Saya mengumpamakan manusia sebagai sebuah komputer canggih. Prosesor utamanya berada di otak, dan kemudian didukung oleh sistem motherboard (papan rangkaian elektronik), berupa badan dan susunan saraf di sekujur tubuh.
Komputer ini, kemudian dihubungkan dengan sistem jaringan raksasa: alam semesta. Universe merupakan motherboard komputer raksasa yang besarnya tidak berhingga. Di komputer ini tersimpan mekanisme canggih, dengan lalu lintas informasi yang luar biasa rumit. Jauh lebih rumit dari tubuh manusia. Sehingga Allah mengatakan di dalam Al Qur’an tentang hal itu.
QS. An Naazi'aat (79) : 27-28
Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangun strukturnya, meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,
Alam semesta jauh lebih rumit dan raksasa dibanding badan manusia. Badan manusia hanya merupakan sebagian saja dari sistem alam semesta. Manusia hanya menjadi salah satu penyusun sistem alam semesta.
Kalau boleh saya umpamakan dengan sistem jaringan komputer, maka alam semesta adalah komputer induk. Pusatnya ada di Arsy Allah. Di sanalah terdapat prosesor utamanya. Ada suatu sistem memori yang disebut Lauh Mahfuzh. Di sinilah segala peristiwa tersimpan datanya.
Data-data di Lauh Mahfuzh itu bekerja mengikuti mekanisme komputer raksasa. Sistemnya disebut Sunnatullah. Lewat sistem operasi yang disebut sunnatullah itulah seluruh isi alam ini berfungsi. Termasuk manusia.
Manusia bagaikan sebuah komputer kecil yang terhubung ke sistem jaringan komputer alam semesta. Kita bisa mengakses masuk ke dalam sistem jaringan jika kita menyamakan sistem operasinya terlebih dahulu dan memiliki password alias kata sandinya.
Jika tidak, kita akan terkungkung dalam diri kita sendiri. Tidak bisa masuk ke jaringan alam semesta. Ibaratnya bermain radio komunikasi, frekuensi kita tidak match dengan pengguna lain, maka tidak bisa nyambung. Atau ibarat pengguna handphone, kita berada di luar service area, di luar jangkauan jaringan pemancar. Tidak bisa connect dengan sistem yang ada.
Begitulah, meskipun secara fisik kita sudah berada di dalam alam semesta, jika kita tidak bisa nyambung secara informasi, kita pun jadi terasa jauh dari siapa-siapa. Jauh dari mana-mana. Persis seperti orang yang membawa handphone tapi sedang terkungkung di suatu gedung bertingkat sehingga tidak memperoleh sinyal. Dalam istilah Al Qur’an kita sedang jauh dari Allah.
QS. Ibrahim (14) : 3
(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.
QS. Fushshilat (41) : 52
Katakanlah: "Bagaimana pendapatmu jika (Al Qur’an) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya. Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh?"
Kata Allah, orang-orang yang terjebak pada kehidupan dunia adalah orang-orang yang tersesat jauh. Karena dia hanya terpaku pada realitas fisik saja. Padahal realitas kehidupan ini kan bukan hanya itu. Jauh lebih canggih dari itu. Ada yang bersifat lahiriah, tapi ingat ada juga yang bersifat batiniah.
Orang-orang yang terjauhkan dari informasi Al Qur’an juga disebut jauh dari Allah dan tersesat. Tetapi, orang-orang yang membaca Al Qur’an tanpa menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya, juga disebut tersesat. Seperti orang yang membaca petunjuk operasi komputer atau hand-phone, tetapi tidak menggunakannya untuk berkomunikasi.
Padahal, sebenarnya Allah tidak jauh dari kita. Cuma kita saja yang berada di luar service area. Tidak nge-match. Tidak memiliki dan menggunakan password untuk masuk jaringan komputer semesta.
QS. Al A'raaf (7) : 7
maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka, sedang (Kami) mengetahui, dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).
Nah, dalam konteks berdzikir, kita tidak akan pernah bisa bertemu dengan Allah jika tidak menyelaraskan dulu operating system kita dengan sunnatullah. Kita juga mesti tahu kata-kata sandinya. Sampai getaran jiwa kita bisa masuk ke dalam sistem jaringan alam semesta, yang berpusat di Arsy Allah.
Dalam sudut pandang getaran, maka diri manusia memiliki dua sistem getaran. Yang pertama adalah clock alias denyut berirama yang mengantarkan seseorang untuk memasuki sistem universal. Sedangkan yang kedua adalah frekuensi jiwa yang menggambarkan kualitas jiwa seseorang.
