Ainul Rokhimah, gadis Pasuruan, Jawa Timur, itu telah mengebor goyangnya sampai ke ubun-ubun kebudayaan. Lalu, limbah banjir dari aliran sungai seni bangsa kita menggeliat dengan bau anyir antara protes, keluhan, simpati, dan kebutuhan menikmati.
Mengapa Inul muncul di permukaan sekarang ketika para pemimpin kita sudah tidak waras lagi, para ulama dan ustadznya sudah terselubung duniawi, dan kesenian kita kehilangan hakikat keindahannya? Apakah Inul bagian dari setan atau justru sebaliknya? Apakah Inul memang diturunkan Tuhan untuk mengoyak kelelapan para tokoh, kealpaan para ulama, kesetanan para ahli KKN, atau kemunafikan para pemimpin kita?
Inul hadir tepat pada waktunya. Pas dengan puncak syahwat kebudayaan kita. Dia berdiri di titik poros antara dua gelembung; pantat nafsu kebinatangan kita, dan memutar bagai arus gelombang yang melemparkan akal sehat kita. Lalu sambil tertawa terbahak-bahak, seakan Inul melambaikan tangan; “Aku tidak ada urusan dengan jurang-jurang bencana yang kau gali dengan ambisi nafsumu. Aku bebas dan merdeka. Karena aku dihadirkan Tuhan untuk menyeleksi manusia yang masih punya peradaban dan manusia yang berselimutkan kegelapan.”
Lalu betapa dahsyatnya gelombang Inul bisa mengalahkan gelombang protes atas Amerika Serikat yang hendak menghantam Irak.
Inilah lambang dari Allah melalui Inul. Ketika Allah ingin menjerumuskan hamba-hamba-Nya dalam kehinaan, agar kekasih-kekasih Allah terpilih dalam radius yang jauh dari putaran bor pantat Inul.
Karena itu, Inul adalah sinisme terhadap keseharian kita, kesenian kita, politik kita, dan turut mewakili daya dorong atas kriminalitas kita, sekaligus penyimpangan yang sudah lama berkedok atas keindahan kita. Lalu kemunafikan kita dalam dua mata, satu tertutup untuk memprotes hadirnya tarikat syahwat Inul. Sementara satu mata kita menikmatinya sampai kita berani melawan instrumen Tuhan yang sesungguhnya.
Akuilah, kemunafikan telah menjadi rasa bangga Anda. Dan Anda pelihara bertahun-tahun dalam jubah alibi Anda.
Lebih munafik lagi mereka yang kontra Inul. Setiap hari dengan bangganya, memanfaatkan kehadiran Inul sebagai musuh bersama untuk kepentingan politik mereka atas nama kesucian Tuhan. Ini adalah kebusukan moral paling jahanam ketimbang goyang pantat atau pun kentut Inul sekali pun.
Semoga Inul menyadari dan punya pilihan. Betapa kehadirannya adalah lambang dan degradasi peradaban dan ia membawa misi besar dari Tuhan. Bahwa kehadirannya adalah untuk memperingatkan kealpaan dan kejahatan eksotisme yang menjadi industri ekonomi dan politik kita. Asal ia menyadarinya, siapa tahu, Inul kelak menjadi kekasih Allah.
Sebab setelah mission imposible-nya sukses, Inul kembali dalam goyangan dada yang tidak lagi mengebor magma setan dalam perut bukit pantatnya. Tetapi mengebor kedalaman hati untuk tahlil, yang maksyuk dalam tauhid alam semesta raya. Siapa tahu!
Mengapa Inul muncul di permukaan sekarang ketika para pemimpin kita sudah tidak waras lagi, para ulama dan ustadznya sudah terselubung duniawi, dan kesenian kita kehilangan hakikat keindahannya? Apakah Inul bagian dari setan atau justru sebaliknya? Apakah Inul memang diturunkan Tuhan untuk mengoyak kelelapan para tokoh, kealpaan para ulama, kesetanan para ahli KKN, atau kemunafikan para pemimpin kita?
Inul hadir tepat pada waktunya. Pas dengan puncak syahwat kebudayaan kita. Dia berdiri di titik poros antara dua gelembung; pantat nafsu kebinatangan kita, dan memutar bagai arus gelombang yang melemparkan akal sehat kita. Lalu sambil tertawa terbahak-bahak, seakan Inul melambaikan tangan; “Aku tidak ada urusan dengan jurang-jurang bencana yang kau gali dengan ambisi nafsumu. Aku bebas dan merdeka. Karena aku dihadirkan Tuhan untuk menyeleksi manusia yang masih punya peradaban dan manusia yang berselimutkan kegelapan.”
Lalu betapa dahsyatnya gelombang Inul bisa mengalahkan gelombang protes atas Amerika Serikat yang hendak menghantam Irak.
Inilah lambang dari Allah melalui Inul. Ketika Allah ingin menjerumuskan hamba-hamba-Nya dalam kehinaan, agar kekasih-kekasih Allah terpilih dalam radius yang jauh dari putaran bor pantat Inul.
Karena itu, Inul adalah sinisme terhadap keseharian kita, kesenian kita, politik kita, dan turut mewakili daya dorong atas kriminalitas kita, sekaligus penyimpangan yang sudah lama berkedok atas keindahan kita. Lalu kemunafikan kita dalam dua mata, satu tertutup untuk memprotes hadirnya tarikat syahwat Inul. Sementara satu mata kita menikmatinya sampai kita berani melawan instrumen Tuhan yang sesungguhnya.
Akuilah, kemunafikan telah menjadi rasa bangga Anda. Dan Anda pelihara bertahun-tahun dalam jubah alibi Anda.
Lebih munafik lagi mereka yang kontra Inul. Setiap hari dengan bangganya, memanfaatkan kehadiran Inul sebagai musuh bersama untuk kepentingan politik mereka atas nama kesucian Tuhan. Ini adalah kebusukan moral paling jahanam ketimbang goyang pantat atau pun kentut Inul sekali pun.
Semoga Inul menyadari dan punya pilihan. Betapa kehadirannya adalah lambang dan degradasi peradaban dan ia membawa misi besar dari Tuhan. Bahwa kehadirannya adalah untuk memperingatkan kealpaan dan kejahatan eksotisme yang menjadi industri ekonomi dan politik kita. Asal ia menyadarinya, siapa tahu, Inul kelak menjadi kekasih Allah.
Sebab setelah mission imposible-nya sukses, Inul kembali dalam goyangan dada yang tidak lagi mengebor magma setan dalam perut bukit pantatnya. Tetapi mengebor kedalaman hati untuk tahlil, yang maksyuk dalam tauhid alam semesta raya. Siapa tahu!