini saja, Allah menentukan kejadian dalam jumlah tak berhingga. Mulai dari mengendalikan agar jantung kita tetap berdenyut, paru-paru yang terus bergerak, otak yang selalu berfungsi normal, menjaga kerja panca indera kita, sampai kepada menentukan segala perputaran benda langit yang jumlahnya bertriliun-triliun, menggelar bermiliar-miliar reaksi kimiawi, menakdirkan kelahiran dan kematian makhluk-makhlukNya, memberikan rezeki, serta masih banyak lagi peristiwa yang tersebar di seluruh penjuru alam semesta. Jumlahnya tidak akan pernah bisa kita hitung, sebagaimana Allah mengungkapkan dalam firmanNya.

QS. Luqman (31): 27
"Dan seandainya pohon-pohon di Bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Ar Rahman Ar Rahim
Ayat ini membangun persepsi, betapa Allah adalah Dzat yang benar-benar memiliki sifat Kasih Sayang yang Sempurna. Dan bukan hanya itu, tetapi Dia selalu memberikan Kasih SayangNya itu kepada seluruh makhlukNya tanpa terkecuali.

Di dalam seluruh kejadian yang kita alami selalu terkandung Kasih SayangNya. Baik itu kejadian yang kita anggap menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, di dalamnya selalu ada hikmah yang menunjukkan pada kasih sayang Allah kepada makhlukNya. Suatu ketika nanti, jauh setelah kejadian, barulah kita tahu bahwa kejadian yang kurang mengenakkan pun ternyata mempunyai hikmah. Tentu saja bagi mereka yang mau mengambil pelajaran dari kejadian itu.

Karena itu, meskipun sudah ditegaskan dalam ayat pertama basmallah Allah perlu menegaskan kembali sifat Rahman dan RahimNya di ayat ketiga. Ini sekaligus menunjukkan bahwa sifat Rahman dan Rahim Allah itu lebih dominan dibandingkan sifat-sifat yang lain. Di dalam al Qur'an kata Rahim diulang sebanyak 114 kali, sedangkan kata Rahman diulang sebanyak 57 kali. Kata Allah diulang sebanyak 2.698 kali.

Maliki yaumiddiin
Ayat ini biasa diterjemahkan sebagai: Penguasa Hari Kemudian atau Pemilik Hari Kemudian. Memang makna Malik (dibaca pendek) adalah 'Raja' atau 'Penguasa'. Sedangkan Maalik (dibaca panjang) adalah bermakna Pemilik. Kedua cara baca itu boleh dilakukan.

Dalam ayat ini ada dua informasi yang perlu kita selami maknanya. Yang pertama Hari Kemudian. Dan yang kedua adalah Penguasa sekaligus Pemilik.

Pada bagian yang pertama, Allah mengingatkan kepada kita bahwa kehidupan di Dunia ini sebenarnya belum final. Ada kehidupan yang kedua yang justru 'lebih kekal' dan lebih baik. Karena itu jangan sampai terjebak pada kehidupan Dunia. Kita bisa mengalami masalah serius pada kehidupan kedua kita nanti. Tapi bagi yang menyadari bahwa kehidupan Dunia hanya sementara, serta menjadikannya sebagai perjuangan untuk kehidupan berikutnya, maka mereka akan berbahagia di 'Hari Kemudian'. Sungguh kebahagiaan Dunia hanya semu belaka, sedangkan kebahagiaan Akhirat bersifat lebih kekal dan lebih baik.

Sementara itu, Allah juga mengatakan bahwa Dia adalah Penguasa dan sekaligus Pemilik 'Hari Kemudian'. Artinya, Allah ingin menegaskan kepada kita, kalau ingin selamat dan berbahagia di Hari Kemudian, mintalah petunjuk dan pertolongan kepadaNya. Sebab Dialah yang paling tahu tentang Hari Kemudian itu. Jangan meminta kepada yang lain.

lyyaaka na'budu wa lyyaaka nasta'iin
Hanya kepadaMu kami mengabdi dan hanya kepadaMu kami minta pertolongan. Ayat ini nyambung langsung dengan ayat sebelumnya. Setelah kita menyatakan bahwa Dialah Pemilik dan Penguasa Hari Kemudian, maka kita mengikutinya dengan pernyataan berikutnya, bahwa hanya kepadaNyalah kita mengabdi, dan hanya kepadaNya pula kita meminta pertolongan.

