Pada kebanyakan kita, telah melekat anggapan bahwa berpuasa itu 'membebani'. Baik secara fisik, maupun secara psikis/kejiwaan. Kondisi yang kita anggap cocok dan bermanfaat buat kehidupan kita sehari-hari adalah kondisi tidak berpuasa. Sedangkan berpuasa adalah kondisi 'di luar kebiasaan' yang bersifat tambahan.
Sebenarnya, ini terjadi bukan hanya pada ibadah puasa. Melainkan, juga pada ibadah shalat, haji, zakat, dan lain sebagainya. Secara umum, kita selalu merasa 'terbebani' oleh ibadah-ibadah dalam agama. Padahal, ibadah-ibadah itu bukan sesuatu yang bersifat tambahan di luar kebiasaan. Justru, itu adalah sesuatu yang mestinya kita jalankan secara rutin dan berkala, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan beragama kita. Karena, sesungguhnya ia berfungsi menyeimbangkan aktivitas kurang baik dalam keseharian, yang tidak kita sadari.
Salah faham ini, sebenarnya terjadi semata mata 'karena kita tidak tahu' bahwa. semua ibadah itu sangat bermanfaat buat menyeimbangkan kembali kondisi kehidupan kita. Persis seperti statement Allah di dalam ayatNya.
Dalam kalimat yang berbeda, ibadah-ibadah itu bisa diumpamakan sebagai 'saat-saat perawatan' terhadap mobil milik kita. Kalau kita punya mobil yang kita pakai setiap hari, selain mengoperasikannya harus baik, mobil harus memiliki jadwal untuk perawatan. Jangan sampai mobil cuma dipakai saja, tapi tidak pernah dirawat. Apalagi jika beban operasionalnya tinggi. Mobil bakal cepat rusak.
Secara berkala, mobil mesti dicek minyak remnya, radiator, minyak power steering, ganti oli, timing belt dan lain sebagainya. Jika tidak, bisa dipastikan mobil kita bakal rusak sebelum waktunya. Jadi, kegiatan perawatan itu adalah bagian dari suatu 'keharusan' dalam mengoperasikan mobil. Bukan sesuatu yang membebani. Bukan sesuatu yang luar biasa. ia adalah sebuah 'kewajiban', tapi bukan sebuah 'keterpaksaan'.
Puasa kita adalah sebuah 'kewajiban', yang bukan 'keterpaksaan'. Fungsinya persis seperti perawatan mobil di atas. Jika kita tidak pernah melakukan puasa sepanjang hidup kita, maka bisa dipastikan kita bakal mengalami problem dalam kesehatan yang bersifat fisik maupun psikis.
Ada sebuah penelitian yang sangat menarik yang dilakukan oleh Dr Paavo Airola, pakar Nutrisi Biokimiawi dari Finlandia. Dia mengatakan bahwa stress (tekanan) yang terjadi pada seseorang secara berkepanjangan bisa menyebabkan daya tahan tubuhnya menurun. Daya tahan tubuh yang menurun, menunjukkan ia bakal gampang terserang penyakit.
Dari penelitiannya itu ia menyimpulkan, jika seseorang bekerja terus menerus tanpa istirahat yang cukup, selama beberapa pekan, maka badannya bakal mengalami tekanan (stress) yang berlebihan. Jika, dia tidak segera menyeimbangkan tekanan itu, bisa dipastikan daya tahan tubuhnya bakal menurun. Dan ketika daya tahan tubuh turun, bisa dipastikan ia bakal gampang terserang penyakit.
Yang menarik, stress yang dia maksudkan bukan hanya bersifat fisik melainkan juga kejiwaan. Dalam kesimpulannya ia juga mengatakan, jika hari ini kita mengalami stress karena pekerjaan kantor yang menumpuk. Besok, stress lagi karena masalah rumah tangga. Lusanya, stress lagi karena bertengkar sama teman. Hari berikutnya kita stress karena situasi ekonomi, sosial, dan politik yang tidak menentu. Dan, begitu seterusnya selama beberapa pekan, maka bisa dipastikan, daya tahan tubuh kita juga bakal menurun. Dan ketika daya tahan tubuh menurun, giliran berikutnya kita. bakal mudah terserang oleh penyakit.
Padahal sebagaimana kita tahu, kehidupan modern telah membawa kita kepada situasi yang memiliki potensial stress dan tekanan berlebihan dalam bekerja. Irama kerja yang semakin tinggi, volume pekerjaan yang menumpuk, bermunculannya variasi masalah yang demikian meluas, semua itu memberikan tekanan yang besar kepada fisik dan jiwa kita. Karena itu, orang modern memiliki potensial risiko yang sangat besar untuk memperoleh tekanan terhadap fisik dan jiwanya.
Dan merupakan bagian dari stress itu, ternyata adalah pola makan orang modern. Kita memiliki pola makan yang cenderung memberikan stress kepada badan. Badan memiliki 3 tahapan dalam memproses makanan yang masuk ke tubuh. Yaitu, mencerna pada siang hari, menyerap dan metabolisme pada malam hari, dan akhirnya membuang sampah hasil metabolisme pada pagi hari.
Tetapi, kenyataan yang kita alami tidak demikian. Siang hari kita makan banyak, maka badan kita berfungsi mencerna. Malam hari, mestinya menyerap dan metabolisme, ternyata kita makan malam, bahkan terlalu larut. Badan kita juga ditugasi mencerna. Dan esoknya, ketika badan seharusnya bekerja membuang sampah metabolisme, kita makan pagi tedalu berat. Sehingga, badan kita lagi lagi ditugasi untuk mencerna.
Jika hal ini terjadi demikian terus berulang-ulang, maka badan kita sesungguhnya bakal mengalami stress. Badan mengalami tekanan berlebihan, karena tidak memiliki jeda untuk menjalankan fungsi alamiahnya. Bahkan, juga tidak sempat beristirahat. Yang terjadi, bukannya tambah sehat melainkan malah sakit karena badan mengalami penurunan daya tahan tubuh.
Jadi jangan dikira, makan teratur pagi, siang, malam itu pasti menjadikan kita bertambah sehat. Boleh jadi malah sebaliknya. Jika jumlah, jenis dan komposisinya tidak benar, proses pencernaan bisa menjadi tidak baik, penyerapan dan metabolisme berjalan tidak sempura, dan pembuangan sampah-sampah hasil pencernaannya tidak berjalan normal. Maka yang terjadi adalah penumpukan zat-zat beracun di dalam tubuh kita.
Orang yang mengalami kondisi demikian terus-menerus dalam kesehariannya, sampah beracun di dalam tubuhnya bisa menumpuk 2 sampai 5 kilogram dalam setahun. Jadi jangan bergembira dulu, jika berat badan anda bertambah 5 kg setahun. Jangan jangan itu adalah racun semua...!
Sampah metabolisme itu menyebar di seluruh jaringan tubuh kita dalam bentuk radikal-radikal bebas, kelebihan lemak, kolesterol, asam urat, dan berbagai macam zat yang tidak berguna bagi tubuh. Bahkan cenderung membebani fungsi organ-organ vital.
Hal ini semakin buruk pada orang-orang yang memiliki pola makan dan pola hidup yang jelek sepanjang tahun, merokok, minum minuman keras, gila kerja, kurang istirahat, dan seringkali stress akibat tekanan lingkungan yang berlebihan secara terus-menerus.
Badannya selalu berada dalam ketidakseimbangan yang memunculkan akumulasi zat-zat beracun bagi tubuhnya. Dampak jelek itu baru akan terasa setelah 10 - 20 tahun kemudian berupa gangguan fungsi organ-organ vital di dalam tubuhnya. Bisa berupa gangguan liver, paru, jantung, ginjal, persendian, dimensia, dan lain sebagainya.
