Mengapa seseorang yang berdiri di Bukit itu,
bisa meneteskan air mata...?
bisa meneteskan air mata...?
Pak Didik, yang kebetulan pergi haji seorang diri, ia bebas saja pergi ke mana-mana. Pulang dari masjid langsung ke hotel atau seterusnya bermalam di masjid, tak ada yang melarangnya. Pergi belanja ke mana saja ia pun seorang diri.
Kebetulan memang ia adalah orang yang suka pergi menyendiri. Tak ada yang mengetahui mengapa saat itu ia tidak mengajak istrinya. Apakah karena biayanya yang belum mencukupi untuk dua orang, ataukah karena alasan lain.
Pada saat itu hari masih pagi. Para jama'ah yang sudah datang di Arafah, setelah melakukan shalat subuh mereka memanfaatkan waktunya untuk berjalan-jalan di sekitar Arafah. Ada yang naik bukit, ada yang berjalan-jalan saja. Ada yang menikmati pemandangan bukit Arafah, ada yang hanya diam duduk menyendiri merenungi hakekat perjalanan haji.
Begitu pula dengan pak Didik. Ia berjalan-jalan di sekitar Arafah. Ketika banyak orang menuju ke suatu tempat, ia pun mengikuti mereka untuk berjalan kaki menuju ke titik tertentu. Ternyata mereka berjalan menuju sebuah bukit kecil yang berbatu.
Semua orang dengan perlahan dan hati-hati menaiki tanah bebatuan yang sedikit terjal. Dan akhirnya mereka berhenti pada sebuah tugu yang di sekitarnya banyak batu-batu yang mengelilinginya. Ada sedikit tanah datar di sekat tugu tersebut.
Orang-orang berhenti di depan tugu, dan ternyata bukit kecil itu adalah Jabal Rahmah. Sebuah bukit cinta, yang konon kabarnya di sinilah Adam as dan Siti Hawa bertemu setelah mereka berpisah sekian tahun lamanya.
Orang-orang ramai berdo'a di depan tugu tersebut. Meskipun suasana secara fisik cukup ramai, tetapi karena masing-masing orang berdo'a, maka suasananya menjadi teduh, dan damai. Bahkan sedikit bernuansa romantis, karena banyak suami dan istri yang menitikkan air mata sambil menengadahkan kedua tangannya. Mohon ampun, mohon bahagia, mohon keluarga sakinah,...dsb.
Demikian juga dengan pak Didik. Ketika ia berdiri di depan tugu Jabal Rahmah, ia tak tahu harus berbuat apa. Berdo'a yang bagaimana. Maka ia diam saja sambil merenung dan menerawang jauh...ke alam fikirannya.
Tiba-tiba saja, fikiran pak Didik melayang jauh. Dan tiba-tiba ia ingat akan anak-anaknya. Setelah itu ia ingat istrinya yang ia tinggalkan di rumah sendiri, yang boleh jadi saat itu lagi memasak di dapur untuk anak-anaknya. Tiba-tiba pak Didik teringat akan seluruh kebaikan istrinya. Siang dan malam bekerja begitu rajinnya. Meskipun hanya bekerja untuk rumah tangganya saja.
Saat itu bagi pak Didik, istrinya nampak begitu baik. Segala kekurangannya tertutupi oleh kelebihannya. Tetapi kebaikan sang istri tersebut tidak pernah ia sadari. Maka tanpa ada yang menyuruh, mata pak Didik mulai berkaca-kaca menahan jatuhnya setetes air mata. Barulah pak Didik menyadari, apa yang telah dilakukan oleh istrinya setiap hari itu, adalah untuk membahagiakan dan menyenangkan anak dan suaminya...
"akh, betapa salahnya aku.." kata pak Didik terhadap dirinya sendiri
Apalagi, pak Didik mengetahui bahwa sekarang ia sedang berdiri di bukit cinta. Yaitu tempat Adam dan Hawa bertemu setelah mereka berpisah sekian lama, maka bertambah bercucuranlah air matanya.
Maka dengan mantap pak Didik pun berdo'a kepada Allah, agar ia diberi kesempatan, diberi kesehatan, diberi kemampuan, untuk bisa datang kembali ke tanah suci ini bersama istrinya...
Sampai sesenggukan pak Didik menangis menyesali kesalahannya. Betapa ia sering kali marah kepada istri yang begitu baik. Betapa sang istri masih dengan tersenyum meski pun berurai air mata, ketika ia dan anaknya mengantar dirinya saat pemberangkatan haji berapa waktu yang lalu.
"..astaghfirullaahal adziim..."hanya itulah yang bisa ia bisikkan berulang-ulang, disela-sela menetesnya air matanya..Rasulullah saw bersabda :
“Orang yang paling sempurna imannya, adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baiknya kamu sekalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”
( HR.Tirmidzi )