Ayat ini mengandung pengajaran untuk bertauhid hanya kepada Allah. Janganlah mengabdi kepada yang selain Allah, dan jangan pula meminta pertolongan kepada yang bukan Allah. Seluruh pengabdian dan harapan kita fokuskan hanya kepada Allah, Sang Maha Perkasa dan Maha Agung. Ini merupakan penjabaran dari kalimat tauhid laa ilaaha illallaah.

Di ayat lain Allah menjabarkan dengan sangat mendasar, bahwa kita memang mesti melandasi keyakinan tauhid kita dengan logika yang baik. Hal itu dikemukakanNya dalam ayat berikut ini.

QS. Al Qashash (28): 88.
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tdak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNyalah segala penentuan, dan hanya kepada Nyalah kamu dikembalikan.

Ini sungguh ayat yang sangat menarik untuk dikaji. Namun saya hanya ingin mengambil salah satu sisinya saja. Allah mengatakan, janganlah kita menyembah tuhan lain selain Allah karena segala sesuatu selain bakal binasa. Jadi, kenapa kita mesti bertuhan kepada sesuatu yang bakal binasa dan tidak kekal. Hanya Allahlah yang layak kita jadikan Tuhan.

Inilah setidak-tidaknya yang mesti terbayang dan 'hidup' dalam benak kita ketika melakukan shalat. Terutama pada saat membaca surat al Fatihah.

lhdinash shiraathal mustaqim
Ayat-ayat di dalam al Fatihah terus mengalir membangun kepahaman yang utuh. Setelah kita membangun komitmen untuk bertuhan hanya kepada Allah yang Penyayang dan Menguasai Hari Kemudian, maka berikutnya kita benar-benar meminta pertolongan kepadaNya, dengan mengucapkan ayat ke enam ini : "Tunjukilah kami jalan yang lurus." Atau dalam tafsir Al Misbah, Quraish Shihab, diterjemahkan sebagai : "Bimbinglah kami menuju jalan yang lebar dan luas."

Kalimat sederhana ini memiliki dua makna pokok, yaitu 'jalan yang lurus, lebar dan luas' (shirath al mustaqiim) dan permohonan petunjuk (ihdinaa). Maka kita menangkap kesan bahwa hidup ini harus terus berupaya untuk berada di jalan yang lurus dan lapang itu. Jalan yang bakal membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik di Dunia maupun di Akhirat.

Namun, untuk bisa selalu berada di atas jalan yang lurus dan lapang itu kita mesti meminta pertolongan dan petunjuk hanya kepada Allah. Karena Dialah yang Menguasai Hari Akhir, Dialah yang memelihara alam semesta, dan Dialah Dzat yang Maha Pemurah lagi Sangat Menyayangi.

Maka, sebagaimana Dia katakan di ayat yang lain, bahwa Allahlah tempat meminta. Dan jika kita meminta kepadaNya pasti akan dikabulkan, asalkan kita benar-benar hanya memper Tuhan kan Dia saja.

QS. Al Baqarah (2): 186
"Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

Itulah makna dari 'Ihdinash shiraathal mustaqiim'. Agar makna kalimat ini lebih terasa, maka kaitkanlah dengan berbagai permasalahan hidup yang sedang kita hadapi. Apa pun masalahnya, serahkanlah kepadaNya, sambil mengucapkan: “Tunjukilah kami jalan yang lurus dan lapang”

Dalam shalat, saya sering mengkaitkannya untuk memohon tambahan ilmu pengetahuan dan hikmah agar saya bisa memahami kehidupan ini lebih baik. Dan yang paling penting, saya memohon agar dibimbing untuk semakin dekat kepadaNya dan kembali kepadaNya dalam kualitas terbaik saya alias khusnul khatimah ...

Shiraathalladziina an'amta'alaihim
"Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat. Betapa konkretnya do'a dalam surat al Fatihah ini. Dalam penggalan ayat tersebut di atas, Allah mengarahkan kita agar berdo'a secara strategis dan aman. Apa maksudnya?

Ada orang yang berdo'a dengan cara menyebut dan meminta secara spesifik, misalnya minta rezeki, minta kekuasaan, dan lain sebagainya tanpa paham apakah permintaannya itu akan memberinya kenikmatan. Seringkali karena keterbatasan pengetahuan kita, permintaan yang kita mohonkan itu justru menimbulkan bencana di waktu mendatang.