Nah, hal-hal yang kita bahas di atas menunjukkan kepada kita bahwa kondisi tidak berpuasa yang kita jalani setiap hari itu bukan berarti membawa kita pada kualitas kesehatan yang prima. Justru, ketidaktahuan kita telah menyebabkan kita memiliki persepsi yang keliru dengan menganggap 'tidak berpuasa' adalah lebih baik dibandingkan 'berpuasa'.
Padahal, kondisi tidak berpuasa itu tenyata telah 'membantu' terjadinya penumpukan racun-racun tubuh yang membahayakan kesehatan kita dalam jangka panjang. Ada ayat di dalam Al-Quran yang memberikan gambaran sangat menarik tentang bahayanya pola makan yang buruk.
QS. Thahaa: 81
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaanKu menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa kemurkaanKu, maka sesungguhnya binasalah ia.”
Kalau kita cermati ayat di atas, Allah memberikan pemahaman tentang pola makan yang baik. Yang pertama, Allah mengatakan, 'makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu'. Di sini terkandung dua maksud, yaitu bahwa segala rezeki yang kita butuhkan itu sebenarnya sudah ada di sekitar kita. Karena semua itu memang sudah disediakan dan diberikan Allah buat manusia. Kita tinggal memilih saja. Tentu saja dengan berusaha.
Kemudian yang kedua, dari semua yang sudah tersedia di muka Bumi ini, pilihlah rezeki yang baik-baik saja. Jangan memilih rezki atau makanan yang tidak baik. Dalam hal makanan, sebenarnya Allah menyediakan kriteria 'baik dan halal' untuk kita. Hal ini, Dia sampaikan di ayat berikut.
QS. Al Baqarah (2) :168
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Firman ini ditujukan kepada seluruh umat manusia. Bukan hanya umat Islam. Artinya, isi ayat ini berlaku umum sesuai karateristik kesehatan tubuh manusia pada umumnya.
Allah mengatakan kepada kita semua agar memakan makanan yang halalan thayyba alias halal dan baik. Dua kata terakhir ini memiliki arti yang berbeda. Kata 'halal', bermakna sesuatu yang diperbolehkan untuk kita makan lewat petunjuk yang jelas. Artinya, makanan tersebut tidak haram ataupun dilarang. Kalau suatu makanan dikatakan halal, maka itu sudah sangat jelas bahwa makanan tersebut boleh dimakan. Hukumnya jelas.
Sedangkan makanan yang ‘baik’ adalah makanan yang 'cocok' untuk kondisi tertentu. Kata 'baik' memiliki arti yang lebih lentur. 'Baik' bagi saya belum tentu 'baik' bagi anda. 'Baik' untuk orang dewasa, belum tentu 'baik' bagi anak balita.'Baik’ bagi laki-laki, belum tentu baik bagi wanita hamil. Dan seterusnya. Kata thayyiba atau baik, mengandung makna agar kita memahami peruntukan gizinya bagi siapa yang memakannya.
Maka dalam kata thayyiba itu terkandung 'perintah' untuk belajar ilmu gizi, agar kita bisa menerapkan bagi kebaikan siapa saja sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata thayyba tersebut Allah menginginkan agar kita memiliki kefahaman tentang mekanisme pencernaan, metabolisme, dan berbagai fungsi-fungsi organ yang terkait dengannya. Selain itu, lantas juga, kefahaman dalam hal kandungan gizi makanan.
Sementara itu, makanan yang terlarang sudah dijelaskan oleh Allah di dalam al Quran. Yaitu, darah, bangkai, daging babi, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, dan binatang yang terbunuh tanpa mengalirkan darah. Hal itu dikemukakanNya dalarn firman firman berikut ini. QS Al Baqarah (2):173
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binalang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
QS Al Maidah (5): 3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah ini) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kapadaKu. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berboat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kembali kepada QS. Thaahaa : 81, selain mengajarkan untuk memakan yang 'baik', Allah juga mengajarkan agar tidak 'melampaui batas' dalam hal makan dan minum. Konotasi 'melampaui batas' itu lebih mengarah kepada jumlah makanan yang kita konsumsi setiap harinya. Jangan sampai porsi makan kita melampaui kebutuhan. Dalam arti, setiap kali makan, ataupun akumulasi makan dalam kurun waktu tertentu.
Sedangkan, kata 'baik' lebih mengarah kepada jenis dan komposisi menu. Kita mesti mencocokkan antara kebutuhan badan kita dengan zat zat gizi yang harus kita konsumsi setiap harinya.
Yang menarik, dalam QS. Thaahaa: 81 tersebut Allah mengatakan bahwa makan yang melampaui batas, bisa menyebabkan 'kemarahan' Allah menimpa kepadanya. Kenapa bisa demikian? Dan bagaimanakah wujud 'kemarahan' Allah itu?
Sebagaimana telah bahas di depan, bahwa orang yang makan berlebihan bakal menyebabkan problem dalam proses; pencernaannya. Proses; pencernaan yang kurang baik bakal menimbul problem pada proses penyerapan dan metabolismenya. Dan, selanjutnya, metabolisme yang berjalan tidak sempurna bakal menghasilkan sampah-sampah yang bersifat racun bagi tubuh.
Jadi, 'kemarahan' yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat tersebut secara riil berwujud penyakit yang muncul akibat pola makan yang jelek. Dari data medis, kita memperoleh informasi, begitu banyak penyakit modern yang berasal dari pola makan yang jelek itu termasuk makan yang berlebih-lebihan. Mulai dari asam urat, kolesterol, diabetes, aterosklerosis, stroke, gangguan fungsi jantung, liver, kanker, dan berbagai dampak dari obesitas alias kegemukan.
Di Amedka Serikat saja sekitar 61 % penduduknya mengalami gejala-gejala sakit akibat obesitas. Dan tak kurang dari 300 ribu orang setiap tahunnya meninggal akibat penyakit penyakit yang berkait dengan kelebihan makanan. Demikian pula di seluruh dunia, diperkirakan 29 persen angka kematian disebabkan oleh penyakit jantung yang terkait dengan problem obesitas. Angkanya berkisar hampir 15 juta orang per tahun. Itulah barangkali yang dimaksudkan dengan 'kemarahan' Allah.
Sebab, informasi tentang 'kemarahan' Allah itu, lantas dilanjutkan dengan kalimat: “barangsiapa ditimpa kemarahan Allah, maka dia bakal binasa”. Dan begitulah kenyataannya, banyak orang yang binasa alias meninggal disebabkan penyakit-penyakit yang terkait dengan pola makan yang buruk.
Demikianlah logika-logika yang bisa kita ambil untuk menjelaskan bahwa tidak berpuasa ternyata memiliki potensi terjadinya berbagai macam penyakit. Apalagi, jika saat 'tidak berpuasa' itu pola makannya tidak baik.
Baiklah, sekarang kita telah memperoleh argumentasinya secara gamblang, bahwa tidak berpuasa berpotensi membawa pada problem kesehatan. Lantas, bagaimanakah menjelaskan bahwa berpuasa adalah lebih baik daripada tidak berpuasa? Berikut ini kita akan membahasnya lebih mendetil.
1. Alarm Tubuh dan Antisipasi Alamiah
Sebelum saya melangkah lebih jauh, saya ingin mengajak pembaca untuk memahami sebuah mekanisme unik di dalam tubuh kita, yaitu Alarm Tubuh. Allah menciptakan suatu mekanisme peringatan di dalam tubuh kita yang bertujuan mengatur keseimbangan sistem tubuh. Sebagai contoh, jika suatu saat kita mengalami kekurangan cairan dalam tubuh, maka kita akan merasa kehausan.
