Tujuan utama berpuasa adalah untuk mencapai kualitas 'takwa'. Apakah enaknya menjadi orang bertakwa, sehingga kita mesti mencapai tingkatan itu? Telah kita bahas di depan bahwa kualitas takwa adalah kondisi dimana seseorang mampu mengontrol pikiran, ucapan dan tingkah lakunya menjadi penuh manfaat alias produktifitas tinggi.
Ya, orang bertakwa adalah orang yang memiliki produktiftas tinggi. Bukan orang yang bermalas malasan. Bukan orang yang suka ngobrol ngalor ngidul tidak ada gunanya. Apalagi, orang yang malah menimbulkan problem dalam kehidupannya. Baik pada dirinya sendiri, buat keluarganya, maupun orang-orang di sekitamya.
Inti takwa adalah mengendalikan perbuatan pikiran, ucapan, tingkah laku menuju pada manfaat. Semakin banyak manfaatnya, semakin bertakwalah dia. Semakin rendah manfaatnya, maka semakin rendah pula tingkat ketakwaaannya.
Dari sini kita bisa memahami, bahwa orang telah mencapai tingkatan bertakwa pasti bakal memberikan manfaat yang besar buat siapa saja. Inilah tingkatan yang bakal mengarah kepada fungsi rahmatan lil'alamin (bermanfaat / memberi rahmat bagi seluruh alam sekitarnya).
Nah, maka orang yang demikian ini adalah orang yang berderajat tinggi. Yang oleh Allah dijamin memperoleh balasan manfaat yang juga besar, karena ia telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungannya. Apakah jaminan Allah kepada orang yang memiliki kualitas demikian? Ada 3 jaminan Allah, sebagaimana berikut ini.
1. Dibukakan Jalan Keluar
2. Diberi Rezki yang Tidak Terduga
3. Dimudahkan Persoalannya
4. Diampuni dosanya & Dilipatgandakan Pahalanya
1. Dibukakan Jalan Keluar
Jaminan Allah terhadap orang yang memiliki kemampuan kontrol semacam di atas adalah: memperoleh solusi atas berbagai masalah yang dihadapinya.
Hidup adalah masalah. Karena itu, jangan 'bermimpi' untuk tidak bertemu dengan masalah. Setiap hari kita selalu menemui masalah. Mulai dari masalah pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Nah, masalah itulah yang harus kita selesaikan. Jika tidak kita selesaikan segera, maka problem kehidupan itu bakal menumpuk semakin banyak. Dan kemudian menjadikan kita stress. Orang stress bakal menyebabkan kondisi kesehatannya tidak seimbang. Maka, dia bakal sakit.
Orang bertakwa karena kemampuan kontrolnya yang baik tidak gegabah dalam mengatasi masalahnya. Ada 3 hal yang menyebabkan dia bakal bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik.
Yang pertama, dia akan berlaku cermat dalam mengidentifikasi masalah. Karena, orang yang.bertakwa adalah orang yang berpikiran jernih. Adil dan bijaksana, sebagaimana telah kita bahas di depan.
Seseorang menjadi tidak cermat dalam berpikir ketika dia melibatkan hawa nafsunya. Yaitu kepentingan sendiri yang terlalu dominan. Mereka biasanya terburu nafsu. Namun, bagi orang yang seimbang dalam mengukur kepentingan dirinya dan orang lain adil dan bijaksana maka dia bisa berlaku cermat dan jernih.
QS. Ruum (30):29
“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki Orang yang lelah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.
QS. Qashash (28): 50
“Maka jika mereka tidak menjawab, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
QS. Al Mukminuun (23) : 71
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti bihasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
Yang kedua, orang yang bertakwa akan berlaku sabar dalam menyelesaikan masalahnya. Kenapa demikian? Sebab dia selalu ingat firman Allah : innallaaha ma’ash shaabirin sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar dalam menyelesaikan masalahnya.
QS. Al Baqarah (2):153
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Sabar memiliki dua makna, yaitu ‘tidak tergesa-gesa dalam mengerjakan’ dan ‘tidak tergesa-gesa dalam mencapai hasil’. Tapi, bukan berarti tidak bisa melakukan dengan cepat, karena orang bertakwa harus memiliki produktifitas tinggi dalam segala perbuatannya. Penekanan kata 'sabar' adalah lebih kepada jangan tergesa gesa 'alias jangan' grusa grusu yang menyebabkan 'kontraproduktif'.
