Sunday, March 4, 2007

Glasgow Coma Scale

(Eye, Verbal, Motoric scale: 4, 5, 6)
Mata 4 : membuka mata tanpa stimulasi dalam kondisi terjaga penuh.
3 : bisa membuka mata jika distimulasi ditepuk tepuk badannya
2 : bisa membuka mata hanya jika disakiti
1 : tidak bisa membuka mata no respon

Verbal 5 : bisa menjawab sesuai yang ditanyakan
4 : bisa menjawab dengan kalimat, tapi tidak jelas.
3 : bisa menjawab dengan kata, tapi tidak jelas.
2 : hanya bisa menjawab dengan erangan
1 : no respond

Motorik6 : bisa bergerak sesuai yang diperintahkan
5 : bisa bergerak ketika distimulasi melokalisir menepis stimulasi yang menyakiti
4 : bisa bergerak ketika distimulasi sakit, tapi bersifat withdrawal menghindari sumber sakit.
3 : bisa bergerak ketika disakiti, tapi tidak mampu menghindar, cuma menekuk sendi
2 : bisa bergerak ketika disakiti, tapi cuma reflek gerak sederhana meluruskan sendi
1 : no respond

Glasgow mencoba mengkaitkan antara kesadaran seseorang dengan reflek fisik. Jika fisiknya tidak bisa merespon stimulasi dengan baik, maka secara bertahap kesadaran orang tersebut dianggap menurun, sampai pada suatu batas terendahnya yaitu koma alias mati suri.

Total nilai antara respon mata, verbal, dan motorik diberi angka 15. Jika seseorang memperoleh nilai akumulatif 15 berarti orang tersebut berada dalam kondisi 'sadar' alias 'terjaga' penuh. Jika di bawah angka 8, ia sudah dikategorikan sebagai koma.

Akan tetapi, orang yang memiliki angka tertinggi dalam skala Glasgow sebenarnya sekadar menggambarkan fungsi kesadaran dalam arti 'terjaga'. Dan itu, hanya sebagian saja dari fungsi kesadaran. Sebab, nilai tersebut belum menggambarkan nilai-nilai luhur dari 'Kesadaran' seseorang.

Misalnya, apakah orang yang 'terjaga' itu sedang bahagia, ataukah kecewa. Ia sedang tentram ataukah merasa gelisah. Apakah ia sedang penuh rasa cinta ataukah penuh dendam. Ia bisa membuat keputusan dengan sikap bijaksana ataukah marah dan putus asa. Dan lain sebagainya.

Apa yang diukur Glasgow adalah sekadar nilai kuantitatif 'Kesadaran'. Sedangkan fungsi luhur adalah bersifat kualitatif. Pengukuran fungsi luhur seseorang biasanya diukur dengan metode psikotest.

Kesadaran yang bersifat kualitatif ini sangat berkait dengan fungsi akal seseorang. Kualitas kesadaran yang baik, menunjukkan fungsi akal yang juga baik. Sedangkan kualitas kesadaran yang jelek, menggambarkan fungsi akal yang juga jelek.

Dengan kata lain, secara umum, fungsi kesadaran sangat berimpit dengan fungsi akal. Bahkan kita bisa mengatakan bahwa keduanya adalah identik. Karena itu, kesadaran dan akal bisa menjadi parameter atas kualitas Jiwa seseorang.

Kualitas akal dan kesadaraan yang baik, menggambarkan fungsi jiwanya baik. Sebaliknya kualitas akal dan kesadaran yang jelek menggambarkan fungsi Jiwa yang jelek. Secara ekstrim dikatakan, jika akal dan kesadarannya rusak, maka Jiwanya pun rusak. Dan begitulah sebaliknya.

Maka, pada kesempatan ini kita memperoleh kesimpulan bahwa 'Akal' dan ‘Kesadaran’ adalah fungsi utama pada Jiwa seseorang. Seseorang dikatakan berJiwa sehat, jika akal dan kesadarannya berfungsi secara sehat. Dan Jiwa dikatakan tidak sehat jika akal dan kesadaran seseorang sedang tidak sehat.

Untuk memahaminya lebih jauh, kita akan membahasnya di bagian-bagian berikutnya. Ternyata kualitas akal, kesadaran dan Jiwa seseorang tidaklah statis, melainkan bertingkat-tingkat seiring dengan kualitas kesadarannya. Ada 4 tingkat kesadaran pada diri kita, yang memberikan gambaran tentang kualitas Jiwa.