Rasa haus itu sebenarnya adalah alarm yang mengingatkan kita agar menambah cairan tubuh, dengan cara minum. Jika kita tidak mempedulikan alarm itu, maka badan akan mengalami ketidak seimbangan yang bisa merugikan sistem kesehatan kita. Bahkan, pada suatu ketika, bisa berakibat fatal karena badan mengalami dehidrasi.
Demildan pula dengan makanan. Rasa lapar adalah alarm tubuh. Alarm itu aktif, ketika glukosa dalam darah kita kadarnya menurun. Dengan kata lain, badan sedang membutuhkan gizi tambahan. Jika alarm tersebut tidak dihiraukan, maka badan akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan itu dengan mengambil cadangan yang ada di dalam tubuh. Sehingga, berat badan kita akan berkurang. Tapi, pada suatu ketika, jika cadangan di dalam tubuh sudah habis terpakai, tubuh bakal mengalami ketidak seimbangan yang bisa berakibat fatal. Meskipun pada setiap orang bisa berbeda daya tahan tubuhnya. Sebagai contoh ada orang yang bisa bertahan tidak makan sampai 40 hari, dengan hanya minum saja. Atau, ada orang di India yang bisa bertahan tidak makan dan tidak minum selama berhari-hari. Akan tetapi, secara umum kekurangan air dan makanan bisa berakibat fatal bagi kesehatan. Dan untuk itulah alarm di dalam tubuh kita 'berbunyi'.
Alarm lainnya adalah rasa ngantuk. Jika badan kita sudah menurun kondisinya akibat kurang tidur atau terlalu capai, maka alarm ini bakal berbunyi. Kadang berbarengan dengan munculnya rasa pegal-pegal dan capai di sekujur badan kita, sebagai akibat munculnya asam laktat ke jaringan otot-otot tubuh.
Jika ini terjadi, maka. ini adalah peringatan agar kita menghentikan aktivitas kita atau melakukan antisipasi tertentu, agar tidak membahayakan. Bayangkan jika kita sedang menyetir mobil di jalan tol, kemudian alarm ngantuk 'berbunyi'. Jika tidak diantisipasi, akibatnya bisa fatal karena sangat boleh jadi bakal terjadi kecelakaan.
Dan masih banyak lagi alarm alarm tubuh yang berfungsi mengingatkan untuk melakukan antisipasi yang tepat terhadap kondisi badan yang mulai menurun performancenya. Termasuk mata terasa berat ketika kita terlalu banyak baca, dan lain sebagainya.
Dengan membahas hal tersebut, saya hanya ingin mengatakan bahwa badan kita sebenarnya memiliki sistem yang sangat canggih dalam mengelola keseimbangan sistem tubuh. Alarm itu hanyalah salah satu dari mekanisme di dalam tubuh yang berfungsi untuk selalu menjaga keseimbangan.
Jika Alarm tersebut tidak dihiraukan, ternyata masih muncul mekanisme berikutnya, yang bersifat darurat, berupa 'penyelamatan'. Di antaranya, pengambilan cadangan makanan dari dalam tubuh sendiri, ketika alarm lapar 'berbunyi', tapi kita tidak segera makan.
Akan tetapi, yang ideal sebenarnya adalah mengikuti 'perintah' alarm tersebut. Artinya, ketika kita merasa haus, ya sebaiknya minum. Ketika merasa lapar, sebaiknya kita makan, ketika capai, mestinya segera istirahat, dan ketika mata ngantuk, sebaiknya ditidurkan.
Cuma sayang, ritme kehidupan modern mengarahkan kita pada proses; penyelesaian yang bersifat instan. Artinya, seringkali kita menjumpai orang-orang yang tidak mengantisipasi secara alamiah terhadap munculnya alarm tubuh tersebut.
Misalnya, jika kita ngantuk. Mestinya kita melakukan antisipasi dengan cara beristirahat ataupun tidur. Meskipun, barangkali hanya beberapa menit untuk menghilangkan rasa kantuk itu. Namun yang terjadi pada kita seringkali tidak demikian. Dengan alasan masih banyak pekerjaan, dan lain sebagainya, kita justru melawan kantuk itu dengan minum kopi. Ini artinya kita melawan mekanisme alamiah di dalam tubuh kita sendiri.
Contoh lain adalah ketika kita mengalami capai. Mestinya, cara memulihkannya adalah dengan beristirahat cukup, sesuai kebutuhan. Namun bukan demikian yang terjadi, kita banyak melihat orang-orang mengantisipasi dengan minum energy drink alias minuman berenergi. Sekali lagi ini melawan mekanisme alamiah tubuh. Dan sebagainya. Dan seterusnya.
Orang-orang modern terbiasa melawan mekanisme alamiah tubuhnya. Mereka selalu mencari solusi instan terhadap berbagai problemnya. Sehingga, tubuh selalu dalam keadaan terpacu dan lepas dari keseimbangannya. Dalam jangka pendek, efek perilaku seperti ini memang tidak begitu terasa. Bahkan, seakan-akan membantu kita untuk mengatasi masalah secara cepat. Padahal dalam jangka panjang, ini akan menciptakan problem serius di belakang hari bagi kesehatan kita.
2. Mekanisme pemulihan
Selain mekanisme alarm, di dalam diri kita ada mekanisme pemulihan kondisi tubuh secara alamiah. Penelitian tentang hal ini dilakukan oleh J. Kellberg dan Reizenstein dari Finlandia.
Berdasar penelitiannya, mereka menyimpulkan bahwa tubuh kita memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri alias memulihkan kondisi menuju pada keseimbangan alamiahnya. Asalkan diberi kesempatan!
Problemnya, selama ini kebanyakan kita tidak memberi kesempatan kepada badan untuk memulihkan kondisi. Contoh di atas, memberikan bukti kebenaran asumsi tersebut. Bahwa, ketika ngantuk seringkali kita melawan mekanisme tubuh kita dengan memberikan minuman kopi. Atau, dalam hal kelelahan, kita seringkali mengantisipasinya dengan minum energy drink.
Dengan kata lain, sebenarnya kita tidak memberikan kesempatan kepada badan untuk melakukan pemulihan atas ketidakseimbangan kondisi tubuh. Yang kita lakukan justru memacu agar aktivitas kita naik lagi. Ternyata, ini tidak baik.
Sebenarnya, dengan tidur saja di dalam tubuh kita akan terjadi proses alamiah yang berfungsi menyeimbangkan kembali kondisi kelelahan atau ngantuk tersebut. Bangun dari tidur, insya Allah badan telah kembali segar, Rasa kantuk, lemas, dan menurunnya daya pikir, biasanya berangsur lenyap dengan pulihnya kondisi badan.
Ada suatu mekanisme 'bawah sadar' yang sangat canggih, berfungsi menyeimbangkan kembali kondisi-kondisi tersebut, tanpa melewati kehendak kita. Kuncinya sederhana saja, yaitu berilah 'kesempatan' kepada badan untuk 'istirahat'. Yang paling efektif memang dengan cara tidur. Dengan tidur itu meskipun sebentar kita mengistirahatkan fungsi-fungsi sadar kita. Dan kemudian yang beroperasi secara efektif adalah fungsi 'bawah sadar'.
