Friday, March 2, 2007

Dalam Tinjauan Sains Modern



Peristiwa Isra' Mi'raj sarat dengan pemahaman ilmu pengetahuan mutakhir. Bagi saya, ini juga menunjukkan bahwa ajaran Islam mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat canggih yang berlaku sampai akhir zaman. Ditafsir secara sederhana seperti pada zaman Rasulullah saw bisa, ditafsir dengan ilmu pengetahuan mutakhir pun semakin mempesona.

Untuk memahami hikmah yang terkandung di dalam perjalanan tersebut marilah kita kutip firman Allah berikut ini.

QS. lsraa' (17) : 1
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Ayat di atas menceritakan perjalanan malam itu dengan sangat komprehensif. Sehingga dengan berpatokan pada ayat tersebut kita bisa memperoleh pemahaman yang sangat memadai tentang kejadian tersebut.

Setidak-tidaknya, ada 8 kata kunci di dalam ayat tersebut yang bisa menuntun pemahaman kita tentang perjalanan malam Rasulullah saw, yaitu:
1. Maha Suci Allah yang, (Subhanalladzii)
2. Memperjalankan (asraa)
3. HambaNya (abdihi)
4. Malam Hari (Laila)
5. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
(Minal masjid al haraam i1al masjid al Aqsha)
6. Kami berkati sekelilingnya (baaraknaa haulahu)
7. Tanda-Tanda kebesaran Allah (linuriyahu min aayaatina)
8. Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
(innahu huwassamii'ul 'bashfir)

1. Maha Suci Allah

Cerita tentang Isra' di dalam firman Allah tersebut di atas dimulai dengan kata Subhaanalladzii - Maha Suci Allah yang. Kata pembuka ini, menurut saya memiliki makna yang sangat mendalam untuk memulai pemahaman kita.

Kalau kita mau kritis, kita pasti bertanya-tanya: "Kenapa ya cerita tentang Isra' ini kok dimulai dengan kata Subhanallah? Kok bukan dengan kata-kata yang lain?"

Saya menangkap suatu kesan bahwa Allah ingin memberikan penegasan kepada kita bahwa perjalanan Rasulullah saw ini bukanlah perjalanan biasa. Melainkan sebuah perjalanan luar biasa. Kenapa saya memiliki kesimpulan tersebut?

Di dalam Islam, kata Subhanallah diajarkan untuk diucapkan ketika kita menemui suatu kejadian yang luar biasa atau menakjubkan. Ketika melihat ciptaan Allah yang Maha Dahsyat di alam semesta, misalnya, kita dianjurkan untuk mengucapkan Subhanallah. Kehebatan proses-proses pembakaran di matahari, kecepatan putar planet Bumi yang luar biasa, keindahan pantulan cahaya bulan purnama yang begitu memukau, dan lain sebagainya, bisa menyulut rasa terpesona kita. Dan kemudian terlontar ucapan Subhanallah.

Maka, ketika Allah memulai ayat Isra' tersebut dengan kata Subhanallah, pikiran saya langsung menangkap nuansa bahwa Allah akan bercerita sesuatu yang luar biasa di kalimat-kalimat berikutnya. Selain itu, penegasan-penegasan di bagian akhir ayat ini juga menggambarkan betapa semua itu memang menunjukkan Maha Perkasa dan Maha Dahsyatnya Allah, Sang Penguasa Alam semesta.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih baik, di bawah ini saya cuplikkan beberapa ayat yang mengajarkan kepada kita untuk mengucapkan Subhaanallaah.

QS. Ali Imran : 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan Bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka.

QS. Al A'raaf (7) : 54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk, kepada perintah Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

Dan banyak lagi ayat-ayat yang mengajak kita untuk mengagumi Kebesaran dan Kemaha-Sucian Allah. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini. QS. 23: 14, QS. 25: 1, QS 25: 10, QS. 25: 61, QS. 43: 85, QS. 59: 23, QS. 67: 1

2. Yang Telah Memperjalankan

Kata kunci yang kedua adalah kata asraa 'memperjalankan' ' Kata ini memberikan makna yang penting buat kita dalam memahami peristiwa tersebut. Bahwa, ternyata perjalanan luar biasa itu memang bukan kehendak Rasulullah saw sendiri, melainkan kehendak Allah.

Kenapa berkesimpulan demikian? Ya, karena Allah menginformasikan kepada kita dalam ayat tersebut bahwa semua itu terjadi atas kehendakNya. Allah-lah yang telah memperjalankan Muhammad saw.

Dengan kata lain, kita juga memperoleh 'bocoran' bahwa Rasulullah saw tidak akan bisa melakukan perjalanan tersebut atas kehendaknya sendiri. Sebagaimana saya uraikan pada bagian-bagian berikutnya nanti, perjalanan ini memang terlalu dahsyat bagi seorang manusia. Jangankan manusia biasa, Rasulullah saw pun tidak bisa jika tidak diperjalankan oleh Allah.

Karena itu Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang 'ruang' dan 'waktu' di dalam alam semesta ciptaan Allah. Jibril sengaja dipilih oleh Allah untuk mendampingi perjalanan beliau mengarungi semesta, karena Jibril adalah makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah saw melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.

Selain itu perjalanan mereka juga disertai oleh Buraq. la adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata Barqun yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 km per detik.

Di sinilah mulai muncul pertanyaan dan kontradiksi. Dalam ilmu Fisika Modern diketahui bahwa kecepatan tertinggi di alam semesta adalah cahaya. Tidak ada kecepatan lain yang lebih tinggi darinya.

Kecepatan yang setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan demikian tinggi itu. Bahkan saking ringannya, maka sesuatu itu harus tidak memiliki massa atau bobot sama sekali. Jika sesuatu masih memiliki bobot meskipun hampir nol ia tidak bisa mengalami kecepatan cahaya. Yang bisa melakukan kecepatan itu cuma photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan elektron yang bobotnya dikatakan hampir nol pun tidak bisa memiliki kecepatan setinggi itu.

