Sunday, March 11, 2007

ATM Langit

Apa itu ATM langit...?


Suasana haji memang sangat istimewa. Paling tidak, bagiku. Sebab setiap kegiatan apa saja, selalu saja aku hubungkan dengan kebesaran Allah Swt, sebagai Dzat Yang Maha Pengatur segala urusan makhlukNya.

Tidak terkecuali ketika aku sedang istirahat setelah melakukan shalat dhuhur. Tiba-tiba saja aku teringat akan semua persoalan dalam hidup, khususnya tentang keuangan atau rezeki yang oleh setiap orang dalam kehidupan rumah tangganya selalu menjadi fokus perhatian utama.

Saat itu aku bisa melihat suatu keanehan pada perjalanan hidupku. Khususnya berkaitan dengan rezeki. Tetapi hal itu tentu berlaku secara umum, artinya bagi siapa saja. Hanya saja mungkin tidak banyak orang-orang yang sempat bertafakur tentang keanehan ini. Aku merasa bahwa dalam persoalan rezeki, Allah Swt telah ‘mengemudikan’ perputaran rezeki setiap orang dengan luar biasa. Begitu cermat, dan tepat waktu.

Maka anganku melayang pada berbagai peristiwa yang terjadi beberapa waktu yang lalu...

Suatu saat, temanku, pak Riduwan bercerita. "Baru saja kami memberi pisang satu sisir kepada famili yang mau pulang dari rumah kami setelah ia bermalam satu hari, ternyata tanpa kami sangka-sangka pada sore harinya ada seorang kenalan yang datang ke rumah membawa pisang satu tandan (berisi sekitar 7 sisir pisang) MasyaAllah... pisang satu sisir yang kami berikan tanpa tendensi apa-apa tersebut, di ganti oleh Allah dengan tujuh sisir... "

Lain lagi pengalaman pak Mansyur. Suatu saat pak Mansyur kehilangan sepeda motor kesayangannya. Sepeda motor tersebut dicuri orang di hadapan pak Mansyur sendiri, saat ia mau berangkat sholat jum’at.

Sepeda motor yang sudah dikunci itu ia letakkan di teras rumahnya. Ketika orang di kampungnya sudah hampir berangkat ke masjid, saat itu pula pak Mansyur keluar untuk pergi ke masjid. Tak disangka ada seorang yang tak dikenal masuk lewat pintu pagar. Kebetulan tidak terkunci. Langsung saja sepeda motor itu dilarikan oleh orang tak dikenal tersebut...

Pak Mansyur berusaha mengejar. Tapi tak mampu berlari mengejar sepeda motor yang dilarikan dengan kencang itu. Apalagi saat itu pak Mansyur sedang memakai sarung mau berangkat ke masjid. Maka ia hanya bisa berteriak minta tolong.

Namun apa dikata, semua orang laki-laki sudah sepi karena semua sedang berada di masjid. Maka sepeda motor satu-satunya yang dimiliki pak Mansyur itu pun hilang. Padahal ia sangat memerlukannya untuk antar jemput sekolah anak-anaknya! Raib bersama sang pencuri yang kabur dengan begitu cepatnya...

Tinggallah pak Mansyur yang merana, merenung, bersedih, bahkan bingung... Apa yang harus dibuatnya ia tidak tahu.

Hari-hari setelah kehilangan sepeda motor itu, pak Mansyur bersama istrinya hanya bisa berdo'a dan berdo'a. Bahkan sering ia melelehkan air mata sendirian ketika anak-anaknya bertanya, dengan apakah mereka berangkat sekolah? Padahal sepeda motor itu dipakai bergantian untuk mengantar dan menjemput dua anaknya yang sekolah di Sekolah Dasar, dan seorang anaknya yang di Sekolah Menengah Pertama.

Ah, sudahlah! Semua yang sudah terjadi merupakan ketetapan yang tidak bisa diubah lagi...." Demikian pak Mansyur menghibur dirinya. Akhirnya ia berusaha untuk merupakan kejadian itu.
Satu hari, dua hari, seminggu, dua mingu..!

Hari itu tepat dua minggu atau empat belas hari, dari kejadian hilangnya sepeda motor pak Mansyur. Pada hari itu kebetulan istri pak Mansyur membuat kue sederhana untuk dimakan sekeluarga. Seperti kebiasaan keluarga itu, mereka sering memberi kue kepada para tetangganya kalau kebetulan sedang membuat kue. Memang bu Mansyur dikenal cukup supel dan sangat ringan tangan kepada para tetangganya. Ia selalu membagi-bagi kue hasil tangannya untuk siapa saja. Ketika itu pak Mansyur dan istrinya memberi kue kepada seorang kenalan yang sudah cukup lama, mereka tidak silaturahim ke rumahnya.