Clock itu dipancarkan oleh otak, menggambarkan tingkat kesadaran seseorang. Jika pancaran gelombang otaknya di atas 13 Hz, seseorang dikatakan sedang berada dalam kondisi Beta.
la dalam keadaan sadar penuh. Beraktifitas penuh semangat. Panca inderanya bekerja maksimal. Perhatiannya lebih kepada hal-hal yang bisa ditangkap oleh indera Berkonsentrasi pada outer cosmos. Dunia fisik.
Tetapi, kondisi ini ternyata malah tidak mengantarkan seseorang nge-match dengan alam semesta, melainkan terjebak pada kondisi di luar service area. Ia terkungkung oleh ke'diri'annya'. Kesadaran individual. la menyadari lingkungamya hanya sebatas kesadaran yang bersifat fisik. Inilah yang dalam ayat sebelumnya, disebut: mereka lebih tertarik kepada dunia daripada akhirat. Mereka bakal merasa jauh dari Allah.
Pada tingkat berikutnya, seseorang memasuki wilayah yang lebih ke 'dalam'. Misalnya pada orang-orang yang merenung. Jika seseorang melakukan proses perenungan, maka denyut clock itu akan menurun menjadi berada di wilayah Alfa. Yaitu wilayah gelombang otak sekitar 8 Hz - 13 Hz.
Dalam kondisi ini seseorang mulai masuk ke inner cosmos, dunia dalam. Dia tidak lagi sangat bertumpu kepada inderawinya. Meskipun inderanya masih tetap aktif. Ia mulai mengaktifkan rasionalitas secara lebih holistik.
Inilah yang kita sebut sebagai kesadaran rasional atau kesadaran ilmiah. Kebanyakan para ilmuwan yang sedang merenung, atau seniman yang sedang menuangkan karyanya, akan memasuki kondisi alfa ini. Clock otaknya berdenyut dengan frekuensi 8-13 Hz. Kondisi jiwanya lebih tenang dibandingkan dengan Beta.
Orang yang sedang berproses ke arah tidur pun memasuki kondisi Alfa. Demikian pula orang-orang yang sedang bermeditasi atau dzikir dan shalat. Dalam kondisi ini, seseorang bisa mengeksplorasi dunia di dalam dirinya lebih intensif.
Dalam konteks jaringan komputer alam semesta, orang tersebut mulai berusaha mengakses masuk. Tetapi, memang masih bergantung kepada password dan kualitas frekuensinya. Jika sesuai, dia akan memperoleh akses. Jika tidak, ia tidak akan bisa masuk.
Kondisi clock yang lebih rendah lagi disebut sebagai wilayah Teta. Inilah wilayah yang sangat rawan karena berada di antara sadar dan tidak. Clock-nya bergetar di antara 4 Hz-7 Hz. Bagi orang-orang yang sedang menuju tidur, kondisi ini adalah mulai hilangnya kesadaran, sampai kemudian tertidur. Di sinilah seseorang bisa dipengaruhi secara hipnotisme atau kerasukan makhluk ghaib. Alam bawah sadarnya berperan lebih dominan dari kondisi sadarnya.
Jika diteruskan, maka orang itu akan menjadi tidur lelap. Pada saat itu frekuensi clocknya berada di bawah 4 Hz. Atau sekitar 0,5 Hz - 3,5 Hz. Pada kondisi ini seseorang telah kehilangan kesadaramya sama sekali. Sepenuhnya dikendalikan alam bawah sadar.
Nah, dimanakah kondisi yang baik untuk berdzikir secara khusyuk? Ternyata berada di peralihan antara kondisi Alfa dan Teta. Di sinilah seseorang mulai bisa melepaskan kungkungan panca inderanya dan masuk ke wilayah kesadaran universal. Atau ada juga yang menyebutnya sebagai ketaksadaran universal.
Tapi, saya lebih suka menyebut sebagai 'KESADARAN UNIVERSAL'. Karena kita justru ingin memasuki wilayah 'ketaksadaran' itu secara sadar sepenuhnya. Tidur yang terjaga. Relaksasi sempurna dalam keadaan berdzikir, ingat Allah.
Pada saat itulah seseorang yang memiliki password bisa masuk ke jaringan universal. Maka dia akan masuk ke sebuah sistem informasi canggih bebas hambatan. Frekuensi getaran jiwanya akan nyambung dengan frekuensi alam semesta.
Di sinilah kita mulai memahami, bahwa selain getaran clock, ada getaran lain yang justru berisi informasi tentang kondisi jiwa kita saat sedang berdzikir. Clock hanya berfungsi sebagai pintu masuk. Sedangkan frekuensi jiwa adalah muatan informasi yang ingin kita kirim lewat jaringan.
Maka, ketika kita sudah bisa terhubung ke dalam jaringan tersebut, kita bisa melakukan kontak-kontak dengan miliaran 'komputer' lainnya, seperti berada dalam jaringan Internet.
