Saturday, March 3, 2007

Ada Apa Dibalik Puasa

Bukan Obat Yang Menyembuhkan

Siapakah yang menyembuhkan seseorang dari sakitnya? Apakah sang dokter? Ataukah obat yang diberikan kepada pasien? Ataukah diri pasien itu sendiri? Inilah pertanyaan yang sangat mendasar.
Coba kita, ambil contoh sederhana. Cermatilah
tangan yang sedang terluka. Jika tangan anda terluka, biasanya anda akan memberinya obat. Boleh jadi, dokter anda memberikan obat merah, betadine, tensoplast, handyplast, sofratul, dan lain sebagainya.

Apakah yang terjadi setelah itu? Beberapa hari kemudian luka anda sembuh. Luka yang terbuka itu merapat kembali. Tinggal bekasnya saja. Siapakah yang menyembuhkan luka anda, sehingga robekan luka itu merapat kembali? Apakah sang dokter? Ataukah obat yang diberikannya? Ataukah tubuh anda sendiri?

Mungkin anda akan menjawab: “Dokterlah yang menyembuh kan luka saya.” Tapi kita bertanya: “Apakah benar, dokter yang merajut robekan luka di tangan anda ?” Pasti anda bakal menjawab, bukan. Dan mengatakan, obat itulah yang menyebabkan dampak kesembuhan luka tersebut. “apakah benar obat itu yang menyatukan robekan luka itu?” Benarkah 'si obat' memiliki kemampuan merajut kulit yang sobek teriris ? Meskipun mulai ragu, tapi saya yakin anda akan menjawab kayaknya bukan obat itu yang berfungsi menyembuhkan luka dan ‘menjahit’ luka sehingga menyatu kembali.

Memang jawaban yang benar cuma satu : yang menyembuhkan luka di tangan kita ini sebenarnya adalah diri kita sendiri. Bukan obat, atau dokter penolong kita itu. Lho, lantas fungsi dokter itu apa?

Dia lewat pengetahuan dan keahliannya sekadar mengkondisi-kan agar luka tersebut bisa cepat sembuh. Sedangkan obat, berfungsi untuk menjaga agar proses penyembuhan yang dilakukan oleh mekanisme di dalam tubuh kita bisa berlangsung baik. Di antaranya, agar tidak tejadi infeksi. Atau, katakanlah, untuk membantu mempercepat terjadinya penyembuhan oleh badan kita sendiri.

Sebenarnya bukan hanya luka yang disembuhkan oleh mekanisme internal dalam tubuh kita, melainkan seluruh penyakit. Tubuh kita memiliki mekanisme yang luar biasa hebat yang oleh 'Sang Pencipta' sudah didesain sedemikian rupa sehingga menjaga kita agar tidak sakit. Kecuali kondisi tubuh kita sedang tidak seimbang.

Kedokteran

Selain kedokteran Barat, kita mengenal ilmu kedokteran Timur. Penyembuhan ala Timur ini kebanyakan berkembang di negara-negara 'tua', seperti China, India, dan Tibet. Konsep yang dijadikan pegangan sangatlah berbeda dengan kedokteran Barat.

Penyembuhan ala kedokteran Barat bertumpu pada obat dan pembedahan. Dan karena itu, menganggap fisik manusia bisa 'digarap' secara terpisah. Sedangkan kedokteran Timur bertumpu pada konsep keseimbangan dalam tubuh. Manusia dipandang sebagai satu kesatuan antara badan dan jiwanya. Karena itu, keduanya saling mempengaruhi, termasuk dalam proses penyembuhan penyakit. Dan tubuh manusia dipahami sebagai suatu sistem energi yang berkeseimbangan.

Maka, dalam konsep kedokteran Timur, seseorang dikatakan sakit ketika di dalam tubuhnya terjadi ketidak seimbangan energi atau sistem holistiknya, sehingga memunculkan keluhan tertentu.
Sedangkan dalam kedokteran Barat, seseorang dikatakan sakit ketika memunculkan gejala-gejala sakit secara fisik. Biasanya muncul berupa panas, rasa sakit, pembengkakan, dan keluhan-keluhan semacamnya, yang menandakan terjadinya gangguan pada ‘sistem organ’ tubuh seseorang.

Meskipun secara sepintas sama, keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Kedokteran Timur memandang tubuh manusia secara holistik jiwa raga, sedangkan kedokteran Barat memandang manusia secara fisik, yang bisa 'dipetak-petak' secara organik., Dan, perbedaan sudut pandang ini akhirnya berpengaruh kepada cara penyembuhan yang dilakukan.

Berikut ini adalah beberapa contoh sistem penyembuhan Timur, yang sudah populer kita ketahui.

