Cerita ini saya sampaikan kepada anak-anak di suatu Sekolah Dasar Negeri, ketika mereka sedang melaksanakan shalat tarawih berjamaah di sekolahnya. Setelah kami semua selesai shalat tarawih berjama'ah, saya memberi ceramah sekitar sepuluh menit tentang drama tersebut.
Pada zaman dahulu kala tersebutlah sebuah kisah teladan yang terjadi pada sebuah keluarga. Tempat tinggal mereka berada di pinggiran sebuah desa. Mereka tinggal bertiga dalam sebuah rumah. Yaitu sang suami, sang istri dan seekor kucing kesayangan mereka yang sudah dipeliharanya sejak kecil.
Sudah cukup lama keluarga tersebut belum dikaruniai seorang anak. Setelah dengan berbagai upaya dan do'a, akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan mereka, maka sang istri pun mengandung.
Setelah waktunya sampai, maka sang istri pun melahirkan seorang anak bayi yang sehat dan mungil. Tetapi kebahagian itu tidak berlangsung lama, karena sang istri tercinta meninggal dunia setelah melahirkan putra yang didambakannya. Kini mereka kembali hidup bertiga. Yaitu sang ayah, sang bayi, dan sang kucing kesayangannya.
Tiga bulan berselang dari kejadian itu, suatu pagi yang cerah, sang ayah akan pergi kepasar untuk membeli bahan makanan sebagai bekal hidup mereka selama satu minggu kedepan.
Sebelum berangkat, ia memanggil kucingnya. Disuruhnya kucing setia itu untuk menjaga anaknya sementara ia pergi ke pasar. Setelah sang ayah menaruh bayinya yang berumur tiga bulan itu di dalam kamarnya, maka berangkatlah ia.
Sang ayah berulang kali mengingatkan pada kucingnya agar hati-hati dalam menjaga bayinya. Setelah keperluan belanjanya terpenuhi, sang ayah bergegas pulang. Sesampainya di muka rumah, ia membuka pintu pagar bambu yang ada di halaman rumahnya. Dan terkejutlah ia. Apa yang dilihatnya?
Ternyata kucing peliharaannya, yang disuruh menjaga bayi tersebut, sudah berada di muka pintu rumahnya. Mulutnya ternganga. Tampak giginya yang tajam berlepotan darah segar.
Sang ayah menjerit histeris. Diambilnya tongkat kayu pengunci pagar yang cukup besar, dan dipukulinya kucing tersebut dengan membabi buta. Sang kucing mengerang kesakitan. Tidak diperdulikannya. Yang terpikir di benak sang ayah adalah bahwa kucing kesayangannya telah mencabik anaknya yang baru berumur tiga bulan itu.
Maklumlah, makanan di rumah sudah habis. Kemungkinan sang kucing begitu laparnya. Sehingga untuk mengisi perutnya ia makan bayi kecil mungil itu. Demikian perasaan yang berkecamuk di hati sang ayah sambil terus ia memukuli sang kucing. Sang kucing bermandi darah, dan tidak berdaya. Kepalanya penuh dengan luka akibat pukulan sang ayah. Maka bergegaslah sang ayah masuk ke dalam rumah untuk melihat anaknya...!
Apa yang dilihatnya? Sang ayah terbelalak matanya. Ia terhenti di depan pintu kamar. Dilihatnya sang anak tercintanya masih sehat, dan masih utuh badannya. Di dekat pembaringan sederhana itu, terkulai seekor ular yang cukup besar yang lemas penuh dengan luka oleh gigitan sang kucing....
Ooh, rupanya sepeninggal sang ayah, sang kucing yang setia itu telah berkelahi mati-matian dengan seekor ular besar, yang mau menggigit sang anak. Dan rupanya sang kucing telah memenangkan perkelahian hidup mati itu...
Apa yang diperbuat sang ayah? Dia bergegas mengambil anaknya yang ada di pembaringan, lalu digendongnya dan dibawanya lari keluar menuju kepada sang kucing yang sedang meregang nyawa akibat pukulan bertubi-tubi dari sang ayah.
Sambil menggendong bayinya, orang tua ini menangis dan menjerit di hadapan kucing setianya yang sudah lemas kehabisan darah. Ia minta maaf, ia menyesal tiada tara. Ia merasa melakukan dosa yang sangat besar. Telah menganiaya kucing peliharaannya, yang sangat setia. Yang rela berkorban demi anaknya. Karena patuhnya terhadap pesan majikannya. Tetapi sesal kemudian tiada berguna...
Setelah saya mengakhiri cerita tersebut, banyak anak-anak yang mengusap air matanya....
"Ah, betapa malang nasib sang kucing, mau menunjukkan jasa dikira telah melakukan perbuatan jahat. Demikian pula, betapa menyesalnya hati sang ayah, mestinya ia mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada kucing kesayangannya, tetapi sebaliknya justru ia telah menyiksanya...."
Saya menutup cerita tersebut dengan memberikan pertanyaan kepada anak-anak. Mengapa peristiwa itu sampai terjadi? Anak-anak saya beri penjelasan, bahwa ada dua hal yang menyebabkannya.