Di sinilah mulai muncul problem, dalam menjelaskan peristiwa Isra'. Malaikat Jibril dan Buraq adalah makhluk cahaya, yang badannya tersusun dari photon-photon, yang sangat ringan. Karena itu tidak mengalami kendala untuk bergerak dengan kecepatan cahaya yang demikian tinggi. Akan tetapi Rasulullah saw adalah manusia biasa. Badannya tersusun dari atom-atom kimiawi, yang memiliki bobot.

Kalau kita mencoba memahami zat-zat penyusun tubuh manusia, maka kita akan mendapati bahwa badan kita tersusun dari organ-organ tubuh, seperti otak, jantung, paru-paru, liver, daging, tulang dan lain sebagainya.

Berbagai organ tubuh itu juga tersusun dari bagian yang lebih kecil yang disebut sel. Ada sel-sel jantung, ada sel-sel otak, sel darah, sel tulang, sel saraf, daging, liver dan lain sebagainya.

Jika dilihat lagi penyusunnya, maka berbagai macam sel itu tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang sangat kompleks. Mulai dari H2O sampai pada rantai molekul asam amino atau protein-protein kompleks lainnya.

Dan kalau kita cermati lebih mendetil lagi, maka molekul molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut atom. Ada miliaran atom yang menyusun tubuh manusia. Dan seterusnya, atom ternyata juga tersusun dari partikel-partikel sub atomik seperti proton, neutron, elektron dan lain sebagainya.

Seluruh bagian-bagian penyusun itu bergandengan satu sama lain dengan menggunakan energi ikat, supaya tidak tercerai-berai. Partikel-partikel sub atomik bergandengan membentuk atom. Atom atom bergandengan membentuk molekul. Demikian pula berbagai jenis molekul bergandengan membentuk sel-sel tubuh dan seluruh organ. Dan kemudian organ-organ itu berkolaborasi membentuk badan kita.

Seorang manusia lantas memiliki bobot yang cukup berat, berpuluh-puluh kilo. Maka, 'benda' yang seberat itu tentu tidak bisa dipercepat dengan kecepatan tinggi, sebagaimana photon-photon cahaya yang tidak punya bobot.

Selain berat, sistem tubuh kita juga tidak bisa dipercepat terlalu tinggi. Jangankan setinggi kecepatan cahaya, dengan percepatan beberapa kali gravitasi Bumi (G) saja sudah akan mengalami kendala serius. Dan bisa meninggal Dunia.

Bayangkan seorang pilot pesawat tempur. Ketika ia melakukan manuver di angkasa, ia sebenarnya sedang melakukan gerakan-gerakan yang berbahaya bagi tubuhnya. Terutama otak dan jantungnya.

Misalkan, ketika ia melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau manuver 'jatuh' ke Bumi. Saat itu, badannya bakal mengalami tekanan alias bebal yang sangat besar, bergantung pada besarnya percepatan yang dia lakukan.

Jika dia bermanuver ke langit dengan percepatan 2 kali gravitasi Bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Kalau bobot badannya pada kondisi normal 80 kg, misalnya, maka pada saat melakukan manuver itu bobotnya akan menjadi 160 kg.

Demikian pula anggota-anggota badannya juga akan mengalami perlipatan bobot. Jika kepalanya berbobot 10 kg, maka pada saat bermanuver 2G itu kepalanya akan memiliki bobot 20 kg. Demikian pula tangannya, kakinya, dan seluruh organ tubuhnya menjadi 2 kali lipat bobot semula.

Maka, anda bisa bayangkan betapa otot-otot tubuhnya akan terbeban dengan beban yang jauh lebih berat dari biasanya. Itu kalau percepatannya menjadi dua kali lipatnya. Padahal, banyak pilot pesawat tempur melakukan manuver sampai 5G, 5 kali gravitasi Bumi. Anda bisa bayangkan berapa bobotnya ketika itu.

Kepalanya menjadi berbobot 50 kg, tangannya menjadi 25 kg, kakinya menjadi 30 kg, dan seterusnya. Bisa-bisa sang pilot tidak mampu mengangkat kepala, karena otot lehernya tidak terlatih. Atau bisa jadi tangannya menjadi sulit digerakkan untuk menggerak kemudi, karena ototnya mendadak seperti lemas tak bertenaga.

Bahkan bukan hanya itu, otak si pilot bisa mengalami problem juga. Sebagai contoh, Anda pernah naik lift yang kecepatannya agak tinggi? Nah, pada saat lift itu bergerak terasa ada tekanan di otak kita, 'nyuuut'!

Kalau percepatannya lebih tinggi lagi, rasa 'nyuut' di otak itu akan semakin besar. Seperti orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan mengalami 'hilang kesadaran'. Apalagi manuver pilot dengan percepatan sampai 5G. Pilot yang tidak terlatih bisa-bisa mengalami black out alias semaput atau pingsan di angkasa.

Apa yang saya ceritakan di atas adalah kecepatan-kecepatan yang masih tergolong rendah untuk ukuran alam semesta. Itu saja, badan manusia sudah tidak kuat menanggung bebannya. Apalagi jika kita bermain-main dengan kecepatan cahaya, yang per detiknya bisa mencapai 300.000 km. Sungguh, badan manusia tidak akan mampu menahannya.

Efek yang bakal terjadi bukan hanya pingsan. Tetapi lebih dahsyat dari itu : badan manusia akan tercerai-berai menjadi partikel partikel sub atomik, sebelum mencapai kecepatan cahaya. Kenapa bisa demikian ?