1. Penyembuhan akupuntur

Penyembuhan ala Timur yang paling populer adalah tusuk jarum (accupuntur) dan pijat (accupressure). Metode penyembuhan yang berasal dari daratan China itu sudah berumur ribuan tahun, dan dikembangkan secara turun temurun, serta teruji secara klinis.

Konsep yang dianut sangatlah berbeda dengan metode Barat. Konsep accupunture didasarkan pada keseimbangan energi secara holistik. Bahwa tubuh memiliki mekanisme penyembuhan secara energial. Tubuh dikatakan sehat jika berada dalam keseimbangan energinya. Dan dikatakan sakit jika tidak seimbang sistem energinya.

Untuk menyeimbangkan sistem energi itulah, seseorang yang sakit perlu distimulasi di titik tertentu di tubuhnya. Cara menstimulasinya, bisa dengan tusukan jarum atau pun dengan pijatan. Titik titik accupuncture itu berjumlah ribuan di permukaan tubuh manusia, seiring dengan pengembangan dan ketelitiannya.

Stimulasi energi itu ternyata tidak mengikuti aliran darah, sebagaimana konsep Barat. Maksud saya, sistem aliran darah bukanlah satu-satunya sistem yang terkait dengan kesehatan manusia. Demikian pula sistem limfe alias getah bening. Mekanisme akupuntur melewati suatu sistem energi yang berada di luar perkiraan konsep Barat selama ini. Jalur stimulasi itu ternyata bergerak antar sel. Saya punya seorang kawan dokter spesialis radiologi di Surabaya. Entah mengapa, dia tertarik untuk mempelajari teknik akupuntur. Lantas, dia mengambil program S 3, doktoral, untuk bidang akupuntur. Sehingga disertasinya juga tentang akupuntur.

Dia ingin membuktikan bahwa mekanisme energial yang terjadi pada stimulasi akupuntur itu bisa dijelaskan dengan menggunakan konsep pemikiran Barat. Dan dia berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan para profesor pengujinya. Bahwa, akupuntur memiliki dasar pijakan berpikir ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, di dalam tubuh kita memang ada suatu sistem energial yang juga berfungsi dalam mekanisme keseimbangan untuk menjaga kesehatan manusia.

Bagian yang paling menarik adalah ketika dia bercerita tentang proses stimulasi energi. Lewat percobaan yang tergolong eksentrik, dia membuktikan bahwa stimulasi energi itu memang tidak melewati jalur peredaran darah. Dia membuktikan dengan cara menyuntikkan zat-zat radioaktif ke dalam tubuhnya sendiri. Zat radioaktif itu diperlukan agar dia bisa mendeteksi aliran pergerakannya.

Prinsipnya begini. Zat radioaktif memancarkan sinar Gama yang bisa dideteksi dengan menggunakan detektor. Maka, ketika zat radioaktif itu disuntikkan ke dalam tubuhnya, sinar itu tetap menembus ke permukaan kulit dan bisa diikuti pergerakannya dari luar tubuh dengan menggunkaan detektor Gama. Dia ingin membuktikan, apakah zat itu terbawa oleh aliran darah ataukah melewati sistem yang lain.

Maka disuntikkanlah cairan zat radioaktif itu ke titik-titik akupuntur tertentu di permukaan tubuhnya. Titik akupuntur itu merupakan refleksi dari organ-organ tertentu seperti ginjal, jantung, paru, liver dan lain sebagainya. Secara akupuntur, jika seseorang ditusuk jarum pada titik refleksi ginjal, maka stimulasi energi itu akan langsung masuk ke organ ginjal tanpa melewati mekanisme lain.

Ketika zat radioaktif itu disuntikkan ke titik akupuntur yang merupakan refleksi organ ginjal, ternyata benar dugaannya bahwa zat radioaktif itu tidak bergerak melewati peredaran darah, melainkan bergerak antarsel. Dengan sangat jelas lewat detektor dia bisa mengikuti pergerakan sinar Gama yang menembus jaringan antarsel.

Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada pergerakan energi yang menghubungkan antara titik-titik akupuntur di seluruh tubuh dengan organ-organ di dalam tubuh yang tersusun secara sistemik. Itulah yang dikenal sebagai sistem keseimbangan energi. Dengan disertasinya itu, ia kini telah menjadi doktor. Dan, kemudian banyak diundang untuk memberikan kuliah sampai ke luar negeri. Memahami konsep kedokteran timur dengan menggunakan pendekatan konsep Barat.

