Monday, March 5, 2007

Rindu BersamaMU



Ya Allah
Dzat Yang Maha Perkasa dalam Mencipta
ketika kutengadahkan mukaku untuk menatapMu
yang tampak adalah awan biru
Ketika kutundukkan kepala dalam khusyu' shalatku
yang tampak adalah bekas keningku

Ketika aku menoleh ke kanan
yang tampak adalah anak-anak jalanan
sedang menengadahkan tangan mencari makan
Ketika aku menoleh ke sebelah kiriku
kulihat seorang ibu dengan penuh kasih sayang
mendekap putranya yang lagi menangis kehausan
Ketika kutebarkan pandanganku jauh kedepan
kulihat tetumbuhan yang begitu indah & menawan

Ya Rahmaan
Semua yang Engkau cipta mempunyai makna
Engkau adakan diriku agar mengabdi kepadaMu

Nyatalah sudah
dari setiap benda dan peristiwa
di sana tampak wajahMu nan elok dan mempesona
andaikan Engkau tetapkan waktu di bumi ini menjadi
seribu jam, atau bahkan lebih...aku tiada peduli
akupun tetap bersamaMu
karena menyaksikan setiap karya ciptaMu
membuat hati menjadi rindu...



Hampir setiap pagi, sesudah subuh, saya selalu jalan sehat. Ada beberapa manfaat yang saya dapat. Pertama, saya lebih bugar. Sebagai seorang penulis, hampir sepanjang hari saya duduk di depan komputer. Dengan jalan pagi itu, saya bisa menggerak-gerakkan anggota badan sambil melentur-lenturkannya.

Yang kedua, saya sering memperoleh ide sambil jalan pagi. Ada saja yang berseliweran di benak. Kadang saya memperoleh judul baru. Di waktu yang lain, saya bisa memecahkan analisa masalah yang sedang buntu. Dan suatu ketika, saya bisa merekonstruksi berbagai macam ayat al Qur'an yang kadang terasa kontradiktif.

Tapi yang paling mengesankan, ketika sedang jalan pagi itu saya seringkali 'bertemu Allah'. Dia 'suka menampakkan Diri' dimana-mana. Di sepanjang rute jalan pagi saya.

Kadang Dia 'muncul' di pepohonan. Kadang muncul di bebatuan. Kadang muncul di air hujan yang menetes. Kadang muncul di cakrawala, menjelang terbitnya sang matahari. Kadang menyelinap di denyut jantung yang terus berdegup, ditingkahi nafas memburu saat berjoging.

Saya menyukai saat-saat seperti itu! Karena saya jadi bisa berdialog denganNya. Tentang apa saja. Tanpa harus terikat berbagai aturan protokoler. Saya merasa memperoleh 'teman ngobrol' di sepanjang jalan pagi itu.

Suatu ketika, saya tertegun memandangi pohon di pinggir jalan. Ada sederet pohon Flamboyan berjajar. Sangat indah. Bunganya merah kekuningan cerah, bermekaran. Batangnya kokoh, tinggi menjulang. Cabang-cabangnya berjuntai ke sana kemari.

Tiba-tiba saja, saya 'melihat' Allah. Jajaran pohon Flamboyan ini sungguh unik. Di antara sekian banyak pohon itu tidak ada yang sama. Model batangnya, cabangnya, bentuk kelindan akarnya, dedaunan, sampai bunga-bunganya.

Saya mendekat. Menyentuh batang. Ternyata tekstur batang itu pun tidak ada yang sama. Saya jadi terpesona. Ya Allah, Engkau sedang mempertontonkan sebuah karya seni yang luar biasa indah kepadaku. Sebuah seni instalasi yang benar-benar nyata dan hidup...

Bagaikan seorang seniman, Engkau pamerkan Mahakarya yang sempurna tiada bandingnya. Engkau ukir pohon Flamboyan itu selama bertahun-tahun sepanjang usianya!

Dari biji Engkau tumbuhkan. Dari batang yang kecil dan lemah Engkau besarkan dan kuatkan. Dari pendek Engkau tinggikan. Daun-daunnya Engkau tata sedemikian indah, bersusun-susun ribuan jumlahnya. Sehelai daun pun tidak ada yang sama. Lantas Engkau poles dengan warna hijau nan segar. Ada juga yang agak kepucat-pucatan. Bahkan sebagian yang lain Engkau hiasi dengan warna kuning, sebelum ia rontok jatuh ke bumi.

Sejumlah bunga berwarna merah kekuningan berjatuhan ke bumi. Begitu mempesona. Kupungut beberapa. Helai-helai kelopaknya indah. Tapi, tak ada yang sama. Sekadar mirip, dan hampir sama. Ada yang warnanya lebih merah. Tapi banyak juga yang agak kekuningan. Ada yang kelopaknya melebar. Tapi, banyak pula yang agak memanjang.

Saya tepekur memandangi pohon Flamboyan. Betapa 'sibuknya' Engkau ya Allah mengukir dan mewarnai pohon Flamboyan ini. Di waktu yang sama Engkau sedang memahat lekuk-lekuk batangnya, mulai dari ujung akar sampai ujung ranting tertinggi. Namun, di saat itu pula Engkau sedang mewarnai ribuan dedaunan, sambil menentukan mana yang rontok dan mana sedang bertunas.

Tak hanya itu, ribuan bunga-bunganya pun sedang terus bermekaran, tumbuh mengembang, dan kemudian rontok dengan cara yang sangat mempesona.

Dan bukan hanya satu pohon, yang sedang Engkau pamerkan kepadaku, tetapi sejumlah pohon yang berjajar menawarkan indah lekuk tubuhnya, sambil bergoyang-goyang dihembus angin pagi.

Tiba-tiba, saya merinding mengingat jumlah pohon Flamboyan di muka bumi. Yang barangkali jumlahnya jutaan pohon tersebar diberbagai benua. Dan lebih bergidik lagi, mengingat bahwa jumlah pohon selain Flamboyan jauh lebih banyak.

Ada bermiliar-miliar pohon dan tetumbuhan yang sedang tumbuh bergeliat di seluruh hamparan bumi. Dan semua itu Allah yang mengendalikannya. Memahatnya. Mewarnainya. Merontokkan. Menumbuhkan tunas-tunasnya. Dan mengontrol seluruh proses-proses biokimiawi yang ada di dalamnya. Sepanjang waktu yang terus berjalan.
Saya jadi teringat sebuah ayat di dalam al Qur'an bahwa Allah adalah Dzat Maha Pemurah dan Maha Perkasa yang selalu dalam kesibukan...

QS. Ar Rahman (55) : 29 - 30
Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Aku telah 'bertemu' denganMu lewat pohon Flamboyan itu. Bahkan sempat berdialog dalam keasyikan yang panjang di pagi yang cerah...

Di kali lain aku melihat Engkau di sinar matahari yang baru terbit. Kupandangi rona merah di ufuk timur. Sesaat kemudian, berangsur-angsur matahari menampakan wajahnya. Indah sekali. Mata telanjangku sempat menikmati sang surya beberapa detik. Sebelum kemudian menjadi silau oleh sinarnya yang terang. Aku terpana. Kurasakan hangatnya sinar kuning keemasan menyergap tubuhku yang berpeluh.

Betapa dahsyatnya energi yang tersimpan di matahari itu. Seluruh muka bumi ini menjadi hangat karenanya. Padahal jaraknya sekitar 150 juta km. Itu pun terpancar ke segala penjuru tata surya. Bukan hanya menyoroti bumi. Bumi hanya kebagian sepersekian persen saja. Yang tidak terlalu besar.

Tapi itu pun sudah panas membakar, di siang hari. Betapa hebat dan akuratnya perhitungan yang digunakan untuk mengukur jarak bumi-matahari, sehingga sinar dan energi yang sampai ke muka bumi sangat tepat ukurannya. Tidak terlalu panas. Tidak terlalu dingin. Cocok untuk kehidupan. Bahkan demikian nikmat...

Kuresapkan kenikmatan bermandi matahari itu. hangatnya merembes ke seluruh kulitku. Ke tulang-tulangku. Ya,ultraviolet itu. Ia membangkitkan mekanisme canggih di sekujur tubuhku. Yang menguatkan tulang-tulangku dan berbagai proses biokimiawi yang melibatkan vitamin D. Memberikan energi kehidupan yang tiada tara.

Bertaburan jutaan cahaya dengan frekuensi yang berlapis-lapis. Menyebabkan indahnya dunia. Bayangkan jika sinar matahari tidak mengandung cahaya bertingkat-tingkat seperti pada pelangi, maka sungguh dunia ini menjadi membosankan.

Tidak ada lagi warna-warni cerati kembang, hijaunya dedaunan, coklatnya kayu pepohonan, birunya gunung dan cakrawala, putihnya saputan mega, dan hitam legamnya bebatuan di ngarai dan sungai-sungai.

Semua itu, karena Allah menebarkan jutaan warna di dalam sinar matahari yang putih keemasan. Seluruh warna berada di dalamnya. Dan, ketika mengenai benda-benda, warna-warni itulah yang memantul-mantul ke mata kita. Demikian indah...

QS. An Nuur (24) : 35
Allah (Pemberi) cahaya langit dan Bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dart pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui sega/a sesuatu.

Jika tidak, maka dunia ini jadi hitam putih belaka. Ketika malam hari segalanya berwarna hitam. Dan siang hari berubah menjadi putih, dengan gradasi warna putih - abu-abu - hitam. Persis seperti kepahaman seorang yang butawarna terhadap dunia. Gelap-terang, hitam dan putih...

Aku tepekur. Begitu canggih Allah menciptakan kehidupan. Matahari diciptakanNya sebagai pelita bagi Bumi. Bahan bakarnya, gas hidrogen yang bereaksi secara termonuklir, terbakar menjadi gas Helium. Selama bermiliar-miliar tahun. Belum juga habis. Padahal kalau itu habis, Bumi pun kiamat. Dan habislah kita semua...

Aku melihat Allah sedang 'sibuk' mengendalikan matahari dengan penuh kasih sayang. Bukan untuk siapa-siapa. Untuk kita semua, manusia. Makhluk ciptaanNya yang paling sempurna. Sang khalifah Bumi...

Pembaca yang budiman, dari apa yang saya sampaikan di depan, sebenarnya saya cuma ingin mengatakan bahwa Allah adalah Dzat Maha Pengasih dan Penyayang yang selalu hadir di sekitar kita. Ia selalu bersama kita dimana pun dan kapan pun. 24 jam!

Sayangnya, seringkali kita tidak menyadari kehadiranNya. Sebagaimana kita tidak menyadari keberadaan oksigen dalam udara yang kita hirup. Sehingga Allah mengatakan betapa banyaknya manusia yang melewatkan begitu saja pertemuan yang indah itu.

QS. Yusuf (12) : 105
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lewati, tapi mereka tidak menghiraukannya.

Nah, diskusi yang sedang anda baca ini ingin mengajak anda untuk bertemu dengan Allah. Bersama-sama denganNya sepanjang hari...

Apa yang tertulis dalam diskusi ini, mulai dari membuka mata, bangun tidur sampai menutup mata untuk pergi tidur kembali adalah pengalaman nyata.

Semua yang ada di dalam diskusi ini sekedar contoh kecil dalam kehidupan kita, yang barangkali perlu untuk direnungkan. Ada yang tampak sederhana. Atau kadang terasa rumit. Semua mengandung tanda-tanda yang sangat jelas akan kehadiran dan ‘keikut sertaan’ Allah Swt.

Tulisan ini saya harapkan bisa menjadi salah satu media yang efektif bagi kita untuk memasuki kedamaian hidup. Dengan merenungi setiap kejadian yang ada, insyaAllah selama 24 jam kita akan bertemu dan selalu bersamaNya.

Ayat kunci yang selalu menyertai setiap kejadian itu, adalah: Q.S. Adz - Dzariyat : 56, dan Q.S. Al Baqarah : 115. Mudah-mudahan itu akan membuka mata hati kita untuk selalu ingat dan berbuat kebajikan

Tidaklah heran apabila secara eksplisit di beberapa cerita dan peristiwa, akan muncul kembali ayat-ayat ini sebagai penguat hati agar kita bisa mengambil pelajaran hakiki.

Dari kedua ayat tersebut, dapat diambil kesimpulan yang sangat indah. Bahwa hidup ini sebenarnya hanyalah untuk mengabdi kepada Allah Swt saja. Kemana saja mata kita memandang, kemana saja hati mengenang,di situ kita akan kembali bertemu dengan Tuhan, Sang Penguasa Alam Semesta...

Maka, sebenarnya tidak ada peluang sedikit pun bagi seorang hamba untuk merasa sendirian. Atau, untuk merasa kesepian. Karena Allah selalu bersamanya.

Demikianlah, semoga tulisan ini berkenan di hati. Dan semoga setiap peristiwa yang tertulis di sini, akan menjadi cara untuk bercermin dan merefleksi diri.

Terima kasih yang tiada terhingga kepada bapak,ibu, saudara, yang telah mengijinkan cerita kehidupannya untuk ditulis dalam diskusi ini. Sehingga bisa dinikmati oleh banyak pembaca.

Semoga Allah Swt menyingkap tabir gelap yang senantiasa menutupi mata hati kita, agar kita bisa melihat dan merasakan kehadiran Allah di setiap sudut peristiwa.
Kupersembahkan tulisan ini, buat ibunda, ayahanda, semoga berbagai cerita dalam tulisan ini akan membawa manfaat, baik untuk kehidupan saat ini, atau untuk kemudian hari....

Selamat menikmati! semoga karya kecil ini akan bisa menjadikan lebih dekatnya kita sebagai seorang hamba menuju Rabb Yang Maha Tinggi. insya Allah...

Diskusi ini juga dimaksudkan menjadi salah satu bacaan Program Pelatihan Dzikir Tauhid. Semoga bermanfaat. Dan selamat bertemu dengan Allah selama 24 jam...!

Berwudlu Menjelang Tidur

Pernahkah Anda berpikir, boleh jadi tidur kita malam ini adalah tidur yang terakhir. Esok hari semua orang di sekitar kita terbangun. Tapi kita tidak. Betapa tipisnya batas antara hidup dan mati. Keduanya dipisahkan hanya oleh tidur.