Dan ternyata, proses pemulihan (recovery) itu bukan hanya. terjadi pada saat kelelahan seperti di atas. Fungsi ini, juga berjalan secara holistik terhadap fungsi organ-organ fisik sekaligus kejiwaan. Bahkan, termasuk mengantisipasi dampak-dampak negatif dari pola makan dan pola hidup yang buruk selama ini.
Bagaimanakah cara memulihkan kondisi yang terlanjur memburuk akibat pola makan dan pola hidup yang jelek? Sekali lagi, kuncinya sederhana saja : berilah 'kesempatan' pada badan untuk terlepas dan beristirahat dari ritme keseharian kita. Jika kita terbiasa bekerja keras, maka istirahatlah dari bekerja keras itu untuk kurun waktu tertentu. Maka, badan akan menyusun kembali keseimbangan sistem di dalam tubuh.
Jika kita terbiasa makan banyak, dalam frekuensi yang tinggi atau tidak teratur. Maka, cobalah untuk merubah pola yang sudah menjadi kebiasaan kita tersebut, menjadi pola yang meringankan beban sistem pencernaan. Maka mekanisme 'bawah sadar' kita bakal menyusun dan merehabilitasi kembali menuju pada. keseimbangan alamiahnya.
Nah, dalam konteks inilah puasa memiliki mekanisme untuk menyeimbangkan kembali sistem di dalam badan kita. Puasa adalah sebuah mekanisme untuk memberikan 'kesempatan' kepada badan setelah selama setahun kita membebani sistem pencernaan secara maraton.
Ada tiga proses yang terjadi saat kita berpuasa. Yang pertama adalah proses detoksifikasi alias penggelontoran racun-racun sisa metabolisme. Yang kedua, proses rejuvenasi atau peremajaan kembali. Dan yang ketiga adalah stabilisasialias pemantapan sistem.
Ketiga proses itu memang bergantung kepada berapa lama kita menjalani puasa. Jika puasa dijalankan dalam waktu yang relatif singkat, maka fungsi puasa lebih kepada detoksifikasi alias penggelontoran racun-racun. Dan inilah yang kebanyakan dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa.
Namun, jika kita melakukan puasa dalam kurun waktu yang relafif panjang dengan kombinasi makanan yang baik, maka proses detoksifikasi itu akan berjalan lebih lanjut dengan proses peremajaan sel sel yang tua dan rusak.
Dan selanjutnya, mengarah pada pemantapan sistem-sistem di dalam tubuh yang selama ini telah kacau. Badan akan berusaha mencapai keseimbangannya kembali secara alamiah.
Proses detoksifikasi sendiri sebenarnya membutuhkan waktu yang beragam antara satu dengan lain orang. Lama waktu detoksifikasi itu bergantung kepada banyak tidaknya sampah-sampah metabolisme yang harus disingkirkan dari dalam tubuh.
Pengalaman yang ada di berbagai klinik penyembuhan lewat metode puasa menggambarkan hal itu. Penyembuhan lewat metode puasa temyata disesuakan dengan berat ringannya penyakit yang diderita pasien.
Ada yang cuma membutuhkan puasa 3 hari, karena kondisi sakitnya tergolong ringan. Ada juga yang membutuhkan waktu 1 minggu. Ada yang 2 minggu, 1 bulan atau bahkan ada yang sampai 80 had. Bergantung kepada kondisi si pasien. Cara berpuasanya pun beragam. Ada yang bersambung terus menerus selama beberapa hari. Ada juga yang loncat hari, atau terputus-putus. Namun, pada intinya logika berpuasa adalah menggelontor toksin-toksin atau racun-racun yang mengendap di seluruh tubuh kita. Hal ini mirip dengan orang yang beristirahat dengan cara tidur.
Jika kita seharian bekerja keras, badan bakal merasa capai. Kenapa? Karena energi yang kita keluarkan dalam jumlah besar itu telah mendorong tubuh kita untuk melakukan metabolisme alias pembakaran secara besar-besaran pula. Dari pembakaran itu muncul sampah-sampah hasil metabolisme yang menjadi racun bagi tubuh. Apalagi jika proses pembakaran itu tidak berjalan sempurna, maka jumlah sampah yang bersifat toksin itu semakin banyak.
Di antaranya adalah 'sampah sementara' yang disebut sebagai asam laktat. Asam laktat itu menumpuk di sekitar jaringan otot-otot tubuh,dan menyebabkan rasa lelah serta pegal-pegal atau bahkan rasa sakit.
Asam laktat terjadi karena seseorang bekerja keras dalam kondisi kekurangan oksigen. Artinya, badan kita mengeluarkan energi di luar kemampuan paru-paru atau jantung dalam menyediakan oksigen di dalam darah, atau di luar kernampuan mengeluarkan C02 dari sistem pernafasan kita. Dengan kondisi demikian, terjadilah proses pembakaran tidak sempurna yang menyebabkan munculnya asam laktat.
Jika kita mengalami kondisi demikian, maka kita harus segera mengurangi porsi aktivitas kita, atau segera beristirahat. Dengan beristirahat itu, asam laktat yang menumpuk bakal dibawa aliran darah menuju ke hati untuk diubah menjadi glukosa. Dan kemudian menghasilkan energi kembali.
Istirahat yang paling efektif adalah tidur. Dengan tidur, mekanisme 'bawah sadar' akan mengatur keseimbangan tubuh kita secara alamiah. Asam-asam laktat diangkut secara cepat, karena badan memang sedang tidak dibebani oleh 'pekerjaan' berat lainnya. Maka, dalam waktu yang relatif singkat badan kita bakal segar kembali.
Mekanisme semacam inilah yang terjadi pada orang yang sedang berpuasa. Dalam setahun, kita mengalami aktivitas yang menyebabkan menumpuknya berbagai sampah beracun di dalam tubuh. Maka, ketika berpuasa, badan diberi kesempatan untuk menggelontor semua sampah sampah tersebut.
Sesungguhnya, Allah telah menciptakan sistem yang sangat sempurna lewat keseimbangan alamiah, di dalam tubuh. Kita tinggal mengikuti saja sistem itu. Jika keseimbangan sistem tersebut kita langgar, badan akan berkerja secara tidak sempurna, dan kemudian menghasilkan ekses yang merugikan. Namun, jika kita mengikuti mekanisme alamiah itu, badan akan bekerja dalam suatu sistem keseimbangan. Dan badan kita pun sehat.
Tentang adanya sistem keseimbangan di dalam tubuh manusia itu, Allah menjelaskan dalam ayat berikut.
QS Al Infithaar (82) : 7
“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang”
Jadi sistem keseimbangan itu memang telah didesain oleh Allah sebagai sistem kesempurnaan dalam kehidupan manusia. Selama kita bisa menjaga dan mengikuti sistem keseimbangan, maka hidup kita insya Allah akan sehat secara alamiah.
Sebagai contoh, kalau kita terluka, maka sistem keseimbangan itulah yang akan memulihkan kembali luka itu. Jika kita terlalu capek, maka dengan cara beristirahat, sistem keseimbangan itu pula yang bakal mengembalikan. Demikian pula, ketika kita mendapat serangan penyakit dari luar tubuh, sistem itu jugalah yang melawan penyakit dan kemudian menyembuhkan. Termasuk, jika di dalam jaringan tubuh kita banyak menumpuk racun-racun metabolisme, maka tubuh kita juga yang bakal menggelontornya dengan mekanisme puasa.
Sistem keseimbangan ini didesain oleh Allah bukan hanya di dalam tubuh manusia, melainkan juga di seluruh jagad raya semesta. Mekanisme inilah yang selama bermilyar-milyar tahun, sampai detik ini, menjaga kelangsungan hidup dan keseimbangan seluruh penjuru alam semesta.