Sebagaimana saya jelaskan di atas, tubuh manusia tersusun dari partikel-partikel sub atomik yang saling bergandengan menggunakan binding energy alias 'energi ikat'. Nah, ketika dipercepat dengan kecepatan sangat tinggi, maka muncullah gaya yang berlawanan dengan energi ikat tersebut. Semakin tinggi kecepatan yang diberikan kepada benda, maka energi yang melawan binding energy tersebut semakin besar. Sehingga, suatu ketika tubuh manusia itu akan 'buyar' menjadi partikel-partikel kecil.

Hal ini bisa diumpamakan dengan contoh berikut. Ada sejumlah orang bergandengan tangan, berderet ke samping. Sederet orang tersebut lantas disuruh berpusing, dengan salah satunya menjadi pusat putarannya. Semakin cepat, dan semakin cepat. Maka apakah yang terjadi? Suatu ketika pegangan tangan mereka tidak mampu lagi untuk saling berjabatan, disebabkan oleh kekuatan putar itu telah memunculkan tenaga yang melawan kekuatan pegangan mereka. Akhirnya, pegangan tangan mereka pun terlepas. Mereka jatuh bergelimpangan.

Hal inilah yang bakal terjadi pada tubuh manusia yang melesat dengan kecepatan tinggi. Bahkan, jauh sebelum badannya terburai menjadi partikel-partikel sub atomik, organ-organ tubuhnya sudah rusak duluan. Jantungnya berhenti berdenyut, diikuti kesadaran yang menghilang, dan kemudian disusul gagalnya fungsi seluruh organ-organ tubuhnya.

Dengan demikian, maka secara ilmiah memang sulit untuk mengatakan bahwa Rasulullah saw melakukan perjalanan tersebut dengan badan wadag nya yang normal. Beliau tidak akan bisa bergerak sekencang malaikat Jibril dan Buraq, karena badannya memang bukan terbuat dari cahaya.

Nah, disinilah kata kunci kedua ‘asraa’ menjelaskan. Bahwa perjalanan itu memang tidak atas kemampuan Rasulullah saw sendiri, melainkan 'diperjalankan' oleh Yang Maha Perkasa dan Maha Berilmu.

Namun demikian, kita tetap harus mencari penjelasannya agar bisa diterima oleh akal. Adakah alternatif penjelasan yang bisa memberikan pemahaman secara scientific? Ternyata Fisika Modern bisa memberikan penjelasan yang masuk akal tersebut.

Diubah Menjadi Badan Cahaya.
Salah satu 'skenario rekonstruksi' untuk mengatasi problem di atas adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan antimaterinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (antielektron), maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing masing 0,511 MeV untuk pasangan partikel elektron dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton

Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi memang bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.

Teori ini bisa kita gunakan untuk menjelaskan proses perjalanan Rasulullah saw pada etape pertama ini. Agar Rasulullah saw dapat mengikuti kecepatan Jibril dan Buraq, maka badan wadag Rasulullah saw diubah oleh Allah menjadi badan cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk 'mengimbangkan' kualitas badan Nabi dengan Jibril dan Buraq yang menjadi 'kawan seperjalanan' beliau. Seperti kita ketahui bahwa Jibril dan Buraq adalah makhluk berbadan cahaya.

Kapankah hal itu dilakukan? Tentu sebelum beliau berangkat. Kemungkinannya, ketika Jibril mengajak Nabi untuk mensucikan hati beliau dengan menggunakan air Zam zam.

Telah diceritakan bahwa sebelum berangkat Rasulullah saw disucikan menggunakan air Zam zam oleh Jibril. Di riwayat yang lain, diceritakan bahwa Jibril mengoperasi hati Rasulullah saw dan mensucikannya dengan air Zam zam.

Manusia adalah sebuah sistem energi yang berpusatkan di hati. Seluruh perubahan yang terjadi pada sistem energi tubuh seseorang bisa tercermin di frekuensi hatinya. Sebaliknya, karena hati menjadi pusat sistem energi itu, maka jika ingin melakukan perubahan terhadap sistem tersebut juga bisa dilakukan 'mereaksikan' hatinya.

Itulah, agaknya, yang terjadi pada Rasulullah saw saat 'dioperasi' oleh malaikat Jibril, di dekat sumur Zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi dalam tubuh Rasulullah. Seluruh badan material Rasulullah di 'annihilasi' oleh Jibril menjadi badan cahaya. Sebagai makhluk cahaya yang cerdas, Jibril paham betul tentang proses-proses annihilasi. Sebagaimana firman Allah dalam
An-Najm :6
“yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.”

Maka, dalam sekejap, tubuh material Nabi pun berubah menjadi tubuh cahaya. Dan beliau siap melakukan perjalanan bersama Jibril dan Buraq, sebab ketiga-tiganya telah memiliki kualitas badan yang sama, yaitu badan cahaya. Maka Allah pun memperjalankan ketiganya menuju masjid al Aqsha di Palestina.

Perjalanan dengan Kecepatan Cahaya
Setelah ketiganya siap, maka mereka segera berangkat dan melesat dengan kecepatan sangat tinggi sekitar 300.000 km per detik. Ya, ketiga makhluk cahaya itu melesat menempuh perjalanan Mekkah Palestina yang berjarak 1500 km itu hanya dalam waktu sekejap mata saja. Atau lebih detilnya sekitar 0,005 detik, dalam ukuran waktu manusia!

Namun demikian, Rasulullah saw melakukannya dengan kesadaran penuh. Adanya relativitas waktu antara Dunia manusia dengan Dunia malaikat menyebabkan Rasulullah merasakan sepenuhnya perjalanan itu. Sehingga segala peristiwa yang terjadi dalam perjalanan, beliau bisa mengingat dan menceritakan kembali.

Bayangkan seperti orang yang lagi bermimpi. Meskipun orang tersebut hanya bermimpi selama 1 menit, tetapi dia bisa bercerita tentang mimpinya yang 'sangat panjang'. Kenapa demikian? Karena waktu yang berjalan di Dunia mimpi dan Dunia nyata berbeda.

