Saturday, May 5, 2007

Syariat dan Tharekat itu Menyatu

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur kepada Allah (Swt) atas nikmat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad (saw), keluarga dan sahabatnya. Amin. Saya sering mendengar kata syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat; tetapi saya belum begitu paham apa arti semua itu. Tolong jelaskan satu per satu.

Bagaimanakah caranya jika saya berbaiat langsung, bolehkan melalui surat, atau datang sendiri? Bolehkah seorang santri memiliki dua atau tiga guru tarekat? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

M. Riyadiy Pamiritan,

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Syariat, tarekat, dan hakikat itu tidak bisa dipisah-pisahkan. Bertarekat meninggalkan syariat, tidak benar. Karena, tarekat adalah buah syariat. Jadi, kalau bertarekat, tidak terlepas melalui pintunya dahulu, yaitu syariat. Syariatlah yang mengatur kehidupan kita, dengan menggunakan hukum, dari mulai akidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah, Malaikat, kitab Allah, Rasul, hari akhir, dan takdir baik dan buruk. Dari syariat pula kita mengetahui rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Serta keutamaan shalat, juga hubungan antara manusia, seperti jual-beli, pernikahan, dan lainnya.

Setelah menjalankan syariat dengan baik, kita bertarekat, untuk menuju jalan kepada Allah dengan baik. Jadi, secara sederhana menuju jalan kepada Allah disebut tarekat. Bertarekat perlu dibimbing para mursyid, yang akan mengantar murid dari mengerti dan mengenal Allah sampai nanti "dikenal" Allah (swt), yakni dekat dan disayang oleh Dia (Swt). Amalan utama tarekat adalah berzikir.

Hanya, perlu dipahami, pengertian tarekat tidak terbatas hal itu. Yang dituntut oleh tarekat di jalan Allah adalah perilaku para pengikut tarekat yang mulia. Terutama membersihkan kotoran-kotoran yang ada di dalam batin dan lahirnya, sehingga secara lahir dan batin kita bersih dalam menuju ke jalan Allah.

Sebagai contoh berwudhu. Wudhu adalah peraturan syariat, guna menjalankan shalat dan lain-lainnya. Biasanya kita hanya berwudhu untuk mendapatkan keutamaan wudhu, serta sebagai syarat untuk menjalankan shalat. Sedangkan tarekat menuntut buah wudhu. Berapa kali kita membasuh muka ketika berwudhu. Dan berapa kali kita membasuh tangan setiap hari untuk menjalankan ibadah. Coba kita aplikasikan dalam kehidupan kita, sosialisasikan untuk kehidupan kita masing-masing. Kalau sudah sering membersihkan muka, kita harus lebih mengerti serta merendahkan hati, malu kalau kita berlaku sombong.

Dari hasil wudhu, kita cari buahnya yaitu lebih berakhlak, lebih rendah hati, lebih beradab, sehingga ada peningkatan dari hari ke hari. Itulah buahnya, sehingga kita semakin dekat kepada Allah. Sebab, justru di hadapan Allah, kita semakin menundukkan kepala. Karena semua itu adalah pemberian-Nya semata-mata. Kalau bukan karena pemberian-Nya (Swt), bagaimana bisa mengerti segala yang kita miliki ini.

Begitu juga, kita pun diberi pemahaman oleh Allah terhadap junjungan kita Nabi Muhammad (saw) atas limpahan rahmat kepadanya, sehingga kita menjadi pengikutnya yang setia. Untuk itulah kita selalu memuji Rasulullah (saw) dengan tujuan supaya kita lebih dekat kepada Rasulullah. Dengan begitu, sosok Rasulullah akan menjadi idola bagi kita dalam menapaki kehidupan hingga akhir hayat.

Bertarekat akan memupuk sikap rendah hati kita kepada para wali, ulama, dan guru-guru kita yang telah memberikan pemahaman tentang kebenaran ajaran syariat dan tarekat. Itu baru dari segi membersihkan muka secara lahiriah dan batiniah. Begitu pula kalau kita selalu membasuh kedua tangan, lahirah maupun batiniah, hal itu akan mencegah tangan kita dari berbuat maksiat. Kita akan selalu diperingatkan untuk tidak mengambil yang bukan hak kita, apalagi melakukan korupsi, misalnya, yang sangat merugikan rakyat. Sebab tangan kita sudah disucikan setiap hari. Kalau kita bisa mempelajari banyak hal dari wudhu saja, insya Allah, masalah korupsi itu bisa terberantas. Lalu telinga kita yang digunakan untuk mendengarkan sesuatu yang baik. Kita tidak akan menyampaikan yang kita dengar kalau informasi itu justru akan memancing masalah atau memanaskan situasi, apalagi menimbulkan pecah belah dan kekacauan. Tentu saja, hal itu berlaku pula bagi mata kita, kedua kaki kita, dan anggota badan lainnya. Itulah hasil karya, hasil didikan, yang mendapatkan bimbingan dari Allah.

Mengapa kita harus berwudhu ketika akan mendirikan shalat? Berwudhu tidak hanya membersihkan kotoran lahiriah kita, tetapi pada hakikatnya juga membersihkan kotoran batiniah. Al-Qur'an menyebutkan bahwa shalat mencegah dari kemungkaran dan kerusakan, karena kita sudah memahami makna wudhu dan shalat itu secara tarekat.

Bagi para murid yang ingin belajar tarekat, saya anjurkan, mulailah dari seorang guru yang dipercaya. Tapi sebaliknya, bagi guru yang ingin ditaati muridnya, cobalah didik para murid itu seperti timba yang mendekati sumurnya, bukan sumur yang mendekati timbanya. Maka akan terbentuklah kewibawaan guru terhadap muridnya. Bagi murid, saya anjurkan untuk belajar hanya pada satu guru. Sebagai contoh mudahnya, kalau air teh dicampur susu lalu dicampur dengan kopi atau lainnya, meskipun halal, apa jadinya? Bagaimana rasanya? Jadi kalau ingin minum teh, minum saja teh tanpa dicampur dengan lainnya. Nikmati minum teh dengan gula, kemudian cari manfaatnya bagi tubuh. Begitu juga kalau ingin minum kopi, susu, atau lainnya. Itu hanya sebagai perumpamaan. Jadi, kalau ingin belajar tarekat, jangan sekadar melihat organisasi itu besar. Meski organisasi tarekat itu kecil, kalau lebih berpengaruh terhadap jiwa kita, sehingga lebih mendekatkan diri kepada Allah, tidak perlu ragu lagi untuk mengikutinya.