Thursday, March 8, 2007

Dimanakah DIA Berada?

Ya, dimanakah Tuhan berada? Di langit, di Bumi, Di surga, atau kah di hati setiap manusia? Kapan dan dimanakah kita bisa bertemu dan berinteraksi denganNya? Ini sungguh sebuah pertanyaan yang mendasar.

Setiap hamba selalu ingin bisa berinteraksi dengan Tuhannya. Karena pertemuan itu akan memberikan kekuatan dan keyakinan lebih jauh, bahwa Tuhan yang disembahnya itu memang ada. Bahwa Tuhan yang dijadikan tempat bergantung itu memang bisa memberikan pertolongan ketika dibutuhkan. Bahwa Tuhan yang dipuja-pujanya itu bisa memberikan ketentraman dan kebahagiaan saat ia gelisah menghadapi berbagai persoalan kehidupannya.

Ada dua hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu sebelum kita membahas keberadaan Allah. Yang pertama: apakah Allah menempati ruang, sehingga bisa disebutkan lokasi keberadaanNya. Dan yang kedua: Bagaimana kita bisa berinteraksi dengan Dzat Yang Maha Sempurna itu.

Pertanyaan tentang dimana Allah memang mengarahkan kita untuk berpikir bahwa Allah itu berada di dalam ruang alam semesta. Sebuah kesan spontan yang muncul, ketika kita ditodong dengan pertanyaan : 'Dimana'

Pertanyaan 'Dimana' sebenarnya hanya cocok diajukan kepada sesuatu yang berpindah-pindah tempat. Sekali waktu ada di sana, sekali waktu ada di sini. Di saat tertentu berada di atas, di waktu yang lain berada di bawah. Kadang di kanan, kadang di kiri, muka belakang. Dan seterusnya. Maka, lantas kita menanyakan: di mana dia? Dan jawabnya bisa berubah-ubah: di sana, di sini, di situ, dan seterusnya.

Sekarang bayangkan ada 'Sesuatu' yang Dia tidak berubah tempat dan sekaligus ada di mana-mana. Kemana pun kita menghadap di situ ada Dia! Dimana pun kita berada, di situ ada Dia! Ke atas, ke bawah, kanan, kiri, depan, belakang, di langit dan di bumi, selalu ada Dia dalam waktu yang bersamaan. Saat itu juga!

Bagaimana kita bisa bertanya: dimanakah Dia? Lho, apakah tidak boleh bertanya demikian untuk menegaskan keberadaanNya? Oh, tentu saja boleh. Tetapi pertanyaan itu adalah pertanyaan yang 'keliru alamat' dan ‘tidak bermakna’. Karena kita sedang bertanya tentang 'Sesuatu' yang 'posisiNya' tidak pernah berubah. Dulu, sekarang, dan nanti, ya tetap saja ‘posisiNya’. Untuk apa kita bertanya Dia ada dimana?

Apalagi, jika 'Sesuatu' itu tidak menempati 'tempat’ melainkan, justru 'ditempati' oleh tempat alias ruang. Artinya seluruh tempat dan ruang itu justru berada di dalam Dzat itu. Kenapa demikian? Karena Sesuatu itu adalah Dzat yang Maha Besar sehingga 'ruang' dan 'tempat' tidak cukup 'mewadahi' DzatNya. Justru 'Ruang' dan 'tempat' itulah yang berada di dalam DzatNya! Itulah Dzat Allah Azza wajalla, Tuhan yang Maha Agung.

Ruang alam semesta ini 'terlalu kecil' untuk mewadahi eksistensi Dzat Allah Yang Maha Besar! Padahal, alam semesta ini luar biasa besarnya. Yang ilmu astronomi mutakhir pun tidak bisa mengetahui dimana batasnya.

Itulah konsep ‘Allahu Akbar’ di dalam Al Qur’an yang mengajarkan kepada kita, bahwa tidak ada yang lebih besar dari pada Dzat Allah. Sehingga kalau kita membayangkan Allah berada di dalam ruang alam semesta, maka berarti alam semesta ini jauh lebih besar dari Dzat Allah. Ini kekeliruan yang sangat mendasar!

Ada memang, suatu kitab suci agama lain yang menginformasikan bahwa 'Ruh Tuhan' melayang-layang di angkasa sebelum menciptakan benda-benda langit seperti galaksi, bintang, dan planet-planet. Saya kira ini sebuah kekeliruan yang sangat fatal, karena mempersepsi Tuhan demikian kecilnya. Jauh lebih kecil dari ruang alam semesta.

Yang benar, Tuhan Allah adalah Dzat yang Maha Besar. Paling Besar. DzatNya tidak berada di dalam jagad raya semesta, melainkan jagad raya itulah yang berada di dalam Kebesaran Dzat Allah. Bahkan, jagad raya yang berisi triliunan benda langit itu, sebenarnya hanyalah setitik debu dari kebesaran Allah, Sang Maha Besar dan Maha Perkasa!

Maka, ketika kita bertanya: Dimanakah Dia berada? Kita bakal kebingungan menjawabnya. Bukan karena kita tidak tahu dimana Allah berada, melainkan karena kita sangat tahu bahwa Allah Demikian Besarnya, sehingga kemana pun kita menunjuk dan menghadapkan wajah kita, di situlah Allah berada! Ini persis dengan statement Allah di dalam Al Qur’an, berikut ini.

QS. Al Baqarah (2) : 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Setidak-tidaknya, ada dua informasi yang terkandung di dalamnya ayat tersebut. Yang pertama, Allah mengatakan bahwa Allah meliputi Timur dan Barat, sehingga kemana pun kita menghadap, kita sedang menghadapi 'Wajah' Allah.

Hal ini menunjukkan betapa Luas dan Besarnya Tuhan yang menamakan Dirinya Allah itu. Apalagi, di bagian akhir ayat itu Allah menegaskan lagi dengan kalimat innallaha waasi’un 'aliim Sesungguhnya DIA Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Yang kedua, ayat tersebut juga menginformasikan tentang sifat Dzat Allah. Maksud saya, selama ini ada sementara kalangan yang sering mengemukakan pendapat bahwa kita tidak boleh dan tidak bisa memikirkan tentang Allah. Yang boleh adalah sekadar berpikir tentang ciptaanNya.

Tapi, kalau kita mau mencermati berbagai ayat di dalam Al Qur’an, Allah justru banyak memperkenalkan DiriNya kepada kita secara langsung maupun tidak langsung. Ratusan ayat yang memberikan informasi tentang Dzat Allah secara langsung. Dan ratusan lainnya lagi memberikan informasi tidak langsung lewat tanda-tanda, CiptaanNya, di sekitar kita. Maka, bagi saya, justru itu mendorong agar kita memahami apa dan bagaimanakah sebenarnya Allah Tuhan kita. Lebih jauh kita akan terus membahas di bagian-bagian berikutnya secara berkelanjutan.

Tapi di bagian ini, saya ingin memberikan kesimpulan sementara agar pembahasan kita bisa menemukan pijakan yang sama. Bahwa, Allah adalah Dzat yang Luar Biasa Besar Tidak Terbatas, sehingga alam semesta pun tidak mampu mewadahi EksistensiNya.

Karena itu, tidak perlu bingung-bingung mencari Allah berada di mana, karena kemana pun kita menghadapkan wajah, disanalah kita sedang berhadapan dengan ‘Wajah’ Allah...