Saturday, March 3, 2007

Puasa Yang Paling Rendah

Setelah membahas puasa dari sisi pendekatan medis, sekarang marilah kita membahasnya dari sisi agama. Menurut para sufi, puasa yang paling rendah tingkatannya adalah yang sekadar menahan lapar dan haus. Boleh jadi, meskipun berpuasa, perbuatan dan perkataannya belum menggambarkan kualitas orang yang berpuasa. Masih berkata bohong, masih suka membual, masih sering berkata yang menyakitkan, dan juga masih selalu berbuat hal-hal yang tergolong tidak baik di dalam kategori agama. Puasa semacam ini kata mereka, masih tergolong ibadah puasa, tetapi menempati peringkat yang paling rendah.

Namun, kalau kita cermati sabda nabi saw, justru puasa yang semacam itu adalah cara berpuasa yang sangat disayangkan. Dan, celakanya, itu banyak terjadi pada kita. "Banyak diantara orang berpuasa, cuma mendapat lapar dan dahaga saja," sabda nabi saw.
Artinya, beliau mensinyalir sebagian besar kita ternyata melakukan puasa dengan cara tingkatan terendah itu. Yaitu, puasa yang hanya menahan lapar dan haus. Alias sekadar tidak makan dan tidak minum saja.

Barangkali anda lantas bertanya: "Iho, bukankah yang namanya puasa itu memang usaha menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum, mulai dari fajar sampai terbenamnya matahari?' Jadi apa yang salah dengan lapar dan dahaga kita, selama puasa?

Tidak salah. Tetapi, ternyata juga belum sepenuhnya benar. Meskipun, banyak juga di antara kita yang mempersepsi puasa sebagai sekadar tidak makan dan tidak minum dalam waktu tertentu. Contohnya, jika kita mau periksa darah ke laboratorium kesehatan. Petugasnya biasanya mengatakan: 'bapak/ibu puasa du1u 8 jam, setelah itu baru diambil darahnya untuk keperluan check up."

Dalam dialog itu tergambar, bahwa puasa memang diidentikan dengan sekedar tidak makan dan tidak minum. Tidak harus sehari, seperti puasanya umat Islam. Bisa saja menjalani puasa cuma beberapa jam, untuk berbagai keperluan. Ada pula yang menjalani puasa selama sehari semalam, atau bahkan lebih panjang misalnya 3 hari 3 malam mengikuti kepercayaan yang mereka anut.

Berpuasa kadang juga digunakan untuk berpantang terhadap makanan tertentu. Misalnya, puasa ‘mutih’ digunakan untuk orang yang hanya makan nasi putih dan minum air tawar. Selain itu, kata 'puasa' juga digunakan dalam pengertian 'berpantang'. Misalnya puasa bicara. Artinya dia memutuskan untuk tidak bicara dalam kurun waktu tertentu. Puasa berpolitik, tidak terjun dalam kancah politik untuk sementara waktu. Dan lain sebagainya.

Jadi, karena kefahaman yang beragam itulah maka muncul persepsi yang seringkali menjebak kita. Dan yang paling sering kita temui adalah persepsi bahwa puasa adalah sekadar berpantang makan dan minum, mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Padahal justru kefahaman inilah yang 'dikritik' oleh Rasulullah saw dalam hadits di atas. Jangan sampai puasa kita haanya menghasilkan lapar dan dahaga belaka...

Puasa Bukanlah Diet.
Jika puasa hanya diartikan sebagai berpantang untuk tidak makan dan tidak minum, maka apa bedanya dengan diet? Diet, juga sebuah upaya untuk tidak makan dan tidak minum sesuatu dalam waktu tertentu. Sesuai program yang diberikan.

Biasanya, diet dilakukan oleh orang-orang yang memiliki problem dengan berat badannya, atau karena sakit tertentu yang mengharuskan dia berpantang makan dan minuman tertentu.

Tujuannya adalah mengurangi masuknya jumlah kalori atau jenis zat tertentu ke dalam tubuhnya. Teknik yang digunakan adalah dengan mengurangi jumlah yang masuk, baik dalam jumlah porsinya maupun frekuensi makannya. Misalnya, biasanya makan 2 piring, dikurangi menjadi 1 piring setiap makannya. Biasanya makan 3 kali sehari, kini diubah menjadi 2 kali saja. Bahkan yang lebih detil, menggunakan timbangan untuk mengukur jumlah makanan yang harus dikonsumsi.

Pada teknik yang lebih baik, mereka menggunakan kombinasi jenis makanan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal. Selain mengurangi porsi dan frekuensinya, juga mengatur kombinasi zatnya. Misalnya mengurangi kandungan gula dan karbohidrat, tapi meningkatkan kadar serat dan mineral-mineral dalam makanannya.
Banyak teknik diet dikembangkan untuk program penyembuhan, di antaranya adalah : diet untuk menurunkan kegemukan pada penderita obesitas, diet untuk mengurangi kadar gula pada penderita diabetes, dan diet kombinasi alias food combining.

Beberapa penelitian menyimpulkan terjadinya kegagalan diet pelangsingan disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis. Banyak orang mengikuti program pelangsingan, tetapi merasa tidak puas, karena setelah program pelangsingan usai, bobot mereka naik lagi.