Beberapa waktu yang lalu, saya punya tetangga, sebut saja namanya Pak As. Dia orang yang aktif. Usianya 45 tahun. Anaknya empat. Fisiknya sehat. Banyak kegiatan. Di kampung, maupun di pasar, dia sangat menonjol. Pagi hari hampir tidak pernah terlambat shalat subuh di masjid.

Suatu ketika, seusai shalat dhuhur di masjid, Pak As tidak kembali ke pasar untuk menjaga toko. Entah kenapa, hari itu ia ingin di rumah saja. Makan bersama keluarga, shalat Dhuhur, dan kemudian istirahat menunggu shalat Ashar.

Shalat Ashar dilakukannya di masjid. Pulang shalat Ashar dia tidur. Tidak biasanya, sore itu ia tidur sangat lelap, sampai menjelang maghrib. Tak ada tanda-tanda apa pun sebelumnya. Menjelang maghrib ia dibangunkan oleh keluarganya. Tapi, innalillahi ternyata ia tidak bisa bangun lagi. Kembali kepada Sang Pencipta, untuk selamanya.
Saya tercenung. Betapa cepat datangnya kematian. Tidak ada tanda-tanda. Tidak didahului 'kata pengantar'. Tanpa ijin, dan tanpa permisi. Maunya tidur, kebablasan mati...!

Tapi saya juga 'iri' sama Pak As. Enak sekali cara matinya. Banyak orang menjelang mati mengalami penderitaan yang menyakitkan. Ia mati, sambil 'tidur-tiduran'. Sesudah shalat Ashar, dalam keadaan berwudlu. Ah, sungguh nikmat...

Saya jadi teringat ucapan bapak saya. Beliau mengajarkan hadits rasulullah saw kepada saya agar selalu berwudlu sebelum tidur.
" Jika engkau akan tidur; berwudlu'lah seperti wudlu untuk sembahyang, kemudian berbaringlah pada pinggang sebelah kanan..."
( HR.Bukhari, Muslim )

Mungkin, maksud bapak saya, jika kebablasan mati, kita dalam keadaan berwudlu. Bertemu Allah dalam kondisi tersuci. Betapa indahnya...

Apalagi, jika berangkat tidur, kita berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Beliau mengajarkan agar menjelang tidur kita berserah diri kepada Allah. "Bismika allahumma ahya wabismika amuut..." Dengan NamaMu ya Allah aku hidup, dan dengan NamaMu aku mati...

Sungguh tidur yang tenang. Tidur yang aman. Dan tentram. Semua kita pasrahkan kepada Allah. Termasuk hidup dan mati kita. Karena kita tahu, bahwa hidup dan mati ini memang bukan milik kita. Ini semua milik Allah. Kapan pun Dia mau mengambilnya kita serahkan dengan sepenuh hati. Seikhlas-ikhlasnya.

Nah, karena dalam tidur kita kehilangan kesadaran sepenuhnya, maka kita pun tidak tahu apakah kita masih bisa sadar kembali atau akan 'tidur' selama-lamanya. Siapa yang berani menjamin bahwa kita besok pasti akan terbangun kembali? Tidak ada. Seorang dokter yang paling hebat pun, tidak berani menjamin bahwa orang yang tidur itu pasti akan bangun kembali di esok hari.

Paling-paling dia hanya berani berkata: mungkin atau mudah-mudahan, esok dia bangun seperti sedia kala. Hidup kita ini hanya bermain-main dengan kemungkinan dan probabilitas. Tidak ada yang pasti. Segala kepastian itu hanya milik Allah saja. Maka sandarkan saja kepada Allah yang Maha Berkuasa. Di Genggaman TanganNya-lah hidup dan mati kita berada...

Begitu terbangun dari tidur di esok hari, kita sangat bersyukur. Karena ternyata Allah masih mengijinkan kita untuk menikmati hidup. Kita masih diberi kesempatan umur. Padahal orang-orang di sekitar kita, boleh jadi telah diputuskan.

Maka, orang yang demikian akan berucap alhamdulillah begitu terbangun dari tidurnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahwa setiap bangun dari tidur kita dianjurkan untuk mengucapkan: alhamdulillahillaadzil ahyaana ba'da maa amaatana wa ilaihi nusyuur. Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan aku dari matiku dan kepadaNya kita bakal kembali.

Rasa syukur tiada berhingga kita sampaikan kepadaNya sesaat setelah terbangun dari tidur. Kita bisa tersadar kembali dari tidur lelap. Dari rasa 'lenyap' semalaman. Betapa besarnya Kasih dan SayangNya kepada kita. Padahal, kita kan sudah 'hilang' dan tidak merasakan apa-apa selama beberapa jam...

Tidak cuma itu, kita juga diberi ingatan kembali olehNya. Bayangkan jika bangun tidur kita kehilangan ingatan. Betapa menderitanya. Kita tidak ingat lagi istri dan anak-anak kita. Kita tidak ingat lagi sahabat-sahabat dan teman sekerja. Kita tidak ingat lagi makanan kesukaan. Kita tidak ingat lagi semua yang ada di sekitar.

Oh, betapa tersiksanya. Kita kehilangan seluruh keindahan yang ditaburkan Allah di alam sekitar dan di sepanjang kehidupan yang telah kita jalani. Alhamdulilah, Allah masih mengembalikan ingatan.

Betapa besar kasih sayangNya kepada kita...
Kita pun masih diijinkan untuk menikmati berbagai hal yang terkait dengan kesehatan. Masih diijinkan untuk bisa melihat dan membuka mata. Bagaimana jadinya, jika bangun tidur kita tidak bisa melihat indahnya dunia. Tidak bisa mendengar merdunya suara. Tidak mampu menggerakkan anggota badan. Tidak bisa turun dari pembaringan. Tidak bisa berjalan. Dan seterusnya. Dan seterusnya.
Tidak akan ada habisnya kita sebutkan kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada kita. Semuanya karena Dia sangat menyayangi kita. Maka, itulah yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita agar selalu mengingat setiap kenikmatan yang tiada terkira itu.

Itulah tanda, bahwa kita senantiasa ingat kepada Allah. Mau tidur ingat. Bangun tidur juga ingat. Bahkan di dalam tidur pun kita telah berserah diri kepadaNya. Inilah makna Dzikir yang sesungguhnya. Dalam keadaan apa pun. Termasuk di dalam tidur lelap semalaman...

Sebutir Debu di Kedipan Mata

Betapa kalang kabut orang yang matanya kemasukan debu. Terasa perih. Mengganjal. Sakit, berurai air mata. Dan, tidak bisa melihat apa Baja.

Lebih kalang kabut, kalau debu tidak juga mau keluar. Ditiup, tak mau keluar. Dirambang air juga tak mau keluar. Dikucek-kucek, semakin perih. Mata memerah berurai air mata. Tak bisa melakukan aktifitas apa-apa. Bahkan berkedip pun terasa sakit. Sungguh tersiksa...

Tapi betapa jarangnya kita berpikir, seandainya mata kita terganggu seperti itu. Sangat merepotkan dan tersiksa. Siapakah yang bisa menolong kita selain Allah? Barangkali anda akan mengatakan, "bukankah dokter bisa menolong kita"?

Ya, kalau dokter itu pun dicobai oleh Allah dengan problem mata seperti itu, tidak ada yang bisa menghalangi. Betapa banyaknya, dokter jantung terkena penyakit jantung. Dokter saraf terkena penyakit saraf. Dan dokter mata terkena penyakit mata. Tidak ada yang bisa menjamin, bahwa dokter adalah jaminan atas segala problem kesehatan kita.

Itu baru persoalan sebutir debu masuk mata. Belum lagi, soal-soal yang lebih serius berkaitan dengan kesehatan mata kita. Banyak sekali penyakit mata aneh-aneh yang diderita oleh manusia di muka bumi ini.

Sehingga, soal kedipan mata saja, sebenarnya adalah persoalan yang serius dalam kesehatan kita. Bayangkan kalau anda tidak bisa berkedip. Apa jadinya? Setiap kedipan itu membawa nikmat tiada berhingga bagi kesehatan mata kita.

Berkedip adalah mekanisme untuk menetralisir kembali kondisi mata yang kering dan kelelahan. Orang yang melotot terus di depan komputer selama berjam-jam dianjurkan untuk sering berkedip-kedip agar matanya tidak cepat rusak.

Radiasi layar komputer yang mengenai mata kita terus menerus akan menyebabkan pemanasan terhadap kornea mata. Ini bisa menyebabkan kekeruhan dalam jangka panjang. Dengan sering berkedip, mata kita akan basah dan sejuk kembali.

Coba bayangkan, setiap kedipan mata itu, Allah memberikan nikmat dan penjagaan kepada mata kita. Dengan ketelitian yang sangat tinggi. Kandungan air, protein, dan mineral yang terdapat di dalam air mata kita itu terukur dengan cermat. Setiap berkedip Allah mengusap bola mata kita. Subhanallah. Tapi kita tidak merasakannya. Biasa saja.

Coba hitung berapa kalikah Allah mengusap mata kita lewat kedipan itu dalam sehari semalam. Saya hitung, dalam setiap menit, seseorang bisa berkedip antara 60 sampai 80 kedipan. Anggap saja 70 kedipan. Maka dalam 1 jam kita berkedip sebanyak 4.200 kali. Dalam sehari, di luar tidur, kita berkedip sekitar 16 jam x 4200 = 67.200 kali.

Dalam setahun kita bekedip 24.192.000 kali. Dan pada orang yang berumur 40 tahun, mereka sudah berkedip sekitar 967,68 juta kali. Subhanallah. Hampir 1 miliar kali Allah mengusap mata kita agar tidak cepat rusak dan sakit, sehingga merepotkan pemiliknya. Pernahkah kita berterima kasih? Tidak. Kalau pun ada, sangatlah jarang. Tapi, Allah tetap saja menyayangi kita. Memberikan kemampuan berkedip untuk menjaga kesehatan mata kita.

Maka betapa indahnya kalau setiap bangun tidur membuka mata, di pagi hari, kita lantas teringat kepada nikmat Allah yang demikian besar itu. Allah memberikan ijin agar kita masih bisa membuka mata, dan berkedip.

Belum lagi kita bicara hidung, telinga, lidah, mulut, gigi, jantung, liver, ginjal, otak dan lain sebagainya. Bertriliun-triliun kondisi kesehatan kita dikendalikan oleh Allah dengan kecermatan yang tiada tara.

(QS. An Nanl : 18)
Dan jika kamu menghitung-hitung ni'mat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Alhamdulillah, Betapa Segarnya!

Mandi, betapa segarnya! Bisakah anda membedakan segarnya badan antara sebelum dan sesudah mandi? Pasti terasa. Sebelum mandi, lemas. Sesudah mandi, badan lebih segar dan bersemangat.

Islam mengajarkan umatnya untuk mandi. Kenapa? Karena mandi, wudlu, dan membersihkan diri bakal memberikan kondisi yang menyehatkan. Islamlah satu-satunya agama yang mengajarkan mandi secara eksplisit kepada umatnya. Padahal Islam turun di daerah Arab yang sulit air. Tetapi, Allah Maha Tahu, bahwa manusia butuh mandi. Karena itu ada perintah mandi janabat, wudlu, dan istinja'.

Mandi, di era modern, bahkan sering digunakan sebagai terapi dan penyembuhan. Mandi memberikan kesegaran karena menyeimbangkan suhu badan secara keseluruhan.

Ketika bekerja keras seseorang akan mengalami peningkatan suhu secara tidak merata. Aktifitas otak yang intens akan menyebabkan suhu di sekitar kepala meningkat. Aktifitas otot tangan yang berlebihan juga akan menyebabkan suhu di sekitar tangan meningkat. Demikian pula aktifitas kaki, dan lain sebagainya.

Nah, peningkatan suhu lokal ini, akan menyebabkan ketidak-seimbangan kondisi badan. Dengan cara berwudlu, atau apalagi mandi, suhu badan akan diseimbangkan kembali. Segar. Maka, mandi adalah salah satu bentuk nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Semakin bersyukur, semakin nikmat rasanya.

Aktifitas pagi yang tepat, adalah awal yang baik bagi kinerja kita seharian. Bangun pagi penuh nikmat, membuka mata penuh rasa syukur, dan mandi pagi seiring dengan segarnya badan, sungguh bakal memompa jiwa kita. Bekerja dan mencari rezeki pun jadi penuh semangat...

Betapa enaknya orang yang selalu ingat Allah. Berdzikir di setiap waktu yang kita miliki. Semuanya jadi nikmat. Guyuran air pun jadi sumber kebahagiaan. Bukan dibuat-buat. Apalagi dipaksa-paksakan. Semuanya berjalan secara alami, karena kita paham apa yang kita rasakan dan kita alami.

Bahkan kalau kita mau mengamati lebih jauh. Saat di kamar mandi buang air, itu adalah karunia yang luar biasa besarnya kepada kita. Bayangkan kalau kita tidak bisa buang air - besar maupun kecil.

Betapa banyak orang yang menderita dan kemudian masuk rumah sakit karena tidak bisa buang air. Saya pernah melihat seorang kawan yang sakit liver kronis. Salah satu efeknya, dia tidak bisa buang air besar. Setiap buang air besar dia sangat tersiksa. Tapi tidak juga bisa. Perutnya membuncit, karena kotoran tidak bisa keluar dengan lancar. Bahkan pembuluh darah di matanya sempat pecah karena mengejan terlalu keras, setiap buang air besar. Astaghfirullah...

Kita yang sehat ini diberi kenikmatan oleh Allah tiada terkira. Tapi tidak merasakan. Tidak menyadarinya. Tidak mensyukurinya. Jangan menyesal kalau suatu ketika nikmat itu lepas dari tangan kita dan ketemu dengan penderitaan yang menyakitkan. Na'udzubillahi mindzalik. Mudah-mudahan Allah melindungi dan mengampuni kekhilafan kita...

Marilah kita ikuti sabda Rasulullah saw, kita jaga kesehatan semasih kita bisa. Dan kita syukuri nikmat ini selagi diberi kesempatan...

Sabda Rasulullah saw:
“Barangsiapa sehat lahirnya, dan juga sehat batinnya, maka seolah-olah dunia dan isinya ini menjadi miliknya…”

Makan Bersama Allah

Beberapa jauh anda bisa 'melihat' hikmah yang ada di balik makanan yang sedang kita santap? Tahukah anda darimana nasi dan lauk pauk yang anda makan? Tentu saja, anda spontan akan menjawab : tahu!