Sore itu, sambil bercanda ala kadarnya pak Mansyur dan istrinya terlibat dalam percakapan akrab dengan kenalannya yang sudah cukup lama tidak mereka temui itu.

Tiba-tiba pak Sofyan, dan istrinya bertanya: Saya dengar anda barusan kehilangan sepeda motor...?", pak Mansyur pun menjawab ala kadarnya. "..iya, pak, iya bu... koq bapak-ibu tahu... dari mana?" Jawab pak Sofyan dan bu Sofyan hampir bersamaan : "... iya, ada orang yang kira-kira seminggu yang lalu bercerita kepada kami..."
"..Terus bagaimana pak Mansyur mengantarkan anak-anak ke sekolah ?"

Pak Mansyur pun seperti diingatkan akan sesuatu yang sudah terlupakan... Maka kembali pak Mansyur tanpa sengaja menunjukkan ekspresi sedihnya. Karena ia teringat kepada anak-anaknya.

Pak Mansyur tidak menjawab, ia hanya bisa menerawang ke langit berusaha menyembunyikan rasa sedihnya.

Pak Sofyan dan bu Sofyan, rupanya mengetahui perasaan itu, maka mereka juga berdiam diri.

Akhirnya setelah mereka sama-sama terdiam beberapa saat, Bu Sofyan membuka pembicaraan, yang sangat mengejutkan pak Mansyur dan istrinya: "... Pak Mansyur, bu Mansyur, janganlah bersedih hati. Kami sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu memang sedang mencari bapak dan ibu. Kami kebetulan sedang mendapat rezeki. Karena itu kami ingin membagi rezeki ini kepada bapak dan ibu yang sedang kehilangan sepeda motor... Kami akan mengganti sepeda motor bapak dengan sepeda motor yang baru. Uangnya sudah kami siapkan. Silahkan pak Mansyur dan ibu besok memilihnya di toko. Terserah sepeda motor apa yang bapak ibu kehendaki..."

Kalaulah ada geledek di sore hari itu, mungkin pak Mansyur dan bu Mansyur tidak seterkejut ketika mendengar perkataan yang halus dan penuh iba itu. Lidah mereka terasa kaku untuk bicara. Hati mereka terkejut setengah mati. Betapa mungkin... tiba-tiba tanpa disangka-sangkanya, sore itu ada orang yang akan mengganti sepeda motornya yang hilang, hanya 'karena' bersilaturahim?

Spontan mata pak Mansyur dan istrinya berkaca-kaca menahan tangis haru, senang, gembira, maupun rasa syukur yang tiada terkira.

Keesokan harinya betul saja. Bu Sofyan memanggil pak Mansyur untuk mengambil uangnya sebesar harga sepeda motor baru. Yaitu Dua belas juta rupiah. Pak mansyur menerima uang itu dengan tiada hentinya, di dalam hati untuk terus bersyukur kepada Allah Swt. Tidak ada kata yang bisa mewakili ungkapan rasa syukurnya itu.

Satu hal yang membuat pak Mansyur nggak habis fikir. Betapa sepeda yang hilang itu dahulu dibelinya dengan harga tujuh juta rupiah. Waktu itu pak Mansyur berhasil mengumpulkan uang dari rezeki tiap bulannya. Kepinginnya sih, membeli sepeda motor baru. Tetapi uang yang terkumpul tidak mencukupi, akhirnya ia membeli sepeda motor bekas seharga tujuh juta rupiah. Ternyata sepeda motor yang baru dibelinya sekitar empat bulan, hari itu hilang diambil pencuri. Dan sekarang, sepeda motor bekas seharga tujuh juta rupiah itu, dalam waktu empat belas hari sudah berganti dan 'berubah' menjadi sepeda motor baru seharga dua belas juta rupiah...
Pak Mansyur hanya bisa geleng kepala, tanpa makna...

Tiga hari setelah peristiwa pembelian sepeda motor baru tersebut, seorang familinya datang ke rumah pak Mansyur. Maka dengan penuh antusias dan penuh dengan rasa syukur pak Mansyur bercerita panjang lebar kepada familinya itu.

Tiba-tiba pak Yusron, famili pak Mansyur itu berkata : " Wah kalau begitu ceritanya, lebih baik kehilangan sepeda motor ya.., dari pada tidak !..ha ha ha" "...Aku juga mau sepeda motorku hilang, kalau hanya dalam waktu empat belas hari saja sudah berganti menjadi sepeda motor baru...!"
Pak Mansyur hanya tersenyum....