Sama dengan yang terjadi pada Rasulullah saw. Pada waktu itu, beliau tidak sedang bermimpi. Beliau betul-betul melakukan perjalanan dengan badannya. Tetapi badan yang sudah diubah menjadi cahaya. Nah, karena ada relativitas waktu, maka waktu yang sekejap itu pun bagi Rasulullah sudah, cukup untuk menangkap seluruh kejadian yang dialaminya.

Maka, tidak heran jika beliau bisa menjawab berbagai, pertanyaan orang kafir yang ingin mengujinya. Di antaranya, beliau bisa bercerita betapa dalam perjalanan itu ada sekelompok kafilah atau pedagang yang unta dan kudanya lari ketakutan, saat Rasulullah saw dan Jibril melintas di dekatnya. Para kafilah itu tidak bisa melihat Rasulullah yang berbadan cahaya, tetapi rupanya unta dan kuda-kuda mereka bisa merasakan kehadiran Rasulullah, Jibril dan Buraq yang melintas dengan kecepatan sangat tinggi.

3. HambaNya

Kata kunci yang ketiga adalah bi'abdihi alias hambaNya. Ada dua makna yang terkandung di dalam kata ini. Yang pertama, kata 'abdi menggambarkan bahwa Rasulullah saw diperjalankan sebagai manusia seutuhnya. Artinya, jiwa dan raganya. Karena kata hamba memang menunjuk kepada totalitas diri seorang manusia.

Penggunaan kata ‘abdi’ ini seringkali digunakan untuk menepis anggapan bahwa Rasulullah saw melakukan perjalanan itu tidak bersama badannya. Hanya ruh atau penglihatannya saja. Para ahli tafsir sepakat bahwa dengan menggunakan kata abdi, maka Allah memberikan isyarat bahwa perjalanan itu dilakukan oleh Muhammad saw sebagai manusia seutuhnya, jiwa dan badannya.

Makna kedua yang terkandung di dalam kata 'abdi adalah bahwa tidak sembarang orang bisa melakukan perjalanan seperti yang dialami Rasulullah saw. Yang bisa melakukan perjalanan luar biasa itu hanya seseorang yang sudah mencapai tingkatan tertentu di dalam kualitas beragamanya, yaitu ‘abdihi’ hamba Allah.

Apakah hebatnya seorang 'abdihi ? Seorang hamba adalah seseorang yang mengabdikan hidupnya sepenuhnya untuk 'Majikannya'. Memang, kalau yang dimaksud adalah hamba alias budak manusia, dia adalah orang yang terhina. Akan tetapi jika dia adalah seorang hamba Allah, lain persoalannya.

Justru, seorang hamba Allah adalah orang yang memiliki derajat sangat tinggi di hadapan Allah. Karena, orang semacam ini telah meniadakan 'aku' alias 'ego'nya. Yang ada hanya Allah semata di dalam hidupnya. Dia tidak memiliki keinginan pribadi, yang ada hanya keinginan Allah. Dia telah berserah diri sepenuh penuhnya kepada kehendak Allah. Inilah puncak tertinggi di dalam proses beragama. Karena, sesungguhnya dia telah bisa mengaplikasikan kalimat laa ilaaha illallah, dengan sebenar-benarnya.

Nah, informasi itulah yang saya tangkap dari kata kunci ketiga ini. Bahwa Allah ingin menyampaikan kepada kita, perjalanan malam itu bukan sembarang perjalanan, dan hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang sudah mencapai tingkatan 'hamba' dalam proses beragamanya.

4. Malam Hari

Setelah memberikan sinyal bahwa ini adalah sebuah perjalanan luar biasa yang dikendalikan Allah terhadap hambaNya, maka Allah menginformasikan kalau perjalanan itu dilakukan pada malam hari.

Sempat terlintas di benak saya : ”kenapa ya perjalanan luar biasa itu dilakukan pada malam hari? Kok tidak siang hari saja?”

Saya baru memperoleh jawabnya setelah menghubungkan dengan kata kunci ke dua, bahwa peristiwa ini adalah sebuah perjalanan yang dikendalikan Allah lewat mekanisme yang sangat canggih.

Kita teringat pada penjelasan kata kunci kedua. Agar Nabi bisa mengikuti kecepatan malaikat dan Buraq, maka badan Nabi diubah menjadi badan cahaya oleh Jibril. Sehingga, ini menjadi 'klop' dengan perjalanan malam hari. Ini adalah alasan yang lebih bersifat teknis.

Pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Rasulullah saw, yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan Nabi yang sesungguhnya, tentu saja, adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril.

Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu.

Sebagai gambaran sederhana, adalah gelombang suara. Jika malam-malam kita mencoba mendengarkan suara-suara , maka kita bisa mendengarkan dengan baik. Suara deru mobil di kejauhan, misalnya, bisa kita dengarkan dengan baik. Atau suara anjing menggonggong di tengah larut malam. Pendengaran kita menjadi demikian tajam dibandingkan pada siang hari. Kenapa? Karena suara-suara tersebut tidak mengalami interferensi atau gangguan gelombang yang terlalu besar, sehingga terdengar jernih.

Demikian pula jika kita mendengarkan suara radio. Mencari gelombang radio pada malam hari lebih mudah dan hasilnya lebih jernih, karena gelombang radio tersebut juga tidak mengalami gangguan terlalu besar. Begitulah gambaran sederhananya, tentang perjalanan Nabi yang dilakukan pada malam hari. Karena badan Rasul diubah menjadi badan gelombang cahaya, maka perjalanan malam hari menjadi memiliki makna yang sangat penting buat kelancaran perjalanan beliau.

