Ramadhan telah usai tahun ini! Maka acara halal bi halal pun mulai menjamur. Kegiatan itu akan kita jumpai di berbagai masjid, kampung, sekolahan, kampus, kantor-kantor pemerintahan maupun di perusahaan-perusahaan.
Ketika para dan ustad memberikan ceramahnya di bulan syawal itu, petuah yang sering kita dengarkan dari ceramahnya antara lain :
"Bulan syawal adalah bulan peningkatan, karena itu sebagai seorang yang sudah latihan di bulan ramadhan kemarin, mari kita meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah Swt. Agar bulan ini, tahun ini, dan waktu-waktu mendatang insya Allah akan lebih baik dari bulan dan tahun kemarin...".
Begitu kira-kira, harapan dan petuah yang sering kita dengarkan. Meskipun dengan pilihan kata lain, tetapi substansi yang diungkap kebanyakan hampir sama.
Pertanyannya, bisakah kita secara realita menjadi lebih baik dari waktu kemarin? Jangan-jangan menjadi lebih buruk.
Mengingat secara makro, iman dan taqwa masyarakat kita belum tampak berubah menjadi lebih baik. Hal itu terbukti dari munculnya berbagai pemberitaan yang kita saksikan di berbagai mass media.
Betapa peristiwa-peristiwa yang diberitakan sangat merisaukan hati para orang tua. Mulai dari penjambretan, penipuan, pencurian, perkosaan, korupsi yang tiada henti, penggunaan obat-obat terlarang, sampai pada pembunuhan yang menggiriskan hati,....
Ramadhan telah berlalu, mengapa pelatihan itu tidak membekas di hati? Kekerasan tetap saja terjadi dimana-mana. Bukankah ramadhan mengajarkan tentang kehalusan budi pekerti dan kepekaan hati?
Ilmu `khusus‘ yang kita dapatkan dari ramadhan adalah bahwa kita semua merasa disaksikan Allah Swt. Sehingga kita tidak akan berani makan atau minum di siang hari meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Mengapa? Karena hati kita mengatakan bahwa kita disaksikan oleh Penguasa Jagad raya ini. Dimana pun dan kapanpun.
Tetapi mengapa setelah ramadhan pergi, tidak ada lagi hati yang merasa disaksikan oleh Pencipta langit dan bumi itu..?
Di bagian lain cerita diskusi ini telah kita fahami bersama, bahwa setiap kegiatan, kita akan bertemu dengan awal dan akhir, setiap menghitung kita akan bertemu dengan bilangan Satu. Artinya tak ada peluang sedikitpun dalam aktifitas hidup kita yang tak berjumpa dengan Allah Swt.
Sebagai Dzat Yang Maha Awal, Dzat Yang Maha Akhir, dan Dzat Yang Maha Tunggal...Dia selalu menyaksikan seluruh kegiatan makhlukNya.
Semoga dengan merenungi berbagai cerita itu akan muncul dalam diri kita suatu kesadaran dan keyakinan yang penuh. Yang akan memberikan kesimpulan bahwa hidup ini harus selalu hati – hati. Mengapa? Karena Allah bersama kita. Allah berada di sisi kita. Allah berada di depan kita. Allah berada di belakang kita. Allah berada di atas kita. Allah berada di bawah kita. Allah meliputi segala sesuatu yang ada.....
Tidak satu biji atom pun yang lepas dari pengamatan Allah Swt. Dan tidak satu pun gugus galaksi yang lepas dari kendali Allah Swt....
Suatu saat saya membaca salah satu kitab tasawuf, saya menemukan suatu jawaban, mengapa setelah ramadhan pergi masih tetap saja perilaku manusia belum mencerminkan bahwa ia telah dilatih oleh ramadhan yang Agung itu.
Marilah kita renungkan kisah tauladan itu. Seorang ulama besar, yaitu Al-Junaid al-Bagdadi mempunyai banyak murid. Salah satunya adalah seorang murid yang paling disayanginya. Katakanlah bernama Ahmad. Karena rasa sayangnya terhadap Ahmad, maka sebagian besar murid-murid lainnya merasa iri terhadap Ahmad. Mereka merasa tidak senang dengan perlakuan sang ulama yang arif ini.
