Di sebuah surau kecil di pesisir Kota Tuban, Jawa Timur. Saat para musafir lalu lalang melintas di jalan terdengar sayup-sayup suara merdu.
Tiga santri cilik mengumandangkan pujian-pujian. Sambil menunggu sholat tarawih di tegakkan, mereka berulang-ulang mengumandangkan pujian-pujian.
Kalau disimak baik-baik, suara yang terdengar masih cedal itu ternyata berisi keutamaan bulan suci Ramadhan.
Dengarlah pujian mereka; // turune wong kang poso iku ngibadah // menenge wong kang poso iku moco tasbih.. . //.
Bahasa pesisiran itu kalau diterjemahkan, kurang lebih bunyinya begini; // tidurnya orang yang sedang berpuasa itu ibadah. Diamnya orang berpuasa itu membaca tasbih... //
Entah mengerti atau tidak apa yang mereka kumandangkan, yang jelas santri-santri cilik itu rupanya hendak memberitahukan kepada kita yang belum mengerti, atau mengingatkan kita yang sudah mengerti tapi lupa, bahwa puasa Ramadhan itu sangat banyak fadhilah-nya.
Lewat pujian-pujian itu, mereka juga ingin menyampaikan kepada kita semua — kepada yang ingin memperbaiki kualitas puasa, atau kepada yang baru berniat akan puasa — bahwa di bulan puasa, Allah benar-benar mengobral ganjaran.
Allah memang punya malaikat yang memenuhi langit dan bumi ini. Setiap saat mereka selalu membaca tasbih. Allah juga memiliki nabi dan rasul yang bisa diharap syafaat-nya.
Allah juga punya kekasih yang kita sebut waliyullah. Tapi, semua itu tak berarti apa-apa di bulan suci ini, dibanding dengan ganjaran yang akan diberikan Allah kepada manusia. Karena ganjaran puasa ini, Allah sendiri yang menangani. Itulah janji Allah!
Jika yang maha Ghoni (kaya) dan yang maha Hamid (terpuji) sendiri berjanji akan membalas hamba-Nya yang berpuasa dengan ganjaran yang melimpah-limpah, maka jangan ada keraguan lagi. Mari berlomba-lomba mendatangi, mendekati, lalu memuji dzat yang maha menempati janji ini di bulan puasa.
Jika itu yang dilakukan, sudah pasti tidak ada dosa yang besar di bulan ini, tidak ada lagi kesemrawutan masalah di bumi ini, tak ada kegerahan, kepanasan, sekali pun matahari turun ke bumi.
Karena di bulan puasa ini, tangan kita mau menengadah, mata kita mau menangis, bibir kita mau basah dengan bacaan tasbih, hati kita mau merunduk, bertobat dan ber-istighfar kepada yang Maha Tartil dan Maha Pengampun.
Masya Allah! Bagaimana mungkin kita tidak memanfaatkan bulan penuh berkah ini. Apakah kita tidak malu dengan sindiran anak-anak pesisir di atas tadi?
Tidurnya orang puasa itu ibadah, diamnya orang berpuasa sama dengan membaca tasbih.
Tentu mereka benar. Tidurnya orang puasa adalah ibadah. Daripada ketika tidak tidur, mata ini diajak melihat-lihat maksiat, kaki ini diajak berbuat kejahatan, dan tangan ini dibuat mencuri, bahkan korupsi. Maka tidur bisa berarti ibadah.
Begitu juga diamnya orang puasa. Daripada banyak ngomong lalu menggunjing orang, keluar kata-kata kotor atau jijik, lebih baik diam.
Nah, tidur saja bisa bernilai ibadah. Diam bisa berarti membaca tasbih. Apalagi, kita benar-benar beribadah atau benar-benar membaca tasbih? Bagaimana piranti wadag manusia ini mulai dari kepala, tangan, kaki, bibir, hidung, dan lain-lain. Bersatu bersama piranti wujud beribadah kepada-Nya?
Maka pasti dialah orang yang beruntung itu. Orang yang akan menerima obral ganjaran langsung dari dzat yang maha tinggi, yaitu Allah.
Lalu teruskanlah menyimak pujian-pujian anak pesisir tadi, // Kang ngratoni, sekabehing poro ratu. Yoiku Alla asmane. Kang bakal paring piwales, sakabehing mong kang poso //
// Dialah ratu dari segala ratu, raja dari segala raja. Allah itulah sebutan-Nya. Yang akan membalas dan memberi ganjaran bagi orang-orang yang berpuasa //
Seperti kata Allah dalam hadits qudsi; "Segala amal perbuatan manusia adalah hak miliknya, kecuali puasa. Sebab puasa adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan membalasnya sendiri."