Bahwa nasi yang kita makan itu, berasal dari padi yang ditanam petani. Bagaimana padi itu bisa jadi nasi? Anda dengan pasti menjawab: karena sudah diproses oleh mesin selep, yang merontokkan kulit bijinya.

Lantas bagaimana bisa sampai ke tempat anda? Tentu saja dibawa oleh pedagang untuk dijual ke perkotaan. Setelah itu dimasak, dan kemudian disajikan di piring makanan kita.

Lebih jauh, saya bertanya, berapa orang yang terlibat dalam proses menyediakan nasi putih di piring anda itu? Yah, saya nggak tahu. Yang jelas cukup banyak.

Ada sejumlah petani, yang menabur biji di sawah. Menyiangi tanaman liarnya. Menunggu dan merawatnya selama beberapa bulan dengan penuh harap dan kesetiaan. Lantas, setelah menguning dipanen untuk dijual ke pedagang.

Sang pedagang punya beberapa karyawan untuk mengurusi dan mengangkuti karung-karung padi. Kemudian di bawa ke pabrik selep, untuk mengelupas kulit bulirnya.

Setelah itu, diangkutlah dengan menggunakan truk-truk menuju daerah-daerah yang jauh dari lokasi pertanian itu. Sampai di kota dijual di toko-toko. Dan kemudian kita beli untuk makan sehari-hari.

Coba cermati berapa banyak orang yang terlibat di dalam proses bulir padi menjadi nasi yang siap kita makan. Bisa ratusan atau mungkin ribuan orang. Belum lagi, sayur mayur, lauk pauk, tempe, tahu, ikan laut, daging sapi dan ayam, telur, dan berbagai bumbu-bumbu masak yang terlibat di dalamnya.

Dari manakah itu semua? Kenapa bisa demikian mudah sampai di meja makan kita, dan kemudian kita santap bareng keluarga, dengan penuh nikmat. Jika anda tidak mencoba mencari hikmah di dalamnya, barangkali anda akan dengan santai mengatakan, bahwa semua itu berjalan dengan sendirinya karena semua orang yang terlibat di dalamnya butuh bekerja.

Tapi, coba renungkan, kenapa mereka tidak menjadi petani semua. Atau menjadi peternak semua. Atau menjadi nelayan semua. Atau, menjadi pegawai semua. Kenapa, ada yang ingin menanam padi, ingin menyalurkan dan mendistribusikan, ingin menjual di toko-toko, ingin membeli, ingin memasak, ingin memakannya, dan lain sebagainya.

Dan, ini melibatkan beribu-ribu orang secara harmonis membentuk suatu tatanan hidup yang saling membutuhkan. Ada yang kaya, ada yang miskin. Ada penguasa, ada rakyat jelata. Ada penjual, ada pembeli.

Bayangkan kalau manusia ini kaya semua. Tidak ada yang miskin. Siapa yang mau menjadi karyawan? Tidak ada. Semua ingin menjadi bos. Bayangkan kalau semua manusia adalah penguasa. Siapa yang mau jadi rakyat jelata? Tidak ada. Bayangkan kalau semua ingin menikmati makanan tanpa terlibat dalam proses penyediaannya. Kita semua malah tidak ada yang bisa makan. Siapakah yang menciptakan harmoni ini? Tidak ada lain. Dialah Allah Sang Maha Bijak dan Maha Pemurah.

Kembali kepada makanan yang sedang kita santap. Dialah, Allah yang menyediakan buat kita. Allah yang menyiapkan nasi putih tanpa kita harus menanam. Allah `memerintah' orang lain untuk menanam buat kita. Agar kita bisa makan dengan enak. Sebaliknya, Allah memerintahkan kepada kita untuk membeli nasi itu sehingga bisa menghidupi petani, pedagang, jalur distribusi, dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.

Allah juga yang memerintah para peternak, nelayan, pembuat tempe dan tahu, juru masak, pembuat piring dan sendok, gelas, teh, kopi, dan segala macam rezeki yang ditebarkanNya di muka bumi.

Ribuan orang atau bahkan jutaan orang terlibat untuk menyiapkan makan pagi, makan siang dan makan malam kita. Selama bertahun-tahun. Selama peradaban manusia. Betapa mempesona dan indahnya...!

Masihkah kita berpikir sempit dan egois? Sementara Allah demikian bijak dan menyayangi kita semua. Ia Maha Pemurah, dengan segala caraNya yang luar biasa. Memudahkan dan memberikan kesenangan, kenikmatan tiada tara...

QS. Al Baqarah (2) : 29
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Namun, yang demikian ini hanya bisa ‘dilihat’ oleh orang-orang yang mencari hikmah dalam hidupnya. Orang-orang yang dekat dengan Allah. Orang-orang yang selalu ingat bahwa segala sesuatu tidak ada yang kebetulan. Orang-orang yang hatinya selalu berdzikir dalam segala situasi dan kondisi.

Termasuk ketika dia sedang menyantap makanannya. Sebelum makan ia ucapkan dan sesudahnya ia bisikkan Alhamdulillah. Karena ia tahu bahwa ia sedang ‘makan bersama Allah'...

Berguru Kepada Buah Jeruk

Berguru kepada Buah jeruk? Apa yang bisa kita jadikan pelajaran? Bukankah jeruk adalah buah yang yang sudah kita kenal bersama? Begitu-begitu saja.

Tapi, sungguh tidak ada yang 'biasa' bagi orang yang belajar ilmu hikmah dari Allah. Semua hal menjadi 'luar biasa'. Dan bisa mengantarkan kita untuk bertemu dengan Allah. Dimana saja. Kapan saja...

QS. Al Baqarah (2) : 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Sebelum berangkat bekerja di pagi hari, kita makan bersama keluarga. Dan, boleh jadi, buah jeruk berada di meja makan menemani kita. Dari buah jeruk yang sedang ada di meja makan itu kita bisa belajar tentang 'manfaat hidup'.

Apakah yang bisa kita petik dari si buah jeruk? Ternyata buah jeruk mengajarkan kepada kita tentang baik dan buruk. Manfaat dan mudharat. Bahwa hidup ini mesti memiliki lebih banyak manfaat dari pada mudharat.

Satu ketika, saya mengupas buah jeruk ‘Keprok’ yang terkenal segar dan manis. Begitu mudahnya mengupas si buah jeruk. Apalagi pada buah yang sudah ranum. Saya nggak tahu, kenapa buah jeruk yang ranum itu mudah dikupas.

Siapakah yang memerintahkan agar buah jeruk mudah dikupas? Padahal ketika masih muda, buah itu lebih sulit dikupas. Kalaupun bisa, biasanya menjadi rusak daging buahnya.

Apakah si buah jeruk itu sendiri yang memerintahkan dirinya agar mudah dikupas manusia? Ah, rasanya mustahil. Karena tentu, dia tidak ingin dikupas-kupas secara menyakitkan kemudian dimakan oleh manusia. Ada 'Sebuah Kehendak' di luar buah jeruk yang memerintahkan kepada pohon jeruk agar memudahkan buahnya untuk dikupas ketika sudah ranum.

Begitu kulitnya terkelupas, saya melihat daging buahnya yang kuning segar. Betapa membangkitkan selera! Saya pisah bagian-bagian buahnya, begitu mudah. Dimakan, begitu segar dan nikmat.

Saya kembali berpikir, siapakah yang mendesain daging buah yang demikian indah itu. Ada daging buah yang terbagi ke dalam potongan yang lebih kecil dengan dibungkus oleh kulit ari yang tipis, tapi liat dan lentur. Arsitekturnya demikian indah dan cermat. Apakah pohon jeruk itu demikian pintarnya, sehingga menciptakan desain yang demikian indah. Hebatnya semua jenis jeruk Keprok itu memiliki arsitektural yang sama. Berjuta-juta buah jeruk Keprok di muka bumi mempunyai rasa khas yang sama, struktur kulit dan warna yang senada, dan musim panen yang seiring. Yaitu, menjelang musim dingin di daerah empat musim. Sedangkan di daerah tropis hampir sepanjang tahun.

Siapakah yang memerintahkan si buah jeruk yang kaya vitamin C itu berbuah menjelang musim dingin, dimana tubuh manusia lebih membutuhkan vitamin C? Apakah buah jeruk itu sendiri. Ataukah ada 'Suatu Kecerdasan' superhebat yang sangat berkuasa? Subhanallah...

Semakin dipikir, semakin banyak hikmah yang terkandung di dalam buah jeruk. Itu baru menyelami salah satu jenis jeruk yang bernama jeruk Keprok saja. Padahal ada berpuluh-puluh jenis buah jeruk. Ada jeruk nipis, jeruk manis, jeruk Bali, jeruk Kikit, jeruk Nambangan, jeruk samba!, dan lain sebagainya yang saya tidak hafal satu persatu. Semuanya memiliki rasa yang khas dan kegunaan yang berbeda-beda.

Ketika sambil termenung-menung mengupas jeruk itu, tanpa sengaja air kulitnya muncrat mengenai mata. Cukup perih juga. Tapi cuma sebentar. Lantas hilang pedihnya. Saya tersenyum.

Ah, selain manfaat yang demikian banyak dari si buah jeruk, ternyata ada juga 'sisi negatifnya'. Kalau kena mata terasa pedih. Tetapi saya kemudian berpikir, jangan-jangan itu pun sebuah manfaat. Hanya saja saya belum tahu manfaat apa yang tersimpan di baliknya. Tapi, kalaupun itu sebuah `sisi negatif' saya melihat begitu sedikitnya, sisi negatif dari buah jeruk. Yang jauh lebih banyak adalah sisi positifnya. Memberi manfaat demikian banyak buat manusia.

Maka, saya pun termenung semakin dalam. Berbagai makhluk yang diciptakan Allah memiliki manfaat yang demikian banyak buat makhluk lainnya. Terutama bagi manusia. Tapi, manusia sendiri tidak demikian. Begitu banyak manusia yang tidak memberikan manfaat buat lingkungannya, melainkan malah memberikan mudharat. Bahkan berbuat bebagai kerusakan yang akhirnya merugikan dirinya sendiri.

Kenapa kita tidak berguru kepada buah jeruk? Ia korbankan dirinya untuk kemaslahatan makhluk lainnya. Untuk manfaat yang lebih luas dan lebih besar. Maka, begitu banyak orang mencarinya. merindukannya. Dan membutuhkan dirinya.

Kehadirannya bukan untuk menyusahkan orang lain, melainkan untuk membahagiakannya.

Bukankah itu yang diajarkan oleh Allah? Tidaklah Allah mengutus nabi Muhammad ke muka bumi ini kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.

QS. Al Anbiyaa' (21) : 107
Dan tiada/ah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Kemurahan Yang Terlupakan

Suatu ketika saya ngobrol dengan seorang teman. Rupanya ia kehausan, dan kemudian mengambil segelas air putih yang memang tersedia di ruangan tersebut. Seteguk demi seteguk dia nikmati air putih itu. Dan kemudian ia bergumam spontan:
“…Aahh, nikmat sekali minum air putih, selagi haus...”
Mendengar gumaman itu saya jadi merasa aneh sendiri. Ada sesuatu yang janggal dengan ungkapannya. Ia merasakan nikmat minum air putih, ketika sedang kehausan. Spontan saya pun bertanya:
" ...Lho, seandainya sedang tidak haus, apakah air putih itu menjadi tidak nikmat? Teman saya juga menjawab dengan spontan : "...wah, tentu saja tidak senikmat ini!"

Ia menjawab dengan penuh yakin. Saya tambah kepikiran dan merenung. Kalau tidak haus, air putih itu rasanya tidak nikmat! Kalau lagi haus, maka air putih yang sama itu, rasanya menjadi nikmat...!

Wah, menarik juga pernyatan teman saya itu! Kalau pernyataan teman saya tersebut dapat dibenarkan oleh pendapat umum, maka ada sesuatu yang sangat menarik, yang tidak pernah terperhatikan sebelumnya, yaitu: bahwa, yang menjadi sebab nikmatnya air, ternyata BUKAN RASA AIR itu sendiri, tetapi adalah RASA HAUS! Jadi terasa aneh. Dan luar biasa!

Berarti, rasa haus itu lebih mendasar dari rasa air. Karena itu yang harus kita cari bukalah rasa air itu, melainkan rasa haus. Bukankah dengan rasa haus itu kita jadi bisa merasakan nikmatnya segelas air putih? Saya jadi terkejut sendiri. Berarti, yang namanya rasa haus itulah sebenarnya yang menjadi penentu nikmat tidaknya seseorang minum air. Maka, 'rasa haus' sebenarnya adalah karunia Allah yang sangat besar kepada kita.

Jika hal ini kita teruskan, maka kita akan menemukan sesuatu yang `lebih aneh' dan luar biasa. Jika lapar adalah yang menyebabkan seseorang menjadi nikmat makan, berarti lapar adalah juga karunia dan kemurahan dari Allah Swt.

Jika sakit adalah yang menyebabkan seseorang dapat menikmati masa sehatnya, maka sakit juga merupakan karunia dan kemurahan Allah Swt....

Sungguh bertambah aneh , pernyataan itu! Rasa haus, rasa lapar, rasa sakit, ternyata adalah kemurahan Allah Swt kepada hamba-hambaNya.
Tapi, mampukah kita melihatnya? Mampukah ketika merasa haus, kita berucap syukur alhamdulillah? Karena, bukankah itu adalah kemurahan dari Allah yang sangat mahal ?

Bisakah ketika lapar, kita juga tersenyum seraya berbisik dengan kalimat alhamdulillah? Sebab, kita juga tahu bahwa lapar adalah kemurahan Allah ?

Dan ketika sakit, mampukah kita dengan tulus ikhlas juga melantunkan kalimat indah alhamdulillah?

Subhanallah. Kita sehat bertemu dengan Allah, kita sakitpun bertemu dengan Allah Swt. Kita kenyang bertemu Allah, kita laparpun bertemu dengan Allah. Sungguh, setiap saat kita akan bertemu dengan kasih sayang Allah Swt.

