Manusia diciptakan Allah dengan memiliki dua kecenderungan. Yaitu, kecenderungan baik dan kecenderungan buruk.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk netral dan 'bebas'. Di hadapannya terbentang dua jalan. Yang disebut sebagai jalan kefasikan, dan jalan ketakwaan. Kefasikan adalah segala perbuatan yang tidak terkontrol, sehingga menabrak keseimbangan. Jatuh, terpelanting. Merugikan.
Sedangkan ketakwaan adalah segala perbuatan yang terkontrol, terkendali. Sehingga tetap dalam koridor keseimbangan.Menghasilkan keselarasan, harmoni, dan memuncak di pusat keselarasan. Menghasilkan kebahagiaan.
Orang yang memilih jalan ketakwaan digambarkan sebagai orang yang membersihkan jiwanya. Dan akan menemukan kebahagiaan. Sedangkan yang fasik, digambarkan sebagai mengotori jiwanya. Dan kemudian akan mengalami berbagai masalah yang rumit, yang membuatnya menderita.
QS. Asy Syams (97) : 8-10
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugi orang yang mengotorinya.
Kefasikan dan ketakwaan itu terkait sangat erat dengan kesadaran. Ada yang yang melakukan semua itu dengan sadar dan sengaja. Tapi, ada juga yang tanpa sadar dan tak sengaja. Tak mengerti. Atau disebabkan oleh kebodohannya.
Orang-orang yang melakukan tindakan bodoh sehingga merugikan diri sendiri, disebut Allah sebagai orang-orang yang dholim. Dalam agama disebut sebagai orang-orang menyiksa diri sendiri atau menganiaya diri sendiri.
QS. Al Baqarah (2) : 59
Lalu orang-orang yang dholim mengganti perintah dengan yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang dholim itu siksa dari tangit, karena mereka berbuat fasik.
QS. Az Zukhruf (43) : 76
Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
QS. Al Anfaal (8): 51
Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya
Dalam konteks pusaran alam semesta, orang yang dholim adalah yang selalu melawan tatanan alam. Melawan keseimbangan. Bukan hanya bermakna fisik, melainkan juga psikis. Bukan hanya lahiriah, tapi juga batiniah.
Pusaran energi alam semesta itu menggerakkan seluruh sisi kehidupan kita. Mulai dari yang bersifat fisik - partikel sub atomik sampai gugusan bintang di alam semesta raya. Mulai dari budaya lokal sampai yang bersifat global. Mencakup peradaban yang terbelakang sampai peradaban yang paling mutakhir. Dari tata nilai terendah sampai yang paling agung dan mulia. Dari kehidupan yang sangat personal sampai sosial. Bahkan, dari nilai yang dianggap jahat sampai yang paling baik.
Semua parameter dalam realitas alam semesta tercakup di dalamnya. Seluruhnya. Kalau dalam matematika, inilah yang disebut sebagai semesta pembicaraan. Segala hal dan kemungkinan termuat dan tercakup di dalamnya.
Semuanya berpusat di Arsy. Maka Arsy itu menjadi 'Kekuatan Ikat' yang tiada terkira atas seluruh parameter alam semesta. Mulai dari yang bersifat materi-energi, ruang-waktu, dan informasi-tata nilai. Semuanya berpusar menjadi satu kesatuan.
Dari sisi materi-energi, pusat alam semesta adalah kumpulan seluruh materi dan energi yang ada di dalam universe. la menjadi kekuatan ikat atas seluruh materi dan energi alam semesta.
Apakah yang bisa 'mengikat' materi dan energi yang demikian raksasa itu? Ternyata 'sekedar' kehampaan. Ketiadaan. Ya, hanya ketiadaan dan kehampaanlah yang bisa mengikat keber'ada'an. Kehampaan memiliki kekuatan menarik segala yang ada.
Kita tidak perlu lagi mempetak-petak kekuatan alam semesta ini menjadi energi gravitasi, listrik, magnetik dan nuklir. Teori unifikasi gaya-gaya yang diformulasikan oleh Prof Abdussalam -pemenang Nobel bidang Fisika Modern- dari Pakistan, mengarah ke sana.
Bahwa bermacam-macam jenis energi atau gaya yang ada di alam semesta ini sebenarnya adalah satu kesatuan. Kadang-kadang muncul sebagai energi gravitasi. Kadang muncul sebagai energi elektro-magnetik. Dan di waktu lain muncul sebagai energi nuklir. Suatu ketika semuanya akan bisa dirumuskan dalam suatu rumusan yang disebut grand formula.
Demikian pula seluruh dimensi informasi dan tata nilai yang sekarang sedang mengembang dan tergelar di seluruh penjuru alam semesta. Segala kejadian sedang berlangsung dalam tatanan sumatullah. Baik dan buruk. Jujur dan kebohongan. Ikhlas dan keserakahan. Rendah hati dan kesombongan. Dendam dan kasih sayang. Dan sebagainya. Semuanya sedang tergelar dalam hiruk pikuknya kehidupan dunia.
