Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ssaya selalu membawa jimat jika bepergian, untuk keselamatan. Berdosakah membawa jimat tersebut? Toh saya menganggap, jimat ini hanya sarana, tapi yang memberi keselamatan hanya Allah (Swt). Juga, bolehkah berpendapat bahwa jimat itu hanya sarana?
Dalam Al-Qur'an, ada ayat yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan, maka jauhilah agar mendapat keberuntungan." Apa yang dimaksud dengan "mengundi nasib dengan anak panah"? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Agus Bagus Tyas
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Sekadar membawa jimat saja tidak berdosa, tergantung bagaimana niatnya. Anggap saja seperti kalau kita bepergian suka membawa pil, obat, atau kapsul. Obat, pil, atau kapsul itu, kita tidak tahu khasiatnya. Dan yang memberi tahu bahwa di dalam pil, obat, atau kapsul itu ada khasiatnya adalah bungkusnya, keterangan dokter, atau laboratorium.
Sekali lagi, karena kapsul benda mati, dia tidak bisa mengatakan bahwa "khasiat saya ini dan itu". Apakah kapsul atau obat itu bisa menjamin seseorang yang membawanya selamat atau terhindar dari penyakit? Tentu tidak, tablet itu toh bukan Tuhan. Kita hanya berikhtiar. Ini sama seperti kalau kita membawa jimat.
Namun, yang membedakan, jimat mengandung nilai religius, karena biasanya memuat kutipan-kutipan ayat Al-Qur'an atau nama-nama Allah. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau jimat harus diperlakukan secara khusus, misalnya tidak boleh dibawa ke kamar mandi, dan lain-lain. Bukan karena kekuatan atau kesaktian jimat itu sendiri, melainkan karena kemuliaan ayat Al-Qur'an atau nama-nama Allah yang termaktub di dalamnya.
Pada zaman jahiliah dahulu, atau sebelum datangnya agama Islam, orang-orang di dunia Arab biasa mengadu nasib di muka berhala. Dengan cara mengumpulkan anak panah yang sudah ada tulisan nasib lalu mengocoknya sambil memejamkan mata.
Anak panah yang jatuh dari kocokan tersebut diambil dan dianggap sebagai nasibnya. Begitu itulah perbuatan orang pada zaman jahiliyah dahulu. Semua prosesi mengetahui nasib seseorang tersebut harus dilakukan di depan berhala, yang dianggap sebagai tuhan mereka.