(QS. Al Baqarah : 115)
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Allah Sembunyikan Kunci Mobilku

LUPA' bisa menjadikan kita sedih, jengkel, atau kecewa. Dan kita menjadi kerepotan karenanya. Dengan sering lupa, aktifitas apa saja yang dilakukan seseorang menjadi tidak bisa berjalan lancar. Karena terhalang oleh lupa.

Misalnya:
Lupa tidak membawa dompet. Padahal sudah berada di tengah perjalanan. Karena begitu pentingnya dompet itu, maka kita mesti kembali untuk mengambilnya. Tentu saja memakan waktu. Dan, menjengkelkan.

Kunci masih berada di dalam mobil, kita lupa. Dan, menutup mobil. Wah, tentu saja sangat merepotkan. Kita harus mencari tukang kunci untuk membongkar pintu mobil.
Lupa jadwal. Lupa kalau hari ini, jam ini ada pertemuan penting.
Lupa membawa alat tulis. Padahal mau ujian. Dan sebenarnya sudah dipersiapkan.
Lupa menjemput anak yang sedang sekolah. Padahal jam pulang sudah berlalu....dsb..dsb.

Salahkah orang yang lupa? Tentu tidak bisa kita salahkan seratus persen. Sebab, ia memang lupa. Mau apa lagi? Begitulah kira-kira jawaban yang sering kita jumpai di sekitar kita.

Bahkan, suatu ketika, saya pernah tidak membayar makanan di sebuah rumah makan. Di tengah perjalanan pulang, baru teringat kalau makanan yang baru saja kami nikmati itu belum terbayar.

Itu terjadi, karena pada saat kami selesai makan, datang seorang teman lama bersama rombongannya. Selama beberapa menit kami terlibat obrolan asyik. Setelah itu, langsung saja kami keluar mengambil kendaraan untuk pulang.

Sang pemilik rumah makan rupanya juga tidak memperhatikan keberadaan kami. Sehingga, ketika kami keluar dari rumah makan tersebut, dianggapnya kami telah membayar di kasir. Barulah keesokan harinya kami kembali ke tempat itu untuk mohon maaf atas kekhilafan kami. Tentu saja, sekaligus membayar makanan yang belum kami bayar.

Baiklah, kita coba melihat 'kasus lupa' dari sisi yang lain. Oleh karena 'lupa' adalah kejadian yang tidak kita sengaja, maka sesungguhnya kejadian ini justru disengaja oleh Sang Pengatur kehidupan.

Tidak ada yang kebetulan di alam semesta ini. Semuanya terkendali olehNya. Kaena itu, kita lantas bisa mencari hikmah dari kasus lupa itu.

Apa saja yang sudah terjadi tidak bisa diubah. Karena, kejadian itu sudah terekam dalam perjalanan waktu. Hari apa, jam berapa, menit keberapa, dan detik keberapa, sudah tidak bisa berubah lagi.

Artinya apa saja yang sudah terjadi, baik kejadian kecil maupun besar, semua sudah 'tertulis' dan kemudian kita menyebut sebagai sebuah ketetapan atau takdir dari Allah Swt. Tetapi sebelum segalanya terjadi, kita berhak untuk mengusahakan sesuai kehendak dan keinginan kita.

Berkaitan dengan itu semua, marilah kita mencoba melihat peristiwa pada diri kita masing-masing. Dari banyak hal yang kita sadari, ternyata aktifitas kita ini ada yang mengatur. Meskipun kita juga mengatur sesuai dengan keinginan kita.

Paling tidak dari kejadian lupa, kita akan bisa melihat bahwa, serentetan peristiwa lupa yang terjadi pada kehidupan tidaklah selalu membuahkan hal yang menyedihkan atau menjengkelkan. Tidak jarang kita jumpai peristiwa lupa, yang menyebabkan kita bersyukur dan berterima kasih kepada Allah. Karena dari kejadian lupa itu kita menemukan manfaat.

Sebagai contoh sederhana, suatu ketika saya betul-betul lupa dimanakah saya menaruh kunci mobil. Padahal mobil baru saya pakai. Seisi rumah saya mintai tolong untuk mencarinya. Tetapi sampai 2 jam lebih tidak juga ketemu.

Sampai-sampai dalam hati saya sempat berburuk sangka kepada tetangga yang kebetulan membawa anaknya yang masih kecil bermain ke rumah. Jangan-jangan di pakai mainan olehnya. Terus jatuh di tempat yang tersembunyi.

Tetapi dengan menepis anggapan tersebut, kami tetap mencarinya. Ketika kami semua mencari kunci yang ‘hilang’ mendadak itu, tiba-tiba saya menemukan fulpen kesayangan saya yang sudah sekian tahun tidak ketemu, yang saya anggap sudah hilang. Betapa senangnya hati saya. Fulpen itu nilainya sangat mahal karena memiliki sejarah dan kenangan tersendiri.

Anehnya, begitu saya menemukan fulpen tersebut, tidak lama kemudian kunci yang kami cari-cari itu pun ketemu di tempat yang sangat mudah untuk dilihat dan ditemukan....subhaanallah.

Allah Swt telah membantu mencarikan fulpen yang hilang sudah sekian lama itu dengan cara yang sangat unik, yaitu `membuat hilang' lebih dahulu benda yang lain.

Begitulah kira-kira salah satu cara Allah menunjukkan kekuasaanNya. Memberikan kesenangan pada kita melalui peristiwa lupa, yang mungkin saja kita tidak suka dengan kondisi tersebut.

Dengan adanya peristiwa lupa, kita kembali bertemu dengan kekuasaan Allah. Tuhan yang mengatur segala persoalan hidup manusia. Tuhan yang Maha Berilmu dan mengendalikan segala kejadian. Termasuk ketika kita lupa. Karena IA selalu ingin memberikan yang terbaik untuk kita...

Kunci Sukses Penjual Orem-Orem

Delapan orang anak
ia tak ikut memelihara
Modalnya hanya suka memberi
Hidupnya pun berlimpah rezeki
Tak pernah ia menyakiti
meski kepada anak sendiri
Allah berikan Hadiah kepadanya
berangkat haji


Inilah sebuah kisah sukses yang menawan hati. tentang diri seorang penjual orem-orem. Makanan khas kota malang yang bertempat di pinggiran jalan.

Kisah ini sangat menarik. Apalagi saya mendengar sendiri cerita itu. Beberapa kali saya pergi ke warung tersebut, untuk mendengarkan cerita demi cerita, sebagai kelanjutannya. Sehingga, akhirnya, saya memutuskan untuk menulisnya dalam diskusi ini.
Ketika itu, rasanya sudah cukup lama kami tidak makan orem-orem langganan saya. Maka, seperti biasanya, pada Minggu pagi saya pergi ke tempat pak Tik. Begitulah panggilan akrab penjualnya.

Sambil menikmati orem-orem kesukaan, saya menyempatkan diri untuk bertanya beberapa hal di seputar keberhasilannya menjual orem-orem. Ternyata ceritanya cukup mengasyikkan. Dan membuat saya menjadi kagum.

Dengan bermodalkan kemauan yang kuat, optimis, kejujuran, dan tekad yang bulat, pak Tik pergi ke kota Malang untuk berjualan. Tempat tinggalnya di dusun pakisaji. Kota kecil di Kabupaten malang. Ia mengadu nasibnya di kota. Uang di sakunya berjumlah Rp.335,- Itulah hasil dari penjualan kambingnya, seharga Rp.200,- dan baju serta sepatu yang dijual dengan harga Rp. 135,-

Peristiwa itu terjadi pada tahun 1967. Ketika pak Tik muda harus mengambil sebuah keputusan untuk pergi ke kota. Jadi, sampai dengan saat ini peristiwa itu sudah berjalan sekitar 38 tahun yang lalu. Tentu 38 tahun merupakan waktu yang sangat lama kalau ditunggu, "...tetapi waktu 38 tahun itu seperti kemarin sore saja..." kenang pak Tik.

Dengan bahasa yang sederhana, pak Tik mengungkapkan rahasia waktu yang dijalaninya kepada saya.

Waktu, berapapun lamanya jika sudah terlewatkan, akan terasa pendek. Sebaliknya, jika waktu kita tunggu-tunggu tanpa beraktifitas, ia akan terasa lama dan membosankan.

Sebagai seorang pemuda yang berkemauan keras untuk sukses di kota, kini impian Pak Tik benar-benar menjadi kenyataan. Dagangannya semakin besar, peminatnya semakin banyak, dan ia nampak bahagia dengan anak-anaknya yang insya Allah shalih & shalihah.

Apa rahasia suksesnya ?
Seperti yang saya duga sebelumnya, suksesnya pak Tik bukan muncul begitu saja. Sukses itu dirintis dari kondisi ‘nol’ dengan modal dasar yang sangat kuat yaitu : niat baik, jujut; dan optimis.

Rupanya apa yang diucapkan dan diceritakannya kepada saya itu bukanlah hal yang dibuat-buat. Terbukti, modal dasar itu sampai dengan kini masih tetap kuat melekat pada dirinya.

Niat baiknya tampak dari perilakunya yang agak 'aneh'. Dia selalu memberi kuah tambahan kepada semua pembeli yang sedang makan, manakala orem-orem yang dimakan tersebut sudah berkurang kuahnya.
Perlakuan 'suka memberi' ini kadang-kadang mengejutkan para pembeli baru. Pokoknya, siapa saja yang kuahnya nampak habis, pak Tik langsung mengambil kuah dan langsung pula ditumpahkan ke piring pembelinya yang sedang makan.

Selain kebiasaan suka memberi kuah, kejujuran dan keikhlasannya juga tampak dari raut wajahnya yang selalu berseri. Ia tidak pernah bermuka masam. Selalu gembira dalam melayani para pembelinya.

Tentang kesabarannya, tak perlu diragukan lagi. Dalam kurun waktu 38 tahun, ia tetap setia berusaha hanya satu jenis makanan saja. Sudah cukup membuktikan, bagaimana keuletan dan kesabarannya. Demikian pula keta'atannya dalam menjalankan ibadah. Shalatnya, insya Allah selalu terjaga.

Akibat dari sikapnya yang selalu suka memberi, dan selalu memperhatikan orang lain sebelum dimintanya, sekarang pak Tik menuai hasilnya. Rezekinya cukup melimpah untuk ukuran keluarganya. Keluarganya kelihatan sangat bahagia....

Pada usianya yang 67 tahun, ia telah dikaruniai delapan orang anak, empat perempuan dan empat laki-laki. Serta delapan orang cucu.

Beberapa waktu yang lalu, saya pergi ke warung pakTik untuk makan orem-orem. Kebetulan hari masih pagi, sesampai di tempatnya, kami lihat pak Tik baru saja membuka warungnya dibantu oleh anaknya. Maka, sambil menunggu persiapan itu saya sempatkan ngobrol dengannya.

Ketika menceritakan anaknya yang berjumlah delapan orang, ia memberikan sebuah keyakinan yang sangat menarik untuk di renungkan.

Katanya : "...untung, lare wolu niku kulo mboten tumut ngingoni...! "
Lha dos pundi, ngingoni awak kulo setunggal mawon kewalahen, napa malih lare wolu."
(untung saja, anak sebanyak delapan orang saya tidak ikut memelihara dan membesarkannya..., Soalnya, memelihara diri sendiri saja sudah kewalahan, apalagi delapan orang anak... )

Mendengar hal itu saya jadi agak sedikit bingung, lalu saya nyeletuk : "... Lha sinten pak Tik, ingkang ngingoni lare wolu niku... ?"
( ...lalu siapa pak Tik, yang memelihara anak delapan itu...? )

pak Tik : "(sambil sedikit ketawa)...lha inggih toh, sing ngingoni lare wolu niku nggih sampeyan, nggih ibu niko; terus pak niku, pak niku, mas niku,...
(iya..., yang memelihara dan membesarkan anak-anak saya yang berjumlah delapan orang itu bukan saya, tetapi... ya sampeyan..., juga ibu ini..., juga bapak yang itu..., juga mas yang itu,... ( sambil pak Tik menunjuk pada para pembelinya yang lagi makan orem-orem) Kalau saya sendiri tentu tidak kuat memelihara dan membesarkannya..."

Saya terperangah mendengar jawaban yang bernada filosofis itu. Saya pun tersenyum. Pikir saya, sungguh luar biasa orang ini. Dalam memelihara dan membesarkan anak-anaknya, tiada beban sama sekali. Padahal kalau dilihat usahanya hanyalah sekedar berjualan orem-orem di pinggir jalan. Tetapi pasrahnya begitu mendalam...

Yang hebat lagi menurut saya adalah kerendahan hatinya. Jawaban yang keluar dari ucapannya tidak nampak 'agamis' tetapi di dalamnya terkandung nilai religius yang sangat tinggi.

Saya menjadi bertambah tertarik dengan ucapan-ucapannya yang sangat berisi itu. Setelah kami mendapatkan orem-orem yang kami pesan, saya duduk di dekat pak Tik, yang terus melayani para pembeli. Dan sayapun terus bertanya...
"Pak Tik, sebuah kupat raksasa ini dipakai untuk berada orang. Kok, besar sekali ?"
Jawabnya : "satu kupat ini, bisa dipakai untuk orang sepuluh. Pokoknya setiap hari saya sedia dua puluh empat kupat. Apabila persediaan sudah habis, ya langsung pulang. Setiap hari sekitar jam empat sore, alhamdulillah...persediaan sudah habis..".

Dari jawabannya tentang jumlah persediaan orem-orem itu, kita bisa menghitung bahwa setiap harinya omset pak Tik dalam berjualan adalah sekitar : 24 X 10 = 240 porsi. Cukup banyak untuk ukuran pedagang orem-orem .

Untuk saat ini, setelah adanya kenaikkan, harga satu piring orem-orem adalah : tiga ribu rupiah.

Berarti omset minimalnya adalah sebesar : 240 X Rp.3000,- = Rp.720.000 / hari. Hal ini masih belum terhitung dari hasil penjualan beberapa 'aksesoris' pendamping makanan, misalnya : minuman, lauk pauk, krupuk, rokok, dsb. Itulah sekedar untuk diketahui perhitungan rezeki yang didapatkan pak Tik untuk 'ngingoni' anak delapan tadi.