Malam hari juga memiliki arti yang penting dalam melakukan komunikasi dengan Allah. Coba lihat, Allah memerintahkan kita untuk melakukan shalat malam yang bernilai sangat tinggi, yaitu shalat tahajjud. Kenapa demikian? Salah satunya, karena pada malam hari jiwa kita bisa menjadi lebih fokus dan khusyuk.

Dalam ayat berikut ini Allah menginformasikan bahwa shalat pada malam hari itu bacaannya lebih berkesan. Nah, dalam konteks ini, bukankah Rasulullah saw memang bertujuan untuk menghadap kepada Allah SWT? Maka, perjalanan malam hari juga memiliki makna kejernihan komunikasi dengan Allah.

QS. Al Muzammil (73): 6
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”

5. Dari Masjid ke Masjid

Kata kunci yang kelima adalah ‘minal masjid al haraami ilal masjid al aqsha’, "dari masjidil haram ke masjdil aqsha". Sebagaimana kata kunci sebelumnya, maka di benak saya timbul pertanyaan : "kenapa ya Allah memperjalankan Nabi Muhammad dari masjid ke masjid? Kok bukan, misalnya, dari gua Hira' atau rumah Nabi?" Pasti ada makna yang tersembunyi di dalam informasi ini.

Saya lantas teringat bahwa masjid adalah suatu tempat yang banyak menyimpan energi positif. Kenapa begitu? Ya, karena masjid terus menerus digunakan untuk melakukan proses peribadatan yang menghasilkan energi positif.

Padahal sebagaimana kita ketahui, energi positif dari berbagai ibadah kita itu bakal mengimbas ke tempat sekitar. Sebagai contoh, rumah yang sering kita pakai untuk shalat malam, dzikir, puasa dan sebagainya akan terasa 'dingin' dan menyejukkan serta membuat 'kerasan'. Kenapa? Karena, energi do'a kita telah mengimbas ke lingkungan rumah kita.

Maka Anda bisa bayangkan, betapa besarnya energi positif yang tersimpan di dalam masjid. Khususnya masjid al Haram dan masjid al Aqsha. Kedua masjid itu telah berumur ribuan tahun. Dan selama ribuan tahun itu pula digunakan untuk kegiatan-kegiatan peribadatan yang menghasilkan energi positif. Maka, sungguh tempat itu menyimpan energi yang luar biasa besar. Masing-masing bagaikan sebuah tabung energi yang sangat dahsyat.

Lantas, apa kaitannya dengan perjalanan Rasulullah saw? Ini terkait dengan badan Nabi yang telah dirubah menjadi badan cahaya oleh Jibril. Karena badan Rasulullah saw telah berubah menjadi badan energi alias cahaya, maka banyak hal yang harus disesuaikan dengan perubahan itu, termasuk tempat keberangkatan dan kedatangan beliau.

Saya membayangkan sebuah film yang sangat populer beberapa tahun lalu, yaitu Startrek. Film yang mengambil latar perjalanan luar angkasa itu banyak menampilkan teknologi-teknologi masa depan secara scientific. Di antaranya adalah teleportasi. Yaitu cara memindahkan benda secara cepat ke suatu tempat yang berjarak jauh.

Digambarkan, dalam film itu, misalnya tentang pindahnya seseorang dari satu tempat ke tempat lain yang berjarak sangat jauh dengan teknik teleportasi. Katakanlah Mr Spock. Jika ia ingin pindah dari satu tempat ke tempat lain, ia cukup masuk ke dalam sebuah tabung 'annihilator' saja.

Ketika berada di dalam tabung itu, Mr Spock disinari dengan sinar tertentu. Tiba-tiba badannya lenyap berubah manjadi cahaya. Cahaya itu lantas dipancarkan ke tabung lain di seberang sana tempat yang dituju. Sesampainya di tempat tujuan, cahaya itu ditangkap dengan peralatan receiver, dan kemudian diubah kembali menjadi badan manusia, Mr Spock.

Di sini kita melihat, bahwa sang pembuat skenario menulis cerita secara scientific. Bahwa memang materi bisa dirubah menjadi energi. Lantas, energi itu dipancarkan antar tabung transmitter dan receiver. Kemudian dirubah kembali menjadi benda kembali.

Dalam kaitannya dengan peristiwa Isra' ini saya membayangkan teknik teleportasi itu terjadi. Gejala-gejala itu, menurut saya cukup kelihatan dan memenuhi syarat terjadinya proses tersebut. Yang pertama: sangat boleh jadi badan Nabi diubah menjadi cahaya oleh malaikat Jibril. Sebab jika tidak, maka perjalanan mereka akan menemui kendala sangat besar akibat tidak seimbangnya kualitas badan Nabi (materi) dengan badan malaikat dan Buraq (cahaya). Yang kedua, masjid al Haram dan masjid al Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Ini mirip dengan tabung trasmitter dan receiver, yang digunakan dalam proses teleportasi. Contoh konkretnya adalah yang terjadi pada Mr Spock, dalam film sains fiksi Startrek.

Karena masjid mengandung energi positif yang sangat besar maka perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi energi cahaya menjadi jauh lebih mudah. Apalagi 'dioperatori' oleh malaikat Jibril yang memang makhluk cahaya. Maka semuanya berjalan lancar sesuai kehendak Allah. Dialah yang berkehendak, malaikat Jibril yang melaksanakannya.

Maka, setelah badan Nabi berubah menjadi badan cahaya, malaikat Jibril langsung memandu perjalanan itu dari masjid al Haram menuju masjid al Aqsha. Dan bukan hanya sampai di Palestina, malaikat Jibril pun tetap memandu Rasulullah saw sampai ke langit ke tujuh. Lebih detil akan saya uraikan di bagian lain ketika membahas mi’raj

6. Diberkahi Sekelilingnya

Perjalanan malam itu memang sebuah perjalanan yang tidak lazim. Karena itu, Allah mempersiapkan berbagai fasilitas untuk menjaga kelancarannya. Kata kunci ke enam ini baaraknaa haulahu menggambarkan betapa Allah terus mengendalikan proses perjalanan tersebut. Allah mengatakan bahwa Dia telah memberkahi sekelilingnya, supaya tidak muncul kendala yang berarti.