Maka Dia mengajari kita bahwa berdo'a yang 'strategis' adalah yang meminta hasil akhirnya, yaitu kenikmatan. Dengan kata lain, kalau minta rezeki mintalah rezeki yang membawa kenikmatan. Jika meminta 'kekuasaan' mintalah yang membawa kenikmatan. Kalau meminta kesehatan dan umur panjang, juga mintalah yang memberikan kenikmatan. Ya, secara umum mintalah kepada Allah sesuatu yang memberikan kenikmatan.

Bahkan, yang lebih menarik bukan sekedar hasil akhirnya, melainkan seluruh proses yang kita jalani kita mintakan berisi kenikmatan. Karena itu, isi doa'anya adalah mohon agar dibimbing ke jalan yang berisi penuh kenikmatan. Betapa hebatnya do'a ini, seluruh proses dan hasilnya berisi kenikmatan!

Ghairil maghduubi 'alaihim waladhdhoollin
Apakah jalan kenikmatan itu? Ayat di atas menggambarkan, sebagai : “bukan (jalannya) mereka yang dimurkai dan bukan (jalannya) mereka yang sesat.”

Ada dua golongan manusia yang harus kita jauhi dalam kehidupan ini yaitu orang yang 'dimurkai' dan orang yang 'sesat'. Sedangkan orang-orang yang memperoleh kenikmatan, ada empat golongan sebagaimana diinformasikan Allah di dalam Al Qur'an, berikut ini.
QS. An Nisaa'(4): 69
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-Nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. "

Keempat golongan yang memperoleh kenikmatan itu adalah : para Nabi, para shiddiqin, syuhada', dan orang-orang yang saleh. Para Nabi adalah orang pilihan yang memang diutus oleh Allah untuk mengajak manusia 'kembali' ke jalan Allah. Mereka adalah orang-orang pilihan yang terjaga dari dosa-dosa, dan akan memperoleh kebahagiaan Dunia dan Akhirat.

Yang kedua adalah Shiddiqin, yaitu orang-orang yang selalu menjaga kebenaran dan kejujuran dalam hidupnya. Mereka juga selalu memperjuangkan kebenaran itu apa pun yang bakal menimpa mereka. Mereka adalah orang-orang yang terpelihara di sisi Allah.

Yang ketiga adalah syuhada, yaitu orang-orang yang menjadi pejuang dalam menegakkan kalimat Allah di muka Bumi. Mereka mengorbankan jiwa dan raganya demi tegaknya agama Allah. Tentu Allah akan memberikan balasan yang berlipat ganda atas keikhlasan mereka memperjuangkan agama Allah itu.

Dan yang keempat adalah orang-orang yang saleh, yaitu mereka yang selalu berusaha berbuat kebajikan serta bermanfaat untuk umat manusia seluruhnya. Dia orang yang banyak-banyak menolong, meniru sifat-sifat Allah yang Maha Penyayang, Maha Pemberi, Maha Adil, dan Maha Pemelihara. Mereka adalah orang-orang yang disayangi Allah karena kesalehannya.

Sebaliknya, di antara manusia ada orang-orang yang pekerjaan menimbulkan keonaran, menciptakan masalah bagi lingkungannya, membuat kerusakan serta hal-hal yang merugikan orang lain. Dengan sendirinya orang yang demikian adalah orang-orang yang menentang ajaran Allah.

Dia menentang sifat-sifat Allah yang universal dalam kehidupannya, seperti kasih sayang, keadilan, kejujuran, kedamaian, kesejahteraan, dan lain sebagainya. Maka orang yang demikian pantas menerima kemarahan. Baik dari Allah maupun dari manusia seluruhnya.

Dalam al Qur'an kata maghdub 'alaihim dikaitkan dengan orang-orang Yahudi. Menurut Quraish Shihab dalam buku tafsirnya, kata ghadlab di dalam al Qur'an diulang sebanyak 24 kali. Dan 12 kali diantaranya digunakan untuk menggambarkan kemarahan terhadap orang Yahudi. Sedangkan sisanya digunakan secara bervariasi berkait dengan berbagai pelanggaran oleh orang-orang musyrik, munafik dan sebagainya.