Ketika saya menunjukkan ekspresi yang kagum kepadanya, ia memberikan kunci keberhasilannya seraya berbisik di telinga saya...
Katanya "...pokoke setunggal sing kulo jagi, mulai rumiyen..! ( ... pokoknya ada satu hal yang selalu saya jaga, sejak dahulu...)
Balas saya ...apa pak Tik?
Bisiknya ...jangan sampai saya menyakiti hati orang lain, siapa saja...! sampai terhadap anak saya sendiri selalu saya jaga hal itu..."

Kembali saya terperangah, mendengar jawabannya. Saya merasa seolah-olah sedang berada didalam suatu kelas mendengarkan seorang filosuf yang berceramah menyampaikan ilmunya yang dalam.

Ketika saya mau beranjak pulang, karena telah selesai makan orem-orem, tiba-tiba pak Tik, berbisik lagi di telinga saya, : "...kulo nyuwun agunge pangapunten nggih, ..kulo nyuwun Ikhlase penggalih sampeyan, lan nyuwun dungane sampeyan..." (...saya minta beribu-ribu maaf ya,...saya minta keikhlasan hati anda, dan minta do'anya...)
Balas saya :"oh, iya pak Tik, sama-sama, sebenarnya ada apa?
Balas pak Tik (tetap sambil berbisik): "saya mau berangkat menunaikan ibadah haji...) Alhamdulillaah, jawab saya. Kapan pak Tik?" Sekitar seminggu lagi katanya. Sekalian dengan ibunya anak-anak.

Kembali saya terperangah. Tidak salah saya. Orang ini betul-betul mendapatkan hidayah dari Allah Swt. Sehingga akhirnya ia bisa memenuhi panggilan Allah Swt untuk melakukan ibadah haji ke tanah suci .

Sungguh, kita telah menemukan sebuah pelajaran yang sangat berharga. Dialah guru sebenarnya bagi orang-orang yang sedang mengejar bahagia. Rasa bahagia itu didapatkannya ketika dia bisa memberi dan menyenangkan hati orang lain sebelum orang lain memintanya.

Yang kedua, jangan sampai ia menyakiti hati orang lain, walaupun terhadap anaknya sendiri. (subhaanallah..). Sungguh luar biasa...! Meskipun pak Tik tidak pernah bersekolah, tetapi sesungguhnya ia telah banyak memberi pelajaran berharga pada kita. Pelajaran yang diterapkan, kurikulumnya begitu tinggi.

Pelajaran itu hanya terdapat pada 'fakultas Keillahian' Al Qur'anul Karim. Dalam Kitab Mulia itu dijelaskan bahwa identitas orang yang taqwa adalah :
Ali Imran 3 : 17
(yaitu) orang-orang yang sabar; yang benar; yang tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.

Bahkan dalam ayat yang lain, salah satu sifat orang yang taqwa, adalah suka memberi walaupun dalam keadaan senang, maupun dalam keadaan sedang susah.

Sungguh, Allah Swt telah memberikan petunjukNya. Dia telah mempertemukan saya dengan penjual orem-orem tersebut. Sehingga terbukalah cakrawala pemikiran kita. Insya Allah pada diri orang-orang semacam pak Tik inilah Al-Quran al Karim, akan membumi....

Saya yakin masih banyak 'pak Tik' yang lain yang tidak sempat tertulis dalam diskusi ini. Semoga pelajaran yang kita temukan pada diri penjual orem-orem itu selalu mengingatkan kita bahwa sukses dan bahagia itu bisa dicapai oleh setiap orang. Sukses dan bahagia bukan milik orang berilmu saja. Atau bukan milik orang kaya saja. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk bisa mencapai bahagia seperti yang diidamkannya

Saya teringat pada kata-kata seorang filosuf besar (Wolf Gang van Gothe) :
" Raja yang kaya raya, atau petani yang miskin papa, semuanya sama! Apabila di dalam rumah tangganya terdapat kedamaian, niscaya kebahagiaan akan didapatkannya..."

Kebahagiaan adalah kedamaian hati, yang semua orang mempunyai hak untuk memperolehnya. Qad aflahal mukminuun alladziinahum fii shalaatihim khaasyiuun. Sungguh bahagia, orang-orang beriman yang khusyu' dalam menjalankan shalatnya.

Siapapun yang mukmin, yang hatinya tenang dan khusyu' dalam menjalankan pengabdiannya kepada Allah Swt, sungguh ia berhak untuk mendapatkan kebahagiaan itu....insyaAllah..

Belajar Tasawuf Kepada Anak Kecil

Hidup memang penuh misteri…! Demikian kata-kata yang sering kita dengar dari para ulama. Ada orang yang bekerja keras ‘setengah mati’, padahal tidak malas, rezeki yang didapatnya kadang-kadang tidak mencukupi.

Sebagian orang lagi, ada yang kerjanya begitu 'mudah', tetapi rezeki yang diperolehnya sangat melimpah. Dan ada sebagian orang lagi, yang dalam mencari uang begitu 'brutal'nya sehingga semua aturan-aturan dilanggarnya, tetapi dia tampak 'bahagia-bahagia' saja.Tapi sebaliknya, ada orang yang mencari uang dengan sangat hati-hati. Ia ingin bersih. Namun begitu banyaknya ia mendapat persoalan dan cobaan dalam hidup ini.

Hidup memang penuh misteri. Maka, perlu bagi kita sebagai manusia untuk mencoba menguak tabir itu Untuk itu, yang paling tajam adalah mata hati, bukan mata jasmani!

Dalam wilayah inilah, para guru kita mengajari untuk melihat hal itu semua. Mulai umur berapa kira-kira, setiap orang bisa dan mampu mempelajari nilai-nilai kehidupan? Siapa guru kita? Dimana guru itu berada?

Rupanya, selain guru yang berada di sekitar kita, guru yang paling tahu tentang keberadaan kita adalah diri kita sendiri. Karenanya, mari kita mencoba berguru pada diri sendiri.

Pada Minggu pagi yang cerah, saya melakukan olah raga, jalan pagi. Saya bertemu dengan seorang pembantu rumah tangga yang sedang mengasuh anak majikannya. Usia anak itu sekitar satu tahun. Begitu lucunya, begitu menggemaskan. Apalagi kalau sedang belajar berjalan. Sempoyongan sana sini, mau jatuh tidak jadi, terduduk, terjatuh, bahkan sempat juga sampai terjungkal.

Anehnya, tidak sekalipun ia menangis, atau kapok! Setiap kali terjatuh, ia bangkit kembali. Berjalan lagi, terjatuh lagi. Dan seterusnya ia selalu bangkit, untuk mencoba berjalan lagi.... Melihat peristiwa ini, saya menjadi teringat masa kecil saya, dan juga masa kecil setiap orang yang kini sudah beranjak dewasa.

Saat ini, ketika kita sudah dewasa, yang nota bene kita sudah lebih pintar dari anak balita, justru kita perlu belajar banyak dari mereka. Lebih tepatnya, kita perlu belajar kepada diri sendiri. Sambil mengenang ketika umur kita masih sekitar satu tahun. Kenapa manusia dewasa perlu belajar pada anak balita?

Sebab manusia dewasa,
sering dihinggapi rasa khawatiir yang berlebihan,
gampang putus asa,
jarang yang berani mengambil keputusan,
merasa minder,
malas,
merasa gagal dan tidak mau mencoba lagi
sering frustasi akan kegagalannya
pesimistik
... bahkan kadang-kadang buruk sangka terhadap Penciptanya.
mungkin masih banyak lagi

Mari kita lihat diri kita sendiri, yaitu sekian tahun yang lalu ketika kita sedang belajar berjalan untuk meraih sukses dalam cita-cita, bisa berjalan. Begitu hebat dan luar biasanya Allah Swt, memberi dan mengajarkan ilmuNya kepada diri kita waktu itu. 'allamal insaana maa lam ya’lam. (Tuhanlah) yang mengajarkan pada manusia, apa-apa yang belum pernah diketahuinya. ( Al-Alaq : 5 )

Seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa, yang belum sekolah, bahkan berbicarapun belum bisa, ternyata dengan 'ilmu'nya yang telah Allah ajarkan kepadanya, dia sudah bisa berfikir cerdas melampaui orang dewasa.

Anak kecil itu, diri kita itu, telah memberi contoh yang sangat banyak kepada manusia dewasa lainnya.

Apa saja yang diajarkan 'anak kecil' itu kepada kita semua ?
1. Bahwa sebagai manusia, kita harus belajar terus sepanjang hidup, tak ada kata berhenti untuk belajar. Tak kenal susah, tak kenal lelah
2. Apabila suatu saat kita jatuh, dan pasti pernah jatuh, maka janganlah pernah putus asa, bangkitlah. Dan coba lagi. Jika kembali jatuh, bangkitlah lagi. Dan coba lagi...
3. Tidak ada kata gagal dalam konsep hidupnya, sebab yang disebut gagal adalah apabila seseorang tidak mau mencoba lagi.
4. Memiliki rasa optimis yang tinggi untuk mencapai cita-citanya.
5. Apabila sudah yakin benar, tidak perlu merasa takut, sebab Allah Swt sebagai Dzat Yang Maha Pemberi Pertolongan, akan selalu melindungi hambaNYa yang berbuat benar.
6. Rajin belajar, tidak mengenal konsep malas.
7. Tidak pernah minder dalam kehidupan, sebab semua orang di hadapan Allah adalah sama.
8. Selalu berbaik sangka dalam hidupnya. Dia 'tidak takut' jatuh, tidak takut terlanggar sepeda atau kendaran lainnya, bahkan tidak takut ia dibawa orang yang tak dikenalnya.

Mungkin masih banyak lagi ilmu yang perlu kita gali dari diri anak kecil itu. Selain dengan hal-hal diatas: terus belajar, tidak pernah putus asa, tidak pernah merasa gagal, selalu optimis, yakin akan datangnya pertolongan Allah, rajin belajar, tidak minder, selalu berbaik sangka..., ada satu lagi yang perlu kita ambil dan kita pelajari dari diri anak kecil itu. Ialah tentang kejujuran. Dalam diri anak kecil, kita akan melihat sebuah perilaku yang begitu jujurnya.
1. Ketika menangis, memang seharusnya ia menangis. Tidak dibuat-buat.
2. Ketika tertawa, memang seharusnya ia tertawa, senang dan gembira. Tidak pernah ia merekayasanya.
3. Ketika terjatuh, ia mengakui bahwa memang ia belum bisa.
4. Ketika lapar, memang betul-betul perutnya belum terisi.
5. Ketika haus, memang saat itu tenggorokannya lagi kering... dlsb

Dengan memperhatikan anak balita yang sedang belajar berjalan, kita seperti masuk dalam sebuah kursus pelatihan tasawuf. Begitu banyak yang bisa kita serap ilmunya. Dan, guru kita itu bukan orang lain. Dia adalah diri kita sendiri.
Dengan belajar kepada diri sendiri, sama halnya dengan kita mendekatkan diri pada Ilahi. Karena Allah Swt sebagai Tuhannya manusia, tidak pernah jauh dari hambaNya.
QS. Qaaf : 16
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya

Dengan melihat dan memperhatikan diri sendiri, kembali kita bertemu dengan Allah Swt.
Al Baqarah : 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Bertemu Pengemis Aneh

ü Kalau ada seorang pengemis minta uang, itu adalah biasa.
ü Kalau ada seorang peminta-minta, la mengharapkan makanan dari kita, itupun biasa...
ü Tetapi kalau ada seorang pengemis, la bertanya kepada kita tentang jam..?

Suatu saat, saya pergi jalan-jalan ke pusat pertokoan untuk sekedar lihat-lihat keramaian. Tidak terasa hari sudah mulai petang. Dan terdengarlah adzan maghrib dari masjid Agung yang tidak jauh dari tempat saya berada.

Seperti orang-orang lain yang berada di pertokoan itu, saya langsung bergegas menuju masjid yang jaraknya memang tidak terlalu jauh. Saya langsung menuju ke tempat wudlu untuk bersuci, di tengah keramaian orang-orang yang juga berwudlu.

Karena masjid itu berada di pusat keramaian kota, maka tak ayal lagi yang melakukan shalat maghrib setiap harinya sangatlah banyak. Termasuk hari itu.
Selain jamaah tetap dari masjid Agung, jamaah yang shalat maghrib juga berasal dari pengunjung pertokoan / masyarakat umum. Apalagi, hari itu adalah hari Sabtu alias malam minggu. Jama'ah shalat pun lebih banyak dibanding hari lainnya.

Setelah berwudlu, saya bergegas menuju shaf yang masih kosong, untuk mengikuti jama'ah shalat maghrib. Shalat berjamaah sudah dimulai.

Saya berdzikir secukupnya. Dan kemudian melakukan shalat sunah. Saya pun bergegas keluar dari masjid kembali ke tempat pertokoan untuk belanja atau sekedar melihat-lihat barang. Siapa tahu ada yang cocok untuk dibeli.

Pada saat saya berjalan menuju ke kompleks pertokoan itu, dimana jarak tempat saya berada kurang lebih sekitar lima puluh meter dari pintu masjid, tiba-tiba saya di kejutkan oleh seorang peminta-minta. Ia laki-laki yang sudah tua, menengadahkan tangan kanannya untuk minta uang.

Dengan perasaan biasa tanpa berfikir apa-apa, saya ambilkan uang dari saku baju. Ketika saya hendak berlalu untuk meneruskan perjalanan ke kompleks pertokoan, tiba-tiba orang tua itu menanyakan sesuatu yang menurut pendengaran Saya sangat aneh!

Katanya: "...jam pinten toh, sak meniko...? (pukul berapakah sekarang ?) Betapa anehnya, seorang peminta-minta bertanya tentang jam. Tanpa ambil peduli dengan keanehan tersebut, saya menyingsingkan lengan baju panjang saya, untuk melihat jam.

Ah, betapa terkejutnya saya. Ternyata jam yang saya kenakan di tangan kiri sudah tidak ada lagi. Sampai saya singsingkan lengan baju saya pada batas siku saya, aduh,.. jam tangan saya telah hilang!!
" Dimana... ? kemana... ? diambil siapa... ? kapan hilangnya... ? Serentetan pertanyaan pada diri sendiri membuat hati saya bertambah bingung, mau menangis rasanya. Jam yang barusan saya. Tiba-tiba saya seperti diingatkan sesuatu. Mungkinkah ketinggalan di masjid? Tapi dimana? Oooh, iya, saya ingat! Tadi ketika saya mengambil air wudlu, jam tangan saya, saya letakkan di atas kran pancuran air wudlu. Dan lupa tidak memakainya kembali.