Sejak awal Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk mendampingi Hasulullah saw, mulai dari persiapan jiwa raganya, sampai memandu apa yang harus dilakukan oleh Nabi. Kemudian, perjalanannya pun dilakukan dari masjid ke masjid. Dan, selama perjalanan tersebut Allah masih memberikan barokahNya, supaya tidak terjadi interferensi atau gangguan-gangguan gelombang yang membahayakan 'badan energi' Nabi.

Sebab, jika tidak dilindungi secara khusus, badan Nabi bisa mengalami proses balik menjadi 'badan material' lagi sebelum waktunya. Misalnya ketika melewati medan inti Bumi dengan besar tertentu. Sebagaimana, saat gelombang Gama melewati medan inti atom, bisa berubah kembali menjadi sepasang partikel elektron dan positron.

Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab jika badan Nabi tiba-tiba berubah menjadi 'badan materi' lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terburai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak berbentuk lagi. Hal ini telah saya jelaskan di depan, bahwa energi ikat yang menyusun atom, molekul dan badan Nabi itu bisa kalah besar dibandingkan energi yang muncul akibat kecepatannya.

7. Diperlihatkan Tanda-TandaNya

Apakah tujuan dari perjalanan itu? Salah satunya, Allah ingin menunjukkan tanda-tanda kebesaranNya di alam semesta kepada Rasulullah saw.

Sebagian ulama mengemukakan pendapat bahwa perjalanan tersebut bermaksud untuk memantapkan hati Rasulullah saw setelah beliau mengalami tekanan bertubi-tubi. dalam perjuangan menyebar luaskan agama Islam.

Tahun-tahun menjelang keberangkatan Isra' Mi'raj itu Rasulullah mengalami boikot ekonomi dari orang-orang kafir Ouraisy. Disusul ditinggal mati oleh istri Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib yang sangat besar peranannya dalam membantu perjuangan beliau. Maka, Nabi sangat prihatin dan tertekan. Sehingga, Allah memerintahkan Nabi agar melakukan perjalanan Isra' Mi'raj tersebut, untuk memberikan keyakinan dan motivasi atas perjuangannya kembali.

Hal-hal semacam ini memang juga terjadi pada Rasul-Rasul sebelumnya. Perjuangan yang demikian berat sempat membuat para Rasul itu down. Hal ini, misalnya, juga terjadi pada Nabi Musa, sehingga beliau 'bertapa' di gunung Sinai. Bahkan pada saat itu Nabi Musa digambarkan ingin bertemu dan melihat Allah secara langsung untuk menguatkan keyakinannya. Meskipun beliau tidak bisa melihat Allah, tetapi akhirnya Nabi Musa yakin bahwa Allah itu Maha Perkasa dan Maha Dahsyat, setelah beliau pingsan karenanya.

QS. Al A'raaf (7): 143
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihatKu". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama tama beriman”.

Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Yunus, sehingga beliau meninggalkan kaumnya. Akan tetapi Allah mengembalikannya lagi setelah Yunus ditelan oleh ikan. Dan di dalam perut ikan itulah beliau 'bertemu' dengan Tuhannya, sehingga kemudian kembali kepada kaumnya.

QS. Al Anbiya': 87
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.

Nabi Ibrahim juga mengalami hal yang serupa. Untuk meyakinkan dirinya, Ibrahim suatu ketika memohon kepada Allah untuk menunjukkan cara Dia menghidupkan kembali makhluk yang telah mati. Maka Allah memerintah kan untuk memotong-motong burung, dipisahkan di sejumlah bukit. Lantas, potongan-potongan badan burung itu berkumpul kembali, setelah dipanggilnya. Maka, Ibrahim pun menjadi semakin yakin terhadap kekuasaan Allah.

QS. Al Badarah (2): 260
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan, orang mati" , Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" 'Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) ".Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Begitu juga kejadian yang menimpa Nabi Ayyub dengan penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Atau Nabi Sulaiman, Nabi Daud, dan Nabi Nabi yang lain. Selalu ada pasang surut dan proses untuk mencapai tingkatan yang semakin tinggi dalam meyakini kebesaran Allah, Sang Perkasa.

QS. Shaad (38): 34
"Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (Yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat "

QS. Shaad (38): 41
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya; "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan".

Maka, dalam persepsi ini, perjalanan Isra' Mi'raj juga memiliki tujuan yang kurang lebih sama. Allah sengaja 'memamerkan' kekuasaanNya kepada Nabi Muhammad, agar beliau tidak berkecil hati dalam menghadapi tekanan yang datang bertubi-tubi.

Dalam perjalanan itu Rasulullah saw lantas menyaksikan pemandangan-pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi, pada saat Mi'raj ke langit ke tujuh.

Namun pada saat melintasi Mekkah Palestina pun beliau sesungguhnya sudah sangat takjub dan mengingat seluruh kejadian yang beliau alami. Bahkan bisa bercerita secara akurat kepada orang-orang yang meragukan perjalanan beliau. Termasuk beliau bisa menceritakan jumlah pintu dan jendela masjid al Aqsha.

Kenapa beliau bisa menceritakan kejadian kejadian tersebut dengan akurat? Rupanya, setelah perjalanan Isra' Mi'raj itu Nabi memiliki peningkatan kemampuan melihat dimensi-dimensi lebih tinggi di alam semesta ini. Selama perjalanan tersebut Allah telah membuka hati beliau, sehingga menjadi ‘kasyaf’ alias terbuka. Ilmu dan hikmah yang beliau kuasai bukan lagi hanya meliputi langit pertama, melainkan sampai langit yang ke tujuh.

