Pernahkah Anda berpikir, boleh jadi tidur kita malam ini adalah tidur yang terakhir. Esok hari semua orang di sekitar kita terbangun. Tapi kita tidak. Betapa tipisnya batas antara hidup dan mati. Keduanya dipisahkan hanya oleh tidur.
Beberapa waktu yang lalu, saya punya tetangga, sebut saja namanya Pak As. Dia orang yang aktif. Usianya 45 tahun. Anaknya empat. Fisiknya sehat. Banyak kegiatan. Di kampung, maupun di pasar, dia sangat menonjol. Pagi hari hampir tidak pernah terlambat shalat subuh di masjid.
Suatu ketika, seusai shalat dhuhur di masjid, Pak As tidak kembali ke pasar untuk menjaga toko. Entah kenapa, hari itu ia ingin di rumah saja. Makan bersama keluarga, shalat Dhuhur, dan kemudian istirahat menunggu shalat Ashar.
Shalat Ashar dilakukannya di masjid. Pulang shalat Ashar dia tidur. Tidak biasanya, sore itu ia tidur sangat lelap, sampai menjelang maghrib. Tak ada tanda-tanda apa pun sebelumnya. Menjelang maghrib ia dibangunkan oleh keluarganya. Tapi, innalillahi ternyata ia tidak bisa bangun lagi. Kembali kepada Sang Pencipta, untuk selamanya.
Saya tercenung. Betapa cepat datangnya kematian. Tidak ada tanda-tanda. Tidak didahului 'kata pengantar'. Tanpa ijin, dan tanpa permisi. Maunya tidur, kebablasan mati...!
Tapi saya juga 'iri' sama Pak As. Enak sekali cara matinya. Banyak orang menjelang mati mengalami penderitaan yang menyakitkan. Ia mati, sambil 'tidur-tiduran'. Sesudah shalat Ashar, dalam keadaan berwudlu. Ah, sungguh nikmat...
Saya jadi teringat ucapan bapak saya. Beliau mengajarkan hadits rasulullah saw kepada saya agar selalu berwudlu sebelum tidur.
" Jika engkau akan tidur; berwudlu'lah seperti wudlu untuk sembahyang, kemudian berbaringlah pada pinggang sebelah kanan..."
( HR.Bukhari, Muslim )
Mungkin, maksud bapak saya, jika kebablasan mati, kita dalam keadaan berwudlu. Bertemu Allah dalam kondisi tersuci. Betapa indahnya...
Apalagi, jika berangkat tidur, kita berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Beliau mengajarkan agar menjelang tidur kita berserah diri kepada Allah. "Bismika allahumma ahya wabismika amuut..." Dengan NamaMu ya Allah aku hidup, dan dengan NamaMu aku mati...
Sungguh tidur yang tenang. Tidur yang aman. Dan tentram. Semua kita pasrahkan kepada Allah. Termasuk hidup dan mati kita. Karena kita tahu, bahwa hidup dan mati ini memang bukan milik kita. Ini semua milik Allah. Kapan pun Dia mau mengambilnya kita serahkan dengan sepenuh hati. Seikhlas-ikhlasnya.
Nah, karena dalam tidur kita kehilangan kesadaran sepenuhnya, maka kita pun tidak tahu apakah kita masih bisa sadar kembali atau akan 'tidur' selama-lamanya. Siapa yang berani menjamin bahwa kita besok pasti akan terbangun kembali? Tidak ada. Seorang dokter yang paling hebat pun, tidak berani menjamin bahwa orang yang tidur itu pasti akan bangun kembali di esok hari.
Paling-paling dia hanya berani berkata: mungkin atau mudah-mudahan, esok dia bangun seperti sedia kala. Hidup kita ini hanya bermain-main dengan kemungkinan dan probabilitas. Tidak ada yang pasti. Segala kepastian itu hanya milik Allah saja. Maka sandarkan saja kepada Allah yang Maha Berkuasa. Di Genggaman TanganNya-lah hidup dan mati kita berada...
Begitu terbangun dari tidur di esok hari, kita sangat bersyukur. Karena ternyata Allah masih mengijinkan kita untuk menikmati hidup. Kita masih diberi kesempatan umur. Padahal orang-orang di sekitar kita, boleh jadi telah diputuskan.