Maka dengan tergopoh-gopoh, berjalan dengan setengah berlari saya menuju ketempat kamar mandi masjid, tempat dimana saya tadi melakukan wudhu'.

Setelah sampai di tempat tersebut, saya menjadi tercengang sendiri. MasyaAllah,...jam tangan saya, ternyata masih berada di tempatnya, tidak berubah sedikitpun. Saya menjadi termangu....

Betapa lamanya saya tinggalkan jam tersebut. Sejak melakukan wudlu, kemudian shalat berjama'ah, melakukan dzikir, shalat sunah, dan keluar dari masjid mencari alas kaki yang memakan waktu cukup lama karena begitu banyaknya jama'ah yang sedang shalat, lantas berjalan ke arah pertokoan yang akhirnya bertemu dengan bapak tua peminta-minta yang bertanya tentang waktu kepada saya...(subhaanallah...)

Mata saya berkaca-kaca, dan tanpa saya kehendaki, saya menitikkan air mata. Betapa anehnya kejadian ini. Saya langsung menuju ke tempat orang tua tadi, untuk mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepadanya. Ternyata, dia sudah tidak ada lagi di tempatnya. Mungkinkah ia sudah pergi...?

Masya Allaah..., saya tidak jadi kehilangan jam kesayangan saya..!? Apakah ini hanya berkat uang seratus rupiah yang saya berikan kepada pak tua peminta-peminta? Ah, sungguh, saya tidak berani menyimpulkannya! Saya pun bergegas pulang. Dan masih tak habis pikir dengan kejadian itu.

Kini, setelah saya tulis ulang kejadian sekian tahun yang lalu itu, saya menjadi teringat akan sabda rasulullah saw, bahwa memberi sadaqah itu bisa menolak bala, dan akan mendatangkan kekayaan hati..

Sholat Dhuha Mendatangkan Rizki

Ketika mobil sudah lolos dari kemacetan, kami kembali bisa menikmati perjalanan santai keliling kota. Sambil menikmati suasana santai di dalam mobil, seorang famili yang bernama 'MF' bercerita tentang pengalamannya yang cukup unik. Katanya, sebuah pengalaman yang sangat istimewa telah ia dapatkan ketika melakukan shalat dhuha.

Dari berbagai sumber, keterangan dan penjelasan yang ia dapatkan, baik ketika mendengarkan ceramah-ceramah, atau dari membaca diskusi-diskusi literatur. Ia mengambil sebuah kesimpulan, bahwa shalat dhuha itu dipakai untuk mencari rezeki. Begitulah kesimpulan yang ia dapatkan.

Kata MF, pagi itu ia benar-benar bisa tenggelam dalam kekhusyukan. Sebab, sebelumnya ia mempunyai permasalahan ekonomi yang cukup serius. Maka dengan melakukan shalat dhuha, ia berharap akan mendapat rezeki kontan dari Allah Swt, sehingga bisa menyelesaikan permasalahannya dengan cepat.
Saat itu, do'a yang dipanjatkan sangat panjang. Sujud yang dilakukan begitu khusyuk. Harapannya hanya satu. Ia ingin mendapat rezeki secepatnya untuk segera menutupi hutang-hutangnya yang katanya sudah sangat menumpuk.

Beberapa hari ia lakukan shalat dhuha tersebut dengan penuh khusyu' dan tawadhu'. Setiap selesai shalat dhuha ia selalu berharap-harap cemas untuk mendapatkan rezeki dari Allah Swt.

Pada pagi yang cerah, ketika waktu dhuha sudah masuk, seperti biasanya ia mengambil air wudhu', lalu ia menggelar sajadahnya. Hari itu benar-benar ia bisa melakukan shalat lebih khusyu' dari waktu-waktu sebelumnya. Do'a pun dipanjangkan lebih dari hari-hari sebelumnya. Ia betul-betul merasa puas dengan shalat dhuhanya .

Ketika menutup do'a khusyu'nya, sebelum melipat sajadahnya, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk perlahan. Dan terdengar suara ucap salam dari seorang tamu yang berada di luar. Kontan MF bangkit dari tempat shalatnya, dan ia menjawab salam dengan penuh gembira.
"...wa 'alaikum salaam warahmatullaahi wabarakaatuh..."

Begitu fasihnya MF menjawab salam tersebut. Dengan penuh gembira dipersilahkannya tamu itu masuk kedalam rumahnya. Dalam hatinya MF berkata, Wah, inilah rezeki yang ia harapkan itu. Ia berfikir begitu kontannya Allah kalau memberi rezeki. Belum satu menit do'a panjang itu ia tutup, belum selesai ia melipat sajadahnya, tiba-tiba didepan pintu sudah menunggu rezeki itu...

" Silakan masuk pak,. ." kata MF. " Oh, iya terima kasih..." sahut tamunya. Bapak siapa ya, koq saya agak lupa..." kata MF. Ini pak..., saya memang belum pernah ketemu bapak. Saya adalah utusan dari majikan saya bapak HR. Saya kesini disuruh menagih hutang kepada bapak yang memang belum terbayar sejak lima bulan yang lalu. Mohon maaf kalau saya mengganggu..."

Ah, betapa pucat muka MF mendengar hal ini. Ternyata yang datang bukan rezeki yang diharapkan, tetapi justru orang sedang menagih hutang! Ingin rasanya ia menangis waktu itu. Betapa saat itu ia tidak punya uang sama sekali, Shalat dhuha sudah ia lakukan dengan penuh khusyuk ternyata yang datang bukan seperti harapannya. Sambil menutup ceritanya, MF mengatakan pada saya :''..ternyata shalat dhuha tidak bisa dipakai untuk mencari rezeki ya..."

Saya hanya tersenyum, menyaksikan MF mengambil kesimpulan sendiri dari ceritanya itu. Rupanya ada sesuatu yang salah dalam pemahaman shalat dhuha. Allah Swt, sebagai Tuhannya Alam Semesta, Dzat Yang Maha Agung, oleh MF dimintai uang untuk membayarkan hutangnya.

Kira-kira saja, para malaikat menjadi 'tersinggung' mendengar perilaku MF ini. Betapa Sang Pencipta Jagad Raya, yang memiliki Arasy yang tinggi, yang mengatur jalannya bintang-bintang raksasa, di seluruh galaksi, yang mengatur hidup dan mati seluruh ciptaanNya, disuruh membayarkan hutangnya...?

MF memang belum mengerti, ia tidak menyadari akan kesalahannya. Maka Allah Swt memberinya pelajaran praktis pada pagi itu. Yang datang bukanlah rezeki, tetapi sebaliknya yang datang adalah orang yang menagih hutang.

Sejak memulai shalat, yang di bayangkannya oleh MF adalah rezeki melimpah. Bukan mengagungkan Allah. Rupanya MF telah melakukan kesalahan dalam mengartikan substansinya shalat dhuha.

Bahwa dengan shalat dhuha seseorang akan mendapatkan rezeki yang barokah, insyaAllah adalah benar. Tetapi yang menjadi masalahnya, shalat bukanlah untuk mencari rezeki. Shalat adalah sebuah pengabdian yang sangat indah dari seorang hamba kepada Tuhannya.

Mengabdi bukanlah minta rezeki. Mengabdi adalah mendekatkan diri pada Ilahi. Mengabdi adalah mensyukuri nikmat diri yang tiada terhitung lagi saking banyaknya yang telah diterima bleh manusia.

Allah melalui rasulNya, menyuruh kepada kita semua, agar di waktu dhuha kita menyembahNya. Kita MengagungkanNya. Apabila pada saat semua orang sibuk mencari rezeki dan sibuk mengurusi duniawi, pada saat itu ada seorang hamba yang menyempatkan diri untuk mengagung-kanNya, dengan melakukan shalat dhuha, maka dia itulah orang yang sangat istimewa.

Sungguh Allah sangatlah mencintainya. Sebab ketika semua orang memanfaatkan `waktu efektif' untuk bekerja, 'waktu efektif' untuk berusaha, ternyata pada saat itu ada orang yang mau dan rela mengorbankan waktunya demi mencari ridha Allah. Mohon ampun atas segala kekhilafannya. Mengagungkan Dzat Yang Maha Perkasa. Bukan sekedar untuk minta rezeki. Sungguh orang itu berhak mendapatkan rezeki yang barokah dari Allah Swt...

Barang siapa yang rajin menjaga shalat dhuha, maka akan diampunkan dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih di lautan.
(HR. Ahmad, Attirmidzi)

Barang siapa yang disibukkan oleh dzikirnya untuk mengingatKu, sampai ia lupa memohon kepadaKu, maka Aku memberinya sebelum ia memohon kepadaKu.
(Hadits Qudsi, Abu Nu'aim, Dailami)

Ternyata Tidak Ada Wanita Cantik

Ketika saya mengurus SINK kendaraan yang sedang habis waktu, saya memarkir kendaraan di depan kantor samsat. Kebetulan waktu itu sedang ramai sekali. Sehingga kendaraan yang parkir pun berjubel sampai keluar batas areal parkir.

Ketika sudah selesai mengurus administrasi, kami menuju kendaraan yang kami parkir. Sambil menunggu membayar parkir, saya memperhatikan sebuah dialog pendek antara tukang parkir dengan seorang wanita muda yang barusan mengambil sepeda motornya.

Rupaya sedang terjadi kesalahfahaman tentang besarnya uang parkir. Saya lihat wanita muda itu cemberut sambil membayar ke tukang parkir. Sementara si tukang parkir yang masih muda, mukanya bersungut-sungut sambil ngedumel tiada habisnya. Setelah wanita muda itu pergi, si tukang parkir melampiaskan rasa kecewanya sambil berteriak cukup keras. "...wah, wah, wah,.. sekarang ini tidak ada lagi wanita cantik, semua cemberut, semua makan hati…,yaakh, maklumlah baru satu hari harga BBM naik..."

Saya baru teringat, memang kejadian itu adalah satu hari setelah diumumkannya kenaikkan harga BBM. Begitu mendengar ungkapan dengan nada kesal dari tukang parkir tersebut, saya secara bersamaan tersenyum geli. Dan tukang parkir pun spontan tersenyum juga sambil berkata "... wah, ternyata masih ada wanita yang cantik, meskipun harga BBM naik…”

Senyum memang kunci dari ekspresi seseorang. Senyum adalah `wakil' suasana hati seseorang. Apalagi kalau senyum itu wajar, tidak dibuat-buat. Sungguh akan mencerminkan kebahagiaan hati.

Allah dalam ‘merencanakan’ sebuah ekspresi senyuman, sungguh luar biasa. Senyuman seseorang dapat membias ke seluruh wajah. Sehingga jika seseorang sedang tersenyum, maka semua anggota wajahnya ikut senyum dan ikut gembira. Sebaliknya mulut yang cemberut juga akan membias ke seluruh raut wajah seseorang.

Jika seseorang sedang cemberut, maka seluruh bagian wajahnya juga ikut cemberut. Mengapa bisa demikian? Karena sumber perubahan wajah seseorang adalah hati.

Begitu hatinya senang, bibir tersenyum. Coba perhatikan. Semua wajah menjadi ikut tersenyum, riang dan gembira. Orang yang melihatpun ikut jadi senang dan gembira.

Demikian pula sebaliknya, jika hati cemberut, merasa tidak senang, maka akan mempengaruhi bentuk bibir. Jika bibir sudah menunjukkan ekspresi tidak bagus, maka seluruh anggauta wajahpun ikut cemberut. Ah, luar biasa memang. Jaringan otot yang dibentangkan oleh Allah Swt di seluruh wajah seseorang begitu halus, dan begitu pekanya.

Kalau pembaca ingin membuktikan betapa sebuah senyuman bisa mempengaruhi seluruh wajah, dan bisa mempengaruhi siapa saja yang melihatnya, buatlah sebuah percobaan sederhana sbb:
Gambarlah sebuah bulatan, sebagai perumpaan muka seseorang.
Buatlah dua mata, hidung, dan dua telinga pada `muka` tersebut.

Pertama, buatlah sebuah garis mendatar, sebagai wakil dari mulut.
Maka kesan yang akan kita tangkap dari wajah tersebut adalah sebuah wajah yang serius. Mata, hidung, dahi, pipi, bahkan telinganya, seolah-olah juga ikut serius.

Kedua, hapuslah mulut tersebut, buatlah sebuah garis melengkung ke bawah di bekas mulut tadi, sebagai wakil dari mulut yang sedang senyum.
Maka kesan yang akan kita tangkap dari wajah tersebut adalah sebuah wajah yang riang dan gembira. Mata, hidung, dahi, pipi, bahkan telinga dari wajah tersebut, seolah-olah juga ikut riang gembira. Aneh bukan? Padahal matanya tetap, tidak diganti, hidung juga tetap, telinga juga tetap.

Ketiga, hapuslah kembali mulut tadi, buatlah sebagai penggantinya sebuah garis melengkung ke atas sebagai wakil dari mulut yang sedang cemberut.
Maka kesan yang akan kita tangkap dari wajah tersebut adalah sebuah wajah yang cemberut, sedih, dan putus asa. Anehnya mata, hidung, dahi, pipi, maupun telinga dari wajah tersebut juga seolah-olah ikut cemberut, dan sedih...

Manakah, yang harus kita pilih? Sama-sama menggerakkan bibir, kearah mana sudut bibir kita harus kita gerakkan? Ke bawah, yang akan menyebabkan semua orang menjadi senang, ataukah ke atas yang akan membuat semua yang melihatnya ikut menjadi susah.

Jika anda seorang wanita, kata tukang parkir tadi anda akan menjadi semakin cantik jika anda tersenyum. Sebaliknya, tentu saja akan menjadi jelek, kalau kita terus saja cemberut. Seperti wanita di tempat parkir yang cemberut, sehingga tukang parkirpun kesal dibuatnya.

Aisyah ra, pernah bercerita. Aku lama sekali tidak pernah melihat rasulullah saw tertawa terbahak-bahak sampai terlihat urat lehernya. Jika beliau tertawa, hanyalah senyum (HR. Bukhari)

Kasih Ibu Dalam Bus

Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan. Siapakah yang pantas disebut sebagai seorang ibu? Apakah, hanya sosok wanita yang pernah melahirkan kita saja? Adakah wanita yang mengasihi seorang anak sedemikian rupa, meskipun bukan anaknya sendiri?