Tidak lama sesudah itu, seorang kawan saya lainnya juga seorang doktor mengembangkan penelitian akupuntur itu lewat teknik pemijatan dan teknik laser. Bahwa, stimulasi energi itu bisa dilakukan tidak harus dengan tusuk jarum, melainkan dengan pemijatan atau penyinaran laser. Dan sekali lagi terbukti, banyak hal bisa dilakukan lewat teknik ini untuk berbagai tujuan. Mulai dari menyembuhkan pasien sakit, untuk perawatan kecantikan, sampai pada rekayasa peningkatan produktifitas di dunia peternakan.

2. Penyembuhan Prana

Akhir-akhir ini, kita melihat di Indonesia semakin berkembang latihan-latihan untuk menggali tenaga prana dari dalam tubuh. Banyak cara yang digunakan untuk menggalinya. Tapi intinya sama, yaitu menggunakan gerakan-gerakan tertentu untuk membangkitkan medan elektrostatik yang kemudian dikumpulkan lewat teknik berkonsentrasi, menuju pusat pusat energi di dalam tubuh.

Dengan cara itu diharapkan terbentuk suatu sistem energi yang bisa digunakan kapan pun sesuai kehendak si empunya. Energi itu bisa digunakan untuk menyembuhkan ketidakseimbangan di dalam diri sendiri. Maupun untuk menyembuhkan orang lain.

Seseorang dikatakan sakit jika sistem energi itu tidak berada dalam keadaan seimbang. Alias terjadi kekacauan pada sirkulasi energi. Sakit kepala, misalnya, adalah kekacauan energi di bagian kepala. Dengan menyelaraskan kembali sirkulasinya, maka sakit kepala itu akan berangsur angsur hilang dengan sendirinya.

Jadi, bekerjanya proses penyembuhan itu seperti penularan gelombang elektromagnetik. Ibaratnya, sepotong besi biasa adalah besi yang tidak memiliki keteraturan medan magnet. Maka, untuk menjadikan dia sebagai besi magnet diperlukan energi dari luar yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan atau keteraturan energi di dalamnya.

Caranya, gosoklah besi biasa itu dengan besi magnet secara satu arah, maka pada gosokan ke sekian kali, besi itu akan berubah menjadi besi magnet. Karena medan magnetnya telah teratur sesuai dengan yang seharusnya. Sama dengan keseimbangan energi di dalam tubuh kita. Jika kita sakit, terjadi kekacauan sistem energinya. Maka kita harus menyelaraskan sistem energi itu dengan cara meresonansikan energi dari luar tubuh si sakit. Itulah yang dilakukan oleh para penyembuh lewat sistem prana. Dengan meresonansi secara berulang-ulang, maka ketidakseimbangan itu bakal berangsur-angsur lenyap. Dalam waktu bersamaan, rasa sakit kepala pun sima.

Bahkan, bukan hanya rasa sakit yang bisa disembuhkan dengan metode prana ini. Pada prinsipnya seluruh penyakit yang disebabkan oleh ketidakkeseimbangan fungsi organ yang berkait sistem energial, juga bisa disembuhkan, kecuali organ-organ tersebut telah mengalami kerusakan yang fatal.

3. Penyembuhan lewat aura

Hampir sama dengan penyembuhan lewat prana, seseorang yang sakit juga bisa disembuhkan lewat perubahan sistem aura tubuhnya. Aura adalah cahaya tipis yang terpancar dari badan seseorang. Cahaya yang terpancar itu menunjukkan kondisi badan ataupun kejiwaan seseorang.

Pada dasarnya, semua benda hidup maupun mati memancarkan aura. Cahaya aura itu terpancar dari struktur atomnya, akibat terjadinya loncatan-loncatan energi dari satu tingkatan ke tingkatan yang lain.

Sebagai contoh, NaCl alias garam dapur. Kalau anda melemparkan sedikit garam ke api, maka garam yang terbakar tersebut akan memercikkan cahaya berwarna kuning kemerahan. Itu adalah cahaya yang terjadi akibat loncatan energi di dalam struktur atomnya. Maka kita sebut aura garam adalah kuning kemerahan.

Demikian pula C02. Jika kita memasukkan C02 ke dalam tabung kaca, kemudian kita proses menjadi sinar laser, maka laser tersebut akan bercahaya merah. Aura C02 adalah merah. Lampu TL (neon) bercahaya putih. Dan seterusnya.

Aura muncul karena adanya tegangan listrik atau energi tertentu yang dimasukkan ke dalam struktur atomnya. Dan itu juga terjadi pada manusia. Badan manusia sebagai benda mati maupun makhluk hidup menyimpan potensial aura. Sebagai benda mati, aura itu menggambarkan susunan atom dan molekul yang menyusun badan manusia. Tetapi sebagai benda hidup, aura itu menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang seiring dengan keseimbangan sistem energi di dalam tubuhnya.