QS. Al Mulk (67): 3 - 4
“Yang telah menciptakan tujuh langlt berlapis-lapis kamu sekali kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
“Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.”
Sebenarnya, ini terjadi bukan hanya pada ibadah puasa. Melainkan, juga pada ibadah shalat, haji, zakat, dan lain sebagainya. Secara umum, kita selalu merasa 'terbebani' oleh ibadah-ibadah dalam agama. Padahal, ibadah-ibadah itu bukan sesuatu yang bersifat tambahan di luar kebiasaan. Justru, itu adalah sesuatu yang mestinya kita jalankan secara rutin dan berkala, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan beragama kita. Karena, sesungguhnya ia berfungsi menyeimbangkan aktivitas kurang baik dalam keseharian, yang tidak kita sadari.
Salah faham ini, sebenarnya terjadi semata mata 'karena kita tidak tahu' bahwa. semua ibadah itu sangat bermanfaat buat menyeimbangkan kembali kondisi kehidupan kita. Persis seperti statement Allah di dalam ayatNya.
Dalam kalimat yang berbeda, ibadah-ibadah itu bisa diumpamakan sebagai 'saat-saat perawatan' terhadap mobil milik kita. Kalau kita punya mobil yang kita pakai setiap hari, selain mengoperasikannya harus baik, mobil harus memiliki jadwal untuk perawatan. Jangan sampai mobil cuma dipakai saja, tapi tidak pernah dirawat. Apalagi jika beban operasionalnya tinggi. Mobil bakal cepat rusak.
Secara berkala, mobil mesti dicek minyak remnya, radiator, minyak power steering, ganti oli, timing belt dan lain sebagainya. Jika tidak, bisa dipastikan mobil kita bakal rusak sebelum waktunya. Jadi, kegiatan perawatan itu adalah bagian dari suatu 'keharusan' dalam mengoperasikan mobil. Bukan sesuatu yang membebani. Bukan sesuatu yang luar biasa. ia adalah sebuah 'kewajiban', tapi bukan sebuah 'keterpaksaan'.
Puasa kita adalah sebuah 'kewajiban', yang bukan 'keterpaksaan'. Fungsinya persis seperti perawatan mobil di atas. Jika kita tidak pernah melakukan puasa sepanjang hidup kita, maka bisa dipastikan kita bakal mengalami problem dalam kesehatan yang bersifat fisik maupun psikis.
Ada sebuah penelitian yang sangat menarik yang dilakukan oleh Dr Paavo Airola, pakar Nutrisi Biokimiawi dari Finlandia. Dia mengatakan bahwa stress (tekanan) yang terjadi pada seseorang secara berkepanjangan bisa menyebabkan daya tahan tubuhnya menurun. Daya tahan tubuh yang menurun, menunjukkan ia bakal gampang terserang penyakit.
Dari penelitiannya itu ia menyimpulkan, jika seseorang bekerja terus menerus tanpa istirahat yang cukup, selama beberapa pekan, maka badannya bakal mengalami tekanan (stress) yang berlebihan. Jika, dia tidak segera menyeimbangkan tekanan itu, bisa dipastikan daya tahan tubuhnya bakal menurun. Dan ketika daya tahan tubuh turun, bisa dipastikan ia bakal gampang terserang penyakit.
Yang menarik, stress yang dia maksudkan bukan hanya bersifat fisik melainkan juga kejiwaan. Dalam kesimpulannya ia juga mengatakan, jika hari ini kita mengalami stress karena pekerjaan kantor yang menumpuk. Besok, stress lagi karena masalah rumah tangga. Lusanya, stress lagi karena bertengkar sama teman. Hari berikutnya kita stress karena situasi ekonomi, sosial, dan politik yang tidak menentu. Dan, begitu seterusnya selama beberapa pekan, maka bisa dipastikan, daya tahan tubuh kita juga bakal menurun. Dan ketika daya tahan tubuh menurun, giliran berikutnya kita. bakal mudah terserang oleh penyakit.
Padahal sebagaimana kita tahu, kehidupan modern telah membawa kita kepada situasi yang memiliki potensial stress dan tekanan berlebihan dalam bekerja. Irama kerja yang semakin tinggi, volume pekerjaan yang menumpuk, bermunculannya variasi masalah yang demikian meluas, semua itu memberikan tekanan yang besar kepada fisik dan jiwa kita. Karena itu, orang modern memiliki potensial risiko yang sangat besar untuk memperoleh tekanan terhadap fisik dan jiwanya.
Dan merupakan bagian dari stress itu, ternyata adalah pola makan orang modern. Kita memiliki pola makan yang cenderung memberikan stress kepada badan. Badan memiliki 3 tahapan dalam memproses makanan yang masuk ke tubuh. Yaitu, mencerna pada siang hari, menyerap dan metabolisme pada malam hari, dan akhirnya membuang sampah hasil metabolisme pada pagi hari.
Tetapi, kenyataan yang kita alami tidak demikian. Siang hari kita makan banyak, maka badan kita berfungsi mencerna. Malam hari, mestinya menyerap dan metabolisme, ternyata kita makan malam, bahkan terlalu larut. Badan kita juga ditugasi mencerna. Dan esoknya, ketika badan seharusnya bekerja membuang sampah metabolisme, kita makan pagi tedalu berat. Sehingga, badan kita lagi lagi ditugasi untuk mencerna.
Jika hal ini terjadi demikian terus berulang-ulang, maka badan kita sesungguhnya bakal mengalami stress. Badan mengalami tekanan berlebihan, karena tidak memiliki jeda untuk menjalankan fungsi alamiahnya. Bahkan, juga tidak sempat beristirahat. Yang terjadi, bukannya tambah sehat melainkan malah sakit karena badan mengalami penurunan daya tahan tubuh.
Jadi jangan dikira, makan teratur pagi, siang, malam itu pasti menjadikan kita bertambah sehat. Boleh jadi malah sebaliknya. Jika jumlah, jenis dan komposisinya tidak benar, proses pencernaan bisa menjadi tidak baik, penyerapan dan metabolisme berjalan tidak sempura, dan pembuangan sampah-sampah hasil pencernaannya tidak berjalan normal. Maka yang terjadi adalah penumpukan zat-zat beracun di dalam tubuh kita.
Orang yang mengalami kondisi demikian terus-menerus dalam kesehariannya, sampah beracun di dalam tubuhnya bisa menumpuk 2 sampai 5 kilogram dalam setahun. Jadi jangan bergembira dulu, jika berat badan anda bertambah 5 kg setahun. Jangan jangan itu adalah racun semua...!
Sampah metabolisme itu menyebar di seluruh jaringan tubuh kita dalam bentuk radikal-radikal bebas, kelebihan lemak, kolesterol, asam urat, dan berbagai macam zat yang tidak berguna bagi tubuh. Bahkan cenderung membebani fungsi organ-organ vital.
Hal ini semakin buruk pada orang-orang yang memiliki pola makan dan pola hidup yang jelek sepanjang tahun, merokok, minum minuman keras, gila kerja, kurang istirahat, dan seringkali stress akibat tekanan lingkungan yang berlebihan secara terus-menerus.
Badannya selalu berada dalam ketidakseimbangan yang memunculkan akumulasi zat-zat beracun bagi tubuhnya. Dampak jelek itu baru akan terasa setelah 10 - 20 tahun kemudian berupa gangguan fungsi organ-organ vital di dalam tubuhnya. Bisa berupa gangguan liver, paru, jantung, ginjal, persendian, dimensia, dan lain sebagainya.