Kalau kita. melihat perilaku orang-orang Israel (Yahudi) dewasa ini yang demikian 'beringas' dan tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan terhadap orang Palestina, dan umat Islam pada umumnya, barangkali kita menjadi paham tentang makna ayat tersebut. Dan itu sudah terjadi sejak zaman Nabi Musa, dahulu kala.

Maka kita berdo'a kepada Allah agar tidak dijadikan orang-orang yang beringas' seperti itu. Orang-orang yang tidak paham dan tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan. Yang pada gilirannya, hanya akan menciptakan kesengsaraan dan kehancuran dimana-mana. Kita justru ingin menjadi orang-orang yang bermanfat seperti keempat golongan pembawa kenikmatan hidup, di atas.

Sedangkan golongan yang kedua, adalah golongan orang sesat. Golongan ini digambarkan sebagai orang-orang yang tidak tahu arah dalam hidupnya. Mereka tersesat, justru setelah tahu kebenaran. Mereka tahu ada petunjuk di dalam Islam, tetapi mereka tidak mau untuk mengikutinya. Baik karena kedangkalan pemahamannya maupun dikarenakan kesombongannya.

Ada beberapa ayat di dalam al Our'an yang menggambarkan Adh dhallun (orang yang tersesat). Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini.

QS. Ali Imran (3): 90
Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.

OS. Al Hijr (15) : 56
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat".

Kedua ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa orang yang tersesat adalah mereka yang 'bingung' dan tidak tahu jalan kebenaran. Meskipun mereka tadinya beriman, mereka kemudian kembali menjadi kafir. Meskipun mereka tahu bahwa Allah adalah Maha Berkuasa dan Maha Pemurah, tetapi mereka tetap juga berputus asa, seperti orang-orang yang tidak memiliki Tuhan.

Maka, dalam ayat ketujuh ini, kita memohon Allah agar tidak dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang tersesat. Kita ingin menjadi orang yang berpegang teguh kepada tali Allah, sehingga hidup kita tidak terombang-ambing dan sejahtera di Dunia maupun di Akhirat nanti.

Demikianlah do'a yang kita panjatkan kepada Allah sepanjang surat al Fatihah. Surat yang menjadi ‘jiwa’ dari shalat kita. Di dalamnya kita mengakui Kebesaran, Keagungan dan Kemaha Pemurahan Allah, sekaligus kita memohon kepadaNya agar hidup kita dibimbing menuju kepada kenikmatan hidup di Dunia dan Akhirat.

4. Ruku', Sujud dan Tasbih
Ruku', sujud dan tasbih adalah gerakan dan bacaan pokok di dalam shalat. Hal ini telah dilakukan sejak zaman Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman, Isa sampai Muhammad. Hal, itu dikemukan oleh Allah dalam berbagai ayatNya.

QS. Al Baqarah (2): 125
"Dan (Ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah)' tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang I’tikaaf, yang ruku' dan yang sujud".

QS. At Taubah (9): 112
"Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mumin itu."

QS. Ali Imran (3): 43
"Hai Maryam, ta'atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'.

QS. Al Fath (48): 29
"Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud."

Dan berbagai ayat lainnya yang menggambarkan tentang ruku'dan sujud sebagai gerakan pokok dalam shalat, sejak zaman Rasul Rasul sebelumnya sampai orang-orang beriman kini. Kata rakaat sendiri diambil dari kata ruku' sehingga, juga dijadikan batas hitungan satu rakaat. Artinya, jika dalam shalat berjamaah, seorang makmum tidak bisa mengikuti imam saat ruku' (terlambat) maka dia dihitung belum melakukan rakaat tersebut. Sebaliknya, jika dia bisa mengikutinya, meskipun tidak sempat mengikuti bacaan al Fatihah yang dibaca imam, dia tetap dihitung satu rakaat.