Setidak-tidaknya ada dua informasi yang bisa diperoleh dengan mempelajari aura seseorang. Yang pertama informasi keseimbangan fisik. Dan yang kedua, informasi keseimbangan yang bersifat psikis.

Keseimbangan kondisi fisik seseorang bisa diprediksi dari pola auranya. Penelitian tentang aura yang semakin berkembang dewasa ini, memungkinkan kita untuk memotret aura itu dan mempelajari pola polanya.

Kita bisa melihat, betapa pola aura sangat berkait dengan kondisi kesehatan. Pada orang yang sehat, pola aura di ujung-ujung jari tangannya berbentuk sempurna. Akan tetapi, pada orang yang sakit, pola auranya tidak beraturan di beberapa bagian. Bergantung pada keluhan sakitnya.

Sakit jantung memberikan pola aura yang berbeda dengan sakit ginjal. Berbeda juga dengan pola aura orang sakit liver, sakit pencernaan, dan lain sebagainya. Dan menariknya, prediksi atau diagonis penyakit lewat pola aura tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama dengan hasil laboratorium kimiawi.

Ini menunjukkan bahwa tubuh kita ini memiliki banyak 'jendela' untuk memahami sesuatu yang berada di dalamnya. Bisa lewat laboratorium kimiawi, bisa lewat foto aura, bisa lewat pijat refleksi, bisa lewat deteksi prana, bisa lewat iridologi, dan lain sebagainya.

Sementara itu, pola aura di wajah seseorang bisa menggambar-kan kondisi kejiwaannya. Orang yang sedang marah, misalnya, memancarkan aura kemerahan. Bergantung pada tingkat kemarahannya. Sedangkan orang yang sabar dan ikhlas memancarkan warna kebiruan. Orang-orang yang mensucikan diri cenderung ke arah warna-warna terang, menuju ke arah warna putih.

Dengan demikian, teknik aura bisa membantu kita untuk memahami kualitas kejiwaan maupun kesehatan fisik seseorang. Sehingga, sebenarnya kita bisa melakukan pengukuran untuk mendeteksi berhasil tidaknya ibadah seseorang, lewat foto aura.

Dari berbagai foto aura yang saya analisis, saya menemukan suatu pola yang menarik yang bisa menggambarkan kualitas kejiwaan seseorang di dalam beragama. Di antara foto-foto itu termasuk foto aura saya sendiri, dan sahabat sahabat saya yang menjadi relawan untuk pengamatan ini.

Ternyata kualitas warna aura seseorang memiliki kemiripan dengan gradasi warna pelangi di dalam sinar matahari. Seperti kita ketahui, warna pelangi memiliki gradasi warna mulai dari Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu. Seluruh warna itu jika dicampur akan menghasilkan warna Putih.

Maka, sesuai dengan gradasi warna itu, aura seseorang juga menggambarkan tingkatan-tingkatan kualitas kondisi jiwanya atau bahkan spiritualitasnya. Aura merah menggambarkan tipikal paling egois, pemarah, pendengki, iri, pecemburu, posessive, atau secara umum menggambarkan 'gelora nafsu' dan ego tinggi.

Warna Jingga menunjukkan pergeseran ke arah warna Kuning yang menunjukkan bergesernya sifat individualistik ke arah sosial. Jika Merah menggambarkan sifat yang sangat egois, maka Jingga dan Kuning menunjukkan sifat yang semakin ramah dan mudah bergaul.

Tipikal Kuning adalah tipikal orang yang pandai mencari kawan. Namun, semua perkawanan dan persahabatannya masih ditujukan untuk kepentingan dirinya. Meskipun, tujuan itu bisa disembunyikannya secara rapi.

Tingkatan yang lebih tinggi adalah warna Hijau. Warna ini menggambarkan ego yang semakin rendah, berganti dengan kepedulian dan empati kepada orang lain. Hijau adalah tipikal dermawan. Orang yang memiliki aura berwarna Hijau biasanya suka menolong orang lain.
Jika ia punya harta, maka akan menolong orang dengan hartanya. Kalau ia orang berilmu, maka ia suka mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dan kalau ia orang yang berkuasa, maka akan menolong orang dengan kekuasaannya. Atau, jika ia seorang yang bisa mengobati, maka ia akan banyak memberikan bantuan penyembuhan kepada orang lain. Pendek kata, tipikal Hijau adalah tipikal yang suka menolong orang lain.