Nah, hal-hal yang kita bahas di atas menunjukkan kepada kita bahwa kondisi tidak berpuasa yang kita jalani setiap hari itu bukan berarti membawa kita pada kualitas kesehatan yang prima. Justru, ketidaktahuan kita telah menyebabkan kita memiliki persepsi yang keliru dengan menganggap 'tidak berpuasa' adalah lebih baik dibandingkan 'berpuasa'.
Padahal, kondisi tidak berpuasa itu tenyata telah 'membantu' terjadinya penumpukan racun-racun tubuh yang membahayakan kesehatan kita dalam jangka panjang. Ada ayat di dalam Al-Quran yang memberikan gambaran sangat menarik tentang bahayanya pola makan yang buruk.
QS. Thahaa: 81
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaanKu menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa kemurkaanKu, maka sesungguhnya binasalah ia.”
Kalau kita cermati ayat di atas, Allah memberikan pemahaman tentang pola makan yang baik. Yang pertama, Allah mengatakan, 'makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu'. Di sini terkandung dua maksud, yaitu bahwa segala rezeki yang kita butuhkan itu sebenarnya sudah ada di sekitar kita. Karena semua itu memang sudah disediakan dan diberikan Allah buat manusia. Kita tinggal memilih saja. Tentu saja dengan berusaha.
Kemudian yang kedua, dari semua yang sudah tersedia di muka Bumi ini, pilihlah rezeki yang baik-baik saja. Jangan memilih rezki atau makanan yang tidak baik. Dalam hal makanan, sebenarnya Allah menyediakan kriteria 'baik dan halal' untuk kita. Hal ini, Dia sampaikan di ayat berikut.
QS. Al Baqarah (2) :168
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Firman ini ditujukan kepada seluruh umat manusia. Bukan hanya umat Islam. Artinya, isi ayat ini berlaku umum sesuai karateristik kesehatan tubuh manusia pada umumnya.
Allah mengatakan kepada kita semua agar memakan makanan yang halalan thayyba alias halal dan baik. Dua kata terakhir ini memiliki arti yang berbeda. Kata 'halal', bermakna sesuatu yang diperbolehkan untuk kita makan lewat petunjuk yang jelas. Artinya, makanan tersebut tidak haram ataupun dilarang. Kalau suatu makanan dikatakan halal, maka itu sudah sangat jelas bahwa makanan tersebut boleh dimakan. Hukumnya jelas.
Sedangkan makanan yang ‘baik’ adalah makanan yang 'cocok' untuk kondisi tertentu. Kata 'baik' memiliki arti yang lebih lentur. 'Baik' bagi saya belum tentu 'baik' bagi anda. 'Baik' untuk orang dewasa, belum tentu 'baik' bagi anak balita.'Baik’ bagi laki-laki, belum tentu baik bagi wanita hamil. Dan seterusnya. Kata thayyiba atau baik, mengandung makna agar kita memahami peruntukan gizinya bagi siapa yang memakannya.
Maka dalam kata thayyiba itu terkandung 'perintah' untuk belajar ilmu gizi, agar kita bisa menerapkan bagi kebaikan siapa saja sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata thayyba tersebut Allah menginginkan agar kita memiliki kefahaman tentang mekanisme pencernaan, metabolisme, dan berbagai fungsi-fungsi organ yang terkait dengannya. Selain itu, lantas juga, kefahaman dalam hal kandungan gizi makanan.
Sementara itu, makanan yang terlarang sudah dijelaskan oleh Allah di dalam al Quran. Yaitu, darah, bangkai, daging babi, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, dan binatang yang terbunuh tanpa mengalirkan darah. Hal itu dikemukakanNya dalarn firman firman berikut ini. QS Al Baqarah (2):173
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binalang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
QS Al Maidah (5): 3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah ini) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kapadaKu. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berboat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kembali kepada QS. Thaahaa : 81, selain mengajarkan untuk memakan yang 'baik', Allah juga mengajarkan agar tidak 'melampaui batas' dalam hal makan dan minum. Konotasi 'melampaui batas' itu lebih mengarah kepada jumlah makanan yang kita konsumsi setiap harinya. Jangan sampai porsi makan kita melampaui kebutuhan. Dalam arti, setiap kali makan, ataupun akumulasi makan dalam kurun waktu tertentu.
Sedangkan, kata 'baik' lebih mengarah kepada jenis dan komposisi menu. Kita mesti mencocokkan antara kebutuhan badan kita dengan zat zat gizi yang harus kita konsumsi setiap harinya.
Yang menarik, dalam QS. Thaahaa: 81 tersebut Allah mengatakan bahwa makan yang melampaui batas, bisa menyebabkan 'kemarahan' Allah menimpa kepadanya. Kenapa bisa demikian? Dan bagaimanakah wujud 'kemarahan' Allah itu?
Sebagaimana telah bahas di depan, bahwa orang yang makan berlebihan bakal menyebabkan problem dalam proses; pencernaannya. Proses; pencernaan yang kurang baik bakal menimbul problem pada proses penyerapan dan metabolismenya. Dan, selanjutnya, metabolisme yang berjalan tidak sempurna bakal menghasilkan sampah-sampah yang bersifat racun bagi tubuh.
Jadi, 'kemarahan' yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat tersebut secara riil berwujud penyakit yang muncul akibat pola makan yang jelek. Dari data medis, kita memperoleh informasi, begitu banyak penyakit modern yang berasal dari pola makan yang jelek itu termasuk makan yang berlebih-lebihan. Mulai dari asam urat, kolesterol, diabetes, aterosklerosis, stroke, gangguan fungsi jantung, liver, kanker, dan berbagai dampak dari obesitas alias kegemukan.
Di Amedka Serikat saja sekitar 61 % penduduknya mengalami gejala-gejala sakit akibat obesitas. Dan tak kurang dari 300 ribu orang setiap tahunnya meninggal akibat penyakit penyakit yang berkait dengan kelebihan makanan. Demikian pula di seluruh dunia, diperkirakan 29 persen angka kematian disebabkan oleh penyakit jantung yang terkait dengan problem obesitas. Angkanya berkisar hampir 15 juta orang per tahun. Itulah barangkali yang dimaksudkan dengan 'kemarahan' Allah.
Sebab, informasi tentang 'kemarahan' Allah itu, lantas dilanjutkan dengan kalimat: “barangsiapa ditimpa kemarahan Allah, maka dia bakal binasa”. Dan begitulah kenyataannya, banyak orang yang binasa alias meninggal disebabkan penyakit-penyakit yang terkait dengan pola makan yang buruk.
Demikianlah logika-logika yang bisa kita ambil untuk menjelaskan bahwa tidak berpuasa ternyata memiliki potensi terjadinya berbagai macam penyakit. Apalagi, jika saat 'tidak berpuasa' itu pola makannya tidak baik.
Baiklah, sekarang kita telah memperoleh argumentasinya secara gamblang, bahwa tidak berpuasa berpotensi membawa pada problem kesehatan. Lantas, bagaimanakah menjelaskan bahwa berpuasa adalah lebih baik daripada tidak berpuasa? Berikut ini kita akan membahasnya lebih mendetil.
1. Alarm Tubuh dan Antisipasi Alamiah
Sebelum saya melangkah lebih jauh, saya ingin mengajak pembaca untuk memahami sebuah mekanisme unik di dalam tubuh kita, yaitu Alarm Tubuh. Allah menciptakan suatu mekanisme peringatan di dalam tubuh kita yang bertujuan mengatur keseimbangan sistem tubuh. Sebagai contoh, jika suatu saat kita mengalami kekurangan cairan dalam tubuh, maka kita akan merasa kehausan.