Dalam cerita pak Mansyur ini memang ada sesuatu yang menarik untuk direnungkan. Sungguh aneh, sungguh penuh misteri hidup ini! Tetapi juga indah. Sedih dan gembira silih berganti, tapi manusia tidak pernah menyangkanya. Semua peristiwa, ternyata sekedar untuk menguji siapa yang sabar, siapa tidak. Siapa yang tetap bersyukur, dan siapa yang lupa akan nikmat Allah.

Pak Mansyur, meskipun sedih, tetapi ternyata tetap saja ia dan istrinya sering memberi kue pada orang lain. Seperti kebiasaannya.

Mungkin itulah salah satu 'kunci' mengapa Allah mengganti sepeda motor yang hilang itu dengan sepeda motor yang baru. Karena dari peristiwa kehilangan itu Allah melihat bahwa pak Mansyur dan istrinya masih tetap konsisten dengan kedermawanannya. Meskipun hanya sekedar sepotong kue buatannya. Nyata-lah sudah, Pak Mansyur dan istrinya telah lulus dalam ujianNya...!

QS. Ali Imran (3) : 134
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Lain pak Mansyur, lain pula dengan pak Djupri. Kata pak Djupri, ia pernah memberi pada familinya yang sedang kesulitan uang sebesar lima belas ribu rupiah. Familinya datang dari rumahnya yang cukup jauh, perlu uang sebesar lima belas ribu rupiah untuk membelikan buku anaknya. Sementara pak Djupri pada saat itu juga tidak punya uang, kecuali hanya satu lembar uang dua puluh ribuan rupiah.

Setelah dirundingkannya dengan sang istri, maka ditukarkannyalah uang tersebut ke toko di sebelah rumahnya. Selanjutnya yang lima belas ribu diberikan kepada famili yang sedang kesulitan itu. Sisanya yang lima ribu ia simpan kalau-kalau ada keperluan untuk rumah tangganya. Meskipun dengan hati sedikit agak berat, karena tidak ada uang selain itu, ia lepaskan juga uang itu untuk kepentingan orang lain.

Waktu itu hari masih pagi, dimana anak-anak pak Djupri baru saja berangkat sekolah. Setelah familinya pulang, dalam hati pak Djupri dan juga istrinya terbersit rasa khawatir kalau-kalau nanti sore anak-anaknya perlu akan sesuatu, tentu mereka akan mengalami kesulitan. Sebab di tangan mereka kini hanya ada uang lima ribu rupiah saja. Tetapi perasaan itu ditepisnya. Mereka yakin, Allah tidak akan membiarkan hambaNya yang lagi kesulitan. Mereka berdo'a semoga anak-anaknya tidak membutuhkan uang pada saat itu.

Ketika hari menjelang sore, tiba-tiba saja di depan rumah pak Djupri ada seseorang yang sedang mencarinya. Ia bertanya pada tetangga sebelah. Katanya ia ingin bertemu sebentar dengan pak Djupri. Tetapi saat itu pak Djupri tidak ada di rumah. Ia sedang keluar untuk suatu keperluan.

Orang tersebut hanya berkata pada istri pak Djupri, bahwa tidak ketemu pun tidak apa-apa. Dia hanya ingin menitipkan sebuah bungkusan koran bekas kepada istri pak Djupri agar bungkusan itu disampaikan sendiri kepada pak Djupri.

Selang beberapa waktu sebelum mangrib, pak Djupri pulang. Ketika ia diberitahu oleh istrinya, pak Djupri pun agak heran. Maka dibukalah bungkusan itu. Ternyata di dalamnya tidak ada barang apa-apa, kecuali amplop kecil, yang bertuliskan :
"Terima kasih atas pertolongan yang pak Djupri berikan kepada keluarga kami beberapa waktu yang lalu, semoga Allah membalas budi baik bapak"

Pak Djupri dan istrinya hanya bisa saling pandang. Dibukanya amplop kecil itu, ternyata di dalamnya ada uang sebanyak seratus lima puluh ribu rupiah...

Aku pun terpekur sendiri di Masjid, mengenang beberapa cerita pendek tersebut.

Dalam Kasus pak Djupri, Allah meminjam lima belas ribu rupiah, untuk keperluan seseorang yang sedang kesulitan, dan Allah mengganti sepuluh kali lipatnya dalam waktu hanya beberapa jam saja...subhaanallaah...