Untuk merenung lebih jauh tentang sebuah cinta kasih, Saya teringat penggalan kalimat dari sebuah syair lagu yang diciptakan oleh grup musik ternama "DEWA" aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu.

Syair ini begitu luar biasa. Mencintai seseorang lebih dari yang diketahuinya. Rasanya begitu pas dan sekali bagi seorang ibu, yang tidak pernah menghitung-hitung 'jasa' demi anak-anaknya...!

Pagi itu, setelah saya selesai memberi Ceramah Dhuha di salah satu Masjid yang cukup megah di kota Lumajang Jawa Timur, saya diantar teman-teman panitia menuju terminal Bus. Selanjutnya, saya naik angkutan umum Bus Antar Kota untuk kembali pulang ke kota tempat tinggal saya.

Ketika Bus yang saya naiki sampai di kota Probolinggo, bus berhenti di terminal beberapa menit. Kemudian berangkat lagi menuju kota Malang dengan melalui beberapa kota.

Ada hal menarik bagi saya ketika bus berhenti di terminal Probolinggo yang hanya beberapa saat itu. Yang pertama, saya iseng-iseng menghitung jumlah penjaja makanan yang naik ke dalam bus, ketika bus berhenti. Saya hitung ada sebanyak dua puluh delapan orang dengan membawa berbagai macam barang dagangan. Mulai dari minuman air mineral, makanan bungkus, kue-kue, topi, majalah, mainan anak-anak, rokok, sampai dengan barang-barang souvenir khas daerah.

Semua dijajakan dengan ekspresi masing-masing. Dan tentu saja yang tidak ketinggalan adalah para anak-anak muda pengamen jalanan. Mereka menunjukkan kebolehannya dalam 'berolah vokal' melantunkan lagu-lagunya.

Nah, di tengah-tengah riuh rendahnya suara berbagai macam orang dengan aktifitasnya masing-masing itulah saya memperhatikan sebuah ekspresi yang cukup menarik dari beberapa wajah.

Di kursi seberang di sebelah kanan saya, ada seorang ibu muda menggendong anaknya, berumur sekitar tiga tahun. Raut wajah anak itu gelisah. Rupanya ia merasa gerah, haus dan lapar. Bahkan, akhirnya ia menangis meskipun tidak mengeluarkan suara keras.

Sang ibu mengerti apa yang terjadi dengan anaknya. Tetapi ia tidak juga beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil suatu keputusan, misalnya membelikan makanan atau minuman.

Setelah agak lama, akhirnya saya lihat ibu tersebut mengeluarkan uang dari balik bajunya, sebesar lima ribu rupiah. Uang itu digenggamnya erat-erat. Mungkin supaya tidak lepas atau tidak hilang di tengah berjubelnya para penumpang dan penjaja makanan yang sangat padat.

'Adegan' berikutnya adalah, dengan penuh keragu-raguan ibu tersebut memanggil penjual nasi bungkus yang sedang berdiri di dekat saya. Seorang ibu setengah baya. Ibu itu bertanya kepada penjual nasi bungkus. Berapa harga satu bungkus makanan yang dijajakannya itu.
Si penjual nasi bungkus menjawab dengan logat daerah yang sangat kental. Ia mengatakan harganya Rp.2.500,- per bungkus. Saya tidak mengetahui secara pasti apa yang terpikir dalam benak sang ibu pembeli tersebut. Dengan penuh keraguan, bercampur rasa khawatir ia menawar nasi tersebut dengan harga Rp.1.500,-/ bungkus.

Saya terus mengikuti dengan seksama 'adegan' menarik yang terjadi di hadapan saya itu. Saya berfikir tentu sang ibu penjual tidak akan memberikan barang dagangannya, sebab rasanya tidak mungkin nasi satu bungkus dihargai hanya seribu lima ratus rupiah.

Benar dugaan saya. Si penjual tidak memberikannya. Ketika si penjual nasi mau beranjak ke kursi lain, ibu penjual tersebut tanpa sengaja menatap wajah si anak kecil yang sedang gelisah di pangkuan ibunya.

Hanya selang beberapa detik, sang ibu penjual nasi seperti terkena 'hipnotis' oleh wajah sedih yang haus dan lapar dari anak kecil tersebut. Akhirnya ibu penjual pun membalikkan tubuhnya menghadap ke ibu yang menggendong anaknya itu. Dan dengan penuh rasa iba ia relakan nasi bungkusnya dibeli dengan harga Rp.1.500,-

Saya fikir kejadian itu sudah selesai. Dan sudah berakhir sampai disitu saja. Ternyata perkiraan saya salah. Karena kejadian itu terus berlanjut dengan 'episode-episode' yang lebih menarik lagi...

Berikutnya saya lihat ibu pembeli, memberikan lembaran uang kertas sebesar lima ribu rupiah yang rupanya uang itu merupakan satu-satunya uang yang ia miliki saat itu. Karena harga nasi bungkus Rp.1500,- berarti si penjual harus mengembalikan uang sebesar Rp.3.500,- kepada si pembeli.

Apa yang terjadi berikutnya? Ternyata ibu penjual nasi bungkus tidak memiliki uang kembalian, sebab saat itu barang dagangannya belum laku sama sekali. Maka si penjual nasi bungkus pun berupaya untuk menukarkan uang lima ribuan tersebut kepada para pedagang lainnya yang ada di sekitarnya.

Beberapa kali ia mencoba menukarkan uang tersebut kepada para pedagang disekitarnya, tapi tidak satupun yang mau menukar uang tersebut. Sampai-sampai penjual nasi bungkus itu menjadi kebingungan, sebab bus beberapa saat lagi akan berangkat.

Agak lama si penjual kebingungan. Dan rupanya bus sudah mau berangkat. Saat itu, datang seorang ibu penjual onde-onde yang sudah agak tua. Saya lihat Ibu penjual nasi bungkus melakukan pembicaraan singkat dengan ibu penjual onde-onde dengan logat bahasa daerah yang sangat kental sambil menunjuk kepada anak kecil yang ada di pangkuan ibunya.

Saya lihat ibu penjual onde-onde itu langsung mencari uang yang terselip di bawah barang dagangannya. Dan iapun menukar uang lima ribuan tadi dengan uangnya. Sehingga ibu penjual nasi bungkus tersebut akhirnya bisa memberikan uang kembalian kepada ibu pembeli nasi yang masih memangku anaknya.

Dari kejadian singkat itu, saya mendapat satu pengalaman yang menarik dan berharga. Sebuah kejadian dari sekian ratus kejadian serupa di tempat-tempat lain. Yang mungkin tidak sempat terperhatikan. Point apa yang bisa kita ambil dari kejadian sederhana itu?

Bahwa perasaan cinta kasih seorang ibu, senantiasa bisa 'menembus batas' kesulitan yang dialaminya.

Mari kita lihat kesulitan apa yang dialami oleh masing-masing ibu tersebut.
Ibu muda (pembeli) yang uangnya tinggal lima ribu rupiah.
Duit satu lembar lima ribu rupiah itu rupanya akan dipakai untuk keperluan lain yang sudah direncanakannya. Mungkin saja untuk transport setelah turun dari bus.Tetapi karena anaknya lapar, maka iapun merasa kesulitan untuk mengambil keputusan. Apabila uang itu dipakai untuk membeli nasi seharga dua ribu lima ratus, berarti sisa uang tinggal dua ribu lima ratus rupiah saja yang mungkin tidak cukup untuk keperluan lainnya.
Tetapi akhirnya toh, ia lakukan juga membeli nasi bungkus demi anaknya yang sedang kelaparan.
Ia `nekat' membeli nasi bungkus dengan menawar pada harga yang bukan pada tempatnya, demi anaknya!
Meskipun dengan perasaan agak malu, terpaksa juga ia lakukan.
Hal itu dilaksanakan demi kasih sayangnya kepada buah hatinya.

Ibu setengah baya, penjual nasi bungkus.
Ia mau dan mampu menjual barang dagangannya dibawah harga normal, yang mungkin akan menyebabkan ia rugi.
Hal itu bisa ia lakukan setelah ia melihat sorot mata iba dari sang anak yang sedang kelaparan.
Mungkin saja, ia teringat kepada anaknya yang ada di rumah, yang suatu saat mungkin juga akan mengalami peristiwa semacam itu

Ibu tua, penjual onde-onde
Ia mau menukar uang penjual nasi bungkus, setelah ia juga ikut menyaksikan / merasakan kegelisahan sang anak.
Meskipun dagangannya tidak ikut laku, iapun rela repot mencarikan uang untuk menukar uang si penjual nasi.
Padahal bus sudah mau berjalan, tetapi ia tetap berkeinginan untuk menolong orang lain.

Kalau kita perhatikan, kejadian itu cukup singkat. Tetapi ada suatu nilai yang tersembunyi di dalamnya. Peristiwa kecil itu bagaikan drama singkat satu babak, yang diperankan oleh tiga orang ibu dengan usia yang berbeda.
1. Ibu muda pembeli nasi bungkus
2. Ibu setengah baya penjual nasi bungkus
3. Ibu tua si penjual onde-onde

Semuanya mempunyai ‘kasus' yang sama. Mereka asalnya merasa keberatan dan kesulitan untuk mengambil jalan keluar dari sebuah persoalan.Tetapi pada akhirnya semuanya mau berbuat sesuatu untuk menolong sang anak, yaitu setelah mereka memahami dan ikut merasakah perasaan sang anak yang sedang gelisah karena haus dan lapar...

Ibu pembeli rela duitnya berkurang, demi anak, Ibu penjual nasi bungkus rela rugi, demi anak, Ibu penjual onde-onde rela repot, demi anak.

Seorang ibu...,
dimanapun, kapanpun, dan kemanapun ia akan selalu memiliki kasih sayang. Lebih-lebih kepada seorang anak yang membutuhkan bantuannya. Seseorang disebut sebagai ibu, bukan sekedar karena ia pernah melahirkan anak, tetapi karena ia memiliki kasih sayang kepada setiap insan. Apakah kepada anak kandungnya sendiri, ataukah kepada anak orang lain. Tiga orang ibu di dalam bus tersebut telah membuktikan kepada kita semua, bahwa benar "...kasih ibu adalah sepanjang jalan..."

Pernahkah kita mencoba membaca keadaan ibunda kita masing-masing ?

Mungkin saja, banyak sekali peristiwa-peristiwa kecil semacam itu yang terjadi pada ibu kita masing-masing pada zamannya dahulu. Hanya saja kita tidak mengetahuinya atau tidak mendapatkan informasinya. Tetapi yakinlah bahwa ibu kita bisa membesarkan diri kita sampai dengan kita dewasa ini tentu melalui berbagai macam peristiwa 'luar biasa' yang pahit dan manisnya menjadi kenangan tersendiri bagi mereka...

Pernahkah suatu malam, kita melewati pasar subuh? Betapa banyaknya para ibu penjual sayuran atau sejenisnya, yang tertidur menunggu pembeli sambil mendekap anaknya yang masih balita. Sang ibu rela tidak menggunakan kain sarungnya untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan, sebab kain itu ia selimutkan kepada buah hatinya yang tertidur lelap di dekatnya...

Pernakah kita mengingat kembali, peristiwa-peristiwa sepele ketika kita masih sebagai anak-anak dahulu?

Ingatkah kita ketika ibu kita mengupas buah mangga, bagian yang manis ia berikan kepada anak-anaknya, sementara bagian yang masam untuknya? Bahkan beliau makan bagian yang masam itu sambil tertawa lucu dan bahagia ?

Atau ingatkah kita dengan peristiwa-peristiwa senada itu, dimana sang ibunda kita melakukamsesuatu yang lebih mengutamakan kepentingan anaknya daripada kepentingan dirinya sendiri? Subhaanallah
“....Ya Allah, ampunilah dan maafkan dosa dan kesalahan ibu kami, sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi kami ketika kami masih kecil…”

Doa Seorang Tukang Becak

Pak Samin, seorang tukang becak. Ia sudah lama menggeluti pekerjaannya. Dan mempunyai prestasi yang cukup mencengangkan. Sejak kecil ia tidak pernah mengenal bangku sekolah. Tetapi kini ia telah menjadi seorang sukses dengan menikmati kehidupan hari tuanya yang penuh damai dan sejahtera.

Cerita ini saya dapatkan dari seorang kawan, ketika kami ngobrol. Pak 'DJ' Kawan saya ini, dengan penuh antusias menceritakan 'sejarah'nya Samin.

Pak Samin mempunyai dua orang anak lelaki, yang dua-duanya kini sudah menjadi perwira Angkatan Darat. Kedua anak tersebut lulus SMA, dan dua-duanya masuk pendidikan militer, AKABRI.

Sebagai seorang yang tidak punya biaya, untuk bisa menyekolahkan kedua orang anaknya pak Samin mencari biaya dengan cara yang lain. Cara apa yang bisa diterapkan oleh seorang tukang becak seperti dia? Ia tidak punya pekerjaan sampingan. Juga tidak berpendidikan?

Ketika pak DJ bertanya, "...pak Samin!, kok bisa ya, bapak menyekolahkan kedua anak bapak, sampai di AKABRI? Wah, berapa biaya yang bapak keluarkan, dan bagaimana cara bapak mendapatkan biaya itu ?"

"Pak DJ, saya ini kan tukang becak, dari mana saya dapatkan biaya? Sejak anak saya sekolah di SMP, saya sudah kewalahan mencarikan biaya. Tetapi alhamdulillah sejak saat itu saya bisa terus menyekolahkannya dengan cara saya sendiri. Yaitu saya terus berdo'a tidak kenal putus sepanjang hari dan malam. Itu saya lakukan selama puluhan tahun. Sejak saya menyadari bahwa tidak mungkin saya mencari biaya sendiri untuk menyekolahkan kedua anak saya. Tentu harus ada yang menolong saya untuk menyekolahkan."

Tanya pak DJ : Siapa yang bapak maksud dapat menolong untuk mencarikan biaya itu? Siapa lagi kalau bukan Gusti Allah kang Maha Kuasa? katanya.