Melihat kondisi seperti ini, sang Ulama ingin menunjukkan alasannya kenapa ia lebih menaruh rasa sayangnya terhadap ahmad dibanding kepada murid yang lain. Meskipun secara rata-rata ia juga sangat sayang kepada semua muridnya.
Suatu hari yang dirasa tepat, dipanggilnya semua murid untuk menghadap sang ulama. Dan Al Junaid pun memberitahu pada mereka bahwa hari itu mereka akan mengadakan syukuran.
Maka masing-masing murid diberinya sebilah pisau untuk memotong seekor ayam yang ada di kandang mereka. Syaratnya ketika memotong ayam nanti jangan sampai ada yang melihat pekerjaan mereka.
Setelah disepakati syarat tersebut, masing-masing murid pun mencari tempat tersembunyi. Dan mereka melakukan pekerjaanya memotong ayam yang sudah dibawanya dari kandangnya.
Selang beberapa waktu kemudian, semua murid telah melakukan tugasnya masing-masing, dan berkumpul di hadapan sang guru. Apa yang terjadi ?
Ternyata setelah lama ditunggu, Ahmad tidak juga muncul, sampai beberapa murid sudah merasa "bangga" bahwa mereka merasa lebih baik dibanding Ahmad yang sampai saat itu belum juga selesai melaksanakan tugasnya...
Bahkan beberapa murid sudah merasa jengkel atas keterlambatan Ahmad untuk melaksanakan perintah guru mereka. Ketika semua sudah merasa gelisah dan jengkel, atas keterlambatan Ahmad, akhirnya dari sudut sebuah bangunan, tampaklah.Ahmad berjalan gontai dengan wajah pucat menahan tangis. Ia muncul sambil membawa sebilah pisau dan seekor ayam yang masih hidup...l
Ahmad datang bersimpuh di hadapan sang guru sambil menyerahkan sebilah pisau yang masih bersih dan seekor ayam yang masih hidup. Ya, Ahmad belum melaksanakan tugas yang diperintahkan gurunya.
Maka berisiklah para murid, teman-teman Ahmad. Dan mereka merasa senang dan menang. Karena sang guru yang sangat sayang terhadap Ahmad tersebut kini baru mengetahui bahwa Ahmad adalah murid yang tidak patuh atas perintah guru.
Akhirnya semua murid, berdiam diri ingin mendengarkan apa yang terjadi sebenarnya. Suasana menjadi sunyi ketika sang guru mengajukan beberapa pertanyaannya kepada sang murid.
Sambil menatap tajam pada Ahmad Al Junaid pun berkata dengan tenang, "...apakah sebenarnya yang menyebab engkau tidak bisa melakukan perintah gurumu untuk menyembelih ayam, wahai Ahmad?"
Ahmad menjawab dengan penuh rasa takut "Maaf guru, saya tidak bisa melakukan perintah guru untuk menyembelih ayam ini di tempat yang tersembunyi': Kata Al Junaid, "Mengapa engkau tidak bisa mencari tempat yang tersembunyi? Padahal teman-temanmu dapat melakukannya..."
Jawab Ahmad, "....maaf guru, saya sudah berusaha mencari tempat yang tersembunyi, tapi tidak dapat saya temukan. Saya merasa Allah selalu melihat perbuatan saya.... Saya cari-cari tidak ada satupun tempat yang tersembunyi..."
Suasanapun menjadi sunyi. Dengan jawaban ini, beberapa murid menitikkan air mata. Al Junaid menghampiri Ahmad, disuruhnya ia berdiri.
Kata Al Junaid, "...engkau benar wahai muridku, inilah pelajaran berharga, bagi teman-temanmu, atau bagi siapa saja. Barang siapa yang hatinya beriman, maka ia akan merasa bersama Allah kemana saja dan dimana saja ia berada..."
Dan murid-murid pun menjadi sadar, betapa tinggi nilai iman yang berada di hati Ahmad. Puasa yang sering dijalankannya begitu membekas dihatinya. Sehingga setiap saat dan waktu ia selalu merasa dilihat oleh Allah Swt
Semoga setelah merenungi kisah tadi, akan muncul banyak 'Ahmad' di negeri ini. Sungguh, apabila setiap orang, terlebih para pemudanya, berperilaku seperti Ahmad, insya Allah tak akan kita jumpai kekerasan-kekerasan yang sering kita saksikan itu. Dan menjadi makmurlah negeri ini, dengan kedamaian yang selalu menghiasi bumi pertiwi..
