Thursday, March 1, 2007

Hati yang Lembut Dan Penyatun



Rasulullah menginformasikan kepada kita bahwa di dalam diri manusia ada segumpal daging, yang jika baik daging itu maka baik pula manusia tersebut. Sebaliknya jika buruk daging itu, maka buruk pula kualitas orang tersebut. Daging itu adalah Hati.

Di kali lain, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bahwa setiap amaliah bergantung kepada niatnya. Jika niatnya jelek, maka jelek pula amaliahnya. Dan jika niatnya baik, maka baik pula amaliahnya. Kedua pelajaran ini sebetulnya mengajarkan hal yang sama, bahwa kualitas keagamaan kita sebagai muslim bisa dilihat dari niat hati kita pada saat melakukan perbuatan itu.

Hati adalah ‘cermin’ dari segala perbuatan kita. Setiap kita melakukan perbuatan, maka hati kita akan mencerminkan niat yang sesungguhnya dari perbuatan itu. Katakanlah, kita memberi uang kepada seorang miskin. Kelihatannya itu adalah perbuatan mulia. Tetapi jika niatan kita untuk menyombongkan diri kepada orang lain bukan karena belas kasihan kepada si miskin maka perbuatan itu sebenarnya tidak mulia lagi. Jadi, hati lebih menggambarkan kualitas yang sesungguhnya dari perbuatan kita. Sedangkan amaliah, lebih sulit untuk dinilai kualitasnya.

Karena itu, agama Islam lebih condong ‘menggarap’ hati daripada perbuatan. Kalau hatinya sudah baik, maka perbuatannya pasti baik. Sebaliknya meski perbuatannya kelihatan ‘baik’, belum tentu hatinya baik. Bisa saja ada niat jelek yang tersembunyi.

Seluruh jenis peribadatan yang diajarkan Rasulullah kepada kita sebenarnya dimaksudkan untuk menggarap hati kita agar menjadi baik. Sebutlah puasa. Puasa ini tujuan akhirnya adalah kemampuan mengendalikan diri. Atau disebut Takwa dalam terminologi Islam. Takwa adalah kualitas hati. Orang yang bertakwa memiliki keteguhan hati untuk selalu berbuat baik dan menjauhi yang jelek.

Demikian juga shalat. Tujuan utama shalat adalah membuka kepekaan hati. Orang yang shalatnya baik, memiliki kepekaan hati untuk membedakan mana yang baik, mana yang buruk Mana yang bermanfaat, mana yang membawa mudharat. Karena itu, shalat yang baik bisa menyebabkan kita jauh dari hal hal yang keji dan munkar.

Juga zakat. Tujuan utama zakat adalah melatih hati kita untuk peduli kepada orang-orang yang lemah dan tidak berdaya. Hidup harus saling menolong, supaya tidak terjadi ketimpangan yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Itu secara sosial. Tetapi secara pribadi, kebiasaan menolong orang lain dengan zakat akan menyebabkan hati kita menjadi lembut dan penyantun.

Demikianlah, seluruh aktifitas ibadah kita termasuk haji yang menjadi bahasan utama kita kali ini, semuanya menuju kepada pelembutan hati kita. Kenapa hati yang lembut ini perlu?

Karena hati yang lembut itulah yang akan menyelamatkan kita ketika hidup di akhirat nanti. Hati yang lembut adalah hati yang terbuka dan tanggap terhadap sekitarnya. Sedangkan hati yang kasar dan keras adalah hati yang tertutup terhadap sekitarnya. Allah berfirman dalam firman Alah berikut ini.
QS. Al Israa (17) : 72
“Dan barangsiapa di dunia ini buta hatinya, maka di akbirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya.”

Ayat tersebut di atas memberikan gambaran yang sangat jelas kepada kita bahwa hati menjadi sasaran utama peribadatan kita. Karena itu Al Quran memberikan informasi yang sangat banyak tentang hati ini. Tidak kurang dari 188 kali informasi tentang hati ini diulang-ulang oleh Allah di dalam Al Quran.

Ada beberapa tingkatan kualitas hati yang diinformasikan Allah di dalam Quran. Hati yang jelek dikategorikan dalam 5 tingkatan. Yang pertama adalah hati yang berpenyakit. Orang-orang yang di hatinya ada rasa iri, benci, dendam, pembohong, munafik, kasar, pemarah dan lain sebagainya, disebut memiliki hati yang berpenyakit, sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat diantaranya,
QS. Al Baqarah (2) : 10
“Di dalam hati mereka ada Penyakit, lala ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”

QS Al Hajj (22) : 53
“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleb setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar batinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar benar dalam permusuhan yang sangat.”

Tingkatan kedua hati yang jelek adalah hati yang mengeras. Hati yang berpenyakit, jika tidak segera diobati akan menjadi mengeras. Mereka yang terbiasa melakukan kejahatan, hatinya tidak lagi peka terhadap kejelekan perbuatannya. Mereka menganggap bahwa apa yang mereka kerjakan adalah benar adanya.

QS. Al An'aam (6) : 43
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.

Tingkatan ketiga, adalah hati yang membatu. Hati yang keras kalau tidak segera disadari akan meningkat kualitas keburukannya. Al Quran menyebutnya sebagai hati yang membatu alias semakin mengeras dari sebelumnya.
QS. Al Baqarah (2) : 74
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”

Tingkatan keempat, adalah hati yang tertutup. Pada bagian berikutnya akan kita bahas, bahwa hati kita itu bagaikan sebuah tabung resonansi. Jika tertutup, maka hati kita tidak bisa lagi menerima getaran petunjuk dari luar. Allah mengatakan hal itu di dalam firmanNya.
QS Al Muthaffiffin : 14
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”

Dan yang kelima, adalah hati yang dikunci mati. Jika hati sudah tertutup, maka tingkatan berikutnya adalah hati yang terkunci mati. Sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Hal ini diungkapkan Allah berikut ini.
Al Baqarah : 6-7
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglibatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

Sebaliknya hati yang baik adalah hati yang gampang bergetar, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam
QS. Al Hajj (22) : 35
“(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rizkikan kepada mereka.”

Hati orang-orang yang demikian itu lembut adanya. Mereka gampang iba melihat penderitaan orang lain. Suka menolong. Tidak suka kekerasan. Penyantun dan penuh kasih sayang kepada siapapun. Itulah nabi Ibrahim yang dijadikan teladan oleh Allah serta menjadi kesayangan Allah. Sebagaimana diinformasikan dalam firman berikut.
At Taubah (9) : 114
“Dan Permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diirarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”