ü Kalau ada seorang pengemis minta uang, itu adalah biasa.
ü Kalau ada seorang peminta-minta, la mengharapkan makanan dari kita, itupun biasa...
ü Tetapi kalau ada seorang pengemis, la bertanya kepada kita tentang jam..?
Suatu saat, saya pergi jalan-jalan ke pusat pertokoan untuk sekedar lihat-lihat keramaian. Tidak terasa hari sudah mulai petang. Dan terdengarlah adzan maghrib dari masjid Agung yang tidak jauh dari tempat saya berada.
Seperti orang-orang lain yang berada di pertokoan itu, saya langsung bergegas menuju masjid yang jaraknya memang tidak terlalu jauh. Saya langsung menuju ke tempat wudlu untuk bersuci, di tengah keramaian orang-orang yang juga berwudlu.
Karena masjid itu berada di pusat keramaian kota, maka tak ayal lagi yang melakukan shalat maghrib setiap harinya sangatlah banyak. Termasuk hari itu.
Selain jamaah tetap dari masjid Agung, jamaah yang shalat maghrib juga berasal dari pengunjung pertokoan / masyarakat umum. Apalagi, hari itu adalah hari Sabtu alias malam minggu. Jama'ah shalat pun lebih banyak dibanding hari lainnya.
Setelah berwudlu, saya bergegas menuju shaf yang masih kosong, untuk mengikuti jama'ah shalat maghrib. Shalat berjamaah sudah dimulai.
Saya berdzikir secukupnya. Dan kemudian melakukan shalat sunah. Saya pun bergegas keluar dari masjid kembali ke tempat pertokoan untuk belanja atau sekedar melihat-lihat barang. Siapa tahu ada yang cocok untuk dibeli.
Pada saat saya berjalan menuju ke kompleks pertokoan itu, dimana jarak tempat saya berada kurang lebih sekitar lima puluh meter dari pintu masjid, tiba-tiba saya di kejutkan oleh seorang peminta-minta. Ia laki-laki yang sudah tua, menengadahkan tangan kanannya untuk minta uang.
Dengan perasaan biasa tanpa berfikir apa-apa, saya ambilkan uang dari saku baju. Ketika saya hendak berlalu untuk meneruskan perjalanan ke kompleks pertokoan, tiba-tiba orang tua itu menanyakan sesuatu yang menurut pendengaran Saya sangat aneh!
Katanya: "...jam pinten toh, sak meniko...? (pukul berapakah sekarang ?) Betapa anehnya, seorang peminta-minta bertanya tentang jam. Tanpa ambil peduli dengan keanehan tersebut, saya menyingsingkan lengan baju panjang saya, untuk melihat jam.
Ah, betapa terkejutnya saya. Ternyata jam yang saya kenakan di tangan kiri sudah tidak ada lagi. Sampai saya singsingkan lengan baju saya pada batas siku saya, aduh,.. jam tangan saya telah hilang!!
" Dimana... ? kemana... ? diambil siapa... ? kapan hilangnya... ? Serentetan pertanyaan pada diri sendiri membuat hati saya bertambah bingung, mau menangis rasanya. Jam yang barusan saya. Tiba-tiba saya seperti diingatkan sesuatu. Mungkinkah ketinggalan di masjid? Tapi dimana? Oooh, iya, saya ingat! Tadi ketika saya mengambil air wudlu, jam tangan saya, saya letakkan di atas kran pancuran air wudlu. Dan lupa tidak memakainya kembali.
Maka dengan tergopoh-gopoh, berjalan dengan setengah berlari saya menuju ketempat kamar mandi masjid, tempat dimana saya tadi melakukan wudhu'.
Setelah sampai di tempat tersebut, saya menjadi tercengang sendiri. MasyaAllah,...jam tangan saya, ternyata masih berada di tempatnya, tidak berubah sedikitpun. Saya menjadi termangu....
Betapa lamanya saya tinggalkan jam tersebut. Sejak melakukan wudlu, kemudian shalat berjama'ah, melakukan dzikir, shalat sunah, dan keluar dari masjid mencari alas kaki yang memakan waktu cukup lama karena begitu banyaknya jama'ah yang sedang shalat, lantas berjalan ke arah pertokoan yang akhirnya bertemu dengan bapak tua peminta-minta yang bertanya tentang waktu kepada saya...(subhaanallah...)
Mata saya berkaca-kaca, dan tanpa saya kehendaki, saya menitikkan air mata. Betapa anehnya kejadian ini. Saya langsung menuju ke tempat orang tua tadi, untuk mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepadanya. Ternyata, dia sudah tidak ada lagi di tempatnya. Mungkinkah ia sudah pergi...?
Masya Allaah..., saya tidak jadi kehilangan jam kesayangan saya..!? Apakah ini hanya berkat uang seratus rupiah yang saya berikan kepada pak tua peminta-peminta? Ah, sungguh, saya tidak berani menyimpulkannya! Saya pun bergegas pulang. Dan masih tak habis pikir dengan kejadian itu.
Kini, setelah saya tulis ulang kejadian sekian tahun yang lalu itu, saya menjadi teringat akan sabda rasulullah saw, bahwa memberi sadaqah itu bisa menolak bala, dan akan mendatangkan kekayaan hati..
