Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi
kamu dari Allah jika Dia menghendaki bencana
atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?"
QS. Al Ahzab (33) : 17
kamu dari Allah jika Dia menghendaki bencana
atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?"
QS. Al Ahzab (33) : 17
Akhirnya, dari berbagai macam bencana yang mengancam manusia di muka Bumi ini, yang paling besar adalah yang datang dari sistem sosial politik. Inilah bencana abadi yang telah hadir di muka Bumi sejak manusia pertama diciptakan. Sejak Adam dan Hawa meninggalkan surga, dan kemudian terbentuk masyarakat kecil dalam bentuk keluarga, keturunan Adam - Qabil dan Habil - telah berebut kekuasaan atau peran sosial. Maka, darah pun tumpah untuk pertamakalinya di kalangan umat manusia.
Bencana akibat rebutan pengaruh sosial politik terus menggema hingga kini. Selama ribuan tahun manusia saling menyakiti, menumpahkan darah, dan membunuh serta menghancurkan satu sama lain. Bukan semakin surut, tapi semakin brutal dan massal.
Dulu, perseteruan Qabil dan Habil hanya menyebabkan satu orang tewas, yaitu Habil. Tetapi kini ribuan bahkan jutaan orang bisa tewas dalam sebuah peperangan berebut substansi yang sama, yaitu kekuasaan dan kepuasan egoistik.
Kemajuan peradaban dan teknologi manusia bukan hanya mengantarkan manusia pada kesejahteraan, tapi justru memiliki peranan sangat besar untuk menjadi mesin penghancur dirinya sendiri. Dulu dalam sebuah peperangan, sekali serang manusia bisa menghancurkan puluhan orang lainnya.
Kini, dengan menggunakan senjata penghancur massal manusia bisa menghancurkan sesamanya dalam jumlah ribuan kali lipat. Ratusan ribu jiwa atau bahkan bisa mencapai jutaan jiwa bakal melayang dalam sebuah serangan senjata kimia atau bom nuklir ke sebuah kota padat penduduk. Sungguh semakin mengerikan.
Tapi, potensi terbesar bencana kemanusiaan itu sebenarnya bukan pada kemajuan teknologinya itu, melainkan ada pada diri manusia sendiri. Ada di dalam hawa nafsunya. Mesin-mesin :perang dan berbagai macam kemajuan teknologi itu hanyalah salah satu bentuk saja dari nafsu membunuh dan menghancurkan, yang telah lama bersemayam di jiwa manusia sejak penciptaannya pertama kali.
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.
QS. Al Mukminuun (23) : 71
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.
Begitulah, bencana terbesar sebenarnya adalah hawa nafsu yang telah bersemayam di dalam diri setiap orang. Sehingga Allah berfirman, andaikata kebenaran harus mengikuti hawa nafsu, maka bakal rusaklah langit dan bumi dan segala isinya.
Dan menariknya, prediksi bahwa manusia akan saling menumpahkan darah disebabkan oleh rebutan kekuasaan itu memiliki sejarah sama tuanya dengan sejarah penciptaan manusia sendiri. Hal itu telah dikemukakan oleh malaikat saat Allah memberikan informasi kepadanya bahwa Allah akan menciptakan pemimpin alias khalifah di muka Bumi.
QS. Al Baqoroh (2) : 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Coba cermati ayat di atas. Ada kaitan yang sangat erat antara 'kekuasaan' alias khilafah dengan 'membuat kerusakan' dan 'menumpahkan darah'. Itulah yang terjadi di sepanjang sejarah manusia. Bahkan juga di sepanjang sejarah kekhalifahan Islam sendiri. Antar umat Islam sampai saling membunuh demi kekuasaan. Sampai-sampai keluarga Rasulullah saw -cucu beliau- pun ikut menjadi korban pertarungan kekuasaan dan pamer keserakahan itu.
Ya, bencana terbesar atas diri kita sebenarnyalah berada di dalam diri kita sendiri. Di dalam keinginan-keinginan kita sendiri. Di dalam kehendak kita sendiri. Di dalam kebebasan kita sendiri.
Hawa nafsu manusia yang bersumber dari kehendak bebasnya melampaui besarnya planet Bumi. Bahkan melampaui langit, dan seluruh alam semesta. Sehingga Allah menggambarkan, kalau manusia dituruti terus hawa nafsunya, akan rusaklah seluruh langit dan bumi, dan segala isinya.
Dan bukan hanya besar melampaui alam semesta tetapi juga selalu mengarah pada kerusakan. Merusak diri sendiri. Merusak orang lain. Merusak masyarakat luas. Merusak lingkungan hidup. Dan merusak apa saja yang bersentuhan dengannya.