Maka, orang yang demikian akan berucap alhamdulillah begitu terbangun dari tidurnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahwa setiap bangun dari tidur kita dianjurkan untuk mengucapkan: alhamdulillahillaadzil ahyaana ba'da maa amaatana wa ilaihi nusyuur. Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan aku dari matiku dan kepadaNya kita bakal kembali.
Rasa syukur tiada berhingga kita sampaikan kepadaNya sesaat setelah terbangun dari tidur. Kita bisa tersadar kembali dari tidur lelap. Dari rasa 'lenyap' semalaman. Betapa besarnya Kasih dan SayangNya kepada kita. Padahal, kita kan sudah 'hilang' dan tidak merasakan apa-apa selama beberapa jam...
Tidak cuma itu, kita juga diberi ingatan kembali olehNya. Bayangkan jika bangun tidur kita kehilangan ingatan. Betapa menderitanya. Kita tidak ingat lagi istri dan anak-anak kita. Kita tidak ingat lagi sahabat-sahabat dan teman sekerja. Kita tidak ingat lagi makanan kesukaan. Kita tidak ingat lagi semua yang ada di sekitar.
Oh, betapa tersiksanya. Kita kehilangan seluruh keindahan yang ditaburkan Allah di alam sekitar dan di sepanjang kehidupan yang telah kita jalani. Alhamdulilah, Allah masih mengembalikan ingatan.
Betapa besar kasih sayangNya kepada kita...
Kita pun masih diijinkan untuk menikmati berbagai hal yang terkait dengan kesehatan. Masih diijinkan untuk bisa melihat dan membuka mata. Bagaimana jadinya, jika bangun tidur kita tidak bisa melihat indahnya dunia. Tidak bisa mendengar merdunya suara. Tidak mampu menggerakkan anggota badan. Tidak bisa turun dari pembaringan. Tidak bisa berjalan. Dan seterusnya. Dan seterusnya.
Tidak akan ada habisnya kita sebutkan kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada kita. Semuanya karena Dia sangat menyayangi kita. Maka, itulah yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita agar selalu mengingat setiap kenikmatan yang tiada terkira itu.
Itulah tanda, bahwa kita senantiasa ingat kepada Allah. Mau tidur ingat. Bangun tidur juga ingat. Bahkan di dalam tidur pun kita telah berserah diri kepadaNya. Inilah makna Dzikir yang sesungguhnya. Dalam keadaan apa pun. Termasuk di dalam tidur lelap semalaman...
Beberapa waktu yang lalu, saya punya tetangga, sebut saja namanya Pak As. Dia orang yang aktif. Usianya 45 tahun. Anaknya empat. Fisiknya sehat. Banyak kegiatan. Di kampung, maupun di pasar, dia sangat menonjol. Pagi hari hampir tidak pernah terlambat shalat subuh di masjid.
Suatu ketika, seusai shalat dhuhur di masjid, Pak As tidak kembali ke pasar untuk menjaga toko. Entah kenapa, hari itu ia ingin di rumah saja. Makan bersama keluarga, shalat Dhuhur, dan kemudian istirahat menunggu shalat Ashar.
Shalat Ashar dilakukannya di masjid. Pulang shalat Ashar dia tidur. Tidak biasanya, sore itu ia tidur sangat lelap, sampai menjelang maghrib. Tak ada tanda-tanda apa pun sebelumnya. Menjelang maghrib ia dibangunkan oleh keluarganya. Tapi, innalillahi ternyata ia tidak bisa bangun lagi. Kembali kepada Sang Pencipta, untuk selamanya.
Saya tercenung. Betapa cepat datangnya kematian. Tidak ada tanda-tanda. Tidak didahului 'kata pengantar'. Tanpa ijin, dan tanpa permisi. Maunya tidur, kebablasan mati...!
Tapi saya juga 'iri' sama Pak As. Enak sekali cara matinya. Banyak orang menjelang mati mengalami penderitaan yang menyakitkan. Ia mati, sambil 'tidur-tiduran'. Sesudah shalat Ashar, dalam keadaan berwudlu. Ah, sungguh nikmat...
Saya jadi teringat ucapan bapak saya. Beliau mengajarkan hadits rasulullah saw kepada saya agar selalu berwudlu sebelum tidur.
" Jika engkau akan tidur; berwudlu'lah seperti wudlu untuk sembahyang, kemudian berbaringlah pada pinggang sebelah kanan..."