QS. Israa' (117) 11
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
QS. Anbiyaa' (21): 37
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tandaKu. Maka janganlah kamu minta kepada Ku mendatangkannya dengan segera.”
Dan yang ketiga, orang bertakwa selalu bertawakal kepada Allah dalam mencapai tujuannya. 'Bertawakal' adalah berserah diri kepada Allah setelah bekerja keras. Jadi, jangan mematok 'kepastian', bahwa yang kita kerjakan selalu membawa hasil seperti yang kita inginkan. Sebab, kita hanya berusaha, sedangkan hasilnya Allah yang menentukan.
Jika kita bisa bersikap demikian, maka tenanglah. hati kita. Tidak akan pernah sampai mengalami stress. Paling tinggi hanya 'cemas' saja. Dan, memang 'kecemasan' itu dibutuhkan untuk memompa motivasi. Orang yang tidak pernah cemas adalah orang yang tidak memiliki harapan. Dalam konteks ayat berikut ini, 'kecemasan' diidentikkan dengan 'harapan'.
QS. Alam Nasyrah (94): 7 - 8
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhan mulah hendaknya kamu berharap.”
QS. Al Anfal (8) : 49
“(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada Penyakit di dalam hatinya berkata: ‘Mereka itu (orang-orang mu'min) ditipu oleh agamanya’ (Allah berfirman): “Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Nah, bagi orang yang bertakwa harapannya selalu digantungkan kepada Allah, sebagaimana ayat di atas. Kenapa digantungkan kepada Allah saja? Supaya dia tidak pernah merasa stress. Dan yang kedua, karena orang bertakwa tahu persis bahwa Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Artinya, Allah bakal 'Mampu' memberikan apa pun yang menjadi kebutuhan kita berdasarkan pada sifatNya yang 'Maha Bijaksana'
Dalam konteks inilah, orang yang bertakwa dibukakan jalan atas berbagai persoalannya. Ada dua faktor yang mendasar, yaitu, 'kapasitas pribadinya yang terkontrol' dan 'sifat tawakkalnya' yang melibatkan Allah dalam setiap perbuatannya. Dengan berpijak pada dua hal itu, memang ia akan selalu menemukan 'jalan keluar' dari berbagai macam masalah yang dihadapi. Janji Allah selalu ditepati...
2. Diberi Rezki yang Tidak Terduga
Jaminan Allah yang kedua kepada orang yang bertakwa adalah pemberian rezki dari arah yang tidak diduganya sama sekali. Kenapa bisa demikian? Bagaimana maksudnya?
Dengan kata lain, sebenamya Allah ingin mengatakan dua hal. Yang pertama, bahwa yang memberikan rezki kepada kita adalah Allah. Kita hanya berusaha saja. Sekali lagi sumber rezki itu adalah Allah.
Dan yang kedua, Allah menegaskan bahwa yang berkehendak untuk memberikan rezki itu juga Allah belaka. Jika Allah menghendaki memberi, maka tidak ada yang bisa membendungnya. Sebaliknya, jika Allah menghendaki mencabutnya, juga tidak ada yang bisa menahannya.
Maka, ketika Allah mengatakan bakal memberi rezki yang tidak terduga kepada hambaNya yang bertakwa, itu menjadi bisa dipahami. Karena, sumber rezki kita ada di tangan Allah. Dan, Dia Maha Berkehendak untuk memberikan dalam situasi apa pun, dimana pun, dan waktu kapan pun.
Apalagi orang bertakwa adalah orang-orang yang berperilaku produktif. la juga orang yang selalu berbuat adil dan bijaksana dalam berusaha, serta sabar di dalam mencapai tujuan. Maka, dengan sendirinya, ia telah membangun sebuah sistem penghasil rezki yang sangat hebat.
Artinya, jika seseorang mampu berbuat produktif, adil, bijaksana, sabar, dan tawakkal, maka dengan sendirinya akan terbentuk proses-proses mengalirnya rezki secara tidak terduga. Di luar perkiraannya.
Dalam dunia bisnis dikenal jargon begini: "mutu yang baik akan tersebar kepada 5 orang sedangkan mutu yang jelek akan tersebar kepada 10 orarg."