Ketika para dan ustad memberikan ceramahnya di bulan syawal itu, petuah yang sering kita dengarkan dari ceramahnya antara lain :
"Bulan syawal adalah bulan peningkatan, karena itu sebagai seorang yang sudah latihan di bulan ramadhan kemarin, mari kita meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah Swt. Agar bulan ini, tahun ini, dan waktu-waktu mendatang insya Allah akan lebih baik dari bulan dan tahun kemarin...".
Begitu kira-kira, harapan dan petuah yang sering kita dengarkan. Meskipun dengan pilihan kata lain, tetapi substansi yang diungkap kebanyakan hampir sama.
Pertanyannya, bisakah kita secara realita menjadi lebih baik dari waktu kemarin? Jangan-jangan menjadi lebih buruk.
Mengingat secara makro, iman dan taqwa masyarakat kita belum tampak berubah menjadi lebih baik. Hal itu terbukti dari munculnya berbagai pemberitaan yang kita saksikan di berbagai mass media.
Betapa peristiwa-peristiwa yang diberitakan sangat merisaukan hati para orang tua. Mulai dari penjambretan, penipuan, pencurian, perkosaan, korupsi yang tiada henti, penggunaan obat-obat terlarang, sampai pada pembunuhan yang menggiriskan hati,....
Ramadhan telah berlalu, mengapa pelatihan itu tidak membekas di hati? Kekerasan tetap saja terjadi dimana-mana. Bukankah ramadhan mengajarkan tentang kehalusan budi pekerti dan kepekaan hati?
Ilmu `khusus‘ yang kita dapatkan dari ramadhan adalah bahwa kita semua merasa disaksikan Allah Swt. Sehingga kita tidak akan berani makan atau minum di siang hari meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Mengapa? Karena hati kita mengatakan bahwa kita disaksikan oleh Penguasa Jagad raya ini. Dimana pun dan kapanpun.
Tetapi mengapa setelah ramadhan pergi, tidak ada lagi hati yang merasa disaksikan oleh Pencipta langit dan bumi itu..?
Di bagian lain cerita diskusi ini telah kita fahami bersama, bahwa setiap kegiatan, kita akan bertemu dengan awal dan akhir, setiap menghitung kita akan bertemu dengan bilangan Satu. Artinya tak ada peluang sedikitpun dalam aktifitas hidup kita yang tak berjumpa dengan Allah Swt.
Sebagai Dzat Yang Maha Awal, Dzat Yang Maha Akhir, dan Dzat Yang Maha Tunggal...Dia selalu menyaksikan seluruh kegiatan makhlukNya.
Semoga dengan merenungi berbagai cerita itu akan muncul dalam diri kita suatu kesadaran dan keyakinan yang penuh. Yang akan memberikan kesimpulan bahwa hidup ini harus selalu hati – hati. Mengapa? Karena Allah bersama kita. Allah berada di sisi kita. Allah berada di depan kita. Allah berada di belakang kita. Allah berada di atas kita. Allah berada di bawah kita. Allah meliputi segala sesuatu yang ada.....
Tidak satu biji atom pun yang lepas dari pengamatan Allah Swt. Dan tidak satu pun gugus galaksi yang lepas dari kendali Allah Swt....
Suatu saat saya membaca salah satu kitab tasawuf, saya menemukan suatu jawaban, mengapa setelah ramadhan pergi masih tetap saja perilaku manusia belum mencerminkan bahwa ia telah dilatih oleh ramadhan yang Agung itu.
Marilah kita renungkan kisah tauladan itu. Seorang ulama besar, yaitu Al-Junaid al-Bagdadi mempunyai banyak murid. Salah satunya adalah seorang murid yang paling disayanginya. Katakanlah bernama Ahmad. Karena rasa sayangnya terhadap Ahmad, maka sebagian besar murid-murid lainnya merasa iri terhadap Ahmad. Mereka merasa tidak senang dengan perlakuan sang ulama yang arif ini.
Melihat kondisi seperti ini, sang Ulama ingin menunjukkan alasannya kenapa ia lebih menaruh rasa sayangnya terhadap ahmad dibanding kepada murid yang lain. Meskipun secara rata-rata ia juga sangat sayang kepada semua muridnya.