Tapi, nun jauh di sana di balik pusat alam semesta - atau sesungguhnya sangat dekat di balik ke'aku'an kita sendiri- ada suatu 'wilayah' kehampaan atas segala tata nilai itu. Di situ tidak ada kontradiksi atas segala sistem tata nilai.
Tak ada bedanya antara baik dan buruk, kejujuran dan kebohongan, ikhlas dan keserakahan, rendah hati dan kesombongan, dendam dan kasih sayang. Karena semuanya serba transparan, mutlak, dalam keselarasan. Itulah hakikat sejati dari semua kontradiksi.
Segala tata nilai itu berpusaran di sekitar Arsy Allah. Dan menjadi gaya ikat luar biasa atas segala tata nilai yang bekerja di seluruh penjuru alam semesta. Pusaran itu direpresentasikan oleh para malaikat yang berkeliling di sekitar Arsy.
Malaikat Jibril sang penyampai wahyu, mewakili segala nilai-nilai kebaikan dan keselarasan. Petunjuk mencapai sukses kehidupan dan menjauhi segala keburukan. Ia bertasbih dan berkeliling di sekitar Arsy. Ia kendalikan seluruh dimensi 'informasi' dari parameter penyusun alam semesta.
Ia hadir di kejauhan, sekaligus dalam kedekatan dengan kita. Karena itu, informasi bisa bergerak demikian cepatnya. Seakan-akan tidak terikat oleh dimensi waktu. Seperti telah kita bahas di depan bahwa Arsy Allah itu meliputi alam semesta. Karena sang Jibril berada di dekat Arsy, maka baginya jauh dan dekat sama saja. Dalam waktu yang bersamaan ia bisa berada di kejauhan, sekaligus dalam kedekatan.
Malaikat Mikail adalah sang penyampai rezeki dalam nilai-nilai keseimbangan alam. Ia mengatur berbagai mekanisme sunnatullah dan hukum-hukum fisis. Ia pun selalu bergerak berlingkaran di sekitar Arsy Allah, sambil terus bertasbih.
Bersama dengan sejumlah malaikat lainnya, ia mengendalikan dimensi materi dan energi di seluruh penjuru jagad semesta secara harmonis.
Di antaranya, adalah malaikat Raqib dan Atid yang bertugas merekam segala perbuatan manusia secara energial. Malaikat Munkar dan Nakir terkait dengan dosa dan pahala yang telah terekam. Dan malaikat lzrail yang mencabut nyawa, ketika kematian telah datang. Semua itu terkait dengan pusaran dimensi materi dan energi.
Malaikat lainnya bertanggung jawab terhadap dimensi 'ruang dan waktu'. Di antaranya adalah malaikat Israfil yang mengendalikan waktu hingga datangnya kiamat. Malaikat Ridwan dan Malik yang bertanggung jawab terhadap wilayah surga dan neraka. Yang terhampar seluas langit dan bumi.
Begitulah, Segala sistem nilai dan dimensi alam semesta berpusaran di sekeliling Arsy. Di tengahnya adalah sebuah kehampaan yang mengikat segala parameter alam semesta sehingga terbentuk keseimbangan sempurna.
Maka, kecenderungan baik dan buruk seorang manusia bisa diukur lewat parameter-parameter alam semesta. Keseimbangan dan keharmonisan. Parameter ruang-waktu-materi-energi-informasi.
Kefasikan adalah ketidak-terkendalian yang menyebabkan rusaknya tatanan ruang, waktu, materi, energi dan informasi. Sedangkan ketakwaan adalah kemampuan mengendalikan segala parameter tersebut. Dalam keselarasan dan keseimbangan.
Orang yang merusak lingkungan, sehingga berdampak pada berbagai bencana disebut melakukan perbuatan fasik bahkan dholim. Orang yang menyia-nyiakan waktu dengan bermalas-malasan juga fasik dan dholim.
Orang yang berkata sia-sia, berbuat tak berguna, ia sedang melakukan pemborosan terhadap dimensi materi dan energi. Allah tidak menyukai orang yang demikian. Malaikat pun tidak suka.
Dan orang-orang yang melakukan fitnah, berbohong, menipu dan lain sebagainya, ia juga sedang melakukan kebodohan, dan kedholiman. Menganiaya diri sendiri. Merusak keharmonisan dan keseimbangan dimensi informasi.
QS. Al Anfaal (8) : 73
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain (untuk membuat kerusakan). Jika kamu (kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.
Begitulah, kekafiran harus memperoleh keseimbangan lewat sebuah ketaatan kepada pusat pusaran, yaitu Allah. Jika kekafiran dibiarkan saja, maka yang terjadi adalah kerusakan dan kekacauan di muka bumi. Bahkan bisa lebih luas lagi. Harus ada orang-orang yang melawan kekafiran. Mengembalikan pada kondisi keseimbangan...