Hal itu menunjukkan betapa, kejelekan seseorang akan menyebar lebih cepat daripada kebaikannya. Namun, jargon itu juga mengatakan bahwa kebaikan akan menyebar meskipun lebih lambat. Dan penyebaran itu seringkali berada di luar jangkauan prediksi kita.
Mekanisme inilah yang seringkali memberikan 'kejutan' pada kita berkaitan dengan datangnya rezki. Rezki kadang bisa muncul dari orang yang sama sekali tidak pernah kita kenal. Tidak pernah kita tuju dalam proses promosi dan marketing. Kenapa bisa demikian? Karena sesuatu yang baik itu akan menjadi daya tarik dan memiliki 'kemagnetan' yang sangat besar.
'Pokoknya', asal kita berbuat 'baik' sesuai dengan kriteria orang bertakwa, maka rezki bakal mengalir dari arah yang seringkali tidak kita duga. Saya kira ini sudah banyak dibuktikan oleh orang-orang yang suka mengambil hikmah (pelajaran) dalam kehidupannnya...
QS. Asy Syuura (42) : 12
“Kepunyaan Nya lah perbendaharaan langit dan bumi, Dia melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki Nya dan menyempitkan (nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
3. Dimudahkan Persoalannya
Jaminan ketiga yang diberikan Allah kepada orang bertakwa adalah 'kemudahan' menyelesaikan persoalan. Betapa seringnya kita menemui masalah yang sulit diatasi dalam keseharian kita. Semakin kita force atau kita upayakan justru semakin ruwet persoalannya, bagaikan benang kusut.
Kenapakah justru menjadi benang kusut? Jawabannya adalah, karena kita ingin menyelesaikan masalah itu dengan terges-gesa. Semakin kusut, semakin gemes dan semakin bernafsulah kita untuk segera menyelesaikan.
Ini sebenamya menunjukkan bahwa kita tidak lagi 'jernih dan bijak' dalam menyelesaikan persoalan. Kita tergesa-gesa. Kita telah kehilangan kontrol dan kesabaran. Jika ini yang terjadi, maka firman Allah berikut ini sungguh mengena.
QS Anbiyaa' (21):37
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tandaKu. Maka janganlah kamu minta kepada Ku mendatangkannya dengan segera”
Ayat di atas mengatakan bahwa manusia memang gampang terjebak pada keinginan yang menggebu-gebu dan tergesa-gesa. Padahal Allah telah melakukan setting yang terencana, seiring kondisi yang berjalan.
Ada tanda tanda yang bisa dibaca. Tetapi hanya terdeteksi oleh mereka yang 'sabar' dan 'jemih' saja. Mestinya, ketika suatu persoalan tidak bisa segera diselesaikan, kita harus segera mawas did, bahwa ada faktor di luar kemampuan kita yang sedang mempengaruhi secara dominan.
Kalau sudah demikian, seberapa besar pun energi yang kita gunakan untuk menyelesaikan masalah itu tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan. Maka, kita harus mengerem diri, dan kemudian melakukan evaluasi dan kontrol diri dalam kesabaran, menunggu saat yang tepat untuk menyelesaikannya.
Ayat di atas dengan sangat gamblang mengatakan hal itu. ‘Kelak akan Aku perlihatkan kepadatnu tanda-tandaKu. Maka janganlah kamu minta kepadaKu mendatangkannya segera’
Disini tergambar betapa ada kondisi yang melibatkan banyak faktor yang kadang tidak bisa dipercepat. Yang bisa dilakukan adalah menunggu waktu yang tepat untuk berbuat. Dan itu, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertakwa alias mereka yang memiliki kemampuan kontrol diri yang prima.
Maka, bagi orang yang bertakwa, kesulitan apa pun yang dihadapinya, ia tidak pernah gentar. Apalagi sampai stress. Ayat-ayat Allah selalu bergelayutan di benaknya. Dalam hal kesulitan, misalnya, dia selalu ingat firmanNya bahwa setelah 'kesulitan' selalu ada 'kemudahan'.
QS Alam Nasyrah (94): 5 - 6
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Jadi, 'kesulitan' bagi orang yang bertakwa bukanlah momok yang menakutkan, melainkan 'daya tarik' untuk diselesaikan. Kenapa? Karena, justru setelah kesulitan itulah terdapat kemudahan. Dengan kata lain, orang yang takut bertemu dengan kesulitan tidak bakal bertemu dengan kemudahan.