Suatu hari yang dirasa tepat, dipanggilnya semua murid untuk menghadap sang ulama. Dan Al Junaid pun memberitahu pada mereka bahwa hari itu mereka akan mengadakan syukuran.
Maka masing-masing murid diberinya sebilah pisau untuk memotong seekor ayam yang ada di kandang mereka. Syaratnya ketika memotong ayam nanti jangan sampai ada yang melihat pekerjaan mereka.
Setelah disepakati syarat tersebut, masing-masing murid pun mencari tempat tersembunyi. Dan mereka melakukan pekerjaanya memotong ayam yang sudah dibawanya dari kandangnya.
Selang beberapa waktu kemudian, semua murid telah melakukan tugasnya masing-masing, dan berkumpul di hadapan sang guru. Apa yang terjadi ?
Ternyata setelah lama ditunggu, Ahmad tidak juga muncul, sampai beberapa murid sudah merasa "bangga" bahwa mereka merasa lebih baik dibanding Ahmad yang sampai saat itu belum juga selesai melaksanakan tugasnya...
Bahkan beberapa murid sudah merasa jengkel atas keterlambatan Ahmad untuk melaksanakan perintah guru mereka. Ketika semua sudah merasa gelisah dan jengkel, atas keterlambatan Ahmad, akhirnya dari sudut sebuah bangunan, tampaklah.Ahmad berjalan gontai dengan wajah pucat menahan tangis. Ia muncul sambil membawa sebilah pisau dan seekor ayam yang masih hidup...l
Ahmad datang bersimpuh di hadapan sang guru sambil menyerahkan sebilah pisau yang masih bersih dan seekor ayam yang masih hidup. Ya, Ahmad belum melaksanakan tugas yang diperintahkan gurunya.
Maka berisiklah para murid, teman-teman Ahmad. Dan mereka merasa senang dan menang. Karena sang guru yang sangat sayang terhadap Ahmad tersebut kini baru mengetahui bahwa Ahmad adalah murid yang tidak patuh atas perintah guru.
Akhirnya semua murid, berdiam diri ingin mendengarkan apa yang terjadi sebenarnya. Suasana menjadi sunyi ketika sang guru mengajukan beberapa pertanyaannya kepada sang murid.
Sambil menatap tajam pada Ahmad Al Junaid pun berkata dengan tenang, "...apakah sebenarnya yang menyebab engkau tidak bisa melakukan perintah gurumu untuk menyembelih ayam, wahai Ahmad?"
Ahmad menjawab dengan penuh rasa takut "Maaf guru, saya tidak bisa melakukan perintah guru untuk menyembelih ayam ini di tempat yang tersembunyi': Kata Al Junaid, "Mengapa engkau tidak bisa mencari tempat yang tersembunyi? Padahal teman-temanmu dapat melakukannya..."
Jawab Ahmad, "....maaf guru, saya sudah berusaha mencari tempat yang tersembunyi, tapi tidak dapat saya temukan. Saya merasa Allah selalu melihat perbuatan saya.... Saya cari-cari tidak ada satupun tempat yang tersembunyi..."
Suasanapun menjadi sunyi. Dengan jawaban ini, beberapa murid menitikkan air mata. Al Junaid menghampiri Ahmad, disuruhnya ia berdiri.
Kata Al Junaid, "...engkau benar wahai muridku, inilah pelajaran berharga, bagi teman-temanmu, atau bagi siapa saja. Barang siapa yang hatinya beriman, maka ia akan merasa bersama Allah kemana saja dan dimana saja ia berada..."
Dan murid-murid pun menjadi sadar, betapa tinggi nilai iman yang berada di hati Ahmad. Puasa yang sering dijalankannya begitu membekas dihatinya. Sehingga setiap saat dan waktu ia selalu merasa dilihat oleh Allah Swt
Semoga setelah merenungi kisah tadi, akan muncul banyak 'Ahmad' di negeri ini. Sungguh, apabila setiap orang, terlebih para pemudanya, berperilaku seperti Ahmad, insya Allah tak akan kita jumpai kekerasan-kekerasan yang sering kita saksikan itu. Dan menjadi makmurlah negeri ini, dengan kedamaian yang selalu menghiasi bumi pertiwi..