Hati adalah tempat terjadinya resonansi. Apakah resonansi? Secara sederhana bisa dikatakan bahwa resonansi adalah ‘penularan’ getaran kepada benda lain. Artinya, jika kita menggetarkan suatu benda, lantas ada benda lain yang ikut bergetar, maka dikatakan benda lain tersebut terkena resonansi alias ‘tertular’ getaran alias frekuensi.
Ambillah contoh gitar akustik. Ia memiliki tabung resonansi yang lubangnya, menghadap ke arah deretan senarnya. Jika senar tersebut digetarkan dengan cara dipetik, maka udara di dalam ruang resonansinya akan ikut bergetar. Inilah yang menyebabkan suara senar gitar itu terdengar keras dan merdu.
Apa yang terjadi jika lubang gitar tersebut disumpal dengan kain? Maka bisa dipastikan tidak akan terjadi resonansi di dalam gitar itu. Maka, suara gitar pun menjadi terdengar sangat pelan dan tidak merdu.
Hati atau jantung manusia bagaikan sebuah tabung resonansi gitar. Setiap kita berbuat sesuatu, baik itu pada taraf berpikir maupun berbuat, selalu terjadi getaran di hati kita. Getaran tersebut bisa kasar, bisa juga lembut. Bergantung bagaimana getaran itu muncul. Ketika kita gembira, hati kita bergetar. Ketika sedang bersedih, hati kita juga bergetar. Ketika marah, hati kita juga bergetar.
Secara umum getaran tersebut berasal dari 2 sumber, Hawa Nafsu dan Getaran Ilahiah. Hawa Nafsu adalah keinginan untuk melampiaskan segala kebutuhan diri. Getarannya cenderung kasar dan bergejolak-gejolak tidak beraturan. Dalam tinjauan Fisika, getaran semacam ini disebut memiliki frekuensi rendah, dengan amplitudo yang besar yang termasuk dalam getaran hawa nafsu ini diantaranya adalah kemarahan, kebencian, dendam, iri, dengki, berbohong, menipu, kesombongan dan lain sebagainya.
Sedangkan Getaran Ilahiah adalah dorongan untuk mencapai tingkatan kualitas yang lebih tinggi. Getarannya cenderung lembut dan halus, dengan frekuensi getaran yang sangat tinggi dan teratur. Termasuk dalam getaran Ilahiah ini adalah membaca Firman Allah di dalam Al Quran. Berdzikir menyebut Asmaul Husna. Sifat sabar, ikhlas, dan kepasrahan diri dalam beragama.
Sebagai contoh, adalah seseorang yang sedang marah. Ketika marah, seseorang akan mengeluarkan getaran kasar hawa nafsu dari hatinya. Jantung hatinya akan bergejolak dan berdetak-detak tidak beraturan. Mukanya merah, telinganya panas, dan tangannya gemetaran. Frekuensinya rendah dan kasar, dengan amplitudo yang besar. Jika dilihat pada alat pengukur getaran jantung (ECG Electric Cardio Graph), akan terlihat betapa grafik yang dihasilkan sangatlah kasar dan bergejolak.
Getaran yang domikian memiliki efek negatif terhadap, tubuh kita. Sebuah benda yang dikenai getaran kasar terus-menerus akan mengalami kekakuan dan kemudian mengeras. Demikian Pula jantung kita. Orang yang pemarah akan memiliki resiko sakit jantung dan mengerasnya pembuluh-pembuluh darahnya. Dan secara psikologis dikatakan hatinya semakin mengeras dan tidak mudah bergetar oleh kebajikan.
Bukti lain bahwa hati semakin keras jika dipengaruhi hawa nafsu terus adalah orang yang suka berbohong dan menipu. Pada awalnya, orang yang berbohong selalu bergetar hatinya. Akan tetapi, kalau ia sering berbohong, maka hatinya tidak bergetar lagi saat ia membohongi orang lain. Ini menunjukkan betapa hatinya semakin keras dan sulit bergetar.
Karena itu, apa yang diungkapkan oleh Allah di dalam. Quran tentang lima tingkatan hati, sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah, bahwa hati memang akan menuju kualitas yang semakin jelek jika digunakan untuk kejahatan terus-menerus.
Jika hati kita berpenyakit, dan kemudian sering mengeluarkan getaran-getaran yang kasar, maka getaran itu akan menyebabkan hati kita mengeras. Kekerasan hati kita itu akan terus meningkat, hingga dikatakan Allah seperti batu atau lebih keras lagi. Hati yang keras adalah hati yang sulit bergetar. Semakin lama semakin tidak bisa bergetar.
Jika ini diteruskan maka hati kita tidak mampu lagi beresonansi. Hati yang demikian adalah hati yang tidak peka tehadap lingkungannya. Maka, pada tingkatan ini hati kita seperti tertutup karena tidak mampu lagi beresonansi alias bergetar. Bagaikan lubang gitar yang tersumpal oleh kain atau benda-benda lain. Tidak bisa menghasilkan getaran dan suara yang merdu. Dan akhirnya, kata Allah, hati yang seperti itu dikunci mati. Na'udzubillahi min dzaalik.
Sebaliknya, hati yang baik adalah hati yang lembut. Hati yang gampang bergetar. Bagaikan buluh perindu yang menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Kenapa bisa demikian? Karena, hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi pula frekuensinya. Pada frekuensi 10 pangkat 8 akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika lebih tinggi lagi, pada frekuensi 10 pangkat 14, akan menghasilkan gelombang cahaya.
Jadi, seseorang yang hatinya lembut akan bisa menghasilkan cahaya di dalam hatinya. Dan jika cahaya ini semakin menguat, maka ia akan ‘merembet’ keluar menggetarkan seluruh bio elektron di dalam tubuhnya untuk mengikuti frekuensi cahaya tersebut. Hasilnya, tubuhnya akan mengeluarkan cahaya alias aura yang jernih. Dan jika kelembutan itu semakin menguat, maka aura itu akan merembes semakin jauh mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Karena itu, kalau kita berdekatan dengan orang-orang yang ikhlas dan penuh kesabaran, hati kita juga merasa tentram dan damai. Sebab hati kita teresonansi oleh getaran frekuensi tinggi yang bersumber dari hati dan aura tubuhnya. Sebaliknya, kalau kita berdekatan dengan seseorang yang pemarah, maka hati kita akan ikut merasa ‘panas’ dan gelisah. Semua itu akibat adanya resonansi gelombang elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang kepada sekitarnya.