Selain berubah ke arah frekuensi tinggi, merah ke ungu, ternyata aura kita berubah ke arah gelap dan terang. Dalam berbagai pengamatan yang saya lakukan, saya memperoleh kesimpulan yang menarik tentang gelap dan terang ini.
Al Qur’an sendiri memberikan informasi yang banyak, tentang gelap dan terang. Dan justru sangat sedikit, tentang perbedaan warna pelangi aura. Warna-warna pelangi menunjukkan perbedaan frekuensi. Sedangkan gelap terang memberikan informasi kejernihan dari berbagai pengotor.
Warna-warna gelap diidentikkan dengan kekotoran dan kejahatan. Sedangkan warna-warna terang dipersepsi sebagai kemurnian dan kebaikan.
Sehingga Al Qur’an selalu menggunakan istitah cahaya yang terang benderang untuk orang-orang yang beriman serta berbuat kebaikan. Dan, gelap gulita untuk orang-orang kafir, munafik, dan banyak berbuat dosa.
QS. Al Hadiid (57) : 12
(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu'min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak.
QS. Yunus (10) : 27
Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dua ayat yang berbeda di atas memberikan gambaran dua kondisi yang berbalikan. Yang pertama mengatakan bahwa orang mukmin, pada hari kiamat nanti bakal memancarkan cahaya yang terang di wajahnya. Mereka memperoleh kabar gembira tentang surga.
Sedangkan orang-orang kafir digambarkan diliputi oleh 'cahaya' gelap gulita. Mereka banyak berbuat dosa. Dan bakal masuk ke dalam neraka. Kekal di dalamnya.
Kedua ayat tersebut sangat menarik, karena Allah secara langsung menggunakan idiom cahaya terang dan gelap untuk menggambarkan baik dan buruk. Dan pada praktiknya, memang itu terlihat pada aura seseorang.
Orang-orang yang wajahnya memancarkan cahaya terang memiliki sifat-sifat yang baik. Sebaliknya orang-orang yang memancarkan 'cahaya' gelap memiliki sifat-sifat buruk, jahat dan culas.
Lantas, bagaimana kita menjelaskan hubungan antara warna-warna pelangi dengan terang-gelap itu, berkait dengan aura seseorang? Mana yang lebih dominan dan mana yang substansial?
Di depan, telah saya jelaskan bahwa jiwa kita memancarkan dua macam frekuensi. Yang pertama adalah clock alias frekuensi pembawa. Dan yang kedua content atau isi informasi.
Fungsi clock itu adalah untuk menyelaraskan jiwa kita dengan frekuensi alam semesta. Dengan Arsy Allah. Kalau clock-nya selaras maka kita masuk ke dalam sistem informasi alam semesta. Ibarat orang bermain handphone, kita bisa masuk ke dalam jaringan pemancar. Sebaliknya kalau tidak nyambung, ibaratnya sedang berada di luar service area. Kita tidak bisa kontak dengan nomer yang kita tuju.
Nah, itulah yang disebut frekuensi clock. Dalam konteks Aura, kita akan semakin khusyuk dan gampang nyambung dengan Allah ketika frekuensi auranya meninggi. Mengarah ke warna ungu. Orang itu akan semakin gampang berkomunikasi dengan Allah. Sebab pada saat itu jiwanya sedang melembut. Sedang memasuki inner cosmos. Sedang kontemplatif dan transenden.
Sebaliknya, jika sedang merah, jiwa orang itu sedang bergejolak. Sedang menggebu-gebu, atau tertekan, dan cenderung kasar. Dia sedang berada di outer cosmos. Dan terikat pada dunia fisik.
Inilah yang telah kita bahas di depan. Bahwa, warna-warna aura bisa digunakan untuk mengukur tingkat kekhusyukan. Aura merah, frekuensinya rendah, tidak khusyuk atau sulit untuk khusyuk. Sedangkan aura ungu, menunjukkan khusyuk atau gampang untuk menjadi khusyuk.
Akan tetapi, ada frekuensi lain yang berkait dengan content alias isi hubungan kita dengan Allah itu. Inilah yang berkait dengan baik dan buruk, benar dan salah. Kualitas keimanan. Dalam bahasa Al Qur’an adalah terang dan gelap. Dan memang, kita bisa melihat aura seseorang dari sisi brightnessnya. Dari kecerlangamya.
Semakin terang auranya, semakin baiklah dia. Kata Al Qur’an: terang benderang. Nah, inilah yang harus kita tuju. Sebaliknya, semakin gelap auranya, semakin jahat pula dia. Ini yang harus kita hindari jauh-jauh.
QS. An Nisaa' (4) : 174
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).
