Kenapa bencana datang beruntun kepada kita? Apa salah kita? Apa dosa kita? Bukankah bangsa ini berpenduduk mayoritas umat Islam? Bukankah dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa? Bukankah di sini banyak orang pergi haji, yang setiap tahunnya tidak kurang dari 200 ribu orang?
Bukankah di sini juga banyak orang shalat, banyak kumpulan pengajian, doa bersama, dzikir-dzikir, musabaqah tilawatil Qur'an, dan bahkan terus membangun masjid-masjid lewat sumbangan di berbagai jalan raya?
Apa yang salah dengan kita? Jangan-jangan para pemimpinnya banyak dosa? Atau, jangan-jangan para wakil rakyat sering korupsi, dan tak peduli nasib rakyatnya? Atau, jangan-jangan karena para ulama sekarang ini sudah tak menjadi ulama lagi, dan lebih tertarik rebutan kekuasaan politik? Atau, jangan-jangan karena mubaligh dan mubalighatnya yang terpesona oleh berbagai pujian, tampil di tv-tv dan berbagai media dengan baju indah dan merdu-merduan suara? Dan agama tak lebih hanya sebagai hiburan belaka? Berebut rating dan kue iklan semata ... ?!!
Atau, karena kita telah menjadi bangsa yang semakin aneh. Lebih senang menikmati pornografi daripada mendidik generasi muda menjadi orang-orang yang sopan dan berakhlak mulia. Lebih senang melindungi koruptor dan praktek korupsi daripada melibasnya. Lebih senang menghukum pencoleng ayam dari pada pengedar narkoba. Lebih senang melegalkan prostitusi dari pada menghukum mati para pemerkosa dan pelaku woman trafficking...
Entahlah! Kawan saya hanya garuk-garuk kepala. Tak tahu apa jawabnya. Yang jelas, inilah negara kita, Indonesia. Yang sudah 60 tahun merdeka, tak pernah lepas dari kemalangan nasibnya. Bencana penjajahan berganti menjadi bencana politik. Lantas berubah menjadi bencana ekonomi. Kemudian bergeser menjadi bencana moral. Dan kini menuai bencana alam bertubi-tubi...
Ah, kapan bencana-bencana ini sirna? Kapan kita semua merasakan hidup sejahtera, adil dan bahagia sebagai bangsa merdeka? Dan, kapan pula kita semua merasakan indah dan nikmatnya surga dunia? Kepada siapakah kita harus bertanya?
Kalau wakil rakyat sudah tak peduli rakyatnya. Kalau para pemimpin sudah silau oleh kekuasaannya dan sekadar ingin mempertahankan untuk periode berikutnya. Kalau para ulama sudah lupa ilmunya, dan sibuk dengan berbagai aksesori penampilannya. Kalau penegak hukum sudah tak kenal hukum, dan lebih suka menjual perkara. Kalau para orang kaya semakin serakah, dan tiada pernah mau berhenti sesaat pun untuk mengeruk dan menghisap sumber alam sekitarnya. Entahlah, apa jadinya kehidupan bangsa
Dan bukan hanya Indonesia. Kehidupan masyarakat dunia pun kini semakin semrawut dan menggelisahkan. Yang kuat menindas yang lemah. Yang kaya menghisap yang miskin. Yang pintar membodohi dan membodohkan sesamanya. Budaya kelembutan berganti dengan kekerasan. Budaya kesopanan berbalik menjadi jorok dan vulgar. Budaya bangga pada kebaikan berubah menjadi bangga pada kejahatan...
Entah apa yang ada dalam pikiran kita. Kita mengira semua itu bakal membawa dunia pada kehidupan yang sejahtera dan membahagiakan? Damai penuh ketentraman?
Kalau seandainya, anda jadi penguasa bumi, dan berhak menghabisi atau meneruskan kehidupan di planet ini, apakah yang akan anda lakukan? Meneruskan kesemrawutan ini ataukah menghentikan saja sampai di sini?
Boleh jadi anda akan bilang begini: "Ah, dari pada pusing-pusing mikir orang-orang yang tak tahu diri, lebih baik dihabisi saja sampai di sini. Kita bikin saja makhluk baru yang lebih tahu diri.."