Begitulah sejak awal manusia diciptakan. Kecenderungan itu demikian kuat, seringkali mengalahkan akal sehat. Lawan hawa nafsu adalah akal sehat. Yang bisa memberikan pertimbangan-pertimbangan secara seimbang dan rasional.
Namun demikian, sejarah membuktikan, akal sehat pun seringkali kali kalah melawan hawa nafsu Maka Allah menurunkan petunjuk berupa agama. Agar manusia berlindung kepada Allah dari cengkeraman hawa nafsunya. Dari kekuasaan setan. Dari keinginan-keinginan bodoh yang menjerumuskan dirinya sendiri dan umat manusia.
Maka, sudah tak terhitung manusia telah menciptakan bencana bagi kehidupan manusia sendiri. Bunuh membunuh dan menumpahkan darah adalah 'hal biasa' dalam sejarah kemanusiaan. Sejak awal. Rebutan kekuasaan dan wanita menjadi komoditas sejarah yang paling menarik di muka bumi. Setan telah sukses menciptakan komoditas yang menjerumuskan manusia dalam pertarungan dan perpecahan dirinya sendiri.
Rebutan harta benda juga menjadi komoditas yang lain lagi, yang tak kalah serunya. Semua energi digunakan untuk memburu harta benda yang dikiranya akan memberikan segala kebahagiaan yang diinginkannya. Padahal setelah keinginan itu tercapai, ternyata dia tidak sempat menikmatinya, karena setan sudah menghasutnya lagi untuk berburu harta berikutnya.
Maka yang diperolehnya tak lain hanya sebuah fatamorgana. Kebahagiaan semu. Yang sesungguhnya terjadi adalah 'perburuan tanpa batas' atas yang kita sebut kebahagiaan. Lantas kita korbankan semuanya untuk mengejar fatamorgana itu. Kita tumpahkan darah saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, keluarga dan anak cucu kita, bangsa dan seluruh umat manusia. Muncullah BENCANA..!
Bencana itu lantas berubah menjadi apa saja. Menjadi perang saudara. Menjadi fitnah-fitnah. Menjadi perkosaan dan pelecehan sosial. Menjadi kesombongan dan arogansi. Menjadi penjajahan ekonomi. Menjadi pemusnahan budaya. Menjadi penindasan atas yang lemah. Bahkan penghancuran bangsa oleh bangsa...
Kita lupa bahwa penghancuran akan menuai penghancuran berikutnya. Pembunuhan akan memunculkan pembunuhan berikutnya. Caci maki akan diikuti caci maki berikutnya. Fitnah pun bakal berbuah fitnah. Dan begitulah selanjutnya. Bencana bakal menimbulkan bencana..
Maka, jadilah umat manusia di muka Bumi ini terjebak dalam lingkaran setan, yang memang diciptakan oleh bangsa setan. Agar manusia kesetanan dan kemudian menjadi pengikut setan. Dan kemudian menjadi setan yang lebih setan daripada setan yang paling setan...
Ya, manusia telah menciptakan bencana bagi dirinya sendiri. Karena pekerjaan setan itu tidak lain hanyalah membawa kita kepada azab dan bencana.
QS. An Nahl (16) : 63
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.
Maka sungguh bencana selalu mengintai kehidupan manusia di muka Bumi dari segala penjuru. Dari lingkungan hidupnya. Dari angkasa luar. Dari dalam perut Bumi. Dan dari perbuatannya sendiri yang dituntun oleh kebodohan hawa nafsunya...
Lantas, kapan dan bagaimana kita bisa selamat dari semua potensi bencana itu? Jawabnya adalah, kembali kepada keseimbangan alam yang telah diciptakan oleh Sang Pencipta...
Keseimbangan adalah fitrah alam. Termasuk diri kita pun diciptakan oleh Allah dalam keseimbangan. Siapa yang menabrak keseimbangan itu ia sedang menyiapkan bencana di masa depannya. Baik untuk dirinya sendiri mau pun orang lain yang ada di sekitarnya...
QS.Al Mulk (67) : 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
QS. Infithaar (82) : 7
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang.
Kalau pun bencana masih juga mengenai kita, maka orang yang beriman selalu mengembalikan semua yang diterimanya kepada Allah Sang Maha Bijaksana. Pasti di dalamnya ada hikmah, yang kita bisa memperoleh pelajaran darinya...
QS. Az Zukhruf (43) : 56
dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.