Rasa haus itu sebenarnya adalah alarm yang mengingatkan kita agar menambah cairan tubuh, dengan cara minum. Jika kita tidak mempedulikan alarm itu, maka badan akan mengalami ketidak seimbangan yang bisa merugikan sistem kesehatan kita. Bahkan, pada suatu ketika, bisa berakibat fatal karena badan mengalami dehidrasi.
Demildan pula dengan makanan. Rasa lapar adalah alarm tubuh. Alarm itu aktif, ketika glukosa dalam darah kita kadarnya menurun. Dengan kata lain, badan sedang membutuhkan gizi tambahan. Jika alarm tersebut tidak dihiraukan, maka badan akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan itu dengan mengambil cadangan yang ada di dalam tubuh. Sehingga, berat badan kita akan berkurang. Tapi, pada suatu ketika, jika cadangan di dalam tubuh sudah habis terpakai, tubuh bakal mengalami ketidak seimbangan yang bisa berakibat fatal. Meskipun pada setiap orang bisa berbeda daya tahan tubuhnya. Sebagai contoh ada orang yang bisa bertahan tidak makan sampai 40 hari, dengan hanya minum saja. Atau, ada orang di India yang bisa bertahan tidak makan dan tidak minum selama berhari-hari. Akan tetapi, secara umum kekurangan air dan makanan bisa berakibat fatal bagi kesehatan. Dan untuk itulah alarm di dalam tubuh kita 'berbunyi'.
Alarm lainnya adalah rasa ngantuk. Jika badan kita sudah menurun kondisinya akibat kurang tidur atau terlalu capai, maka alarm ini bakal berbunyi. Kadang berbarengan dengan munculnya rasa pegal-pegal dan capai di sekujur badan kita, sebagai akibat munculnya asam laktat ke jaringan otot-otot tubuh.
Jika ini terjadi, maka. ini adalah peringatan agar kita menghentikan aktivitas kita atau melakukan antisipasi tertentu, agar tidak membahayakan. Bayangkan jika kita sedang menyetir mobil di jalan tol, kemudian alarm ngantuk 'berbunyi'. Jika tidak diantisipasi, akibatnya bisa fatal karena sangat boleh jadi bakal terjadi kecelakaan.
Dan masih banyak lagi alarm alarm tubuh yang berfungsi mengingatkan untuk melakukan antisipasi yang tepat terhadap kondisi badan yang mulai menurun performancenya. Termasuk mata terasa berat ketika kita terlalu banyak baca, dan lain sebagainya.
Dengan membahas hal tersebut, saya hanya ingin mengatakan bahwa badan kita sebenarnya memiliki sistem yang sangat canggih dalam mengelola keseimbangan sistem tubuh. Alarm itu hanyalah salah satu dari mekanisme di dalam tubuh yang berfungsi untuk selalu menjaga keseimbangan.
Jika Alarm tersebut tidak dihiraukan, ternyata masih muncul mekanisme berikutnya, yang bersifat darurat, berupa 'penyelamatan'. Di antaranya, pengambilan cadangan makanan dari dalam tubuh sendiri, ketika alarm lapar 'berbunyi', tapi kita tidak segera makan.
Akan tetapi, yang ideal sebenarnya adalah mengikuti 'perintah' alarm tersebut. Artinya, ketika kita merasa haus, ya sebaiknya minum. Ketika merasa lapar, sebaiknya kita makan, ketika capai, mestinya segera istirahat, dan ketika mata ngantuk, sebaiknya ditidurkan.
Cuma sayang, ritme kehidupan modern mengarahkan kita pada proses; penyelesaian yang bersifat instan. Artinya, seringkali kita menjumpai orang-orang yang tidak mengantisipasi secara alamiah terhadap munculnya alarm tubuh tersebut.
Misalnya, jika kita ngantuk. Mestinya kita melakukan antisipasi dengan cara beristirahat ataupun tidur. Meskipun, barangkali hanya beberapa menit untuk menghilangkan rasa kantuk itu. Namun yang terjadi pada kita seringkali tidak demikian. Dengan alasan masih banyak pekerjaan, dan lain sebagainya, kita justru melawan kantuk itu dengan minum kopi. Ini artinya kita melawan mekanisme alamiah di dalam tubuh kita sendiri.
Contoh lain adalah ketika kita mengalami capai. Mestinya, cara memulihkannya adalah dengan beristirahat cukup, sesuai kebutuhan. Namun bukan demikian yang terjadi, kita banyak melihat orang-orang mengantisipasi dengan minum energy drink alias minuman berenergi. Sekali lagi ini melawan mekanisme alamiah tubuh. Dan sebagainya. Dan seterusnya.
Orang-orang modern terbiasa melawan mekanisme alamiah tubuhnya. Mereka selalu mencari solusi instan terhadap berbagai problemnya. Sehingga, tubuh selalu dalam keadaan terpacu dan lepas dari keseimbangannya. Dalam jangka pendek, efek perilaku seperti ini memang tidak begitu terasa. Bahkan, seakan-akan membantu kita untuk mengatasi masalah secara cepat. Padahal dalam jangka panjang, ini akan menciptakan problem serius di belakang hari bagi kesehatan kita.
2. Mekanisme pemulihan
Selain mekanisme alarm, di dalam diri kita ada mekanisme pemulihan kondisi tubuh secara alamiah. Penelitian tentang hal ini dilakukan oleh J. Kellberg dan Reizenstein dari Finlandia.
Berdasar penelitiannya, mereka menyimpulkan bahwa tubuh kita memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri alias memulihkan kondisi menuju pada keseimbangan alamiahnya. Asalkan diberi kesempatan!
Problemnya, selama ini kebanyakan kita tidak memberi kesempatan kepada badan untuk memulihkan kondisi. Contoh di atas, memberikan bukti kebenaran asumsi tersebut. Bahwa, ketika ngantuk seringkali kita melawan mekanisme tubuh kita dengan memberikan minuman kopi. Atau, dalam hal kelelahan, kita seringkali mengantisipasinya dengan minum energy drink.
Dengan kata lain, sebenarnya kita tidak memberikan kesempatan kepada badan untuk melakukan pemulihan atas ketidakseimbangan kondisi tubuh. Yang kita lakukan justru memacu agar aktivitas kita naik lagi. Ternyata, ini tidak baik.
Sebenarnya, dengan tidur saja di dalam tubuh kita akan terjadi proses alamiah yang berfungsi menyeimbangkan kembali kondisi kelelahan atau ngantuk tersebut. Bangun dari tidur, insya Allah badan telah kembali segar, Rasa kantuk, lemas, dan menurunnya daya pikir, biasanya berangsur lenyap dengan pulihnya kondisi badan.
Ada suatu mekanisme 'bawah sadar' yang sangat canggih, berfungsi menyeimbangkan kembali kondisi-kondisi tersebut, tanpa melewati kehendak kita. Kuncinya sederhana saja, yaitu berilah 'kesempatan' kepada badan untuk 'istirahat'. Yang paling efektif memang dengan cara tidur. Dengan tidur itu meskipun sebentar kita mengistirahatkan fungsi-fungsi sadar kita. Dan kemudian yang beroperasi secara efektif adalah fungsi 'bawah sadar'.
Dan ternyata, proses pemulihan (recovery) itu bukan hanya. terjadi pada saat kelelahan seperti di atas. Fungsi ini, juga berjalan secara holistik terhadap fungsi organ-organ fisik sekaligus kejiwaan. Bahkan, termasuk mengantisipasi dampak-dampak negatif dari pola makan dan pola hidup yang buruk selama ini.
