Kita dan semua benda di sekitar kita ini, sebenarnya ADA ataukah TIADA? Sebuah, pertanyaan mendasar, yang selama ini dijawab secara filsafat belaka. Hasilnya, adalah sebuah perdebatan panjang yang tiada habisnya.
Memang, kalau kita mengambil kesimpulan apa adanya dari segala yang bisa kita observasi dari sekitar, kita pasti akan mengatakan bahwa segala sesuatu ini benar-benar ada. Buktinya, kita bisa melihat, bisa mendengar, bisa membaui aromanya, bisa merasakan, meraba dan memegangnya.
Tapi, kalau kita mau berpikir lebih jauh dan substansial, kita akan berpikir: kita dulu pernah TIDAK ADA, sekarang 'ADA', dan nanti kembali TIDAK ADA. Jadi, yang lebih substansial itu 'TIDAK ADA' ataukah 'ADA' ya..?
Lebih mendalam lagi, kalau kita melakukan analisa, mungkin kita akan mempertanyakan ke 'ADA' an kita sekarang. Benarkah kita sekarang ini benar-benar 'ADA'? Ataukah, yang terjadi sebenarnya adalah: kadang 'ADA’ kadang 'TIDAK ADA'. Kapankah kita merasa ADA? Dan kapan kita merasa TIDAK ADA?
Kita merasa 'ADA' pada saat kita 'berpikir' dan 'sadar' akan keber ADA-an kita. Ketika kita tertidur dan hilang kesadaran, kita pun TIDAK ADA. Termasuk segala eksistensi yang ada di sekitar kita. Semua itu ADA ketika kita menyadari bahwa sesuatu itu ADA. Dan TIDAK ADA, ketika kita melupakannya, atau tidak menyadari dia ADA.
Tapi, bukankah itu hanya sekadar persepsi kesadaran orang perorang? Pada kenyataannya, kan orang lain menganggap dan melihat semua itu ada.
Jadi itu bukan tidak ada, cuma tidak disadari bahwa itu ada. Dan seterusnya, dan seterusnya, kita bisa berdebat sangat panjang tentang ADA dan TIADA.
Namun, bagi orang-orang yang bergelut di dunia filsafat, banyak yang meyakini bahwa keber-ADA-an segala sesuatu ini sebenarnya semu. Ada yang mengatakan begini: kita dan segala sesuatu ini ADA, karena kita BERPIKIR. Kalau kita tidak berpikir, kita dan segala sesuatu ini pun TIDAK ADA.
Dalam filsafat Jawa, dikatakan begini: 'ananing ana kuwi diana anaake' Artinya, kita ada karena diadakan. Kalau kita tidak mengadakannya, maka sesuatu itu pun tidak ada.
Kedua pendapat itu memiliki kemiripannya. Pada intinya segala keberadaan ini tidak mutlak. Dulu pernah tidak ada, dan kemudian menjadi ada karena diadakan. Baik oleh sang Pencipta, oleh pikiran kita, maupun oleh proses produksi manusia. Dan suatu ketika nanti bakal rusak atau musnah.
Begitulah memang kenyataan yang terpampang di sekitar kita. Ada nuansa yang sangat kental bahwa segala sesuatu tidak abadi. Terutama ketika dilihat dalam suatu 'Skala Waktu' yang panjang. Semua ini lebih banyak TIDAK ADA nya ketimbang ADA. Kalau pun ADA hanyalah sesaat. Setelah itu berubah menjadi sesuatu yang lain.
Cobalah kita cermati diri kita sendiri. Badan kita sekarang ini, sebenarnya berbeda dengan badan kita semenit yang lalu! Kenapa begitu? Karena seluruh sel-sel tubuh kita yang berjumlah triliunan ini sedang berubah terus semakin menua. Tambah tua seiring waktu yang bergerak.