Semakin rendah ego seseorang, maka warna auranya akan semakin ke arah Biru. Aura ini menggambarkan karakter kontemplatif. Suka merenung mencari jati diri. Mencari jalan menuju kehidupan yang lebih hakiki. Hatinya cenderung ke arah kesabaran dan keikhlasan. Dan terus mencari ilmu-ilmu ‘hakikat’ di balik kehidupan dunia yang tampak menggiurkan banyak manusia.

Tipikal Biru, cenderung menjadi 'guru sejati' dalam kehidupan manusia. Bukan sekedar guru sebagai profesi. la mengajarkan ilmunya karena ingin terjadinya perubahan dalam kehidupan orang-orang di sekitarnya. Bukan karena mengejar gaji atau pun gengsi.

Meningkat lagi dari tipikal Biru adalah Nila dan Ungu. Aura dengan warna ini menunjukkan arah kepribadian yang semakin intensif dalam meninggalkan tujuan-tujuan yang bersifat pribadi individualistik. la menuju pada keseimbangan sosial. Kemaslahatan orang banyak.

Barangkali, ia bekerja keras dan mencari harta, tetapi harta yang dia dapatkan tidak untuk membahagiakan diri sendiri, melainkan untuk kebahagiaan orang banyak. Termasuk untuk menolong orang-orang yang menderita dan tidak beruntung, anak-anak yatim piatu, orang orang miskin, orang-orang yang terpinggirkan, dan lain sebagainya.

Demikian pula barangkali orang yang bertipikal ungu itu tetap terjun dalam dunia politik untuk mencari kekuasaan. Tetapi kekuasaan yang dia dapatkan bukan untuk kebahagiaan diri sendiri, melainkan dia gunakan untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur secara sosial. Dan boleh jadi juga, tipikal ini terus mencari ilmu pengetahuan, namun ilmu yang dia peroleh dia orientasikan untuk umat. Untuk membangun dan memberdayakan kecerdasan sosial.

Dan lebih dari semua itu, adalah tipikal manusia dengan aura Putih. Aura Putih menunjukkan orang-orang yang bisa mengendalikan seluruh karakter-karakter kemanusiaannya menuju kepada karakter Ketuhanan. Untuk tujuan-tujuan yang bersifat ilahiah.

Warna Putih adalah peleburan dari seluruh warna yang ada. Ini menunjukkan bahwa Putih adalah orang yang mampu menggabungkan seluruh potensi kemanusiaannya, dan kemudian melebur orientasinya hanya untuk berserah diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta.

Ini adalah tingkatan tertinggi dalam perjalanan kehidupan seorang manusia. Yang oleh Rasulullah Muhammad saw disebut sebagai kemampuan untuk menundukkan hawa nafsunya, berganti dengan niat Lillaahi Ta’ala karena Allah semata. Itulah yang beliau maksudkan dengan kalimat : “belum Islam seseorang, sampai ia bisa menundukkan hawa nafsunya.”

Warna-warna aura di atas menggambarkan bahwa perjalanan kehidupan manusia adalah beranjak dari kepentingan-kepentingan yang bersifat 'individual', bergeser menjadi yang bersifat 'sosial', dan kemudian berakhir pada tujuan yang bersifat 'spiritual'.

4. Penyembuhan lewat Meditasi

Meditasi merupakan cara penyembuhan yang menggabungkan kekuatan fisik dan kekuatan psikis secara simultan. Meditasi bertumpu pada kekuatan jiwa untuk mengendalikan kondisi fisik. Termasuk melakukan perubahan-perubahan yang menuju pada keseimbangan alamiah.

Intinya, diyakini bahwa tubuh memiliki kemampuan self healing alias menyembuhkan diri sendiri. Kemampuan self healing itu sangat dipengaruhi kondisi batin. Karena itu batin harus berada dalam keseimbangannya sehingga bisa meresonsi kondisi badan. Begitulah prinsip dasarnya.

Dengan demikian, maka orang yang ingin melakukan penyembuhan diri lewat meditasi mesti melakukan proses penyeimbangan kondisi jiwa lewat tata cara tertentu yang biasanya menuju pada ketenangan dan relaksasi.

Ketenangan dan relaksasi mengambarkan keseimbangan. Ini sebenamya meniru mekanisme tidur, tetapi dalam kondisi sadar. Bisa dikatakan lidur dalam sadar. Atau, 'menidurkan' badan, dalam kondisi jiwa tetap terjaga.

Kenapa mesti menidurkan badan? Karena ternyata tubuh mengalami proses rehabilitasi atau recovery justru pada saat tidur. Reaksi metabolisme di dalam tubuh memperoleh keseimbangannya kembali lewat tidur. Rasa capek-capek juga hilang setelah tidur. Demikian pula jiwa yang resah, gelisah, takut, dan stress, bisa hilang karena tidur.