Disinilah konsteks ayat yang memberikan jaminan kemudahan kepada orang-orang yang bertakwa. Allah sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan ini bakal menuntun kita memperoleh kemudahan, karena kita telah menyikapi persoalan hidup secara benar. Kuncinya, adalah 'pantang mundur' dalam kesabaran.
4. Diampuni Dosanya, Dilipatgandakan Pahalanya
Jaminan yang ke empat adalah pengampunan dosa dan melipatgandakan pahala. Bagaimanakah pemahamannya, bahwa orang yang bertakwa bisa diampuni dosa-dosanya dan berlipat ganda pahalanya?
Untuk itu kita harus memahami apa yang disebut dengan dosa dan pahala. Selama ini, kita menggambarkan dosa dan pahala sangatlah abstrak, yaitu 'suatu balasan ghaib' atas perbuatan kita di dunia, yang akan kita terima di akhirat nanti.
Bagi saya, dosa dan pahala bukan hanya terjadi di akhirat nanti dan bersifat ghaib. Tetapi, lebih mendalam dari itu, ia juga bersifat duniawi dan ukhrawi sekaligus. Bahkan, bukan hanya bersifat ghaib semata, tapi jugo bersifat nyata. Hanya saja, balasan itu memang terjadi sesuai urutan waktu sebagai reaksi atas perbuatan kita.
Ya, pahala dan dosa adalah reaksi atas perbuatan kita. Dosa adalah reaksi negatif. Sedangkan pahala adalah reaksi positif. Dua duanya sudah inheren alias menyatu dengan alam semesta ini sejak diciptakan Allah.
Jadi balasan itu bersifat 'otomatis' sesuai sunnatullah. Kalau orang berbuat jahat, pastilah dia akan memperoleh reaksi negatif. Baik dari dalam dirinya sendiril, dari orang di sekitamya, maupun dari lingkungan hidupnya. Semua itu berada di dalam sebuah sistem 'aksi reaksi' yang sangat canggih yang berdampak mulai dari langit pertama (dunia) sampai langit yang ke tujuh (akhirat).
Kalau seseorang melakukan kejahatan berupa korupsi uang negara, misalnya, maka seluruh sistem itu bakal mereaksi perbuatannya.
Mulai dari hati nuraninya, sebenarnya sudah membisikkan agar ia tidak melakukan perbuatan itu. Setidak-tidaknya, ada perasaan was-was ketika melakukan perbuatan tersebut. Itu adalah peringatan awal bakal terjadinya dosa. Karena, hati yang was-was dan tidak ingin ketahuan orang lain ketika melakukan suatu perbuatan, adalah indikasi bahwa kita sedang mengarah kepada dosa.
Memang, tidak semua orang mau mendengarkan hati nuraninya sendiri. Banyak di antara kita yang tidak menggubrisnya, karena diiming-iming oleh sesuatu yang menggiurkan. Maka kalau itu kita lakukan juga, yang bakal berbunyi adalah alarm kedua, yaitu orang di luar kita.
Perbuatan dosa, selain merugikan diri sendiri, biasanya juga bakal menimbulkan kerugian pada orang lain. Dosa yang merugikan diri sendiri dalam al Qur'an disebut sebagai menganiaya diri sendiri. Hal itu diantaranya difirmankan Allah di dalam ayat-ayat berikut ini. Allah sungguh tidak menghendaki kita menganiaya diri sendiri. QS. Ali Imran (3):135
“Dan, orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
OS. Ali Imran (3) :108
“Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat Itu kepadamu dengan benar dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba Nya.
Secara eksplisit Allah mengatakan bahwa Dia tidak berkepentingan' untuk menganiaya hamba-hambaNya. Seluruh penderitaan yang dialami oleh seseorang, benar-benar diakibatkan oleh perbuatan mereka sendiri. Sebagaimana juga perbuatan baik, dampaknya akan mereka rasakan sendiri. Segala perbuatan yang merugikan diri sendiri adalah dosa. Sebaliknya, segala perbuatan yang memberikan manfaat pada diri sendiri adalah pahala.