Sudah siapkah kita menerima balasan dari-Nya ?
Tiga santri cilik mengumandangkan pujian-pujian. Sambil menunggu sholat tarawih di tegakkan, mereka berulang-ulang mengumandangkan pujian-pujian.
Kalau disimak baik-baik, suara yang terdengar masih cedal itu ternyata berisi keutamaan bulan suci Ramadhan.
Dengarlah pujian mereka; // turune wong kang poso iku ngibadah // menenge wong kang poso iku moco tasbih.. . //.
Bahasa pesisiran itu kalau diterjemahkan, kurang lebih bunyinya begini; // tidurnya orang yang sedang berpuasa itu ibadah. Diamnya orang berpuasa itu membaca tasbih... //
Entah mengerti atau tidak apa yang mereka kumandangkan, yang jelas santri-santri cilik itu rupanya hendak memberitahukan kepada kita yang belum mengerti, atau mengingatkan kita yang sudah mengerti tapi lupa, bahwa puasa Ramadhan itu sangat banyak fadhilah-nya.
Lewat pujian-pujian itu, mereka juga ingin menyampaikan kepada kita semua — kepada yang ingin memperbaiki kualitas puasa, atau kepada yang baru berniat akan puasa — bahwa di bulan puasa, Allah benar-benar mengobral ganjaran.
Allah memang punya malaikat yang memenuhi langit dan bumi ini. Setiap saat mereka selalu membaca tasbih. Allah juga memiliki nabi dan rasul yang bisa diharap syafaat-nya.
Allah juga punya kekasih yang kita sebut waliyullah. Tapi, semua itu tak berarti apa-apa di bulan suci ini, dibanding dengan ganjaran yang akan diberikan Allah kepada manusia. Karena ganjaran puasa ini, Allah sendiri yang menangani. Itulah janji Allah!
Jika yang maha Ghoni (kaya) dan yang maha Hamid (terpuji) sendiri berjanji akan membalas hamba-Nya yang berpuasa dengan ganjaran yang melimpah-limpah, maka jangan ada keraguan lagi. Mari berlomba-lomba mendatangi, mendekati, lalu memuji dzat yang maha menempati janji ini di bulan puasa.
Jika itu yang dilakukan, sudah pasti tidak ada dosa yang besar di bulan ini, tidak ada lagi kesemrawutan masalah di bumi ini, tak ada kegerahan, kepanasan, sekali pun matahari turun ke bumi.
Karena di bulan puasa ini, tangan kita mau menengadah, mata kita mau menangis, bibir kita mau basah dengan bacaan tasbih, hati kita mau merunduk, bertobat dan ber-istighfar kepada yang Maha Tartil dan Maha Pengampun.
Masya Allah! Bagaimana mungkin kita tidak memanfaatkan bulan penuh berkah ini. Apakah kita tidak malu dengan sindiran anak-anak pesisir di atas tadi?
Tidurnya orang puasa itu ibadah, diamnya orang berpuasa sama dengan membaca tasbih.
Tentu mereka benar. Tidurnya orang puasa adalah ibadah. Daripada ketika tidak tidur, mata ini diajak melihat-lihat maksiat, kaki ini diajak berbuat kejahatan, dan tangan ini dibuat mencuri, bahkan korupsi. Maka tidur bisa berarti ibadah.
Begitu juga diamnya orang puasa. Daripada banyak ngomong lalu menggunjing orang, keluar kata-kata kotor atau jijik, lebih baik diam.
Nah, tidur saja bisa bernilai ibadah. Diam bisa berarti membaca tasbih. Apalagi, kita benar-benar beribadah atau benar-benar membaca tasbih? Bagaimana piranti wadag manusia ini mulai dari kepala, tangan, kaki, bibir, hidung, dan lain-lain. Bersatu bersama piranti wujud beribadah kepada-Nya?
Maka pasti dialah orang yang beruntung itu. Orang yang akan menerima obral ganjaran langsung dari dzat yang maha tinggi, yaitu Allah.
Lalu teruskanlah menyimak pujian-pujian anak pesisir tadi, // Kang ngratoni, sekabehing poro ratu. Yoiku Alla asmane. Kang bakal paring piwales, sakabehing mong kang poso //
// Dialah ratu dari segala ratu, raja dari segala raja. Allah itulah sebutan-Nya. Yang akan membalas dan memberi ganjaran bagi orang-orang yang berpuasa //
Seperti kata Allah dalam hadits qudsi; "Segala amal perbuatan manusia adalah hak miliknya, kecuali puasa. Sebab puasa adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan membalasnya sendiri."
Sudah siapkah kita menerima balasan dari-Nya ?