Sayangnya kita bukan Sang Penguasa. Jadi kita tak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya mengelus dada. Sedangkan Allah, dengan segala sifat Rahman dan RahimNya, ternyata masih menunggu, apakah manusia segera menyadari kesalahannya...
Bukankah di sini juga banyak orang shalat, banyak kumpulan pengajian, doa bersama, dzikir-dzikir, musabaqah tilawatil Qur'an, dan bahkan terus membangun masjid-masjid lewat sumbangan di berbagai jalan raya?
Apa yang salah dengan kita? Jangan-jangan para pemimpinnya banyak dosa? Atau, jangan-jangan para wakil rakyat sering korupsi, dan tak peduli nasib rakyatnya? Atau, jangan-jangan karena para ulama sekarang ini sudah tak menjadi ulama lagi, dan lebih tertarik rebutan kekuasaan politik? Atau, jangan-jangan karena mubaligh dan mubalighatnya yang terpesona oleh berbagai pujian, tampil di tv-tv dan berbagai media dengan baju indah dan merdu-merduan suara? Dan agama tak lebih hanya sebagai hiburan belaka? Berebut rating dan kue iklan semata ... ?!!
Atau, karena kita telah menjadi bangsa yang semakin aneh. Lebih senang menikmati pornografi daripada mendidik generasi muda menjadi orang-orang yang sopan dan berakhlak mulia. Lebih senang melindungi koruptor dan praktek korupsi daripada melibasnya. Lebih senang menghukum pencoleng ayam dari pada pengedar narkoba. Lebih senang melegalkan prostitusi dari pada menghukum mati para pemerkosa dan pelaku woman trafficking...
Entahlah! Kawan saya hanya garuk-garuk kepala. Tak tahu apa jawabnya. Yang jelas, inilah negara kita, Indonesia. Yang sudah 60 tahun merdeka, tak pernah lepas dari kemalangan nasibnya. Bencana penjajahan berganti menjadi bencana politik. Lantas berubah menjadi bencana ekonomi. Kemudian bergeser menjadi bencana moral. Dan kini menuai bencana alam bertubi-tubi...
Ah, kapan bencana-bencana ini sirna? Kapan kita semua merasakan hidup sejahtera, adil dan bahagia sebagai bangsa merdeka? Dan, kapan pula kita semua merasakan indah dan nikmatnya surga dunia? Kepada siapakah kita harus bertanya?
Kalau wakil rakyat sudah tak peduli rakyatnya. Kalau para pemimpin sudah silau oleh kekuasaannya dan sekadar ingin mempertahankan untuk periode berikutnya. Kalau para ulama sudah lupa ilmunya, dan sibuk dengan berbagai aksesori penampilannya. Kalau penegak hukum sudah tak kenal hukum, dan lebih suka menjual perkara. Kalau para orang kaya semakin serakah, dan tiada pernah mau berhenti sesaat pun untuk mengeruk dan menghisap sumber alam sekitarnya. Entahlah, apa jadinya kehidupan bangsa
Dan bukan hanya Indonesia. Kehidupan masyarakat dunia pun kini semakin semrawut dan menggelisahkan. Yang kuat menindas yang lemah. Yang kaya menghisap yang miskin. Yang pintar membodohi dan membodohkan sesamanya. Budaya kelembutan berganti dengan kekerasan. Budaya kesopanan berbalik menjadi jorok dan vulgar. Budaya bangga pada kebaikan berubah menjadi bangga pada kejahatan...
Entah apa yang ada dalam pikiran kita. Kita mengira semua itu bakal membawa dunia pada kehidupan yang sejahtera dan membahagiakan? Damai penuh ketentraman?
Kalau seandainya, anda jadi penguasa bumi, dan berhak menghabisi atau meneruskan kehidupan di planet ini, apakah yang akan anda lakukan? Meneruskan kesemrawutan ini ataukah menghentikan saja sampai di sini?
Boleh jadi anda akan bilang begini: "Ah, dari pada pusing-pusing mikir orang-orang yang tak tahu diri, lebih baik dihabisi saja sampai di sini. Kita bikin saja makhluk baru yang lebih tahu diri.."
Sayangnya kita bukan Sang Penguasa. Jadi kita tak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya mengelus dada. Sedangkan Allah, dengan segala sifat Rahman dan RahimNya, ternyata masih menunggu, apakah manusia segera menyadari kesalahannya...