Bagaimanakah cara memulihkan kondisi yang terlanjur memburuk akibat pola makan dan pola hidup yang jelek? Sekali lagi, kuncinya sederhana saja : berilah 'kesempatan' pada badan untuk terlepas dan beristirahat dari ritme keseharian kita. Jika kita terbiasa bekerja keras, maka istirahatlah dari bekerja keras itu untuk kurun waktu tertentu. Maka, badan akan menyusun kembali keseimbangan sistem di dalam tubuh.
Jika kita terbiasa makan banyak, dalam frekuensi yang tinggi atau tidak teratur. Maka, cobalah untuk merubah pola yang sudah menjadi kebiasaan kita tersebut, menjadi pola yang meringankan beban sistem pencernaan. Maka mekanisme 'bawah sadar' kita bakal menyusun dan merehabilitasi kembali menuju pada. keseimbangan alamiahnya.
Nah, dalam konteks inilah puasa memiliki mekanisme untuk menyeimbangkan kembali sistem di dalam badan kita. Puasa adalah sebuah mekanisme untuk memberikan 'kesempatan' kepada badan setelah selama setahun kita membebani sistem pencernaan secara maraton.
Ada tiga proses yang terjadi saat kita berpuasa. Yang pertama adalah proses detoksifikasi alias penggelontoran racun-racun sisa metabolisme. Yang kedua, proses rejuvenasi atau peremajaan kembali. Dan yang ketiga adalah stabilisasialias pemantapan sistem.
Ketiga proses itu memang bergantung kepada berapa lama kita menjalani puasa. Jika puasa dijalankan dalam waktu yang relatif singkat, maka fungsi puasa lebih kepada detoksifikasi alias penggelontoran racun-racun. Dan inilah yang kebanyakan dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa.
Namun, jika kita melakukan puasa dalam kurun waktu yang relafif panjang dengan kombinasi makanan yang baik, maka proses detoksifikasi itu akan berjalan lebih lanjut dengan proses peremajaan sel sel yang tua dan rusak.
Dan selanjutnya, mengarah pada pemantapan sistem-sistem di dalam tubuh yang selama ini telah kacau. Badan akan berusaha mencapai keseimbangannya kembali secara alamiah.
Proses detoksifikasi sendiri sebenarnya membutuhkan waktu yang beragam antara satu dengan lain orang. Lama waktu detoksifikasi itu bergantung kepada banyak tidaknya sampah-sampah metabolisme yang harus disingkirkan dari dalam tubuh.
Pengalaman yang ada di berbagai klinik penyembuhan lewat metode puasa menggambarkan hal itu. Penyembuhan lewat metode puasa temyata disesuakan dengan berat ringannya penyakit yang diderita pasien.
Ada yang cuma membutuhkan puasa 3 hari, karena kondisi sakitnya tergolong ringan. Ada juga yang membutuhkan waktu 1 minggu. Ada yang 2 minggu, 1 bulan atau bahkan ada yang sampai 80 had. Bergantung kepada kondisi si pasien. Cara berpuasanya pun beragam. Ada yang bersambung terus menerus selama beberapa hari. Ada juga yang loncat hari, atau terputus-putus. Namun, pada intinya logika berpuasa adalah menggelontor toksin-toksin atau racun-racun yang mengendap di seluruh tubuh kita. Hal ini mirip dengan orang yang beristirahat dengan cara tidur.
Jika kita seharian bekerja keras, badan bakal merasa capai. Kenapa? Karena energi yang kita keluarkan dalam jumlah besar itu telah mendorong tubuh kita untuk melakukan metabolisme alias pembakaran secara besar-besaran pula. Dari pembakaran itu muncul sampah-sampah hasil metabolisme yang menjadi racun bagi tubuh. Apalagi jika proses pembakaran itu tidak berjalan sempurna, maka jumlah sampah yang bersifat toksin itu semakin banyak.
Di antaranya adalah 'sampah sementara' yang disebut sebagai asam laktat. Asam laktat itu menumpuk di sekitar jaringan otot-otot tubuh,dan menyebabkan rasa lelah serta pegal-pegal atau bahkan rasa sakit.
Asam laktat terjadi karena seseorang bekerja keras dalam kondisi kekurangan oksigen. Artinya, badan kita mengeluarkan energi di luar kemampuan paru-paru atau jantung dalam menyediakan oksigen di dalam darah, atau di luar kernampuan mengeluarkan C02 dari sistem pernafasan kita. Dengan kondisi demikian, terjadilah proses pembakaran tidak sempurna yang menyebabkan munculnya asam laktat.
Jika kita mengalami kondisi demikian, maka kita harus segera mengurangi porsi aktivitas kita, atau segera beristirahat. Dengan beristirahat itu, asam laktat yang menumpuk bakal dibawa aliran darah menuju ke hati untuk diubah menjadi glukosa. Dan kemudian menghasilkan energi kembali.
Istirahat yang paling efektif adalah tidur. Dengan tidur, mekanisme 'bawah sadar' akan mengatur keseimbangan tubuh kita secara alamiah. Asam-asam laktat diangkut secara cepat, karena badan memang sedang tidak dibebani oleh 'pekerjaan' berat lainnya. Maka, dalam waktu yang relatif singkat badan kita bakal segar kembali.
Mekanisme semacam inilah yang terjadi pada orang yang sedang berpuasa. Dalam setahun, kita mengalami aktivitas yang menyebabkan menumpuknya berbagai sampah beracun di dalam tubuh. Maka, ketika berpuasa, badan diberi kesempatan untuk menggelontor semua sampah sampah tersebut.
Sesungguhnya, Allah telah menciptakan sistem yang sangat sempurna lewat keseimbangan alamiah, di dalam tubuh. Kita tinggal mengikuti saja sistem itu. Jika keseimbangan sistem tersebut kita langgar, badan akan berkerja secara tidak sempurna, dan kemudian menghasilkan ekses yang merugikan. Namun, jika kita mengikuti mekanisme alamiah itu, badan akan bekerja dalam suatu sistem keseimbangan. Dan badan kita pun sehat.
Tentang adanya sistem keseimbangan di dalam tubuh manusia itu, Allah menjelaskan dalam ayat berikut.
QS Al Infithaar (82) : 7
“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang”
Jadi sistem keseimbangan itu memang telah didesain oleh Allah sebagai sistem kesempurnaan dalam kehidupan manusia. Selama kita bisa menjaga dan mengikuti sistem keseimbangan, maka hidup kita insya Allah akan sehat secara alamiah.
Sebagai contoh, kalau kita terluka, maka sistem keseimbangan itulah yang akan memulihkan kembali luka itu. Jika kita terlalu capek, maka dengan cara beristirahat, sistem keseimbangan itu pula yang bakal mengembalikan. Demikian pula, ketika kita mendapat serangan penyakit dari luar tubuh, sistem itu jugalah yang melawan penyakit dan kemudian menyembuhkan. Termasuk, jika di dalam jaringan tubuh kita banyak menumpuk racun-racun metabolisme, maka tubuh kita juga yang bakal menggelontornya dengan mekanisme puasa.
Sistem keseimbangan ini didesain oleh Allah bukan hanya di dalam tubuh manusia, melainkan juga di seluruh jagad raya semesta. Mekanisme inilah yang selama bermilyar-milyar tahun, sampai detik ini, menjaga kelangsungan hidup dan keseimbangan seluruh penjuru alam semesta.
QS. Al Mulk (67): 3 - 4
“Yang telah menciptakan tujuh langlt berlapis-lapis kamu sekali kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
“Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.”