Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi
kamu dari Allah jika Dia menghendaki bencana
atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?"
QS. Al Ahzab (33) : 17
Bencana lainnya yang selalu mengintai kehidupan di muka Bumi adalah potensi yang terkandung dalam sirkulasi air. Ada sekitar 400 miliar ton air disirkulasi oleh Allah setiap tahunnya. Air itu diuapkan dari lautan dan daratan lewat panas matahari, menjadi awan. Lantas, diturunkan kembali secara berangsur-angsur ke permukaan Bumi sepanjang tahun sebagai air hujan.
Keberadaan air di Bumi sebenarnya adalah rahmat terbesar bagi kehidupan makhluk planet ini. Tanpa adanya air yang cukup, kehidupan tidak bisa terjamin keberlangsungannya. Bahkan meskipun ada, tetapi dengan jumlah yang tidak memadai, juga tidak memungkinkan kehidupan.
Air menjadi kata kunci munculnya kehidupan. Sehingga Al Qur’an mengatakan bahwa dari airlah Allah menciptakan segala yang hidup.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 30
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Di ayat lain lagi, malahan, Allah mengatakan 'Arsy-Nya berada di atas air. Menunjukkan betapa pentingnya peranan air dalam kehidupan di alam semesta. Arsy adalah suatu 'tempat' yang dipersepsi sebagai pusat 'pemerintahan' kerajaan langit dan Bumi, dimana Allah mengendalikan segala sesuatu sepenuhnya.
Akan tetapi yang perlu dicermati, setelah Allah mengatakan bahwa Arsy-Nya di atas air, Allah lantas mengikutinya dengan kalimat: 'agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya'. Artinya, kontrol Allah atas air sebagai faktor utama kehidupan manusia itu berkait dengan kualitas amalan kita. Air, rupanya dijadikan sebagai media yang paling efektif untuk mencatat amalan manusia. 70% penyusun tubuh manusia dewasa adalah air. Pada anak-anak 80% air. Pada embrio di dalam rahim mencapai 95%. Penelitian Dr Masaru Emoto dari Jepang membuktikan bahwa air bisa merekam energi makna dalam pikiran dan ucapan kita.
QS. Huud (11) : 7
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah 'Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
Sangat aneh memang, bahwa Bumi adalah satu-satunya planet di tata surya ini yang memiliki kadar air berlimpah. Bahkan, 2/3 permukaan Bumi tertutup oleh air. Bandingkan dengan planet-planet lain yang tak memiliki air. Jelas, tak mendukung munculnya kehidupan.
Darimanakah air di planet ini berasal? Tidak begitu jelas, dan masih kontroversial. Tetapi ada teori yang mengatakan bahwa air itu tidak terbentuk di muka Bumi. Melainkan dikirim dari angkasa luar dalam bentuk komet.
Komet-komet dalam bentuk bongkahan es itu berjatuhan ke Bumi di awal masa pembentukannya. Awalnya, Bumi adalah sebuah bola pijar seperti matahari, karena ia memang pecahan dari matahari. Tak ada air dan oksigen di dalamnya.
Jika kita lihat kandungan matahari, maka kita hanya akan menemukan gas hidrogen dan helium. Ini gas tertua di alam semesta. Hidrogen adalah unsur paling sederhana, karena ia hanya berisi 1 proton di intinya, dan 1 elektron di kulit atomnya. Tak ada unsur kimia yang lebih sederhana dari gas hidrogen.
Unsur yang lebih tinggi derajatnya adalah Helium. Intinya mengandung 2 proton, 2 neutron. Sedangkan kulit atomnya dikelilingi oleh 2 elektron. Matahari kita termasuk jenis bintang tua yang terbentuk di awal-awal penciptaan alam semesta. Nah, sebagai 'anak matahari' Bumi kita pun terdiri dari gas-gas tersebut, sebagaimana kebanyakan planet-planet di tatasurya kita. Akan tetapi, ternyata Bumi memiliki kandungan unsur yang sangat kaya. Lebih dari 100 jenis unsur ada di planet Bumi.
Sebagai perbandingan, planet Uranus, Saturnus, dan Yupiter didominasi gas-gas hidrogen dan helium tersebut. Disamping juga ada gas metana yang sangat mematikan. Begitulah Bumi pada awalnya. Di planet lainnya, selain H dan He, bertambah dengan adanya CO2. Termasuk Mars yang dekat dengan Bumi, ternyata tak memiliki kehidupan apa pun.
Sehingga banyak yang menduga, kemungkinan besar unsur-unsur yang ada di planet Bumi, khususnya air, dikirim dari luar angkasa. Diasumsikan pada saat awal usia Bumi, planet ini dibombardir oleh banyak komet dan meteor, yang kaya dengan kandungan logam dan air.