Oleh sebab itu, orang-orang yang mengalami gangguan secara kejiwaan dan biasanya berdampak pada kondisi badan juga 'diobati' dengan obat penenang yang fungsinya sama dengan efek tidur. Bahkan, sekalian dibuat tidur, lewat obat penenang itu.

Selain 'menenangkan badan', meditasi juga berfungsi menenangkan pikiran. Pikiran kalut, gelisah, dan stress ditenangkan serileks mungkin. Banyak cara yang digunakan untuk mempengaruhi ketenangan pikiran itu. Mulai dari menggunakan musik berirama slow, atau ada juga yang dibantu lewat sugesti orang lain penuntun meditasi, atau sampai kepada teknik-teknik yang bersifat melibatkan dimensi Ketuhanan.

Ujung ujungnya, menghasilkan ketentraman jiwa. Ketentraman itulah salah satu paramater keberhasilan meditasi seseorang. Jika jiwanya tentram, maka efek ketentraman itu bakal mengimbas kondisi badannya. Metabolisme dan fungsi-fungsi organ di dalam tubuh bakal berjalan secara seimbang. Demikian pula, rasa takut, khawatir, gelisah, dan stress pun sirna.

Dalam agama Islam, dzikir dan shalat adalah bentuk meditasi dengan melibatkan dimensi ilahiah. Inilah teknik bermeditasi yang paling tinggi. Dzikir dan shalat yang dilakukan secara benar, bakal memunculkan efek tentram. Dan kondisi tentram itulah yang menyebabkan terjadinya keseimbangan secara holistik di dalam tubuh kita. Hal ini dikemukakan oleh Allah di dalam firman berikut. QS. Ar Ra'd (13): 28
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram.”

5. Penyembuhan lewat Puasa

Teknik penyembuhan yang lain adalah lewat puasa. Teknik puasa sudah lama digunakan sebagai metode penyembuhan. Sudah berumur ribuan tahun. Dan kini diadaptasi di berbagai negara dengan berbagai modifikasinya. Bahkan di negara-negara. maju seperti Eropa dan AS telah berdiri ratusan klinik penyembuhan penyakit yang menggunakan metode puasa.

Intinya kurang lebih sama dengan prinsip dasar penyembuhan Timur lainnya, yaitu menyeimbangkan fungsi-fungsi di dalam tubuh kita dengan cara 'mengistirahatkan'. Dengan berpuasa itu, sistem pencernaan kita diistirahatkan atau 'ditidurkan'.

Diharapkan, dengan cara ini, tubuh akan merehabilitasi sendiri kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalam tubuh. Dan kemudian menjadikannya seimbang secara alamiah. Lebih jauh, teknik puasa ini akan kita kembangkan dalam diskusi di bagian-bagian selanjutnya.

Akan tetapi secara. global, teknik puasa adalah metode penyembuhan yang sangat komplet dan memiliki dampak yang langsung bisa diamati perubahannya pada fisik dan psikis kita. Banyak penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan metode lain, bisa disembuhkan dengan metode puasa. Asalkan benar dalam menjalaninya...


HOMEOSTASIS, KESEIMBANGAN HOLISTIK

Konsep kedokteran Barat dan Timur, akhirnya bertemu di titik yang sama dalam konsep Homeostasis. Bahwa kesehatan tubuh manusia sangat bergantung kepada kondisi keseimbangan dalam dirinya. Hanya saja, persepsi tentang keseimbangan itu sendiri masih mengalami perbedaan.

Pada kedokteran Barat keseimbangan yang dimaksud adalah sistem organik tubuh. Sedangkan pada kedokteran Timur lebih luas melibatkan jiwa dan semangat.

Keseimbangan Sistem Organik

Sistem organik di dalam tubuh manusia beroperasi bagaikan sebuah orkestra. Organ satu dan lainnya beroperasi saling bekerjasama dalam sebuah harmoni yang luar biasa sangat mengagumkan, dengan 'dirigen'nya adalah otak.

Otak adalah sistem kendali seluruh aktivitas yang dilakukan oleh seorang manusia. Jika otak mengalami problem, maka bisa dipastikan manusia itu juga bakal mengalami problem dalam aktivitas hidupnya.

Seluruh gerakan motorik, proses berpikir, ingatan, perasaan, respon terhadap dunia luar, sampai pada aktivitas bawah sadar kita dikendalikan oleh otak. Dan semua itu dikoordinasikan dengan sangat canggih lewat berbagai mekanisme saraf, hormonal, otot, organ, dan berbagai fungsi jaringan. Sehingga badan manusia bisa beraktivitas secara harmonis. Jika tidak, maka kacaulah segala aktivitas kehidupan kita.

