Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya dalam hal makan tentang sebuah prinsip keseimbangan yang sangat indah. Beliau katakan : "makanlah kelau lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang"
Di dalam sabda beliau itu kita menangkap pelajaran yang sangat mendasar tentang pola makan dan pola hidup. Jika karena sesuatu hal, kita tidak sempat berpuasa, maka lakukanlah apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw di atas.
Pelajaran pertama yang terkandung dalam kalimat itu sebenamya adalah pemahaman tentang fungsi makan dalam kehidupan. Bahwa makan itu sebenamya adalah kebutuhan untuk hidup, bukannya hobi atau gaya hidup. Dengan kata lain, kita sering mendengar jargon ini Makanlah untuk hidup. Bukannya hidup untuk makan.
Ini perlu kita kemukakan, terutama di era modern ini karena fungsi makan telah bergeser dari fungsi sesungguhnya. Tadinya, makan dan minum itu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk mencukupi gizi dalam tubuh kita sehingga bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih produktif. Begitulah konsep Islam menempatkan fungsi makan dalam keseharian kehidupan kita.
Namun, kebanyakan kita justru menempatkan aktivitas makan itu sebagai kegiatan konsumtif. Bukannya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat melainkan justru 'membuang' manfaat.
Coba kita perhatikan berapa banyaknya waktu dan energi terbuang untuk mengurusi makanan. Ketika seseorang menempatkan makan, sebagai aktivitas konsumtif, maka dia telah terjebak dalam pusaran aktivitas yang menyita banyak waktu dan energinya, sekadar untuk makan.
Dia memulainya dengan berpikir untuk makan enak hari ini. Sehari tiga kali. Setelah itu dia akan mencari tempat untuk makan yang dia anggap enak itu. Atau jika tidak mencari di rumah makan, dia harus menyiapkan beli bahan-bahan untuk memasak sendiri. Setelah itu, dia habiskan waktu untuk makan, karena ia tidak ingin melewatkan suasana makan yang memang telah dia idamkan kenikmatannya. Dan seterusnya, biasanya mereka tidak menyadari bahwa makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh nya telah melewati takaran wajar.
Kalau hal demikian ini kemudian menjadi kebiasaan dan gaya hidupnya, maka ia telah terjebak pada pola makan yang tidak baik. Jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuhnya terlalu berlebihan, komposisinya tidak bagus, ritme pencemaan terlalu berat membebani fungsi tubuh. Yang terjadi selanjutnya adalah ketidakseimbangan yang berujung pada kondisi sakit setelah sekian tahun kemudian.
Disini sekali lagi kita mengeluarkan energi tambahan untuk mengeluarkan biaya pengobatan dan waktu yang tidak sedikit untuk mengurusi efek makan yang tidak baik polanya. Apalagi, jika sakit itu menjadi kronis. Kita mesti bolak balik masuk rumah sakit atau ke dokter keluarga. Betapa banyak energi dan waku terbuang hanya untuk megurusi makan dan akibat daripada pola makan yang tidak baik itu.
Rasulullah saw mengajari agar kita tidak terjebak pada pola makan yang konsumtif, melainkan pola makan yang produktif. Makan bukan untuk hobi atau pun gaya hidup, melainkan untuk mendukung aktifitas kerja dan produktifitas tinggi.
Pola makan produktif itu hanya bisa terjadi jika sejak dari niat atau motivasiya sudah benar. Yaitu, bahwa makan bukan diposisikan sebagai tujuan melainkan sekadar fasilitas atau bahkan cara mencapai tujuan. Namun demikian, bukan berarti kita tidak menikmati makanan dan suasana makan itu sendiri. Yang perlu ditekankan di sini adalah persepsi yang 'proporsional dan jernih' dalam menyikapi 'kenikmatan' yang seringkali menjebak kita masuk ke dalam penderitaan itu ... !
Ingat, 61 persen penduduk AS mengalami berbagai macam penyakit yang terkait dengan kelebihan makanan. Dan sekitar 300 ribu orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan komplikasi penyakit penyakit yang berkait dengan kelebihan makanan tersebut..!
Pelajaran kedua, hariits tersebut mengajarkan kepada kita agar memahami dan menyadari kondisi tubuh kita sendiri. Bahwa tubuh kita ini sudah memiliki alarm yang sangat canggih, sebagaimana telah kita bahas di depan. Jika kondisi tubuh mengalami penurunan tertentu, maka ia akan 'membunyikan alarmnya'. Termasuk ketika kita kekurangan gizi dalam tubuh, maka badan akan membunyikan 'alarm' lapar.
Di sini Rasulullah saw mengajari kita bahwa makan yang baik adalah ketika badan telah membutuhkan. Jadi ukurannya adalah 'kebutuhan' bukan keinginan. Sebab kalau sekedar keinginan kita bakal terjebak pada hawa nafsu yang tidak pernah ada batasnya. Hawa nafsu mendorong kita menuju pada kehancuran dan penderitaan. Sedangkan pemenuhan 'kebutuhan' bakal membawa kita pada keseimbangan yang bersifat alamiah.
