Egoisme itu adalah ideologi yang sebanding dengan hijabisme yang dikembangkan oleh peradaban iblis. Hijabisme merupakan tirai penghalang antara hamba dengan Allah. Karena itu hijabisme paling primordial adalah keakuan, egoisme, dan sikap mengandalkan prestasi amaliyah di depan Tuhan.
Amaliyah Anda, karena itu, sama sekali bukan andalan untuk Anda jadikan sebagai visa atau tiket masuk surga. Dan sebaliknya dosa-dosa kita bukan pula sebagai paspor ke neraka. Dosa dan ibadah kita tidak ada hubungan langsung dengan masuknya hamba ke surga atau terjerumusnya hamba ke neraka.
Justru seseorang yang mengandalkan amalnya, nanti akan merasa paling banyak amalnya. Jika merasa amalnya sebagai penyelamat dirinya. Ia akan takabur dan riya’ karena ia merasa paling islami, paling hebat, dan paling dekat dengan Allah. Perasaan paling itulah yang menyebabkan ia takabur, dan takabur itu bisa melebur seluruh pahala Anda.
Oleh sebab itu Ibnu Athaillah as-Sakandary mengingatkan; “Tanda-tanda orang yang mengandalkan prestasi amalnya, seseorang itu akan pesimis terhadap rahmat Allah setelah ia melakukan perbuatan dosa.”
Jadi, apakah Anda tergolong manusia egois atau bukan. Ukurlah dengan standar apakah Anda masih menggantungkan pada amal Anda atau tidak. Jika Anda habis berbuat salah, lalu Anda merasa kehilangan harapan untuk bertemu Allah, berarti Anda masih mengandalkan amal Anda sekaligus Anda masih terhijab oleh ego Anda di depan Allah.
Egoisme itulah yang menghalangi ma’rifat Anda dengan Allah. Karena Anda merasa ada di depan Allah. Jika Anda merasa ada. Allah tidak akan tampak di depan Anda. Sebaliknya jika Anda tiada dan yang ada hanya Allah, saat itulah Anda mengalami kefanaan. Tahap awal dari penghadapan diri Anda di hadirat Allah.
Nah, sejarah membuktikan, kelompok umat partai atau ormas yang mengandalkan amal historisnya pasti roboh. Sebab mereka terdiri dan kaum yang penuhi dengan egoisme.
Amaliyah Anda, karena itu, sama sekali bukan andalan untuk Anda jadikan sebagai visa atau tiket masuk surga. Dan sebaliknya dosa-dosa kita bukan pula sebagai paspor ke neraka. Dosa dan ibadah kita tidak ada hubungan langsung dengan masuknya hamba ke surga atau terjerumusnya hamba ke neraka.
Justru seseorang yang mengandalkan amalnya, nanti akan merasa paling banyak amalnya. Jika merasa amalnya sebagai penyelamat dirinya. Ia akan takabur dan riya’ karena ia merasa paling islami, paling hebat, dan paling dekat dengan Allah. Perasaan paling itulah yang menyebabkan ia takabur, dan takabur itu bisa melebur seluruh pahala Anda.
Oleh sebab itu Ibnu Athaillah as-Sakandary mengingatkan; “Tanda-tanda orang yang mengandalkan prestasi amalnya, seseorang itu akan pesimis terhadap rahmat Allah setelah ia melakukan perbuatan dosa.”
Jadi, apakah Anda tergolong manusia egois atau bukan. Ukurlah dengan standar apakah Anda masih menggantungkan pada amal Anda atau tidak. Jika Anda habis berbuat salah, lalu Anda merasa kehilangan harapan untuk bertemu Allah, berarti Anda masih mengandalkan amal Anda sekaligus Anda masih terhijab oleh ego Anda di depan Allah.
Egoisme itulah yang menghalangi ma’rifat Anda dengan Allah. Karena Anda merasa ada di depan Allah. Jika Anda merasa ada. Allah tidak akan tampak di depan Anda. Sebaliknya jika Anda tiada dan yang ada hanya Allah, saat itulah Anda mengalami kefanaan. Tahap awal dari penghadapan diri Anda di hadirat Allah.
Nah, sejarah membuktikan, kelompok umat partai atau ormas yang mengandalkan amal historisnya pasti roboh. Sebab mereka terdiri dan kaum yang penuhi dengan egoisme.