( HR.Bukhari, Muslim )
Mungkin, maksud bapak saya, jika kebablasan mati, kita dalam keadaan berwudlu. Bertemu Allah dalam kondisi tersuci. Betapa indahnya...
Apalagi, jika berangkat tidur, kita berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Beliau mengajarkan agar menjelang tidur kita berserah diri kepada Allah. "Bismika allahumma ahya wabismika amuut..." Dengan NamaMu ya Allah aku hidup, dan dengan NamaMu aku mati...
Sungguh tidur yang tenang. Tidur yang aman. Dan tentram. Semua kita pasrahkan kepada Allah. Termasuk hidup dan mati kita. Karena kita tahu, bahwa hidup dan mati ini memang bukan milik kita. Ini semua milik Allah. Kapan pun Dia mau mengambilnya kita serahkan dengan sepenuh hati. Seikhlas-ikhlasnya.
Nah, karena dalam tidur kita kehilangan kesadaran sepenuhnya, maka kita pun tidak tahu apakah kita masih bisa sadar kembali atau akan 'tidur' selama-lamanya. Siapa yang berani menjamin bahwa kita besok pasti akan terbangun kembali? Tidak ada. Seorang dokter yang paling hebat pun, tidak berani menjamin bahwa orang yang tidur itu pasti akan bangun kembali di esok hari.
Paling-paling dia hanya berani berkata: mungkin atau mudah-mudahan, esok dia bangun seperti sedia kala. Hidup kita ini hanya bermain-main dengan kemungkinan dan probabilitas. Tidak ada yang pasti. Segala kepastian itu hanya milik Allah saja. Maka sandarkan saja kepada Allah yang Maha Berkuasa. Di Genggaman TanganNya-lah hidup dan mati kita berada...
Begitu terbangun dari tidur di esok hari, kita sangat bersyukur. Karena ternyata Allah masih mengijinkan kita untuk menikmati hidup. Kita masih diberi kesempatan umur. Padahal orang-orang di sekitar kita, boleh jadi telah diputuskan.
Maka, orang yang demikian akan berucap alhamdulillah begitu terbangun dari tidurnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahwa setiap bangun dari tidur kita dianjurkan untuk mengucapkan: alhamdulillahillaadzil ahyaana ba'da maa amaatana wa ilaihi nusyuur. Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan aku dari matiku dan kepadaNya kita bakal kembali.
Rasa syukur tiada berhingga kita sampaikan kepadaNya sesaat setelah terbangun dari tidur. Kita bisa tersadar kembali dari tidur lelap. Dari rasa 'lenyap' semalaman. Betapa besarnya Kasih dan SayangNya kepada kita. Padahal, kita kan sudah 'hilang' dan tidak merasakan apa-apa selama beberapa jam...
Tidak cuma itu, kita juga diberi ingatan kembali olehNya. Bayangkan jika bangun tidur kita kehilangan ingatan. Betapa menderitanya. Kita tidak ingat lagi istri dan anak-anak kita. Kita tidak ingat lagi sahabat-sahabat dan teman sekerja. Kita tidak ingat lagi makanan kesukaan. Kita tidak ingat lagi semua yang ada di sekitar.
Oh, betapa tersiksanya. Kita kehilangan seluruh keindahan yang ditaburkan Allah di alam sekitar dan di sepanjang kehidupan yang telah kita jalani. Alhamdulilah, Allah masih mengembalikan ingatan.
Betapa besar kasih sayangNya kepada kita...
Kita pun masih diijinkan untuk menikmati berbagai hal yang terkait dengan kesehatan. Masih diijinkan untuk bisa melihat dan membuka mata. Bagaimana jadinya, jika bangun tidur kita tidak bisa melihat indahnya dunia. Tidak bisa mendengar merdunya suara. Tidak mampu menggerakkan anggota badan. Tidak bisa turun dari pembaringan. Tidak bisa berjalan. Dan seterusnya. Dan seterusnya.
Tidak akan ada habisnya kita sebutkan kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada kita. Semuanya karena Dia sangat menyayangi kita. Maka, itulah yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita agar selalu mengingat setiap kenikmatan yang tiada terkira itu.
Itulah tanda, bahwa kita senantiasa ingat kepada Allah. Mau tidur ingat. Bangun tidur juga ingat. Bahkan di dalam tidur pun kita telah berserah diri kepadaNya. Inilah makna Dzikir yang sesungguhnya. Dalam keadaan apa pun. Termasuk di dalam tidur lelap semalaman...