Pelajaran ketiga, Rasulullah menganjurkan agar kita berhenti makan sebelum kenyang. Disini sekali lagi beliau mengajari kita untuk memperhatikan ‘alarm’ tubuh.
Meskipun masih ingin makan, kalau perut sudah terasa kenyang, hentikanlah. Sebab jika 'alarm kenyang' ini tidak kita gubris akibatnya bisa membahayakan kesehatan kita sendiri.
Efeknya sama dengan yang telah kita bahas di depan, mulai dari tidak efisien dan tidak efektifnya pencemaan, lantas diikuti dengan metabolisme yang tidak sempuma, sampai akhimya terjadi penumpukan zat-zat racun di seluruh jaringan dalam tubuh.
Kekenyangan juga berakibat pada tidak efisiennya proses berpikir. Kecenderunganya adalah ngantuk dan tidak produktif. Islam, sekali lagi, mengajak kita untuk berperilaku produktif.
Dalam konteks itulah, ngobrol ngalor ngidul dilarang oleh Allah. Ngerasani alias membicarakan kejelekan orang juga tidak boleh. Bermalas-malasan, apalagi! Kita mesti kerja keras untuk menuju progresivitas yang tinggi menuju kepada Allah. Sebab Allah adalah Dzat yang Maha Tinggi.
Kita harus menuntut ilmu sebanyak-banyaknya karena Allah adalah Dzat yang Maha Berilmu. Kita juga harus menjadi orang-orang yang semakin bijak, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana. Kita mesti menjadi orang yang semakin mencintai dan Mengasihi, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Mengasihi dan Maha Menyayangi.
Dan seterusnya, Allah menghendaki kualitas kita sebagai manusia terus meningkat menuju pada kesempurnaan hidup. Karena kita memang bakal kembali kepada Allah Yang Maha Sempuma ...
Dalam konteks inilah Rasulullah saw menghendaki agar umatnya bisa merasakan gerak alamiah yang terjadi di dalam tubuhnya maupun di lingkungan sekitarnya. Karena di dalam mekanisme alamiah itu terdapat kunci keseimbangan, kesehatan, dan keberhasilan hidup ...
QS Al Infithar (82) : 7
“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang,”
QS. Al Mulk (67) : 3
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis kamu sekali kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak saimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Di dalam sabda beliau itu kita menangkap pelajaran yang sangat mendasar tentang pola makan dan pola hidup. Jika karena sesuatu hal, kita tidak sempat berpuasa, maka lakukanlah apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw di atas.
Pelajaran pertama yang terkandung dalam kalimat itu sebenamya adalah pemahaman tentang fungsi makan dalam kehidupan. Bahwa makan itu sebenamya adalah kebutuhan untuk hidup, bukannya hobi atau gaya hidup. Dengan kata lain, kita sering mendengar jargon ini Makanlah untuk hidup. Bukannya hidup untuk makan.
Ini perlu kita kemukakan, terutama di era modern ini karena fungsi makan telah bergeser dari fungsi sesungguhnya. Tadinya, makan dan minum itu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk mencukupi gizi dalam tubuh kita sehingga bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih produktif. Begitulah konsep Islam menempatkan fungsi makan dalam keseharian kehidupan kita.
Namun, kebanyakan kita justru menempatkan aktivitas makan itu sebagai kegiatan konsumtif. Bukannya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat melainkan justru 'membuang' manfaat.
Coba kita perhatikan berapa banyaknya waktu dan energi terbuang untuk mengurusi makanan. Ketika seseorang menempatkan makan, sebagai aktivitas konsumtif, maka dia telah terjebak dalam pusaran aktivitas yang menyita banyak waktu dan energinya, sekadar untuk makan.
Dia memulainya dengan berpikir untuk makan enak hari ini. Sehari tiga kali. Setelah itu dia akan mencari tempat untuk makan yang dia anggap enak itu. Atau jika tidak mencari di rumah makan, dia harus menyiapkan beli bahan-bahan untuk memasak sendiri. Setelah itu, dia habiskan waktu untuk makan, karena ia tidak ingin melewatkan suasana makan yang memang telah dia idamkan kenikmatannya. Dan seterusnya, biasanya mereka tidak menyadari bahwa makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh nya telah melewati takaran wajar.
Kalau hal demikian ini kemudian menjadi kebiasaan dan gaya hidupnya, maka ia telah terjebak pada pola makan yang tidak baik. Jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuhnya terlalu berlebihan, komposisinya tidak bagus, ritme pencemaan terlalu berat membebani fungsi tubuh. Yang terjadi selanjutnya adalah ketidakseimbangan yang berujung pada kondisi sakit setelah sekian tahun kemudian.