Cikal bakal Bumi yang sedang membara itu pun lantas mendingin seiring dengan bertambahnya material dari luar angkasa. Logamnya, menjadi inti Bumi. Sedangkan airnya berangsur-angsur naik ke permukaan Bumi, karena terdorong oleh panas dan tekanan di perut Bumi. Dan kemudian mendinginkan permukaannya. Terbentuklah kerak Bumi, daratan dan lautan. Lantas, muncul mekanisme hujan, sehingga memunculkan kehidupan.
Lebih jauh, yang sangat aneh, Bumi lantas bisa mempertahankan keberadaan air itu. Entah kenapa tidak menguap habis, lepas ke angkasa kembali. Anehnya, ketika air ini menguap membentuk awan, gumpalan awan itu mengambang beberapa kilometer di atas permukaan Bumi.
Ada desain yang sangat harmonis antara besarnya gravitasi Bumi, berat molekul air, dan panas matahari yang sampai ke Bumi, serta bobot awan dibandingkan dengan atmosfer.
Jika saja gravitasi Bumi lebih besar dari yang ada sekarang, mungkin air itu tidak akan gampang menguap dan mengambang di angkasa sebagai awan. Atau pun jika berat molekul air lebih ringan dari yang ada sekarang, boleh jadi uap air itu sudah lepas ke angkasa luar.
Atau juga, seandainya panas matahari yang sampai ke Bumi lebih panas dari yang ada sekarang, pastilah air di muka Bumi ini telah menguap semuanya. Sulit ditemui air dalam bentuk cairan.
Atau juga misalnya, bobot awan dibandingkan dengan gas-gas di atmosfer lebih berat, pastilah awan itu tidak bisa bergerak naik, mengapung. la akan tetap berada di permukaan daratan atau di permukaan lautan.
Maka, sungguh luar biasa ketika kita mendapati bahwa semua faktor memberikan dukungan untuk mencapai keseimbangan tanpa cela. Sehingga muncul mekanisme sempurna air hujan. Dan akhirnya menjadi faktor utama pendukung berlangsungnya kehidupan, hingga kini, selama miliaran tahun.
Akan tetapi, disamping sebagai kunci terbentuknya kehidupan, air juga bisa menjadi ancaman bencana yang mengerikan bagi kehidupan. Kenapa demikian? Karena, dalam skala besar air juga menyimpan tenaga merusak yang luar biasa. Terutama jika ia bergerak dalam kecepatan dan kekuatan yang tidak terkendali. Baik saat jatuh dari langit, maupun ketika terkumpul di daratan.
Bayangkan saja, di atas kita sebenarnya ada suatu bahaya besar yang mengancam kita. Ada ratusan miliar ton air yang sedang mengambang di atas kita sepanjang tahun. Menjadi sangat menakutkan ketika kita berpikir bagaimana seandainya air sebanyak itu jatuh ke permukaan Bumi tanpa terkendali. Pastilah kehidupan di muka Bumi ini bakal hancur ditimpa air terjun dalam skala raksasa.
Tapi ternyata semua itu tidak terjadi. Allah menurunkan hujan dengan cara yang aman, bahkan dalam bentuk tetes-tetes air yang indah menyejukkan. Kadarnya pun sangat terukur sesuai dengan kebutuhan. Kecepatan jatuhnya maupun volumenya.
QS. Zukhruf (43) : 11
Dan Yang menurunkan air hujan dari langit menurut kadar (yang diperlukan). Lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati. Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).
Kecuali, jika mekanisme sirkulasi air telah mengalami pergeseran sebagaimana akhir-akhir abad ini. Air bukan menjadi rahmat, tetapi telah menjadi bencana yang mengerikan. Memakan korban jiwa ratusan ribu orang dan harta benda yang tidak sedikit jumlahnya. Hujan deras telah berubah menjadi banjir bandang di mana-mana.
QS. Al Mukminuun (23) : 41
Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu.
Mekanisme alam telah mengalami ketidakseimbangan. Bumi mengalami kenaikan suhu akibat efek rumah kaca dan rusaknya lapisan ozon, sehingga penguapan air menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Dalam waktu yang bersamaan, hutan-hutan mengalami kerusakan yang parah. Padahal pepohonan itu berfungsi untuk menahan laju air, dengan cara menyerapnya, dan kemudian keluar berangsur-angsur dalam bentuk mata air sepanjang tahun.
Yang terjadi tidak demikian. Volume air hujan semakin besar, tetapi hutannya gundul. Maka, munculnya air bah alias banjir bandang. Diikuti dengan tanah longsor, akibat struktur tanah yang rapuh, tanpa pepohonan.
Bahkan yang lebih menyedihkan, banjir bandang terjadi juga di musim kemarau, seperti yang terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Ini jelas bukanlah banjir biasa, karena bisa menenggelamkan 7 propinsi dengan ketinggian 3 - 6 meter!
Ternyata bukan hanya di Indonesia, China dan Jepang pun dilanda oleh banjir yang sama. Telah terjadi kekacauan musim, bukan hanya dalam skala regional, melainkan global...