Tiba-tiba menguap seperti bau bangkai ketika tiga artis melaporkan seseorang ke Polda Metro Jaya soal VCD curian dari kamar ganti. Rachel Maryam, Sarah Azhari, dan Femmy. Lalu sederet publik figur, khususnya para artis merinding bulu kuduknya. Eksploitasi seperti itu lebih mengerikan ketimbang virus SARS. Sulit diobati, karena trauma dan pelecehan itu menvonis seumur hidup artis.
Siapa yang salah? Para pengintip itu? Kameramannya? Atau artis itu sendiri? Bahkan publik juga bersalah? Para penikmat? Teknologinya?
Salah semua. Pengintip dan perekam itu memiliki kesalahan akbar, lebih dari dosa Akbar Tanjung. Kamera? Kalau Anda bisa mendengar suara ruh kamera, ia akan berteriak sambil mengucapkan istighfar hingga menembus langit ke tujuh.
Si artis? Salahnya sendiri, suka memamerkan keindahan tubuh di luar batas. Sehingga publik dan pengintip merasa tubuh-tubuh yang menonjol penuh dengan gairah eksotis itu seperti etalase. Tipis sekali bedanya dengan prostitusi. Lalu publik? Para penikmat gambar porno, VCD, dan hal-hal eksklusif dari pornografi adalah publik yang sedang mabuk dalam syahwat kebinatangannya.
Ketika kita memasuki abad milenium, semua merayakan kemenangan humanisme dan peradaban komunikasi serta informasi. Tetapi saya sendiri menangisi peradaban ini. Karena milenium ini diawali dengan abad kejahatan, pornografi, dan dehumanisasi serta penghinaan terhadap keindahan manusia. Para artis mestinya juga instropeksi, apakah keindahan itu sebatas mulusnya kulit atau sintalnya pantat dan dada? Oh, kalau itu memang keindahan yang sudah diindustrikan oleh para setan untuk dipasarkan di mal-mal kegelapan. Tidak percaya? Atau Anda akan sinis? Terserah Anda.
Gampangnya begini. Kalau Anda dan para artis, bahkan para penikmat dan pengusaha eksotisme terus menerus memproduksi "estetika kebinatangan" (karena binatang tak pernah berpakaian dan hanya meluapkan syahwat makan dan seksual), itu pertanda bahwa Allah sedang menghina peradaban yang akan Anda bangun. Pada saat yang lama, kemanusiaan Anda hilang, bahkan cahaya keimanan dalam diri Anda sirna.
Peradaban sehari-hari manusia Indonesia adalah peradaban populer hari ini. Peradaban sabun, peradaban kandang sapi, peradaban kebun binatang, di mana publik menikmati binatang itu di kebun raya televisi, film, media massa elektronik maupun cetak.
Teknologi apapun hebatnya bukanlah barang haram. Ilmu pengetahuan termasuk dari kaum kafir sekali pun juga bukan ilmu yang haram. Tetapi ketika teknologi itu ada di tangan para binatang peradaban, ia berubah menjadi instrumen yang dehumanistik, liar, dan memuakkan. Bahkan menghancurkan.
Dunia seni, dunia keindahan, dunia kelembutan, dan kehalusan juga memberi dua pilihan. Apakah estetikanya mengandung keindahan yang bisa menyadarkan akan estetika yang berbudi atau sebaliknya, justru di luar kontrol hati nurani paling dalam. Sebab binatang dengan ketelanjangannya menjadi indah. Tetapi sebaliknya, ketika manusia menjadi telanjang seperti binatang, justru hilang keindahannya. Karena ia bukan lagi manusia yang sesungguhnya.