Saturday, May 5, 2007

Antara Sholat dan Tarekat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya memiliki seorang saudara yang mengikuti sebuah tarekat melalui seorang kiai di daerah Kediri. Setiap shalat, dia selalu membaca wirid yang diajarkan tarekat tersebut selama sekitar 30 menit. Kebiasaan itu dijalaninya setiap hari. Perlu dicatat, saudara saya itu adalah karyawan sebuah perusahaan swasta. Waktu istirahat yang diberlakukan tempatnya bekerja sangat ketat. Saat ini dia menghadapi dilema yang tidak mudah. Pada satu sisi ia sangat takut kalau-kalau sampai lalai membaca wiridnya. Di sisi lain, perusahaan tempatnya bekerja tidak memberi waktu lebih panjang lagi untuk dia dapat menyelesaikan wiridnya.

Apakah memang benar, bagi seorang pengamal tarekat, tak boleh meninggalkan membaca wirid tersebut? Apa sanksinya jika lalai membaca wirid itu? Bahkan saudara saya tersebut mengakhirkan shalat Asharnya. Karena istirahat saat shalat Ashar hanya 15 menit. Sehingga tidak mungkin baginya membaca wirid seusai shalat. Setelah pukul 16:30 ia baru bisa shalat dan membaca wirid.


Pertanyaannya, bolehkah ia mengakhirkan shalatnya hanya untuk wirid. Manakah yang afdal, mendirikan shalat pada awal waktu dan menunda wirid, atau mengakhirkan shalat dan mendahulukan wirid? Saya berharap segera mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut. Atas jawaban itu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Husnul Khitam Aimani

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Husnul Khitam Aimani, menarik buat saya, Anda ini sebenarnya ingin tahu tentang tarekat atau mau masuk tarekat. Ini patut mendapat perhatian. Menurut saya, kita tidak layak memberi penilaian pada orang lain, terutama dalam hal ibadahnya. Apalagi Anda mau mempersalahkan sebuah tarekat tertentu dengan alasan melihat adanya kesalahan dari seorang pengikutnya.


Anda harus ingat, seorang pengamal tarekat adalah orang biasa. Ia sedang berusaha mengamalkan tarekatnya. Ia manusia biasa, bukan nabi, sehingga pantas kalau masih ada kurang-lebihnya. Tetapi bukan lantas dijadikan pembenaran untuk menyalahkan tarekat tertentu. Menyinggung pertanyaan Anda, patut ketahui, seorang pengikut tarekat membaca wirid, seperti ajaran yang diberikan oleh tarekatnya, adalah keharusan. Ia tidak memiliki satu alasan pun untuk meninggalkan. Hal itu sudah dipahami benar oleh pengikut tarekat sejak ia melaksanakan pembaiatan.


Pertanyaan Anda tentang hukum seseorang yang mengabaikan wiridnya? Jelas, ia telah berbuat tidak patuh pada gurunya. Seorang murid yang tidak patuh, suatu saat ia akan melahirkan perbuatan yang tidak terpuji. Tidak tertutup kemungkinan melanggar larangan Allah. Yang akan menerima akibatnya adalah dirinya sendiri. Baik itu masalah di dunia maupun di akhirat kelak. Penganut tarekat harus istiqamah dalam membaca wirid-wiridnya. Tetapi tarekat tidak mengajarkan mengejar sunnah dengan meninggalkan kewajiban, justru sangat teguh memegang syariat. Sehingga tidak bisa dikaitkan dengan takut terkena sanksi. Para ahli tarekat berpendapat, wirid dan pendekatan diri kepada Allah adalah bagian dari kehidupan. Dan pelakunya akan mendapatkan kenikmatan tersendiri. Meski bagi orang lain bisa menimbulkan penafsiran yang berlainan.


Untuk pertanyaan terakhir, saya ingin mengingatkan, sebenarnya tidak ada seorang ahli tarekat pun yang membenarkan menunda waktu shalat. Bagaimanapun seorang muslim harus berusaha mendirikan tepat pada waktunya. Ini penting dan harus dipegang kuat. Shalat bukan bagian dari wirid, tetapi sebaliknya wirid adalah bagian dari shalat. Masalah shalatnya itu, ia tetap harus mendirikannya. Karena itu adalah kewajiban. Sedangkan wiridnya masih bisa diqadha, ditunda. Tinggal bagaimana mengatur waktu untuk meng-qadha-nya. Tarekat bukan untuk mempersulit beribadah.