Adakah uang receh, sudah tersiapkan di mobil kita? Sebab ketika lampu jalanan berwarna merah, anak-anak kecil itu bertebaran mengais rezekinya.
Suatu ketika kami sekeluarga pergi ke tempat keramaian, sebuah pusat pertokoan. Kami berhenti di salah satu trafic light di tengah kota karena lampu sedang menunjukkan warna merah.
Pada saat itu seperti biasanya beberapa anak jalanan bertebaran mencari 'rezeki' masing-masing dari beberapa pengendara mobil yang lagi berhenti.
Sebagian besar dari mereka adalah para pengamen jalanan, dengan rata-rata usia sekitar 15 tahunan. Bahkan ada yang masih imut-imut sekitar umur 5 tahunan. Anak-anak kecil tersebut bernyanyi membawa sebatang kayu yang diberi logam bekas penutup botol kecap sehingga kalau digoyang akan mengeluarkan bunyi....
Ada juga yang tanpa membawa apa-apa, pokoknya nyanyi, sambil mendekati setiap mobil yang berhenti di lampu merah.
Pemandangan semacam itu menjadi biasa, karena setiap saat kita akan bertemu dengan mereka di jalanan. Sehingga tak akan membekas di hati, karena ya sudah setiap hari kita menemuinya.
Tetapi marilah kita mencoba, menerobos hati kita yang 'membaja' tersebut. Cobalah melihat diri kita yang begitu banyak nikmat yang telah kita terima. Mulai dari nikmat sehat kita, nikmat rezeki kita, nikmat ilmu, nikmat kesempatan, nikmat keluarga yang bahagia. Bandingkan keadaan mereka dengan keadaan kita.
Ah, sungguh hati ini akan bergetar. Lantas kita menjadi bersyukur, lantas kita menjadi kasihan, lantas kita menjadi merasa agak malu kalau tidak memberi, lantas kita menjadi merasa bersalah kalau membiarkan mereka, lantas kita merasa berdosa kalau kita lewat tanpa berbuat apa-apa untuk mereka...
Pada saat itu mobil kami berada di urutan ke enam di belakang mobil-mobil yang bagus, bahkan di depan kami salah satunya adalah mobil mewah. Mereka para anak jalanan itu bertebaran menuju 'mobilnya' masing-masing. Anak yang ada di deretan mobil kami masih kecil sekitar usia 6 tahunan. Ia menengadahkan tangannya yang kotor dan kurus itu ke kaca mobil-mobil yang ada di depan kami.
Terjadi sebuah pemandangan yang cukup mengharukan, karena semua mobil yang ada di depan kami ternyata tidak memberi sepeserpun kepada anak-anak kecil ini. Semua kacanya tertutup rapat karena mereka menikmati segarnya udara dingin di dalam mobil. Sementara di luar mobil anak-anak kecil itu juga sedang `menikmati' panasnya terik matahari. Kami lihat mobil-mobil itu semua acuh tak acuh terhadap anak-anak kecil ini, yang sebenarnya jika mereka memberi seratus rupiah saja, sudah ada kelegaan di hati anak-anak kecil itu.
Akhirnya anak-anak itu sampai ke mobil kami. Maka saya suruh adik saya yang masih berusia 10 tahun untuk memberikan uang kepada mereka. Uang tersebut memang sudah kami sediakan di mobil untuk anak-anak jalanan dan orang minta-minta lainnya.
Sambil memberikan uang ‘recehan’ kepada anak-anak jalanan tersebut, adik saya bergumam :''..waduh mobil-mobil di depan kita itu bagus-bagus ya... pasti orang yang punya mobil adalah orang yang banyak duitnya... tetapi kok nggak memberi uang ya...?! Kasihan sekali anak-anak itu, mungkin mereka sudah sejak pagi tadi berdiri di tengah jalan ini...!"
Mendengar kata-kata adik saya ini, saya jadi terharu. Padahal biasanya kami memberi ya dengan perasaan biasa saja tanpa teringat apa-apa karena semacam itu adalah hal yang rutin dilakukan oleh siapa saja. Tetapi setelah ada kata-kata tersebut maka perasaan trenyuh, haru, kasihan, merasa bersalah, muncul lagi di hati saya. Saya jadi berfikir. Betapa banyaknya orang-orang yang kondisinya lebih dari cukup, yang rezekinya dilebihkan oleh Allah Swt tidak mau peduli dengan kondisi masyarakatnya...
Saya jadi teringat perkataan nabi Muhammad rasulullah saw. Kata beliau: "Sungguh belum dikatakan sebagai orang yang beriman, apabila ada orang tidur pulas kekenyangan, sementara ada tetangganya yang kelaparan."
Menarik sekali apa yang disampaikan Rasulullah Seseorang yang tidak tahu kalau ada tetangganya sedang kelaparan, ia sudah dikategorikan orang yang tidak beriman, ketika ia tertidur karena kekenyangan. Padahal kan orang yang tertidur itu tidak mengetahui kalau ada tetangganya yang sedang kelaparan? Mengapa ia masih dikatakan tidak beriman?
