Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ini orang yang lemah imannya, saya mohon penjelasan tentang beberapa hal. Pertama, bagaimanakah caranya supaya hati ini dalam melakukan apa saja hanya karena Allah (Swt). Sebagai manusia biasa, terus terang, kadang kala masih ada perasaan melakukan sesuatu karena orang lain.
Kedua, saya ingin sekali melaksanakan shalat Tahajjud, tapi susah untuk bangun malam. Adakah bacaan yang bisa mengusir rasa malas yang dibaca sebelum tidur, agar saya bisa shalat malam. Ketiga, adakah bacaan yang bisa diamalkan agar keutuhan rumah tangga saya bisa terjaga dan anak-anak kelak bisa jadi anak yang shaleh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Naning
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Jadikanlah segala kebaikan melebihi kebutuhan makan, minum, dan pakaian. Tidak hanya shalat malam (Tahajjud), tapi juga segala kebaikan sunnah Nabi (saw). Kalau kita bisa menjalankan shalat Tahajjud, ya jangan dihentikan sunnah-sunnah Nabi (saw) lainnya. Tingkatkan dulu kemauan kita melakukan ibadah sunnah itu seperti orang lapar. Kalau kita lapar, dikasih nasi dengan lauk sambal pun, atau nasi garam pun, makannya tetap merasa enak. Karena kita sangat memerlukan. Itu baru masalah nasi. Apakah kebutuhan kita tidak lebih banyak kepada si Pencipta nasi, yaitu Allah?
Nah, kita ikhtiar ini dulu, baru kemudian kita rangkai keinginan untuk melaksanakan ibadah sunnah, seperti shalat Tahajjud. Ikhtiar lainnya adalah membaca ayat terakhir surah Kahfi, "Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku. Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". Ayat itu dibaca tujuh kali ketika akan tidur. Tentu saja, membacanya dengan sungguh-sungguh dan kemauan tinggi untuk bangun malam guna menjalankan shalat Tahajjud.
Kita berdoa supaya kita dapat bangun. Tetapi kalau memang tidak mempunyai tekad yang kuat, barangkali juga tidak akan terlaksana. Mungkin saja kita bisa bangun tengah malam, kemudian berzikir, tetapi kemudian ngantuk dan tidur lagi.
Untuk jawaban yang terakhir, kalau kita menginginkan keluarga kita bahagia, berbuatlah sebaik mungkin sebagai orangtua yang baik kepada anak-anaknya. Apabila sifat kebapakan atau keibuan itu tumbuh pada orangtua, itulah syarat akan munculnya keluarga yang mawandah wa rahmah. Sekalipun pasangan suami-istri itu belum dikarunia momongan, belum mempunyai keturunan, mereka sudah menyiapkan diri dengan sifat kebapakan atau keibuan.
Boleh dikatakan, dengan bersikap kebapakan atau keibuan, mereka sudah menyiapkan teorinya. Nanti, begitu mendapatkan keturunan, mereka bisa langsung praktik. Ketika buah hati sudah tumbuh, kita akan cepat menggapai mawadah wa rahmah. Adanya kerja sama antara ibu dan bapak akan saling melengkapi, sehingga anak-anak akan mengikuti teladan orangtuanya, yang dirasakan sangat lengkap. Bukannya sebaliknya, kekurangan di antara keduanya itu justru ditampakkan, sehingga anak-anak cenderung akan mencontoh berbagai tindakan yang salah itu.
Sarana lainnya adalah, bila sudah menjadi orangtua, kita harus memberikan contoh berupa dekat kepada para ulama. Mana mungkin anak kita akan dekat dan mencintai ulama kalau orangtuanya sendiri tidak dekat dan cinta kepada para ulama? Ajaklah anak-anak kita secara berkala berkunjung atau bersilaturahmi kepada para guru, ustad, atau ulama. Entah dalam keperluan pribadi atau dalam acara menghadiri majelis taklimnya. Tidak usah jauh-jauh, dimulai dari guru, ustad, atau ulama di lingkungannya sendiri saja. Baru kemudian kepada lingkungan yang lebih jauh.
Kalau anak-anak sudah besar, tunjukkan juga pusaran para ulama. Supaya mereka mau mengingat jasa dan perjuangannya. Di samping itu, juga berdoa kepada Allah supaya para ulama yang berada di alam barzakh juga mau mendoakan kita.
Peringatan Rasulullah (saw), ujian akan muncul kalau kita jauh dari para ulama. Di antaranya, akan terangkat barakah di antara kita. Jadi kalau kita menginginkan anak-anak kita shaleh, jangan menjauhkan mereka dari para ulama. Dan, kalau ingin terhindar dari cobaan, kita perlu memperbanyak membaca Al-Qur'an dan shalawat kepada Nabi. Kita tidak mendidik anak membaca Al-Qur'an supaya pintar, tetapi supaya benar. Sebab, kalau benar pasti pintar, tetapi kalau pintar belum tentu benar. Kita juga mesti selalu mendoakan anak kita agar menjadi anak yang shaleh dan hidupnya penuh berkah.