Sebagai contoh, proses apakah yang terjadi di dalam tubuh seseorang ketika dia menyetir mobilnya? Yang terjadi sungguh di luar dugaan kita. Terjadi jutaan proses di dalam tubuh kita yang berjalan secara harmonis dan terkendali, supaya ‘nyetir’ kita itu tidak nabrak sana dan tidak nabrak sini.

Yang pertama, seseorang yang mau menyetir mobil harus berada dalam keadaan sadar. Artinya, jiwa kita sedang dalam keadaan stabil dan tidak emosional. Yang kedua, fungsi fungsi organ tubuh seperti jantung, paru, ginjal, liver, saraf, mata, telinga dan lain sebagainya mesti berjalan baik. Jika tidak, bakal menimbulkan gangguan selama kita 'nyetir'

Yang ketiga, ketika kita mulai menjalankan mobil terjadi suatu proses koordinasi yang sangat canggih antara mata, telinga, perasaan, kaki, dan tangan. Dan semua itu dikendalikan lewat otak. Kecepatan proses yang terlibat di dalam aktivitas itu ordenya sepersekian detik, supaya respon kita tepat waktu dan tepat sasaran.

Coba bayangkan, ketika mulai menyetir mobil, mata kita menangkap bayangan di sekitar mobil kita. Bayangan berbagai benda itu ditangkap oleh retina mata dengan proses yang menakjubkan, lantas dikirim ke pusat penglihatan di otak. Saat itu, kita 'merasa' melihat benda-benda tersebut.

Setelah itu, ada proses kompleks yang terlibat di dalam otak kita untuk menyikapi penglihatan tersebut. Sehingga akhirnya kita memutuskan untuk menjalankan mobil atau tetap berhenti. Sampai di tingkat ini saja, sebenamya sudah terjadi ratusan proses untuk membuat keputusan awal.

Padahal kita tahu, bersamaan dengan berlangsungnya proses pembuatan keputusan awal itu, jantung terus berdenyut seirama dengan tugas paru-paru menyaring oksigen dari udara untuk mendukung otak dalam membuat keputusan. Dan proses pencernaan, beserta seluruh organ dalam tubuh juga sedang mensuplai pasokan gizi agar otak tetap memiliki energi untuk berpikir. Begitu pula berbagai macam hormon, enzim, dan seluruh jaringan otot dan saraf, semuanya mendukung terjadinya keputusan yang dibuat oleh otak tersebut.

Kalau semuanya berjalan lancar sesuai keinginan otak, maka proses pengambilan keputusan untuk 'menjalankan mobil atau tetap berhenti' itu bakal terjadi. Tetapi, jika ada trouble pada salah satu komponen pengambilan keputusan tersebut, maka otak bakal kesulitan memutuskan apa yang harus dilakukan. Dan hebatnya, proses yang sangat panjang itu hanya terjadi dalam orde detik!

Itu baru satu proses pengambilan keputusan awal. Belum proses yang lebih rumit yaitu ketika di jalan tol Anda ngebut memacu mobil menuju suatu tempat. Maka selama proses menyetir mobil itu seluruh organ dan jaringan di dalam tubuh bakal terlibat untuk mendukung keputusan keputusan otak dari detik ke detik, dari menit ke menit berikutnya.

Sekali lagi semuanya dikendalikan otak dengan kecepatan dan kecanggihan proses yang luar biasa. Jika, seluruh organ, jaringan, dan berbagai kelenjar tidak mengikuti proses tersebut, alias berjalan sendiri sendiri, maka tubuh kita bakal mengalami proses kehancuran yang sangat dramatis...

Keseimbangan sistem Holistik

Kita bakal lebih takjub lagi ketika mencoba memahami, betapa keseimbangan itu temyata tidak berhenti pada sistem organik saja, melainkan terkait erat dengan sistem jiwa.

Banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dengan sekadar memahami sistem organik. Di antaranya adalah beberapa penyakit psikosomatik, yaitu penyakit yang muncul akibat stress, depresi, kegelisahan atau ketakutan yang berlebihan.

Seseorang, misalnya, bisa mengalami sakit maag, dikarenakan kegelisahan yang berlebihan. Sakit seperti ini tidak mempan ‘diobati’ dengan obat maag, karena sumbernya memang bukan sekadar masalah organik, melainkan di jiwa. Maka yang harus diobati adalah jiwanya. Barulah kemudian gejala sakitnya hilang secara permanen. Jika tidak, maka gejala sakit itu bakal muncul berulang-ulang.

Stress dan depresi juga bisa memicu munculnya berbagai macam gejala sakit, seperti sakit kepala berkepanjangan, atau veltigo (hilang keseimbangan) dan dimensia (pikun). Apalagi pada orang-orang yang kemampuan fisiknya sudah menurun, seperti pada orang berusia lanjut.