QS. An Naim (53): 11
"Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya"

Selain tujuan memotivasi kembali semangat perjuangan beliau, Allah juga sengaja memamerkan kekuasaanNya lewat tanda-tanda di alam semesta yang beliau lewati.

Pendekatan makhluk kepada penciptanya memang terjadi lewat tanda-tanda kebesaranNya. Tidak terjadi secara langsung. Kenapa demikian? Sebab ada suatu gap yang sangat jauh antara kualitas makhluk dengan kualitas pencipta. Makhluk demikian lemahnya, sedang pencipta demikian dahsyatnya. Maka, sepintar dan sehebat apa pun seorang manusia tidak akan pernah bisa memahami eksistensi Allah 100 persen.

Yang terjadi adalah manusia hanya bisa mempersepsi eksistensi Allah dalam pemahaman yang sangat sedikit. Barangkali, hanya sepersekian miliar persen dari eksistensiNya yang sesungguhnya. Atau bahkan lebih kecil lagi. Hal ini dikemukakan oleh Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Luqman (31): 27
Dan seandainya pohon-pohon di Bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat di atas menggambarkan betapa dahsyat Kekuasaan dan Ilmu Allah. Manusia dan segala yang ada di alam semesta ini begitu kecilnya di hadapanNya. Kita tidak pernah bisa mengukur Ilmu dan EksistensiNya. Karena Dia adalah Dzat yang Tiada Terbatas. Seberapa hebat pun yang telah kita pahami dari 'tanda tanda' kekuasaanNya itu, ternyata baru sebagian kecil saja dari ilmu-ilmu Allah yang digelar.

Sebagai contoh, ilmu Allah yang terdapat pada tubuh manusia. ilmu manusia ini dulunya di pelajari sebagai-bagian dari Biologi. Disamping ilmu tumbuhan dan ilmu hewan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka para ilmuwan memandang perlu untuk memisahkan ilmu tentang manusia, untuk dipelajari secara lebih khusus.

Kenapa demikian? Karena ternyata semakin lama semakin disadari bahwa ilmu tentang manusia semakin rumit dan mendalam. Sehingga, muncullah berbagai cabang ilmu tentang manusia. Ada yang belajar ilmu jiwa, ada yang belajar ilmu fisik. Yang ilmu jiwa ada yang mengarah kepada penyakit-penyakit jiwa yang kemudian dipelajari dalam ilmu kedokteran jiwa. Tetapi ada juga yang mengarah kepada cara cara mengoptimalkan kemampuan kejiwaan manusia, yang kemudian dipelajari sebagai ilmu psikologi. Kedua ilmu ini terus berkembang sampai sekarang dan nanti, sesuai perkembangan zaman.

Sedangkan yang mempelajari fisik manusia juga berkembang semakin rumit. Katakanlah yang ada dalam wilayah ilmu kedokteran. Tadinya ilmu kedokteran dipelajari secara umum, sehingga dokternya disebut sebagai dokter umum. Namun ternyata, banyak hal yang belum dikuasai oleh seorang dokter umum, sehingga diperlukan dokter spesialis. Diantaranya, ada yang mengkhususkan diri pada ilmu saraf saja. Atau ilmu penyakit dalam saja. Atau ilmu mata saja. Ada juga yang soal kandungan saja. Atau gigi saja. Dan seterusnya. Hal ini membuktikan betapa mendalamnya ilmu Allah.

Bicara soal gigi saja, seorang dokter spesialis bisa memerlukan waktu bertahun-tahun. Itu pun masih terus berkembang. Dan bukan berhenti sampai di situ. Sampai sekarang pun, para ahli ilmu kedokteran itu masih merasa perlu untuk lebih mengkhususkan ilmunya. Misalnya, mereka yang tadinya ahli penyakit dalam (meliputi jantung, liver, ginjal, paru, dan lain-lain) kini banyak yang merasa perlu untuk mengambil spesialis lagi yang lebih khusus. Misalnya sekarang ada dokter spesialis penyakit jantung saja. Atau ada yang mengambil paru-paru saja. Liver saja. Dan seterusnya.

Demikian pula, yang ahli penyakit saraf. Mereka mulai mengkhususkan diri pada saraf mata, atau saraf jantung, saraf otak, dan lain sebagainya. Semakin mendalam kita mempelajari, maka semakin tahu kita bahwa begitu banyak rahasia yang masih terkandung di dalam diri manusia. Kita seperti masuk ke dalam sebuah sumur yang sangat dalam, dan tidak ketemu dasarnya. Sangat misterius!

Jadi begitulah. llmu Allah demikian luas dan mendalam. Meskipun seluruh umat manusia dikerahkan untuk menulis ilmu Allah yang ada di tubuh manusia saja, niscaya tidak habis ilmu Allah dituliskan. Bahkan meskipun menggunakan air lautan sebagai tinta, dan ranting ranting pohon sebagai pena. Dan kemudian ditambah dengan tujuh lautan sekalipun.

Nah, semua ilmu yang ada di dalam tubuh manusia maupun yang tersebar di seluruh penjuru angkasa raya itulah tanda-tanda kekuasaan Allah. Orang-orang yang mempelajarinya akan memperoleh kesimpulan, betapa hebatnya Allah, Sang Maha Pencipta. Maka, jika kita ingin dekat denganNya, kita mesti memahami tanda-tanda itu sebagai sebuah proses untuk lebih mengenalNya. Karena ternyata banyak di antara kita yang tidak benar-benar mengenal Allah, sebagaimana Dia 'sindirkan' berikut ini.

QS. Al Hajj (22): 74
"Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa."

Dia telah menebarkan miliaran atau bahkan triliunan 'tanda tanda' di alam semesta untuk kita pelajari. Namun, hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang bisa mengambil pelajaran dari tanda-tanda Kebesaran Allah itu. Hal ini dikemukakan Allah dalam berbagai firmanNya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini.