Ruku' dan sujud adalah gambaran tunduknya seorang hamba kepada Tuhannya. Di sanalah segala rasa penghormatan, ketaatan dan pengakuan kita ucapkan hanya untuk Allah. Karena itu dalam keadaan ruku dan sujud itu kita mengucapkan subhana rabbiyal'azhiim ("Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung') dan Subhana rabbiyal a’laa ("Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi')

Kedua bacaan itu diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk dibaca dalam shalat kita, seiring dengan turunnya wahyu dalam QS Al Haaqqah (69) : 52 dan QS. Al A'laa (87) : 1. Peristiwa itu diceritakan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh 'Uqbah bin Amir, sebagai berikut:

"Ketika turun 'Fa-sabbih bi ismi rabbika al-azhiimi', (maka sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Agung - QS Al Haaqqah (69) : 52), Rasulullah saw bersabda : jadikanlah itu dalam ruku'mu. Dan ketika turun wahyu 'sabbih isma rabbika al-a’laa' (sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi - QS. Al A’laa (87): 1. maka beliau bersabda, jadikanlah itu dalam sujudmu".

Kita melihat keterkaitan yang sangat erat antara gerakan ruku' sujud dengan bacaan yang kita baca. Sambil ruku' dan sujud itu kita mengagungkan dan memuji Kebesaran Allah.

Dan yang menarik, hal ini bukan hanya dilakukan manusia, melainkan juga oleh makhluk Allah lainnya. Hal itu terungkap dari ayat-ayat di bawah ini, dan banyak ayat lainnya di dalam al Qur'an.

QS. An Nuur (24): 41
"Tidakkah kamu tahu bahwasannya Allah: kepada Nya bertasbih apa yang di langit dan di Bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan."

QS. Al Israa'(17): 44
"Langit yang tujuh, Bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."

QS. Al Insaan (76): 25 - 26
"Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada Nya dan bertasbihlah kepada Nya pada bagian yang panjang di malam hari."

Kita melihat, bahwa ada alur berpikir yang jelas. Shalat adalah identik dengan ruku' dan sujud. Sedangkan ruku' dan sujud identik dengan bertasbih. Maka, shalat identik dengan bertasbih kepada Allah. Dan hal ini dikemukakan Allah pada QS. An Nuur (24): 41 di atas secara trasparan. Bahwa seluruh makhluknya, di langit dan di Bumi melakukan shalat kepadaNya dan bertasbih. Hanya saja tidak semua kita mengerti cara shalat dan tasbih mereka.

Maka kini kita tahu, betapa sentralnya posisi ruku', sujud dan tasbih di dalam shalat kita. Itulah saat-saat seorang hamba begitu dekatnya kepada Sang Pencipta Yang Maha Agung dan Maha Perkasa.

Karena itu, sungguh sayang jika kita melewatkan saat-saat ruku' dan sujud itu begitu saja, tanpa memberikan kesan yang mendalam di hati. Hayatilah saat-saat kedekatan dengan Allah itu sepuas-puasnya. Rasakan kehadiranNya, menyelimuti seluruh kesadaran kita. Dan rasakan pula, pada saat itu kita larut bersama seluruh makhlukNya di alam semesta yang juga sedang bertasbih mengagungkan KebesaranNya.

5. Duduk Tasyahud
Ada dua kali kita duduk tasyahud di dalam shalat. Khususnya shalat yang terdiri dari tiga atau empat rakaat. Yaitu, tasyahud awal dan tasyahud akhir. Tasyahud awal adalah sunnah. Sedangkan tasyahud akhir adalah fardlu.

Dalam hal tasyahud awal, Rasulullah saw pernah tidak melakukannya dalam shalat dhuhur, dan kemudian menggantinya dengan sujud sahwi. Yaitu sujud 2 kali setelah tasyahud akhir, sebelum salam. Karena itu, para ulama sepakat bahwa tasyahud awal adalah sunnah, bukan fardhu. Jika itu fardhu, maka pada saat itu Rasulullah saw pasti akan mengulangi tasyahud awalnya.

Lantas apakah makna tasyahud? Tasyahud akhir adalah saat-saat dimana kita akan segera mengakhiri shalat kita. Inti dari tasyahud ini adalah harapan kebahagian dan penegasan kembali komitmen kita terhadap Allah sebagai Tuhan satu-satunya yang layak kita sembah. Dan muhammad adalah utusanNya, yang membawa risalahNya, serta menjadi ‘guru besar’ kita dalam memahami firman-firmanNya. Karena itu, bacaan tasyahud memuat hal-hal tersebut.