Setiap saat terjadi metabolisme massal yang mengubah keadaan tubuh kita. Rambut yang tadinya hitam, kini mulai bertambah putih. Kulit yang tadinya kenyal, kini mulai mengendor dan keriput. Otot yang tadinya kuat dan kencang, kini mulai melemah. Mata yang tadinya bening dan tajam, kini mulai merabun. Telinga yang tadinya peka, kini mulai menuli. Kualitas jantung, paru-paru, ginjal, liver, pencemaan, otak dan seluruh bagian badan kita terus berubah menua.
Bermiliar dan bertriliun keadaan tubuh kita sebenarnya terus berubah dari menit ke menit. Tubuh kita semenit yang lalu telah 'hilang' ditelan waktu, dan kini memiliki 'tubuh baru' yang sama sekali berbeda dengan tubuh kita sebelumnya.
Jangankan semenit, 1 detik yang lalu pun badan kita ini tidak sama dengan badan kita yang sekarang. Semuanya sedang terus 'lenyap berganti' dari waktu ke waktu. Dan itu, bukan hanya terjadi pada tubuh, tapi juga jiwa kita. Jiwa kita terus berubah seiring dengan pengalaman kejiwaan yang mendera.
Dan bukan hanya diri kita. Tapi seluruh manusia di muka bumi sedang mengalami proses 'lenyap-berganti' secara dramatis terhadap kondisi dirinya. Pada seluruh manusia di manapun dia berada.
Komposisi lingkungan hidup di sekitar kita pun sedang 'lenyap berganti' dari waktu ke waktu., Tidak pernah tetap. Mulai dari kondisi air, atmosfer, tumbuh-tumbuhan, binatang, cuaca dan iklim, sinar matahari, sampai benda-benda pengisi langit seperti planet, bulan, bintang, galaksi dan superkluster. Seluruh materi dan energi pengisi Jagad Raya ini semuanya 'lenyap berganti' dari detik ke detik, menit ke menit, waktu ke waktu. Tidak ada yang tetap. Semuanya sedang berubah secara dramatis!
Kalau kita kaitkan kembali dengan ADA dan TIADA, maka seluruh kondisi di alam semesta ini sebenarnya sedang bergerak dinamis antara ADA dan TIADA. Sebentar ADA, kemudian TIADA lagi. Sebentar lagi ADA, sedetik berikutnya sudah TIADA lagi. Bahkan keber-ADA-an itu demikian singkatnya, hanya 'melintas', kemudian langsung berubah menjadi sesuatu yang lain. Sekadar 'numpang lewat'!
Begitu pula sebaliknya, yang tadinya TIADA, sesaat kemudian menjadi ADA. Dan, ke TIADA an itu pun hanya sesaat, berganti menjadi ADA. Begitulah seterusnya, ADA dan TIADA saling berubah tanpa henti selama bermiliar-miliar tahun usia alam semesta ini.
TIADA lebih banyak terjadi dibandingkan dengan ADA. Keber-ADA-an sempat eksis hanya dalam orde waktu yang sangat singkat, setelah itu berubah menjadi TIADA untuk selama-lamanya. Sekali lagi, ADA hanya sekadar 'numpang lewat' di antara ke-TIADA-an...
'Kehidupan' adalah keber-ADA-an yang sekadar numpang lewat dalam 'Kematian' panjang. Terang benderangnya 'Siang' adalah sekadar keber-ADA-an yang numpang lewat dalam gelap pekatnya 'sang Malam'. Seluruh alam semesta ini diliputi oleh kegelapan, kecuali kedipan-kedipan bintang yang tak seberapa terang, di sana sini.
Rasa bahagia dan senang, sekadar keber-ADA-an yang meningkahi silih bergantinya derita dan kecemasan. 'Sehat' kita pun, hanyalah kondisi 'normal' sesaat di antara penyimpangan metabolisme bertriliun-triliun sel di dalam tubuh kita.
Dalam kehidupan dunia ini, kadar kerusakan dan keburukan jauh lebih banyak dibandingkan dengan ketertataan dan kebaikan. Kenapa demikian, karena pergerakan Sunnatullah alam semesta memang sedang menuju pada kehancurannya. Entropi alam semesta meningkat dari waktu ke waktu.