Insya Allah artinya bahwa kita sebagai manusia yang hidup bersosial dengan manusia lainnya ini, seharusnya selalu aktif memperhatikan kondisi masyarakat kita. Meskipun yang sedang lapar itu tidak berada di hadapan, kita tetap dikategorikan sebagai orang yang salah. Bahkan dikatakan tidak beriman, jika itu terjadi di lingkungan kita.
Kalaulah dalam keadaan yang tidak tahu saja, sudah dikatakan sebagai orang yang tidak beriman, bagaimana dengan kondisi diatas. Dimana anak-anak itu mendatangi kita menengadahkan tangannya untuk minta secuil rezeki kita?
Masihkah kita bangga dengan sebutan kita sebagai orang Islam? Satu hal yang sangat ironis, adalah jika mobil-mobil yang acuh tersebut, ternyata di kaca mobilnya tertulis sebuah stiker yang sangat 'keren': "ISLAM IS OUR LIFE".
Ya Semoga dengan merenungi kejadian 'rutin' yang sering kita jumpai di masyarakat kita ini, paling tidak kita akan berbuat sesuatu...
Kejadian di jalan itu tentu hanyalah sekedar contoh kecil saja. Semoga kita sebagai hamba Allah yang diberi rezeki yang cukup olehNya, kita juga ikut andil dalam meringankan beban saudara-saudara kita yang cukup memprihatinkan itu. Walaupun nilainya sangat kecil, walaupun yang kelihatannya tidak berarti apa-apa. Mari kita berbuat sebisa mungkin.
Kata Ali bin Thalib: "... lebih baik memberi walaupun sedikit, dari pada tidak sama sekali..."
InsyaAllah kita semua yakin bahwa masih sangat banyak orang-orang yang mempunyai kepedulian tinggi di masyarakat. Masih sangat banyak wali Allah yang dengan kedermawanannya telah berbuat banyak di masyarakat ini. Karena memang disinilah letak 'harga' kita dimata Allah Swt.
Allah Maha Melihat, kepada siapa saja yang berbuat kebajikan, meskipun tangan kirinya tidak melihat ketika tangan kanannya memberikan sesuatu. Allahpun Maha Melihat kepada siapa yang berbuat kerusakan, meskipun dilakukannya di tempat yang tersembunyi tiada orang sama sekali...
QS. Al Baciarah : 271
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Suatu ketika kami sekeluarga pergi ke tempat keramaian, sebuah pusat pertokoan. Kami berhenti di salah satu trafic light di tengah kota karena lampu sedang menunjukkan warna merah.
Pada saat itu seperti biasanya beberapa anak jalanan bertebaran mencari 'rezeki' masing-masing dari beberapa pengendara mobil yang lagi berhenti.
Sebagian besar dari mereka adalah para pengamen jalanan, dengan rata-rata usia sekitar 15 tahunan. Bahkan ada yang masih imut-imut sekitar umur 5 tahunan. Anak-anak kecil tersebut bernyanyi membawa sebatang kayu yang diberi logam bekas penutup botol kecap sehingga kalau digoyang akan mengeluarkan bunyi....
Ada juga yang tanpa membawa apa-apa, pokoknya nyanyi, sambil mendekati setiap mobil yang berhenti di lampu merah.
Pemandangan semacam itu menjadi biasa, karena setiap saat kita akan bertemu dengan mereka di jalanan. Sehingga tak akan membekas di hati, karena ya sudah setiap hari kita menemuinya.
Tetapi marilah kita mencoba, menerobos hati kita yang 'membaja' tersebut. Cobalah melihat diri kita yang begitu banyak nikmat yang telah kita terima. Mulai dari nikmat sehat kita, nikmat rezeki kita, nikmat ilmu, nikmat kesempatan, nikmat keluarga yang bahagia. Bandingkan keadaan mereka dengan keadaan kita.
Ah, sungguh hati ini akan bergetar. Lantas kita menjadi bersyukur, lantas kita menjadi kasihan, lantas kita menjadi merasa agak malu kalau tidak memberi, lantas kita menjadi merasa bersalah kalau membiarkan mereka, lantas kita merasa berdosa kalau kita lewat tanpa berbuat apa-apa untuk mereka...
Pada saat itu mobil kami berada di urutan ke enam di belakang mobil-mobil yang bagus, bahkan di depan kami salah satunya adalah mobil mewah. Mereka para anak jalanan itu bertebaran menuju 'mobilnya' masing-masing. Anak yang ada di deretan mobil kami masih kecil sekitar usia 6 tahunan. Ia menengadahkan tangannya yang kotor dan kurus itu ke kaca mobil-mobil yang ada di depan kami.