Satu lagi !
Pak Afandy pernah bercerita tentang kehidupannya ketika masih remaja. Ia berjuang mencari rezeki untuk biaya sekolah adik-adiknya. Setiap pulang kuliah ia memberi les pada anak-anak tetangganya. Suatu saat ia bertemu dengan teman lamanya yaitu pak Ismail.
Pak Afandy oleh pak Ismail diminta memberi les privat kepada cucunya pak Djoyo. Menurut pak Ismail, pak Djoyo adalah teman lamanya yang saat itu sedang sukses. Ketika Afandy yang masih remaja itu memberi les kepada cucu pak Djoyo, saat itu pak Djoyo sekeluarga sedang pergi ke luar negeri.

Mereka pergi ke Jepang untuk urusan bisnisnya. Di samping urusan bisnis, mereka juga sekaligus mengajak beberapa anggota keluarganya untuk sekalian rekreasi di negeri Sakura tersebut.

Maka tinggallah Afandy muda yang saat itu sendirian memberi les kepada cucu pak Djoyo yang bernama Anas. Saat itu Anas sedang duduk di kelas tiga SMP. Ia sedang melakukan persiapan untuk menghadapi ujian akhir.

Afandy muda pun memberikan pelajaran lesnya dengan serius, agar Anas bisa lulus dengan nilai yang memuaskan, seperti pesannya pak Djoyo. Setiap dua hari sekali Afandy pergi ke rumah Anas dengan naik sepeda motor bututnya. Dimana jarak rumah Afandy dengan rumah Anas cukup jauh, yaitu sekitar 6 km.

Dan les privat pun berjalan lancar selama dua bulan. Akhirnya Anas pun lulus SMP dengan nilai yang sangat memuaskan.

Selama kurun waktu dua bulan tersebut, pak Djoyo sudah dua kali pergi ke luar negeri. Ketika Afandy saat-saat akhir memberi les pada Anas, yaitu sekitar tiga hari sebelum Anas menempuh ujian, pak Djoyo pergi lagi ke Luar negeri.

Saat pak Djoyo tidak ada di rumah, ternyata bertepatan dengan saat Afandy mengakhiri les privatnya kepada Anas. Tak ayal, Afandy pulang dan mengakhiri masa lesnya tanpa bisa 'pamit' kepada pemilik rumah. Alias, Afandy muda tidak mendapat uang sepeser pun dari keluarga kaya itu. Meskipun untuk uang lelah atau untuk sekedar tranportasinya.

Ketika aku tuliskan cerita ini, kejadian itu sudah berlalu dan sudah terjadi sekitar dua puluh lima tahun yang lalu. Ketika aku mencoba bertanya kepada pak Afandy yang kini sudah berumur lima puluh tahun itu, bagaimana perasaannya waktu itu, ia hanya menjawab sambil tersenyum :
"...ah, biarlah.. Kan itu sudah berlalu. Dan itu saya anggap saya telah menyimpan dan menabung di langit. InsyaAllah, Allah akan menjadikan rezeki yang tidak saya terima saat itu sebagai ATM langit. Semoga Dia Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa atas segala sesuatu akan mencairkan ATM tersebut ketika saya sedang membutuhkannya...."

Aku termangu mendengar jawabannya! Ah, sungguh luar biasa Afandy muda waktu itu. Saat ia membutuhkan biaya sekolah untuk adik-adiknya, saat ia mendambakan rezeki untuk kebutuhannya yang sangat banyak, justru dari les yang ia harapkan itu, ia tidak mendapatkan apa-apa. Padahal biaya untuk tranportasinya saja cukup besar bagi ukuran Afandy muda saat itu. Belum lagi waktu yang terbuang untuk memberikan ilmunya. Belum pengorbanan perasaannya yang saat itu pupus... dua bulan ditunggunya, tetapi situasi dan kondisi pada saat itu tidak seperti yang diharapkannya.

ATM LANGIT...!
Ah, bisa aja pak Afandy membuat istilah itu.

Dalam kehidupan modern ini, memang kalau kita lagi membutuhkan uang, maka kita akan menuju mesin ATM. Di Bank mana saja kita telah menabung uang milik kita. Maka dengan nomor pin yang kita miliki, kita akan bisa mengambil uang sesuai dengan kebutuhan kita saat itu.

Menurut pak Afandy, dia telah berbuat sesuatu, maka pasti Allah Swt Yang Maha Kaya, akan memberikan hasil dari jerih payahnya. Meskipun tidak ia terima pada saat itu. Tetapi hasil itu oleh Allah telah ditabungkan di sebuah mesin super canggih yang ada di 'langit'. Dan akan dicairkan dengan nomor pin rahasiaNYA, pada saat kita membutuhkannya...