Jadi, segala sesuatu yang kita anggap ADA, dan 'benar-benar terjadi' itu sebenarnya hanyalah kondisi sesaat di antara ke TIADA an. Sebab ADA dan TIADA sebenarnya adalah kondisi yang berpasangan, yang sudah menjadi Sunnatullah. Keduanya akan terus silih berganti secara dinamis.
QS.Yunus(10) : 31
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang Mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: 'Allah".
Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada Nya)?"
QS. Al An'aam (6) : 1
Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.
QS. Al An'aam (6) : 73
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar Dan benarlah perkataan Nya di waktu Dia mengatakan: 'jadilah, lalu terjadilah" dan di tangan Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui
Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan tentang pasang pasangan antara berbagai kondisi yang kelihatan berlawanan itu. Antara hidup dan mati, antara gelap dan terang, antara yang ghaib dan yang nampak, dan lain sebagainya.
Alam semesta ini memang dibangun oleh Allah dengan 'neraca keseimbangan' dari dua kondisi ekstrim yang berlawanan. Keduanya bergerak silih berganti. Seluruh prosesnya saling mengontrol dalam keseimbangan, yang luar biasa sempurna. Tidak ada cacat sedikit pun. Dengan ketelitian ukuran yang serapi-rapinya.
QS. Ar Rahman (55) : 7
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keseimbangan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
QS. Al An'aam (6) : 65
Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian) kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).
QS. Al Furqan (25) : 2
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
Pasang-pasangan sudah menjadi sifat alam yang bisa kita buktikan dari sekitar kita. Justru kondisi berpasang-pasangan itulah yang menyebabkan terjadinya KESEIMBANGAN. Dan, keseimbangan itu pula yang menjadi 'kunci energi' berlangsungnya dinamika 'kehidupan' alam semesta selama bermiliar-miliar tahun. Allah menegaskan itu di dalam firman-firmanNya.
QS. Al Mulk (67) : 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
QS. Al Infithaar (82) : 7
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang,
Kekuatan keseimbangan telah menjadi penggerak dasar kehidupan. Dinamika alam semesta maupun dinamika dalam proses-proses biokimiawi tubuh kita. Jika keseimbangan hilang, yang terjadi adalah bencana. Ini bukan hanya bermakna fisik pada alam, atau biologis pada diri makhluk hidup, tapi juga bermakna kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan seluruh sendi-sendi kehidupan.
Maka, ketika bicara tentang ADA dan TIADA, kita sebenarnya sedang berbicara tentang dua kutub ekstrim dalam kelaziman hidup kita : kanan-kiri, atas-bawah, timur-barat, baik-buruk, dulu-nanti, gagal-sukses, dan lain sebagainya.
Kita tahu, dua kutub ekstrim itu sebenarnya bukan substansi. Keadaan yang lebih substansial, justru adalah KESEIMBANGAN di antara keduanya. Masing-masing kutub ekstrim itu hanyalah penampakan. Kadang-kadang KIRI, kadang-kadang KANAN. Kadang di ATAS, kadang di BAWAH. Kadang SUKSES, di lain waktu GAGAL. Kadang-kadang ADA, tapi di saat lain bisa TIADA.
KESEIMBANGAN alias JALAN TENGAH adalah FITRAH ILAHIAH. Allah adalah sang Pencipta semua kondisi Ekstrim itu, karenanya Ia bukan ekstrim kanan ataupun ekstrim kiri. Ia meliputi keduanya sebagai sistem keseimbangan.
Demikian pula terhadap ADA dan TIADA. Allah meliputi ADA dan TIADA, dalam sebuah sistem keseimbangan. Dialah yang mengendalikan sistem keseimbangan antara ADA dan TIADA itu. DIA menciptakan ADA dari TIADA. Dan menciptakan TIADA dari ADA.
Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dia pula yang mengeluarkan gelap dari terang, dan mengeluarkan terang dari gelap. Dan seterusnya, eksistensi masing-masing kondisi itu muncul karena adanya eksistensi lainnya yang berlawanan.
Tapi, sebagaimana kehidupan manusia yang singkat, 'kehidupan' alam semesta ini pun numpang lewat dalam 'ketiadaan' alam semesta yang panjang. Alam semesta yang sudah berusia sekitar 12 miliar tahun ini suatu ketika bakal lenyap kepada ketiadaan.