Pak DJ berdecak kagum. ''pak Samin, kalau boleh saya tahu, do'a apa yang bapak sampaikan selama puluhan tahun itu, sehingga bapak bisa seperti ini?" Jawab pak Samin : "..saya juga ngggak bisa do'a yang panjang-panjang pak. Saya hanya berdo'a kepada Gusti Allah yang Maha Kuasa, agar kami sekeluarga mendapatkan ridhaNya..."

Pak Samin menambahkan: "...Saya menangis sepanjang malam untuk mendapatkan ridhaNYa, selain itu tidak! Saya tidak pernah minta untuk mendapatkan biaya sekolah. Saya tidak pernah untuk minta agar saya kaya, bahkan saya tidak berani minta agar saya bahagia...saya takut minta yang macam-macam, saya hanya minta untuk mendapatkan ridhaNya saja..."

Mendengar jawaban itu, pak Dj termangu. Dan terdiam dalam seribu bahasa. Sungguh luar biasa do'a itu. Seorang yang miskin, yang secara ekonomi serba kesulitan dalam hidupnya. Tetapi do'a yang dipanjatkannya bukan minta kemudahan dalam kehidupan. Yang diminta sangat simpel. Tetapi justru nilainya jauh lebih tinggi dari kebutuhannya saat itu. Yang dimintanya adalah keridhaan Allah Yang Maha Kuasa....subhaanallah.

Kalaulah Allah Swt, sebagai Dzat Yang Berkuasa atas segala sesuatu sudah meridhainya, maka tak ada kata mustahil. Semua yang mengatur Dia. Apa yang dibutuhkan oleh hambaNya, Dialah yang memproses.

Jika seorang yang dicintaiNya sedang membutuhkan biaya, maka Dialah Dzat Yang Maha Kaya itu. Jika seorang HambaNya sedang kesulitan akan sesuatu, maka Dialah yang akan memudahkannya. Dengan menjadi hambaNya, sungguh manusia akan mendapatkan sesuatu dariNya sebelum ia memintanya.

Hadits Qudsi:
'Apabila seorang hamba datang kepadaku, dan ia sibuk mengingatKu sampai lupa memohon keperluannya sendiri, maka Aku akan memberikan sesuatu yang terbaik baginya sebelum minta kepadaKu."
(HR. Bukhari, Baihaqi)

Sungguh kita semua menjadi malu kepada diri sendiri. Kita sering minta kepada Allah yang macam-macam, lebih-lebih ketika kita sedang dirundung kesulitan.
Do'a pak Samin sungguh sangat indah dan sangat universal. Ia 'hanya' meminta ridha. Dengan mendapatkan ridhaNya itulah, insyaAllah semua kebutuhan manusia akan terkandung di dalamnya. Dan itu telah dibuktikan oleh seorang tukang becak yang luar biasa

Sebagai tetangga, pak DJ kagum luar biasa. Dan sangat bangga serta sangat bersyukur punya tetangga seperti pak Samin. Pak Samin kini menjadi orang yang bahagia dalam kehidupannya. Ia menempati rumah yang cukup layak. Bapak dari dua orang perwira....

Melihat Peristiwa di "Alam Ghoib"

Bisakah kita melihat 'makhluk' dimensi lain? Bagaimana rupa mereka itu? Apakah mereka juga memakai kendaraan seperti kita? Apakah mereka juga bersosialisasi? Apakah mereka juga bisa terluka ?

Inilah sebuah peristiwa yang sangat unik. Bukan penggalan cerita televisi, yang lagi 'musim' menceritakan keberadaan alam gaib. Seperti sinetron Jinny oh Jinny, tuyul mbak yul, Jin dan Jun, atau sinetron sejenisnya....

Waktu itu sore hari, hujan sedang rintik-rintik membasahi bumi. Matahari sudah turun di ufuk barat, menunjukkan waktu maghrib hampir tiba. Para binatang ternak sudah masuk ke kandangnya masing-masing, bahkan yang namanya ayam, tidak berani lagi berkeliaran di pelataran karena matanya tidak lagi bisa melihat ketika senja telah tiba.

Para santri dan jamaah masjid keluar dari rumahnya untuk menuju masjid atau mushalla atau surau tempat mereka melakukan shalat berjamaah. Pada saat itu saya sedang berada di perjalanan. Kendaraan yang saya kemudikan melintasi sebuah daerah yang tidak asing bagi saya. Saya sering kali melalui jalan tengah kota.

Mobil bergerak perlahan, karena cuaca lagi remang-remang disertai hujan rintik. Di depan sebuah bangunan yang agak tua, tiba-tiba kipas pembersih kaca mobil sebelah kiri terlepas dan jatuh.
Maka dengan perlahan saya hentikan mobil. Kira-kira berjarak lima puluh meter ke depan. Saya pun mencari kipas yang terjatuh.

Anehnya, dalam waktu yang cukup lama, saya tidak juga menemukan kipasnya. Bahkan sampai berjalan dengan jongkok dalam jarak yang cukup jauh dari kejadian itu, tidak juga benda itu saya temukan.

Hari sudah mulai gelap. Suara adzan maghrib dari surau terdekat lamat-lamat sudah mulai menghilang. Mungkin, orang–orang di masjid sudah mulai melakukan shalat berjamaah.

Karena sampai jauh tidak juga saya temukan benda yang saya cari itu, maka dengan agak frustasi saya kembali ke tempat mobil yang saya hentikan itu.

Saya memutuskan balik ke mobil. Ketika berjalan ke arah mobil, dari arah belakang saya melaju sebuah mobil berwarna putih. Kira-kira hanya berjarak satu meter dari tempat saya berjalan.

Persis di samping saya, mobil putih itu menabrak dua orang yang lagi menyeberang jalan. Maka terjadilah peristiwa tabrakan itu dengan diikuti suara yang sangat keras.

Tentu saja saya terkejut. Kejadiannya sangat tiba-tiba. Saya saksikan semua kejadian itu dengan begitu jelas. Mobil berwarna putih itu berhenti sekitar satu meter dari tempat saya berdiri.

Yang tragis adalah, di bawah ban mobil depan masih tergeletak seorang wanita tua. Ia mengenakan kain panjang bermotif batik. Darah berceceran di sekitar tubuhnya. Sementara, seorang lelaki tua juga tergeletak di depan mobil dengan jarak sekitar dua meter dari mobil itu. Di dekat laki-laki itu terdapat keranjang yang berisi beberapa kain yang juga tercecer berserakan di tengah jalan. Sungguh pemandangan yang sangat menggiriskan hati di cuaca yang agak remang-remang.

Begitu paniknya saya menyaksikan kejadian itu. Tak ayal lagi saya berteriak minta bantuan orang-orang di sekitar. Saya bergegas menghentikan setiap mobil yang lewat agar menolongnya. Saya masih ingat bahwa mobil yang saya hentikan waktu itu, yang pertama kali lewat adalah mobil kijang warna biru metalik. Kemudian mobil taft warna hijau tua. Kemudian masih ada dua mobil lagi di belakangnya yang ikut berhenti.

Ketika saya menghentikan mobil taft warna hijau tua itu saya sempat memegang tangan seorang laki-laki yang duduk di kursi depan sebelah kiri, dan saya tarik dia supaya keluar dari mobilnya untuk menolong kecelakaan itu.

Bahkan saya sempat mencegat mobil angkutan umum di deretan paling belakang. Saya masuk ke dalam mobil angkutan itu. Di dalamnya banyak sekali penumpang duduk berjubel. Saya minta tolong pada mereka, tetapi para penumpang itu tidak memperdulikan saya, mereka hanya berdiam diri tanpa komentar apa-apa.....

Sayapun turun dari angkot itu dan saya bergegas lagi menuju ke tempat kecelakaan yang jaraknya hanya beberapa meter. Saya berjalan agak cepat kearah kejadian dengan menerobos keramaian orang-orang yang berkerumun. Sambil sesekali menoleh kearah belakang, kalau-kalau ada bantuan lain yang datang menolong.

Ketika sampai di titik kejadian, setelah melewati kerumunan banyak orang, saya menjadi terbengong dan terpaku. Ternyata orang yang tertabrak itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Tidak ada darah. Tidak ada keranjang. dan tidak ada pakaian yang tercecer.

Saya menoleh ke arah mobil warna putih itu. Ternyata mobil itu juga tidak ada. Mobil kijang biru, juga tidak ada. Mobil taft juga tidak ada. Termasuk angkutan umum yang disesaki penumpang...

Saya pun menoleh ke tempat orang-orang yang berkerumun. Ah, mereka juga tidak ada semuanya.... Keadaan di jalan itu sunyi senyap. Tak ada seorangpun yang berdiri disitu. Tak ada sebuah pun mobil yang lewat. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan baru terjadi sebuah peristiwa. Saya terkesiap, tidak mampu berkata-kata. Apa sebenarnya yang sedang terjadi ...?

Di tengah-tengah kondisi hati yang berkecamuk, saya melihat di dekat kejadian itu ada sebuah warung kecil. Di dalamnya ada seorang bapak tua yang berjualan rokok. Dia menggunakan ikat kepala, layaknya orang yang berasal dari daerah jawa tengah. Orang tua itu sedang asyik mengisap rokoknya, sambil melayangkan pandangannya lurus-lurus kedepan, seperti orang yang lagi melamun.

Saya dekati bapak tua itu, dan saya pun bertanya kepadanya : "...Pak, kemana orang-orang itu semua, bapak melihat kejadian tadi? 'Orang tua itu tidak sedikit pun menoleh ke arah saya. Tapi ia menjawab :kejadian apa? Saya sejak tadi di sini tidak ada kejadian apa-apa...! "

Bulu kuduk saya berdiri, mendengar jawaban itu. Saya usap kedua mata saya, saya cubit lengan saya. Saya tidak sedang bermimpi. Tapi saya baru saja menyaksikan suatu peristiwa yang luar biasa.

Akhirnya dengan perasaan yang tidak karuan, saya cepat-cepat pulang menuju rumah. Saya masih penasaran. Keesokan harinya pagi-pagi sekali saya menuju ke tempat kejadian itu untuk mencari kembali kipas kaca mobil yang terlepas tadi malam. Sekalian sambil ingin menyaksikan ulang bekas peristiwa tadi malam. Sesampai di tempat kejadian itu saya bertambah merinding...!

Ternyata, selain kipas mobil tidak saya temukan, satu lagi yang membuat saya termangu adalah, di tempat itu ternyata sunyi sekali. Tidak ada seorang pun yang berjualan, tidak ada bekas-bekas kecelakaan, bahkan penjual rokok beserta warungnya pun tidak ada ...!

Saya tetap penasaran. Saking tidak kuatnya menahan gejolak hati, keesokan harinya saya bercerita kepada beberapa orang teman dekat.

Satu hal lagi yang membuat bulu kuduk menjadi berdiri...!
Ketika saya bercerita tentang hal itu, ada seseorang yang memberikan kesaksiannya. Ia pernah diberi tahu oleh orang tuanya, bahwa di tempat kejadian yang saya ceritakan itu memang pernah terjadi peristiwa yang persis seperti apa yang saya lihat itu. Tetapi katanya, peristiwa itu sudah terjadi sekitar dua belas tahun yang lalu.... Subhaanallah! Mendengar kesaksian itu semua orang saling pandang....! Berbagai perasaan berkecamuk jadi satu. Antara percaya dan tidak percaya. Antara heran dan penasaran.

Ada satu lagi yang lebih aneh, ternyata penjual rokok beserta warungnya itu juga misterius. Ia tidak mengetahui kalau ada kejadian yang `begitu hebat' di dekatnya! Berarti antara penjual rokok dan kecelakaan itu terjadi pada dua dunia yang berbeda, sebab mereka tidak saling mengetahui....

Pembaca, dari kejadian itu, apa yang terpikir di benak kita? Semoga kita semakin mengakui bahwa betapa kecilnya diri kita ini.

Ada satu kesimpulan menarik darinya, yaitu ternyata ada dunia lain yang sedang berlangsung di samping dunia kita ini. Allah Swt telah sedikit membuka tabir tentang rahasia alam ciptaanNya yang luar biasa itu kepada kita semua.

Bahwa di balik dunia kita, ternyata memang ada suatu kehidupan lain. Bahwa kehidupan itu, satu dengan lainnya, berada pada tingkatan atau pada dimensi yang berbeda. Sehingga penjual rokok yang penuh misteri itupun tidak mengetahui terjadinya kecelakaan yang ada di dekatnya.

Antara peristiwa kecelakaan, dengan penjual rokok itu, terpisah oleh sebuah tabir. Saat saya menyaksikan kejadian itu, rupanya Allah sedang menyingkap tabir itu sedikit, sehingga saya bisa 'menonton' dunia yang tidak sama secara bersamaan di waktu maghrib itu....

Terjadi adanya relatifitas waktu antara kejadian yang saat itu saya saksikan dengan kejadian sesungguhnya, yang katanya peristiwa itu terjadi sudah dua belas tahun yang telah lalu.( ...wallahu ‘alam )

Waktu maghrib adalah waktu khusus yang mungkin harus diperhatikan oleh setiap manusia. Saat itu matahari telah turun, dimana akan terjadi pergantian dari siang menuju malam. Waktu semacam itu oleh agama kita disebut waktu maghrib, yang perlu sekali pada saat itu manusia menyembah dan mengagungkan Tuhannya. Allaahu Akbar..!

Dengan mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, membuktikan bahwa manusia tak mempunyai daya apa-apa. Saya jadi teringat petuah para orang tua kepada anak-anaknya di zaman dahulu. Jika waktu senja telah datang, jika waktu shalat maghrib telah tiba, janganlah lagi ada yang diluar rumah...masuklah ke dalam rumah, cepat ambil air wudhu' untuk melakukan shalat maghrib dalam rangka mengabdi dan menyembah kepada Tuhannya langit dan bumi ini.

Semoga dari peristiwa aneh tersebut, kita dapat mengambil positifnya. Semoga kita bertambah yakin akan datangnya hari perhitungan, yang akan terjadi pada dunia lain setelah terjadinya hari berbangkit kelak.

Semoga semua itu akan menjadikan kita semakin yakin akan Kekuasaan Allah yang tiada terhingga. Dan semoga menjadikan kita semua lebih berhati-hati dalam menjalani hidup ini... Insya Allah..