Bahkan, kita juga bisa kontak dua arah dengan 'komputer induk' yang berada di pusat alam semesta. Di Arsy Allah. Tidak ada lagi kendala jarak dan waktu yang menghambat. Seperti ketika kita sedang chatting lewat internet. Lawan bicara kita serasa dekat saja. Cuma, karena komputer dan provider Internet itu memiliki keterbatasan kapasitas jaringan, maka kecepatamya bisa menjadi lamban.
Tapi, itu tidak akan terjadi pada sistem jaringan alam semesta. Karena jaringamya didesain berdasar sistem cahaya dan struktur dimensi langit yang tujuh. Pusatnya berada di langit ke tujuh yang sangat dekat. Bahkan meliputi kita. Dan sinyalnya berbasis pada cahaya, dikendalikan oleh para malaikat. Maka kecepatan informasi itu seakan-akan bergerak melebihi kecepatan cahaya. Padahal sebenarnya tidak. Beberapa kawan tidak sepakat dengan pendapat bahwa 'cahaya adalah kecepatan tertinggi' di alam semesta. Saya sedang menunggu pembuktian itu. Tetapi sejauh ini, saya masih menyepakatinya.
Memang kalau hanya dipahami sebagai gerakan cahaya yang melengkung di langit pertama, seakan-akan kecepatannya lebih tinggi dari 300 ribu km/detik. Padahal, sinyal cahaya itu melewati jalan tembus di dimensi langit yang lebih tinggi. Tentu saja ia lebih cepat sampai ke pusat, dibandingkan yang harus melengkung di langit pertama...
QS. An Naazi'aat (79) : 3-5
dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (para malaikat) yang mengatur urusan.
QS. Al Qadr (97) : 4
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Dalam banyak ayat, Allah menginformasikan kepada kita bahwa para malaikat adalah petugas yang bertanggung jawab terhadap lalu lintas urusan dari seluruh penjuru langit ke pusat pemerintahan alam semesta. Akan tetapi, semuanya lewat izin Allah. Di bawah kendali Kekuasaamya.
QS. Yunus (10) : 3
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izinnya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
Kecepatan para malaikat itu berbeda-beda. Bergantung kepada siapa yang membawa, lewat mana, dan urusan apa yang sedang dibawa. Karena itu, waktu tempuhnya pun bisa beragam. Ada yang sehari dengan kadar 1000 tahun. Ada pula yang seharinya berkadar 50.000 tahun.
QS. As Sajdah (32) : 5
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu.
QS. Al Ma'arij (70) : 4
Para malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.
Betapa dahsyat kecepatan informasi dalam jaringan alam semesta itu. Bandingkan dengan kecepatan pengiriman informasi dewasa ini. Yang paling rendah adalah lewat jaringan internet, hanya sekitar puluhan ribu atau ratusan ribu bit per detik. Yang lebih tinggi, lewat jaringan satelit, bisa mencapai jutaan bit per detik. Bit adalah unit terkecil dari informasi.
Dengan menggunakan satelit, anda bisa melihat siaran langsung dari sebuah acara televisi yang terjadi antar benua. Misalnya pertandingan sepak bola Piala Dunia. Pelaksanaannya di Eropa, kita melihat dalam waktu yang 'hampir bersamaan' di Indonesia. Jarak ribuan meter itu ditempuh dalam orde detik saja.
Jaringan informasi alam semesta lebih dahsyat lagi. Kecepatamya ribuan sampai jutaan kali lebih hebat. Karena itu Allah mengatakan 1 hari sama dengan 1000 tahun. Artinya berlipat 365.000 kali lebih cepat. Dan suatu ketika bisa lebih cepat lagi sehingga mencapai 50.000 x 365 = 18.250.000 kali.
Itulah yang dikatakan oleh Allah dalam surat An Naazi'aat : 3-5, bahwa 'para malaikat turun dari langit dengan cepat, dan mendahului dengan kencang, untuk mengatur segala urusan'.
Sistem informasi itu demikian canggih. Tinggal bagaimana kita bisa mengakses masuk ke dalamnya. Maka, selain clock sebagai jalan masuk, setiap diri kita memiliki kualitas informasi yang akan kita kirimkan lewat jaringan tersebut.
Clock berkait erat dengan keselarasan. Dengan kekhusyukan dan keikhlasan. Sedangkan kualitas informasi berkaitan dengan isi doa dan kepahaman dzikir yang kita panjatkan.
Jika kita tidak ikhlas dan tidak khusyuk, maka kita tidak akan bisa masuk ke dalam sistem jaringan informasi tersebut. Meskipun isi doa kita bagus. Karena itu jangan heran banyak orang berdoa yang tidak terkabulkan. Dia tidak bisa menyelaraskan kondisi jiwanya dengan sistem alam. Tidak ikhlas. Tidak khusyuk. Tidak berserah diri. Maka, jangan heran dia terpental dari pusaran...