Disini sekali lagi kita mengeluarkan energi tambahan untuk mengeluarkan biaya pengobatan dan waktu yang tidak sedikit untuk mengurusi efek makan yang tidak baik polanya. Apalagi, jika sakit itu menjadi kronis. Kita mesti bolak balik masuk rumah sakit atau ke dokter keluarga. Betapa banyak energi dan waku terbuang hanya untuk megurusi makan dan akibat daripada pola makan yang tidak baik itu.
Rasulullah saw mengajari agar kita tidak terjebak pada pola makan yang konsumtif, melainkan pola makan yang produktif. Makan bukan untuk hobi atau pun gaya hidup, melainkan untuk mendukung aktifitas kerja dan produktifitas tinggi.
Pola makan produktif itu hanya bisa terjadi jika sejak dari niat atau motivasiya sudah benar. Yaitu, bahwa makan bukan diposisikan sebagai tujuan melainkan sekadar fasilitas atau bahkan cara mencapai tujuan. Namun demikian, bukan berarti kita tidak menikmati makanan dan suasana makan itu sendiri. Yang perlu ditekankan di sini adalah persepsi yang 'proporsional dan jernih' dalam menyikapi 'kenikmatan' yang seringkali menjebak kita masuk ke dalam penderitaan itu ... !
Ingat, 61 persen penduduk AS mengalami berbagai macam penyakit yang terkait dengan kelebihan makanan. Dan sekitar 300 ribu orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan komplikasi penyakit penyakit yang berkait dengan kelebihan makanan tersebut..!
Pelajaran kedua, hariits tersebut mengajarkan kepada kita agar memahami dan menyadari kondisi tubuh kita sendiri. Bahwa tubuh kita ini sudah memiliki alarm yang sangat canggih, sebagaimana telah kita bahas di depan. Jika kondisi tubuh mengalami penurunan tertentu, maka ia akan 'membunyikan alarmnya'. Termasuk ketika kita kekurangan gizi dalam tubuh, maka badan akan membunyikan 'alarm' lapar.
Di sini Rasulullah saw mengajari kita bahwa makan yang baik adalah ketika badan telah membutuhkan. Jadi ukurannya adalah 'kebutuhan' bukan keinginan. Sebab kalau sekedar keinginan kita bakal terjebak pada hawa nafsu yang tidak pernah ada batasnya. Hawa nafsu mendorong kita menuju pada kehancuran dan penderitaan. Sedangkan pemenuhan 'kebutuhan' bakal membawa kita pada keseimbangan yang bersifat alamiah.
Pelajaran ketiga, Rasulullah menganjurkan agar kita berhenti makan sebelum kenyang. Disini sekali lagi beliau mengajari kita untuk memperhatikan ‘alarm’ tubuh.
Meskipun masih ingin makan, kalau perut sudah terasa kenyang, hentikanlah. Sebab jika 'alarm kenyang' ini tidak kita gubris akibatnya bisa membahayakan kesehatan kita sendiri.
Efeknya sama dengan yang telah kita bahas di depan, mulai dari tidak efisien dan tidak efektifnya pencemaan, lantas diikuti dengan metabolisme yang tidak sempuma, sampai akhimya terjadi penumpukan zat-zat racun di seluruh jaringan dalam tubuh.
Kekenyangan juga berakibat pada tidak efisiennya proses berpikir. Kecenderunganya adalah ngantuk dan tidak produktif. Islam, sekali lagi, mengajak kita untuk berperilaku produktif.
Dalam konteks itulah, ngobrol ngalor ngidul dilarang oleh Allah. Ngerasani alias membicarakan kejelekan orang juga tidak boleh. Bermalas-malasan, apalagi! Kita mesti kerja keras untuk menuju progresivitas yang tinggi menuju kepada Allah. Sebab Allah adalah Dzat yang Maha Tinggi.
Kita harus menuntut ilmu sebanyak-banyaknya karena Allah adalah Dzat yang Maha Berilmu. Kita juga harus menjadi orang-orang yang semakin bijak, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana. Kita mesti menjadi orang yang semakin mencintai dan Mengasihi, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Mengasihi dan Maha Menyayangi.
Dan seterusnya, Allah menghendaki kualitas kita sebagai manusia terus meningkat menuju pada kesempurnaan hidup. Karena kita memang bakal kembali kepada Allah Yang Maha Sempuma ...
Dalam konteks inilah Rasulullah saw menghendaki agar umatnya bisa merasakan gerak alamiah yang terjadi di dalam tubuhnya maupun di lingkungan sekitarnya. Karena di dalam mekanisme alamiah itu terdapat kunci keseimbangan, kesehatan, dan keberhasilan hidup ...
QS Al Infithar (82) : 7
“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang,”
QS. Al Mulk (67) : 3
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis kamu sekali kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak saimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?