Tuesday, March 6, 2007

Ikuti Arus Jangan Melawan

Karena kita adalah 'bagian' dari pusaran alam semesta, maka secara alamiah kita harus mengikuti pusaran tersebut. Jika tidak, kita bakal terpelanting dari arus pusaran.

Kita tidak mungkin melawan. Ini hukum alam. Sunnatullah. Dan yang jelas, arus itu demikian besarnya. Sehingga orang yang melawan bakal mengalami masalah. Seperti sedang menyiapkan 'jurang' dan kuburannya sendiri di masa depannya.

Orang yang memutuskan untuk mengikuti arus bakal selamat. la sedang bermain cantik dalam kehidupannya. Cerdik dan cerdas. Orang yang demikian akan merasakan nikmatnya berada di dalam pusaran raksasa itu.

Yang harus dilakukannya, tinggal bagaimana caranya agar ia bisa mencapai pusat pusaran. Sebuah perjuangan untuk bergabung menjadi inti pusaran.

Tapi, kenapa kita harus bergabung ke pusat? Karena di pusat itutah kontrol atas seluruh energi terjadi. Di pusat itu pula, seseorang bisa 'melihat-lihat' pemandangan dan memperoleh informasi tanpa harus berkeliling. Dan di pusat itu pula seseorang bisa memperoleh 'segala-galanya' tanpa perlu berusaha lagi.

Seluruh akses terhadap segala yang kita butuhkan ada di sana. Maka, berada di pusat pusaran adalah kemenangan yang besar. Kenikmatan yang tiada tara. Tujuan final dari setiap kita.

Lantas, bagaimana cara mencapai pusat secara efektif dan efisien? Sebenarnya sangat sederhana. Yang pertama, jangan melawan arus alam. Karena anda akan terpelanting jatuh. Dan yang kedua, butuh usaha untuk masuk ke dalam. Sebab, memang pusaran itu cenderung melempar segalanya ke arah luar. Itulah yang dalam ilmu fisika disebut sebagai gaya sentrifugal, alias gaya lempar.

Nah, memang 'usaha' itulah yang menjadi inti permainan dalam kehidupan ini. Untuk mencapai kesuksesan kita perlu melakukan usaha tertentu. Kalau kita tidak melakukan usaha, kita akan terlempar semakin ke arah luar.

Karena itu ada 3 macam usaha. Jika usaha kita rendah atau tidak berusaha, kita akan kalah dan terlempar dari pusaran. Jika usaha kita sedang, kita hanya akan mampu bertahan saja. Tapi, jika usaha kita keras, kita akan menang. Dan mencapai pusat. Tapi sekali tagi, usaha itu tidak boleh melawan arus. Karena kalau melawan arus, sebesar apa pun usaha itu, kita bakal terpelanting. Kuncinya adalah berusaha keras untuk masuk ke pusat pusaran, sambil mengikuti arus. Dan kemudian beringsut perlahan-lahan menuju pusat.

Itu adalah cara konvensional. Dengan cara mengandalkan kekuatan sendiri. Ada cara yang lebih cepat, yaitu minta tolong kepada YANG BERADA DI PUSAT. Kita minta tolong kepadaNya agar menarik kita menuju pusat pusaran. Apakah bisa?

Ya, begitulah Allah menggambarkan. Bagaimana bentuk pertolongan itu? Oleh Allah digambarkan berbentuk seutas tali. Ada tali yang dijulurkan oleh Allah kepada kita yang sedang berputar dalam pusaran alam semesta ini. Tali itu sangat kuat, dan tidak bisa putus. Jika kita berpegang kepada tali itu, maka kita tidak akan mengalami gejolak yang membahayakan selama dalam pusaran. Bahkan, tali tersebut akan menarik kita menuju pusat pusaran dengan cepat dan aman. Bahkan nikmat.

QS. Luqman (31) : 22
Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.

QS. Al Baqarah (2) : 256
Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Kedua ayat di atas sangat menarik. Seseorang dikatakan telah memegang tali yang sangat kuat dan tidak bisa putus adalah jika dia –setidak-tidaknya- melakukan hal-hal berikut. Yang pertama, beragamanya tidak terpaksa alias dengan kepahaman dan keikhlasan. Tahu mana yang salah dan mana yang benar. Yang kedua, dia hanya bertuhan dan berserah diri kepada Allah. Dan yang ketiga, dia banyak berbuat kebajikan.

QS. Al Maidah (5) : 35
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Begitulah cara mendekatkan diri kepada Allah yang berada di pusat pergerakan seluruh alam semesta. Cara yang paling mudah dan efektif. Ibaratnya, kita berada di dalam pusaran air, kemudian ada yang melemparkan tali kepada kita untuk menolong. Tentu saja kita sambut uluran tali itu. Kita pegang erat-erat. Kemudian kita beringsut mendekatkan diri terus, sampai ke ujung tali. Maka selamatlah kita.

Nah, ketika kita mendekatkan diri untuk menuju pusat pusaran, usaha yang kita keluarkan akan semakin ringan, dan semakin ringan. Bertambah dekat dengan pusat akan semakin ringan. Kenapa? Karena 'gaya lempar' yang dihasilkan oleh pusaran itu akan semakin kecil di bagian yang dekat pusat. Dan persis di pusat lingkaran, tidak ada lagi 'gaya lempar', karena kita telah menyatu dengan sumbu putarnya.

Bahkan, persis di tengah-tengah pusatnya, gerakan berputar itu menjadi nol. Segala hukum gerak yang demikian dahsyat dalam pusaran itu tidak berlaku. Diam sempurna. Jadi, segala yang bergerak ini sebenarnya sedang mengitari sesuatu yang diam sempurna. Itulah gambaran yang telah kita bahas di depan. Black hole adalah pusat dari seluruh pusaran alam semesta. Di dalamnya adalah sebuah ketiadaan mutlak. Alias Nol. Kosong sempurna.

Tetapi sebagaimana telah kita bahas, 'keberadaan' alam semesta ini bergerak berimbang dengan 'ketiadaan' alam semesta yang ada di pusatnya. Keduanya tidak diam, melainkan juga berpusar dengan berpusat pada Arsy. 'ADA' dan 'TIADA' terus berdinamika sepanjang waktu yang berjalan. Berputar-putar di sekitar Arsy Allah.

Maka tujuan kita adalah menuju pusat, dan bersatu dengan sumbunya. Di sanalah kebahagiaan sejati berada. Di sanalah segala hukum gerak telah tiada. Yang ada hanyalah kemutlakan dan keabadian. Tapi itu semua berjalan seiring waktu. Segala yang ada ini bakal lenyap terlebih dahulu menuju black hole di pusat alam semesta, pada saat kiamat kubra. Seluruhnya lenyap. Dan kemudian bersatulah antara ADA dan TIADA kembali kepada SUMBERnya.

Namun, bagi mereka yang bisa berserah diri kepada Allah, sekarang pun sudah bisa merasakan kebersatuan itu. Meskipun ia masih hidup di dunia ini. Tidak perlu menunggu sampai terjadinya kiamat kubra terlebih dahulu. Cukup dengan mengikuti tahapan-tahapan yang diajarkan oleh Allah lewat RasulNya: Ikhlas dalam beragama, berserah diri kepada Allah, dan banyak berbuat kebajikan.

Jika diformulasikan secara universal, ketiga hal itu sebenarnya adalah sebuah upaya untuk 'melenyapkan diri', dan menyatu dengan realitas kehidupan. Itulah teknik pendekatan sempurna untuk bersatu dengan Allah. Lebih jauh akan kita bahas dalam bagian-bagian berikutnya.