ü Kalau ada seorang peminta-minta, la mengharapkan makanan dari kita, itupun biasa...
ü Tetapi kalau ada seorang pengemis, la bertanya kepada kita tentang jam..?
Suatu saat, saya pergi jalan-jalan ke pusat pertokoan untuk sekedar lihat-lihat keramaian. Tidak terasa hari sudah mulai petang. Dan terdengarlah adzan maghrib dari masjid Agung yang tidak jauh dari tempat saya berada.
Seperti orang-orang lain yang berada di pertokoan itu, saya langsung bergegas menuju masjid yang jaraknya memang tidak terlalu jauh. Saya langsung menuju ke tempat wudlu untuk bersuci, di tengah keramaian orang-orang yang juga berwudlu.
Karena masjid itu berada di pusat keramaian kota, maka tak ayal lagi yang melakukan shalat maghrib setiap harinya sangatlah banyak. Termasuk hari itu.
Selain jamaah tetap dari masjid Agung, jamaah yang shalat maghrib juga berasal dari pengunjung pertokoan / masyarakat umum. Apalagi, hari itu adalah hari Sabtu alias malam minggu. Jama'ah shalat pun lebih banyak dibanding hari lainnya.
Setelah berwudlu, saya bergegas menuju shaf yang masih kosong, untuk mengikuti jama'ah shalat maghrib. Shalat berjamaah sudah dimulai.
Saya berdzikir secukupnya. Dan kemudian melakukan shalat sunah. Saya pun bergegas keluar dari masjid kembali ke tempat pertokoan untuk belanja atau sekedar melihat-lihat barang. Siapa tahu ada yang cocok untuk dibeli.
Pada saat saya berjalan menuju ke kompleks pertokoan itu, dimana jarak tempat saya berada kurang lebih sekitar lima puluh meter dari pintu masjid, tiba-tiba saya di kejutkan oleh seorang peminta-minta. Ia laki-laki yang sudah tua, menengadahkan tangan kanannya untuk minta uang.
Dengan perasaan biasa tanpa berfikir apa-apa, saya ambilkan uang dari saku baju. Ketika saya hendak berlalu untuk meneruskan perjalanan ke kompleks pertokoan, tiba-tiba orang tua itu menanyakan sesuatu yang menurut pendengaran Saya sangat aneh!
Katanya: "...jam pinten toh, sak meniko...? (pukul berapakah sekarang ?) Betapa anehnya, seorang peminta-minta bertanya tentang jam. Tanpa ambil peduli dengan keanehan tersebut, saya menyingsingkan lengan baju panjang saya, untuk melihat jam.
Ah, betapa terkejutnya saya. Ternyata jam yang saya kenakan di tangan kiri sudah tidak ada lagi. Sampai saya singsingkan lengan baju saya pada batas siku saya, aduh,.. jam tangan saya telah hilang!!
" Dimana... ? kemana... ? diambil siapa... ? kapan hilangnya... ? Serentetan pertanyaan pada diri sendiri membuat hati saya bertambah bingung, mau menangis rasanya. Jam yang barusan saya. Tiba-tiba saya seperti diingatkan sesuatu. Mungkinkah ketinggalan di masjid? Tapi dimana? Oooh, iya, saya ingat! Tadi ketika saya mengambil air wudlu, jam tangan saya, saya letakkan di atas kran pancuran air wudlu. Dan lupa tidak memakainya kembali.
Maka dengan tergopoh-gopoh, berjalan dengan setengah berlari saya menuju ketempat kamar mandi masjid, tempat dimana saya tadi melakukan wudhu'.
Setelah sampai di tempat tersebut, saya menjadi tercengang sendiri. MasyaAllah,...jam tangan saya, ternyata masih berada di tempatnya, tidak berubah sedikitpun. Saya menjadi termangu....
Betapa lamanya saya tinggalkan jam tersebut. Sejak melakukan wudlu, kemudian shalat berjama'ah, melakukan dzikir, shalat sunah, dan keluar dari masjid mencari alas kaki yang memakan waktu cukup lama karena begitu banyaknya jama'ah yang sedang shalat, lantas berjalan ke arah pertokoan yang akhirnya bertemu dengan bapak tua peminta-minta yang bertanya tentang waktu kepada saya...(subhaanallah...)
Mata saya berkaca-kaca, dan tanpa saya kehendaki, saya menitikkan air mata. Betapa anehnya kejadian ini. Saya langsung menuju ke tempat orang tua tadi, untuk mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepadanya. Ternyata, dia sudah tidak ada lagi di tempatnya. Mungkinkah ia sudah pergi...?
Masya Allaah..., saya tidak jadi kehilangan jam kesayangan saya..!? Apakah ini hanya berkat uang seratus rupiah yang saya berikan kepada pak tua peminta-peminta? Ah, sungguh, saya tidak berani menyimpulkannya! Saya pun bergegas pulang. Dan masih tak habis pikir dengan kejadian itu.
Kini, setelah saya tulis ulang kejadian sekian tahun yang lalu itu, saya menjadi teringat akan sabda rasulullah saw, bahwa memberi sadaqah itu bisa menolak bala, dan akan mendatangkan kekayaan hati..