QS. Al Ankabut (29): 43
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."

QS. Fathir (35): 28
Dan demikan (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun."

Dengan kata lain, Allah memang memerintahkan umat Islam untuk menjadi orang orang pintar yang bisa memahami alam sekitarnya, dengan maksud agar akhirnya kita lebih mengenal Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa.

Nah, itulah yang salah satu tujuan Allah memperjalankan Rasulullah saw lewat peristiwa Isra' Mi'raj. Meskipun, Rasulullah saw seorang yang ummi (buta huruf), bukan berarti beliau tidak memiliki ilmu tentang alam sekitarnya. Bahkan beliau memiliki ilmu yang sangat tinggi, yang terbentang dari langit pertama sampai langit ke tujuh.

Ilmu-ilmu tersebut diajarkan Allah kepada Rasulullah, saw tidak lewat tulisan melainkan lewat pengalaman empiris. Langsung masuk ke dalam hati beliau sebagai sebuah kefahaman. Bukan sekedar ingatan atau memori dalam otak.

Proses ini juga yang diberikan Allah kepada Nabi Adam, sehingga malaikat takluk mengakui kehebatan Adam. Dan kemudian bersujud kepadanya. Rasulullah saw memiliki kemampuan hebat itu. Allah memiliki seribu satu cara untuk mengajari hamba-hambaNya, tentang segala yang tidak diketahuinya, sebagaimana Dia firmankan dalam wahyu pertama.

QS. Al 'Allaq (96): 5
"Yang mengajari manusia segala yang tidak diketahuinya"

Dan, ini kemudian terbukti ketika beberapa tahun kemudian, Rasulullah saw menerima wahyu QS. Ali lmran : 190-191. Rasulullah saw menangis semalaman menerima wahyu tersebut. Kenapa menangis? Karena Rasulullah saw sangat paham tentang isi wahyu itu. Bahkan beliau telah mengalaminya dalam perjalanan Isra' Mi'rajnya. Apakah isinya? Tentang penciptaan langit dan Bumi, dan berbagai tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.

QS. Ali Imran: 190-191
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan Bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka."

Di sini kita melihat, betapa pemahaman Rasulullah saw terhadap ilmu 'Langit dan Bumi' demikian mendalam. Tidak mungkin beliau bisa menangis seperti itu, kalau beliau tidak memahami. Padahal kita tahu, beliau bukanlah seorang ahli astronomi. Dan pasti beliau juga tidak pernah membaca atau mempelajari tentang astronomi, karena ilmu tersebut belum berkembang seperti di jaman modern ini, yang telah dibantu dengan berbagai jenis teleskop canggih.

Semua kefahaman Rasulullah saw itu telah beliau dapatkan ketika mengalami peristiwa Isra' Mi'raj. Bukan sekedar membaca, melainkan langsung mengalaminya. Dari langit pertama sampai langit yang ke tujuh. Batas pengetahuan Rasulullah saw adalah Sidratul Muntaha, dimana beliau tidak mengetahui lagi apa-apa yang ada di balik Sidratul Muntaha.

Maka ketika menerima wahyu itu, Rasulullah saw seperti bernostalgia atas perjalanan lsra' Mi'rajnya. Kalimat-kalimat yang termaktub dalam wahyu itu mengingatkan kembali penglihatan-penglihatan beliau saat melintasi dimensi-dimensi langit pertama sampai ke tujuh. Lebih jauh akan saya jelaskan ketika membahas tentang Mi'raj Nabi.

Dan selain mengingatkan kembali pada perjalanan Isra' Mi'raj, Allah juga memberikan penegasan dalam firman itu, bahwa seluruh ciptaan Allah di alam semesta ini adalah tanda-tanda Kebesaran dan Keagungan Allah. Dan dengan tanda-tanda itu seorang mukmin bisa melakukan 'dzikir sekaligus berpikir' sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla.

8. Maha Mendengar dan Maha Melihat

Dan kata kunci yang terakhir adalah : "sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat' (innahu huwas samii'ul bashiir). Ini adalah kalimat penegas terhadap informasi yang diceritakan dalam kalimat-kalimat sebelumnya.

Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Allah ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar. Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah Isra'.

Selain itu, kalimat Maha Mendengar dan Maha Melihat juga bisa dimaknai bahwa Allah telah memberikan sebagian sifat sama' dan bashar itu kepada Rasulullah saw. Dengan kata lain, selama perjalanan tersebut Rasulullah saw benar-benar dalam kesadaran penuh sehingga bisa 'mendengar' dan 'melihat' berbagai tanda-tanda kekuasaan Allah di rute yang beliau lewati. dan memang ini sesuai dengan tujuan perjalanan itu bahwa Allah ingin memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya agar Rasulullah saw semakin yakin kepadaNya.
Demikianlah, seluruh perjalanan Rasulullah saw dari Mekkah ke Palestina telah diceritakan Allah dalam ayat pertama surat Isra' secara komprehensif. Disana tergambar seluruh situasi dan kondisi yang berlangsung selama perjalanan itu :

1. Bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Suci dan Maha Perkasa, tiada bandingnya di jagad semesta.
2. Bahwa Rasulullah saw adalah seorang manusia yang telah mencapai tingkatan 'hamba', dan sengaja diperjalankan olehNya untuk mencapai tingkat keyakinan yang lebih tinggi
3. Bahwa perjalanan itu adalah sebuah perjalanan misterius yang sangat dahsyat yang mengandung pelajaran sains dan teknologi mutakhir
4. Dan bahwa semua itu bermakna sebagai sebuah proses untuk mengenal dan mendekatkan diri kita kepada Allah, Sang Penguasa Alam semesta. Bukan hanya bagi Nabi Muhammad saw, melainkan juga bagi kita, umat Islam sampai akhir zaman.