Bahwa sang ayah (sang majikan), telah berburuk sangka kepada sang kucing yang setia. Ia tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu, tetapi langsung mengambil tindakan.
Bahwa sang kucing yang telah merasa berjasa besar, ia tidak sabar menunggu sang ayah sampai tiba di kamarnya. Ia langsung keluar ingin bercerita tentang jasanya.
Andaikata sang ayah tidak berburuk sangka. Andaikata sang kucing bisa bersabar hati untuk beberapa saat saja. Sungguh tidak akan terjadi tragedi memilukan itu.
QS. Al-Jatsiyah (45) : 21
Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.
QS.Ath-Thur (52) : 48
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri
Cerita ini secara eksplisit adalah untuk anak-anak kita. Tetapi nilai yang terkandung di dalamnya sungguh untuk kita semuanya. Apakah kita sebagai orang tua, sebagai seorang remaja, atau sebagai pemimpin sebuah lembaga.
Tragedi itu terjadi karena 'kecerobohan' sang ayah yang berburuk sangka, dan juga 'kecerobohan' sang kucing yang tidak sabar untuk selekasnya mendapat pujian dari sang majikan.
Kalaulah kita sebagai pembaca, tidak inginkan kejadian yang memilukan hati itu terjadi di lingkungan kita, maka harus kita perhatikan kedua hal tersebut.
- Jika kita kebetulan sebagai seorang penguasa atau berkedudukan sebagai seorang yang punya kekuasaan, baik sebagai pemimpin di rumah tangga, pemimpin di suatu lembaga, penguasa di suatu komunitas, atau pejabat di suatu pemerintahan, maka janganlah selalu berburuk sangka kepada bawahan kita. Seperti halnya sang majikan terhadap kucingnya.
- Jika kita sebagai seorang bawahan, atau sebagai pihak lemah, yang berada pada sebuah organisasi atau sebuah institusi, maka selalulah bersabar atas hasil dari jerih payah yang kita kerjakan.
Rasulullah mengajarkan kepada kita semua, bahwa perilaku sabar tidak ada batasnya. Pernah suatu saat ketika rasulullah saw berdakwah di kota Thaif, beliau meyampaikan penjelasan dengan tutur kata yang sejuk dan santun, dengan hati ikhlas penuh kasih sayang. Tetapi penduduk Thaif menyambutnya dengan cemohan dan caci makian. Bahkan pada akhirnya mereka beramai-ramai melempari rasul dengan batu dan benda keras lainnya, sampai tubuh dan muka rasulullah penuh dengan luka dan berdarah.
Diceritakan oleh sebuah riwayat, bahwa malaikat penjaga bukit Uhud tidak tahan menyaksikan kekasih Allah mengalami penghinaan ini. Maka Sang Malaikat minta izin untuk menghancurkan seluruh pendudukThaif dengan jalan menimpakan bukit Uhud kepada mereka...
Tetapi apa jawab rasul tercinta? Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya yang penuh luka, dan beliau berdo'a dengan ikhlas: Ya Allah, jangan Engkau timpakan terhadap mereka suatu bencana. Ampunilah dosa dan kesalahan mereka, mereka belum tahu tentang kebenaran, mereka belum tahu bahwa aku adalah rasulMu...
Inilah sebuah kesabaran, yang begitu luar biasa tiada tara. Betapa jauhnya dengan perilaku kita sehari-hari. Sabar hanya kita pahami sebatas pengetahuan, bukan dalam pengetrapan kehidupan kita.
Satu hal lagi, pada kesempatan lain pernah rasul memberi pelajaran tentang sabar kepada para sahabatnya, kata rasulullah: kalau tidak mungkin kita mengajak para kafir Quraisy untuk masuk Islam saat ini, janganlah putus asa, do'akan agar Allah memberi hidayah pada mereka, sehingga mereka mau masuk Islam di waktu mendatang..."
Tiba-tiba seorang sahabat bertanya: ya rasulullah, jika sampai mati mereka juga tidak mau masuk Islam? Jawab rasul, do'a kan agar anak cucunya nanti masuk Islam...."
Para sahabat terperangah mendengar jawaban rasul tersebut. Inilah sebuah pelajaran tentang kesabaran yang tidak saja tak terbatas pada saat dan waktu tertentu, tapi sekaligus memberi pelajaran bahwa seorang mukmin harus selalu bersikap optimis dalam kehidupannya.
Waktu bukanlah kendala bagi seorang yang bertaqwa, Allah akan mencoba kesabaran seseorang pada tingkatannya masing-masing. Dan Allah akan memberikan pahalaNya dengan kelipatan yang tiada terhingga.
QS. An-Nahl 16 : 96
Apa yang ada di sisimu itu akan lenyap, sedangkan apa yang ada di sisi Allah itu akan tetap kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan pada orang-orang yang sabar itu dengan pahala yang lebih baik dan apa yang telah mereka kerjakan.
QS. Az-Zumar 39 : 10
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.