“Salam sejahtera penuh berkah, dan shalawat (rahmat) yang baik hanyalah milik Allah. Semoga salam sejahtera ditetapkan kepada engkau wahai Nabi, dan rahmat serta berkah dari Allah SWT Dan semoga pula salam sejahtera dilimpahkan kepada kami dan kepada semua hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”

Kalau kita merincinya lebih jauh, tasyahud itu diawali dengan penegasan keyakinan kita bahwa segala berkah, rahmat dan hal-hal yang baik di alam semesta ini hanya milik Allah belaka. Setelah itu, kita memohon kepadaNya agar melimpahkan segala 'kebaikan' itu kepada Rasulullah saw, kepada diri kita, dan seluruh orang-orang yang saleh. Dan akhirnya, kita membangun kembali komitmen keislaman kita dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Bahwa Allahlah tujuan kita satu-satunya di dalam beragama ini, dan bahwa Muhammadlah yang menjadi utusanNya.

Dengan adanya komitmen tersebut diharapkan kita tetap teguh setelah menyelesaikan shalat, seperti difirmankan Allah pada ayat berikut ini, bahwa setelah selesai shalat kita mesti tetap berdzikir kepadaNya dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring.

QS. An Nisaa'(4):103
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Setelah membaca tasyahud, kita dianjurkan untuk membaca shalawat Nabi, sebagaimana difirmankan Allah berikut ini.

QS. Al Ahzab (33): 56
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.

Bagaimanakah shalawat yang harus kita baca untuk beliau di dalam shalat? Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Laila, kebanyakan kita membaca shalawat Nabi sebagai berikut, yang dikenal sebagai shalawat Ibrahimiyah. Sebuah ungkapan penghormatan dan rasa terima kasih kita kepada Rasulullah saw dan Nabi Ibrahim beserta keluarga keluarga beliau.

"Ya Allah berikanlah shalawat (rahmat) kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau berikan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Berikanlah berkah kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Di dalam alam ini, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia."

Dan di bagian terakhir dari seluruh rangkaian shalat, kita dianjurkan untuk berdo'a, memohon pertolongan atas berbagai masalah kehidupan yang kita hadapi. Dimana, hal ini juga telah kita ucapkan pada saat duduk di antara dua suiud, dengan redaksi yang diajarkan, untuk mohon ampunan, permaafan, rezeki, kesehatan, kecukupan, dan lain sebagainya.

Nah, kalau kita merasa masih ada keinginan untuk berdo'a memohon pertolonganNya, maka setelah tasyahudlah waktunya. Setelah tasyahud, sebelum salam, kita boleh berdo'a sepuas-puasnya, mengadukan berbagai persoalan. Dan memohon pertolonganNya. Setelah itu, salam.

6. Salam
Di sinilah kita telah sampai pada garis finish 'perjalanan' shalat kita. Seluruh do'a dan pujian-pujian mengalir sepanjang shalat yang khusyu'. Dimulai dari Takbir yang membesarkan Asma Allah, berserah diri dan berkomitmen untuk tetap menyembah pada Allah, minta pertolongan hanya kepadaNya, sampai kepada ungkapan terima kasih kita kepada Rasulullah saw, dan kemudian ditutup dengan do'a.

Seluruhnya bermakna Do'a dan Dzikir kita kepada Sang Maha Agung. Sebuah upaya untuk hadir dan menghadirkan Allah dalam seluruh kesadaran kita. Maka, tidak ada lagi yang bisa menghalangi 'pertemuan' itu. Kita telah bertemu denganNya dalam seluruh makna shalat kita. Sebagaimana Rasulullah saw telah 'bertemu' denganNya saat Mi'raj di Sidratul Muntaha...

Tapi bisakah kita terpesona, sebagaimana Rasulullah saw terpesona? Entahlah. Karena semuanya kembali kepada niat dan kesungguhan hati kita pada saat melakukan 'perjalanan' Mi'raj lewat shalat kita...

Namun percayalah, Allah begitu dekat dengan kita, lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Dan, pada detik ini pun, Dia tahu persis apa yang sedang dibisikkan oleh hati kita. Maka, 'pertemuan' dengan Allah sungguh begitu dekatnya. Tak perlu kemana-mana, dan tak butuh menunggu waktu lama. Kapan pun kita mau, ambillah air wudlu, hadapkan wajah ke kiblat, buka mata hati selebar-lebarnya lewat keikhlasan hati kita, maka Allah akan hadir di dalam kekhusyukan makna shalat kita ...

Semoga keselamatan,
rahmat Allah dan barokahNya
dilimpahkan kepada Anda semua. . .