Alam ini dulu muncul dari ketiadaan. Maka suatu ketika ia akan kembali kepada ketiadaan. Ia ADA karena dulu pernah TIDAK ADA. Dan karena sekarang ada, maka suatu ketika ia akan kembali tidak ada. Begitulah seterusnya, dalam kendali Allah yang Maha Berkehendak. Allah menciptakan dan mengulangi kejadian sesuai dengan kehendakNya.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulangnya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
QS. Al Ankabuut (29) : 19
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Karena kehidupan alam dunia ini menuju pada kerusakan, maka kita butuh energi untuk mengimbangi kecenderungan jelek kita. Inilah yang disebut Allah dalam ayat-ayat berikut ini.
QS. Al Ashr : 1-3
Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.
Jadi secara alamiah, alam semesta termasuk manusia mengalami trend untuk semakin jelek kualitasnya. Kenapa? Karena entropi alam semesta terus-menerus meningkat. Manusia merugi terus. Dan tren itu oleh Allah dikendalikan lewat dimensi ‘Waktu’. Karena itu Allah bersumpah 'Demi Waktu manusia benar-benar merugi' Pergerakan waktu menyebabkan perubahan entropi yang semakin tinggi, semakin 'merugikan'.
Agar selamat kita harus mengikuti hukum keseimbangan. Kita lawan dengan kondisi sebaliknya, untuk menurunkan kerugian. Agar kehidupan kita berada dalam jalan keseimbangan'. Itulah yang dimaksud Allah dengan keimanan, amal saleh, nasehat menasehati agar tetap mengarah kepada kebaikan dan kesabaran. Itulah Diin al Islam.
Allah menggambarkan hal itu dalam banyak ayatNya. Untuk mengimbangi jalan kegelapan yang menjadi trend alam semesta, Allah menurunkan cahaya yang terang benderang lewat Firman-FirmanNya di dalam Al Qur’an. Barangsiapa mengikuti petunjuk itu, maka mereka akan selamat kembali kepada Keseimbangan Fitrahnya. Sebaliknya, jika tidak, maka manusia akan hanyut di dalam trend entropi yang meningkat. Mereka bakal larut dalam 'kegelapan' jagad semesta raya.
QS. Al Hadid (57) : 9
Dialah yang menurunkan kepada hamba Nya ayat-ayat yang terang (Al Qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang
Meskipun trend ke arah dominasi kegelapan demikian besar, tapi Allah menjamin kegelapan akan sirna dan berganti terang ketika dilawan dengan cahaya. Entropi yang meningkat dilawan dengan entropi yang menurun, bakal seimbangan Diinul Islam.
QS. Israa (17) : 81
Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap" Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Kebatilan bakal lenyap berganti kebenaran, karena keduanya adalah pasangan abadi yang silih berganti. Sekali waktu kebatilan yang muncul, di waktu yang lain kebenaran yang muncul.
Akan tetapi, akhir dari segala-galanya, seluruh eksistensi itu bakal lenyap semuanya di dalam Kemutlakan Dzat Allah. Sebab, kebatilan hanya ada dan bermakna dalam sudut pandang manusia. Demikian pula kebenaran. Bagi Allah tidak ada bedanya. Karena tidak merugikan atau pun memberi manfaat kepadaNya. Semuanya adalah milikNya semata.
Yang disebut kebatilan, atau kejahatan atau dosa, adalah segala sesuatu yang merugikan manusia. Sedangkan yang disebut kebenaran dan pahala adalah sesuatu yang memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Tidak ada yang bisa merugikan dan memberi manfaat kepada Allah!
Maka, segala yang ada pada manusia bakal lenyap seluruhnya. Yang kekal hanyalah Allah. Segala kontradiksi dalam kehidupan kita bakal 'sampyuh' dalam keseimbangan Fitrah Ilahiah. Lebur dalam Kualitas Ketuhanan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya...
QS. An Nahl (16) : 96
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.