QS. Al Maidah (5) : 16
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaamya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus
Orang yang beraura gelap sedang terperangkap oleh setan. Dipimpin olehnya. Dan dijerumuskan. Setelah itu, ditinggal pergi. Begitulah kerjaan setan, yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan orang-orang yang beriman dibimbing Allah menuju jalan keimanan yang terang benderang. Allah menjadi pelindungnya. Dan akan selalu mendampinginya dalam segala permasalahan yang sedang dihadapinya. Memberi jalan keluar yang terbaik.
QS. Al Bagarah (2) : 257
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
QS. Al Anfaal (8) : 48
Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu". Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah". Dan Allah sangat keras siksa-Nya.
Dari berbagai kasus pengamatan aura, saya memperoleh data-data menarik sepular kecemerlangan aura ini. Mereka yang sedang bermasalah, selalu menampilkan warna-warna gelap. Jika merah, merahnya gelap. Jika kuning, kuningnya juga gelap. Bahkan, jika ungu, ungunya pun berwarna gelap.
Jadi, jangan merasa senang dulu dengan warna berfrekuensi tinggi. Karena, itu baru bersifat potensi kekhusyukan. Belum mengambarkan substansi kebaikan. Kebaikan digambarkan oleh Aura jernih yang terang benderang.
Aura merah gelap, selain menggambarkan sifat merah yang menggebu dan emosional, gelapnya bisa berarti orang itu pendendam dan serakah. Sebaliknya, jika warna merahnya cerah, ia bisa bermakna kekuatan, kegembiraan, keberanian. Bahkan bisa berarti keramah-tamahan atau cinta murni, yang ditunjukkan oleh warna merah muda.
Aura jingga gelap, juga bermakna kurang baik. la bisa berarti ketidakmampuan mengendalikan emosi, atau memanjakan diri secara berlebihan. Sebaliknya, jingga cerah dan jernih, bisa bermakna suka kerapian, bersosialisasi dan terbuka.
Kuning gelap menggambarkan ketidak-jujuran. Akal dan kecerdikannya mengarah kepada tipu muslihat. Kuning keruh dan kabur, bermakna kemalasan. Tapi sebaliknya, orang-orang yang beraura kuning jernih, memiliki sifat-sifat intelektual dan penuh pertimbangan. Bahkan kuning yang sangat cerah dan jernih mengarah kepada logika spiritual yang bagus.
Hijau gelap bermakna kecemburuan. Jika bercampur keruh, bermakna iri, dengki, tidak jujur, dan khianat. Sedangkan hijau cerah dan jernih mengarah kepada kasih sayang, belas kasihan, humanistik, dan penuh simpati kepada orang lain. Orang yang memiliki warna hijau keabu-abuan bersifat suka berkhayal, atau sedang dalam suasana depresi mental.
Biru gelap dan muram bermakna penyesalan mendalam. Biru terang berarti kesetiaan, pengabdian, imajinatif, Idealisme, kecerdasan dan kebijaksanaan.
Nila gelap tidak peduli kepada sesama. Introvert alias tertutup. Sedangkan nila terang menggambarkan kepedulian yang tinggi, tanggungjawab, kesadaran spiritual.
Ungu gelap bisa berarti dalam kondisi lemah dan sedang menjurus ke kondisi sakit. Atau bisa juga bermakna angkuh dan ceremonial. Ungu cerah menggambarkan perikemanusiaan, kebangkitan spiritual, intuitif.
Sedangkan warna putih menggambarkan sifat-sifat perfeksionis, kemanusiaan, keselarasan, idealisme tinggi, kesempurnaan dan kesadaran spiritual yang mendalam.
Apalagi jika warna putihnya menjurus ke jernih, ia menunjukkan pada kesempurnaan spiritual. Sebagaimana selalu digambarkan pada tokoh-tokoh spiritual atau keagamaan. Ada lingkaran cahaya di sekitar wajah yang disebut sebagai 'halo'.
Jadi, kini kita telah memahami makna warna-warna aura dalam dua dimensi. Yaitu dimensi peningkatan frekuensi, bermakna potensi mencapai kekhusyukan untuk berkomunikasi dengan Allah. Dan, yang kedua adalah dimensi kecerlangan cahaya yang bermakna pada kualitas baik-buruk. Atau tinggi rendahnya tingkat keimanan seseorang.
Dalam praktek dzikir, warna-warna aura hampir selalu bergerak ke arah ungu terlebih dahulu sampai tercapai kekhusyukan. Setelah itu, warnanya menjadi semakin terang ke arah putih jernih.
Atau, tak jarang, terjadi secara simultan. Warnanya berubah dari merah ke ungu, tapi sekaligus semakin jernih. Misalnya, dia bergerak ke arah merah terang, kuning terang, hijau terang, biru terang dan ungu terang, sampai memuncak di putih terang...
QS. Ali Imran (3) : 106-107
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".
Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.