Nah, hal hal tersebut mulai sulit untuk dijelaskan dengan pendekatan sistem organik semata. Pendekatan yang bersifat holistik akan lebih pas kita gunakan dalam memahami kasus semacam itu.

Dalam pendekatan sistem holisfik, kita memandang manusia sebagai satu kesatuan antara jiwa dan raga. Antara lahir dan batin. Sehingga kondisinya menjadi sangat dinamis. Manusia tidak hanya bergantung pada sistem organiknya saja, melainkan juga pada kekuatan jiwanya.

Hal ini bisa kita gunakan untuk memahami, kenapa ada seseorang yang dinyatakan sudah sangat parah sakitnya, tetapi dia masih mampu bertahan karena memiliki semangat yang besar untuk hidup. Saya sendiri menemui kasus semacam itu beberapa kali.

Ada seorang yang menderita kanker otak pada stadium 4. Dia dinyatakan oleh dokter tidak akan bertahan lebih dari 3 bulan. Sebagai tanda tingkat keparahannya, kawan saya ini mengalami kejang-kejang yang semakin hari semakin meningkat frekuensinya. Dia pun lantas putus asa untuk bisa mengatasi penyakitnya. Dalam kondisi demikian, ada seseorang yang menasehatinya agar pasrah dan mengikhlaskan saja untuk menerima cobaan tersebut. Karena segala penyakit datangnya dari Allah. Kalau Dia menghendaki sakit, maka tidak ada yang bisa menolaknya. Sebaliknya, jika Dia menghendaki kesembuhan, juga tidak ada yang bisa menghalangi.

Dan kemudian, orang itu menyarankan kepadanya agar ‘kontak’ sendiri dengan Allah untuk mohon kesembuhan, lewat shalat tahajjud dan memperbanyak dzikrullah. Akhimya, karena sudah tidak melihat jalan lain lagi, maka ia lantas menjalani saran itu.

Dan, ini yang penting, dia benar-benar melakukan itu sepenuh hati agar diijinkanNya untuk memiliki umur yang lebih panjang. Tidak ada keraguan sedikit pun di hatinya bahwa Allah tidak akan mengabulkan do'anya. la yakin seyakin-yakinnya, Allah bakal menolongnya. Atau, kalaupun tidak, dia sudah ikhlas menyerahkan hidup dan matinya kepada Sang Penguasa Kehidupan.

Maka, yang terjadi sungguh sangat menakjubkan. Kepasrahan dan keikhlasannya yang luar biasa dalam menyongsong 'saat-saat kematiannya' itu mulai membuahkan hasil. Semakin dekat dengan 'garis kematiannya' justru kondisi fisiknya menjadi semakin membaik.

Yang tadinya mulai kejang-kejang, dengan frekuensi sering; kini frekuensinya menjadi semakin jarang. Dan semakin hari, semakin jarang.

Sehingga suatu ketika dia merasa bersyukur, karena 3 bulan berlalu, dia bukannya 'tutup usia' seperti ramalan dokter yang menanganinya, melainkan berangsur-angsur tambah sehat. Dan setahun kemudian, dia benar-benar sehat seperti sedia kala.

Dalam kasus ini, saya hanya ingin mengatakan betapa prediksi dokter yang melakukan kalkulasi melalui pendekatan sistem organik meleset. Secara medis, sangat jelas bahwa sistem organik di dalam tubuhnya mengalami penurunan kondisi terus menerus secara signifikan. Dan bisa dilihat trennya. Namun, ternyata kekuatan psikologisnya mampu mendongkrak kembali kondisi yang semakin parah itu, berbalik arah menjadi membaik.

Kita melihat betapa dahsyatnya kekuatan psikologis bisa mengalahkan dominasi fisiknya. Bahkan memiliki daya menyembuhkan yang jauh lebih hebat dibandingkan teknik-teknik modem mana pun yang pemah dia jalani. Ya, temyata mekanisme di dalam tubuhnya sendiri bisa mengatasi ketidakseimbangan sistem yang terjadi lewat kanker otak itu.

Dengan sudut pandang yang lain, kita juga bisa melihat betapa penyembuhan penyakit fisik tidak selalu harus dilakukan lewat pendekatan organik. Pendekatan yang bersifat psikis atau spirit ternyata bisa juga memberikan dampak yang signifikan. Asalkan kita faham mekanisme yang terjadi di dalam tubuh kita. Intinya, semua harus menuju pada keseimbangan sistem holistik di dalam tubuh. Lebih jauh, akan kita bahas kemudian.