QS. An-Nahl (16) : 96
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

QS. Az-Zalzalah (99) : 7
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.

Pak Afandy rupanya tidak sembarangan memberikan informasinya, sebab apa yang telah ia sampaikan itu, telah terbukti dalam kehidupannya. Sejak peristiwa itu ia semakin mantap dalam menyikapi hidup ini.

Setiap ia memerlukan dana untuk kebutuhan hidupnya, selalu saja ada jalan dan solusinya yang cukup ajaib tetapi nyata menurutnya.
"... ketika tanggal tua, dimana kami sekeluarga tidak punya uang sama sekali, pada saat yang sangat kritis itu, tiba-tiba ada rezeki yang tidak kami sangka-sangka. Maka tertutuplah kebutuhan kami saat itu. Dan anehnya kondisi semacam itu terus berlanjut setiap bulan, setiap waktu...."
"... ketika anak saya sedang membutuhkan dana untuk uang sekolah, di tahun ajaran baru yang berjumlah lima ratus ribu rupiah, padahal saat itu saya tidak punya uang sama sekali, pada saat yang bersamaan, pada hari itu pula, tiba-tiba ada orang datang ke rumah memberi uang sebesar lima ratus ribu rupiah. Tidak lebih dan tidak kurang... Jumlahnya persis seperti yang kami butuhkan.

Uang itu, kata orang yang datang ke rumah, adalah hasil kerja saya beberapa bulan yang lalu, ketika saya memberi saran pada suatu persoalan yang ternyata ada kaitannya dengan bisnis. Dan ternyata bisnis itu memiliki keuntungan yang cukup besar. Dan pada saat yang tepat 'upah' itu datang untuk menutup persoalan anak saya yang belum membayar uang gedung di Sekolahnya.... subhaanallaah."

Inilah ATM langit. Yang apabila kita menabung dengan melakukan perbuatan baik, maka akan menuai hasil ketika membutuhkannya.

Ternyata semua persoalan yang ada pada diri manusia, semuanya dikendalikan oleh Sang Maha Pencipta. Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada makhlukNya. Dan hal itu sangat jelas nampak pada setiap persoalan dalam kehidupan kita. Hanya saja banyak sekali orang tak bisa dan tak mampu, atau tak merasakan hal tersebut. Mengapa?

Sebab mereka tidak menghiraukan keberadaanNya, tak menghiraukan kehadiranNya, dan tak mau memperhatikan tanda-tanda yang sangat jelas yang melekat pada setiap persoalan kita.

QS. Yusuf (12) : 105
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.

Setiap orang pasti mempunyai persoalan mencari rezeki untuk bisa mencukupi kebutuhannya. Hal tersebut berlaku secara universal, baik terhadap orang miskin, atau orang kaya raya sekali pun. Dan Allah dengan begitu indahnya mendistribusikan rezeki kepada seluruh umat manusia, dengan suatu 'rumusan' yang sangat misterius, yang kadang kita tidak faham dibuatnya. Tetapi kita akan masih bisa melihat kehebatan dan keindahan rumusan tersebut jika hati kita bersih dari berbagai penyakit duniawi.
"jika hati seseorang telah diberi makanan berupa dzikir, dan diberi minuman berupa tafakur, serta bersih dari penyakit duniawi, maka akan nampak berbagai keajaiban olehnya. Dan ia akan memperoleh hikmah dari manapun"
(Ibnul Qayyim)

Satu hal yang perlu direnungkan, adalah dari sekian juta manusia, atau bahkan sekian miliar manusia yang pernah hidup di bumi ini, dari tata cara pembagian rezeki saja, kita sudah bisa mengetahui bagaimana keindahan cara Allah membaginya.

Sungguh luar biasa cara Allah mendistribusikan rejekiNya. Luar biasa rumitnya tetapi sekaligus luar biasa indahnya.

Inilah sebagai salah satu bukti, bahwa Tuhan Allah itu hanya satu. Bukan dua, bukan tiga atau bukan sepuluh. Andai setiap orang punya tuhan masing-masing, dan tuhan-tuhan mereka itu mengabulkan permintaan masing-masing manusia, maka sungguh akan berantakan sejak dahulu bumi ini.
Maka betapa indahnya kalimat kesaksian kita :
"asyhaduallaa ilaaha illallah, wa asyhaduanna Muhammad rasulullah"