Terjadi sebuah pemandangan yang cukup mengharukan, karena semua mobil yang ada di depan kami ternyata tidak memberi sepeserpun kepada anak-anak kecil ini. Semua kacanya tertutup rapat karena mereka menikmati segarnya udara dingin di dalam mobil. Sementara di luar mobil anak-anak kecil itu juga sedang `menikmati' panasnya terik matahari. Kami lihat mobil-mobil itu semua acuh tak acuh terhadap anak-anak kecil ini, yang sebenarnya jika mereka memberi seratus rupiah saja, sudah ada kelegaan di hati anak-anak kecil itu.
Akhirnya anak-anak itu sampai ke mobil kami. Maka saya suruh adik saya yang masih berusia 10 tahun untuk memberikan uang kepada mereka. Uang tersebut memang sudah kami sediakan di mobil untuk anak-anak jalanan dan orang minta-minta lainnya.
Sambil memberikan uang ‘recehan’ kepada anak-anak jalanan tersebut, adik saya bergumam :''..waduh mobil-mobil di depan kita itu bagus-bagus ya... pasti orang yang punya mobil adalah orang yang banyak duitnya... tetapi kok nggak memberi uang ya...?! Kasihan sekali anak-anak itu, mungkin mereka sudah sejak pagi tadi berdiri di tengah jalan ini...!"
Mendengar kata-kata adik saya ini, saya jadi terharu. Padahal biasanya kami memberi ya dengan perasaan biasa saja tanpa teringat apa-apa karena semacam itu adalah hal yang rutin dilakukan oleh siapa saja. Tetapi setelah ada kata-kata tersebut maka perasaan trenyuh, haru, kasihan, merasa bersalah, muncul lagi di hati saya. Saya jadi berfikir. Betapa banyaknya orang-orang yang kondisinya lebih dari cukup, yang rezekinya dilebihkan oleh Allah Swt tidak mau peduli dengan kondisi masyarakatnya...
Saya jadi teringat perkataan nabi Muhammad rasulullah saw. Kata beliau: "Sungguh belum dikatakan sebagai orang yang beriman, apabila ada orang tidur pulas kekenyangan, sementara ada tetangganya yang kelaparan."
Menarik sekali apa yang disampaikan Rasulullah Seseorang yang tidak tahu kalau ada tetangganya sedang kelaparan, ia sudah dikategorikan orang yang tidak beriman, ketika ia tertidur karena kekenyangan. Padahal kan orang yang tertidur itu tidak mengetahui kalau ada tetangganya yang sedang kelaparan? Mengapa ia masih dikatakan tidak beriman?
Insya Allah artinya bahwa kita sebagai manusia yang hidup bersosial dengan manusia lainnya ini, seharusnya selalu aktif memperhatikan kondisi masyarakat kita. Meskipun yang sedang lapar itu tidak berada di hadapan, kita tetap dikategorikan sebagai orang yang salah. Bahkan dikatakan tidak beriman, jika itu terjadi di lingkungan kita.
Kalaulah dalam keadaan yang tidak tahu saja, sudah dikatakan sebagai orang yang tidak beriman, bagaimana dengan kondisi diatas. Dimana anak-anak itu mendatangi kita menengadahkan tangannya untuk minta secuil rezeki kita?
Masihkah kita bangga dengan sebutan kita sebagai orang Islam? Satu hal yang sangat ironis, adalah jika mobil-mobil yang acuh tersebut, ternyata di kaca mobilnya tertulis sebuah stiker yang sangat 'keren': "ISLAM IS OUR LIFE".
Ya Semoga dengan merenungi kejadian 'rutin' yang sering kita jumpai di masyarakat kita ini, paling tidak kita akan berbuat sesuatu...
Kejadian di jalan itu tentu hanyalah sekedar contoh kecil saja. Semoga kita sebagai hamba Allah yang diberi rezeki yang cukup olehNya, kita juga ikut andil dalam meringankan beban saudara-saudara kita yang cukup memprihatinkan itu. Walaupun nilainya sangat kecil, walaupun yang kelihatannya tidak berarti apa-apa. Mari kita berbuat sebisa mungkin.
Kata Ali bin Thalib: "... lebih baik memberi walaupun sedikit, dari pada tidak sama sekali..."
InsyaAllah kita semua yakin bahwa masih sangat banyak orang-orang yang mempunyai kepedulian tinggi di masyarakat. Masih sangat banyak wali Allah yang dengan kedermawanannya telah berbuat banyak di masyarakat ini. Karena memang disinilah letak 'harga' kita dimata Allah Swt.
Allah Maha Melihat, kepada siapa saja yang berbuat kebajikan, meskipun tangan kirinya tidak melihat ketika tangan kanannya memberikan sesuatu. Allahpun Maha Melihat kepada siapa yang berbuat kerusakan, meskipun dilakukannya di tempat yang tersembunyi tiada orang sama sekali...
QS. Al Baciarah : 271
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.