Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Sebagai seorang ibu, saya sangat sedih melihat anak saya yang menderita vitiligo, sakit kulit, bercak putih, sekitar 10 tahun terakhir. Saya sudah membawanya berobat ke berbagai tempat, termasuk medis dan pengobatan alternatif. Tapi hingga kini belum ada tanda-tanda bakal sembuh, bahkan kian melebar.
Saya selalu berdoa untuk kesembuhannya, tapi hingga kini belum berhasil juga, mungkin Allah belum mengizinkan. Saya takut melakukan syirik dengan mendatangi pengobatan alternatif. Saya yakin, tidak ada penyakit yang tak ada obatnya. Mohon berkenan memberikan saran atau amalan awrad apa yang mesti saya lakukan. Atas jawaban, bantuan, dan nasihatnya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.
Naning
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Dalam bahasa Arab, penyakit sejenis itu disebut baras. Penyakit ini bisa timbul dari berbagai hal. Pertama, dari kotoran cecak, yang berwarna putih, seperti sebutir nasi. Selalu menempel pada kotoran cecak yang hitam. Ini bisa terjadi bila makanan yang kita miliki tidak ditutup dengan rapat, sehingga kotoran itu masuk dalam makanan, kemudian ke dalam tubuh kita.
Kedua, dari alergi. Khususnya ikan laut. Misalnya, dimakan seorang anak, kemudian anak tersebut minum air susu murni, kambing ataupun sapi. Ketiga, baras juga bisa timbul karena air musamas, air di bejana (drum) yang terkena panas matahari secara langsung.
Ada beberapa obat-obatan yang insya Allah bisa menyembuhkan penyakit tersebut. Yaitu, daun pacar (daun yang digunakan untuk mewarnai kuku, misalnya mempelai wanita) dicampur dengan kapur sirih ditumbuk hingga halus, kemudian dioleskan di daerah yang terkena penyakit tersebut. Insya Allah, asal kontinu, setiap hari, tidak akan melebar. Selain itu, Ibu bisa mengamalkan doa yang biasa dibaca Rasulullah (saw), yang berbunyi, "Allahumma inni a'udzubika minal jubni wal judam wal baras wa min sayyi'il asqam." Yang artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut serta penyakit lepra, baras, dan seburuk-buruknya penyakit."
Kita tidak bisa sedikit-sedikit mengatakan syirik atau musyrik, apalagi untuk usaha yang pernah Ibu lakukan untuk kesehatan anak Ibu. Masalah pengobatan atau yang lain itu tergantung niatnya. Kesyirikan baru muncul bila ada orang yang mengatakan penyakit itu mematikan.
Perlu diketahui, pertama, penyakit itu bukan Tuhan. Tidak bisa membikin mati. Karena ketentuan tentang mati sepenuhnya ada di tangan Yang Maha Esa, bukan di tangan penyakit. Dan Allah tidak mempunyai sifat keterpaksaan, karena penyakit itu Allah (Swt) mencabut nyawa hambaNya.
Kedua, keyakinan bahwa sehat itu adalah segala-galanya, bisa menjadi musyrik. Karena, artinya, sehat itu memiliki kekuasaan. Padahal yang memiliki kekuasaan adalah Allah, bukan kesehatan. Kalau kita sampai memiliki keyakinan atau iktikad seperti itu, bisa menjurus pada kemusyrikan. Apalagi ziarah kubur, makan, dan sebagainya. Makan saja, kalau kita beriktikad kalau tidak makan mati, pun syirik. Demikian juga misalnya minum. Apakah makan dan minum itu Tuhan?
Jadi, kalau kita mau bicara syirik, tidak usah jauh-jauh sampai ziarah kubur atau pengobatan, karena makan atau minum saja bisa menyebabkan kesyirikan, tergantung niatnya.
Maka, tidak ada salahnya yang namanya orang berikhtiar ke mana saja, tapi jangan sampai sekali-kali meyakini. Ikhtiar boleh; tapi menyakini, secara hakikat, adalah bid’ah. Soal sugesti, batasnya hanya sampai pada percaya bahwa obat ini adalah obat untuk penyakit ini, tapi yakinnya hanya kepada Allah. Kalau percaya pada obatnya, silakan saja. Tapi harus tetap meyakini bahwa kesembuhan hanya bisa terjadi atas kekuasaan dan kebesaran Allah.