Allah, dalam hal ini, menjadi semacam 'fasilitator' saja. Yaitu, menerapkan sunnatullah atau aturan main yang telah Dia tetapkan sejak alam semesta ini diciptakan. Dan aturan main itulah yang Dia komunikasikan kepada hambaNya agar dipahami, supaya mereka tidak terjebak kepada penderitaan. Sebaliknya, bakal menemui kebahagiaan di Dunia maupun di Akhirat nanti.
Karena itu perbuatan-perbuatan seperti merusak kesehatan diri, putus asa, membuang-buang waktu menjadi tidak produktif, sampai pada upaya membunuh diri sendiri, dilarang oleh Allah. Itu adalah perbuatah dosa.
Sebaliknya, pola makan, pola hidup, dan berbagai aktivitas produktif yang memberikan manfaat buat kehidupan kita untuk lebih berbahagia dianjurkan oleh agama. Sebab, itulah yang disebut pahala.
Namun demikian, bukan hanya berhenti sampai di dunia saja. Sebab, efek perbuatan kita saat berada di dunia ini ternyata terus 'bergema' sampai ke akhirat kelak. Karena, kehidupan akhirat memang merupakan rangkaian sebab akibat dari kehidupan dunia kini.
QS. Al Badarah (2): 286
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. la mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusaha kannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...”
Selain menganiaya diri sendiri, perbuatan dosa juga berupa perbuatan yang merugikan orang lain. Sedangkan pahala adalah perbuatan yang memberi manfaat kepada orang lain. Ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kehidupan manusia memang bukan hanya untuk kepentingan diri pribadi, melainkan juga untuk kepentingan sosial.
Namun demikian, kepentingan sosial itu, pada akhirnya juga bermanfaat untuk kepentingan masing-masing pribadi. Perintah-perintah untuk berlaku adil, bijaksana, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain sebagainya, semua itu bakal bermuara pada kepentingan orang per orang kembali.
Dalam konteks ini, perusakan lingkungan juga dikategorikan pada perbuatan dosa. Sedangkan, menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, aman, bersih dan menyejahterakan adalah perbuatan pahala. Maka Allah sangat menyayangkan perbuatan-perbuatan yang merusak lingkungan.
QS. Ar Ruum (30): 41
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebehagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mareka kembali (kejalan yang benar).”
Dan yang ketiga, dosa juga berkonotasi berbuat 'tidak patut' kepada Allah. Misalnya, tidak menganggap Allah sebagai Tuhan. Menganggap ada Tuhan lain selain Allah. Mengagungkan dan menyembah Tuhan lain bersama Allah. Minta tolong selain kepada Allah. Dan lain sebagainya.
Kenapa perbuatan-perbuatan di atas dikategorikan sebagai perbuatan dosa? Apakah karena Allah ‘tersinggung’ karena tidak diper Tuhan? Agaknya bukan! Sebab Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Apalagi, Dia juga Maha Bijaksana dan Maha menyayangi hambaNya.
Tidak ada alasan sedikit pun untuk mengatakan bahwa dosa itu dikarenakan Allah 'tersinggung' dan lantas 'marah' karena merasa tidak dihormati oleh manusia. Kemuliaan dan Keagungan Allah tidak terganggu sedikit pun oleh perbuatan dosa. manusia yang tidak menyembahNya.
Jadi, kemungkinannya cuma satu saja, yaitu
bahwa perbuatan dosa itu sesungguhnya bakal merugikan
manusia itu sendiri. Sebab orang yang tidak mengikuti
perintah perintah Allah sesungguhnya dia bakal tersesat.
Bukankah yang paling tahu bahwa sesuatu itu'bermanfaat
atau merugikan' itu hanya Allah saja. Karena itu, Dia
menurunkan kitab untuk memberi petunjuk. Maksudnya
agar man usia ti ' dak terjebak pada penderitaan.
Ambil contoh, manusia yang tidak bertuhan kepada Allah. Katakanlah mereka adalah orang yang mengagung-agungkan harta dan jabatannya. Orang yang demikian dikatakan telah memperTuhankan harta dan jabatan. Maka, sungguh dia telah keliru mengambil Tuhan. Sebab dia telah memperTuhan sesuatu yang tidak bersifat kekal. Harta dan jabatannya suatu ketika akan lenyap dari genggamannya. Maka dia bakal sangat menderita karenanya. Allah tidak ingin kita menderita karena salah memilih Tuhan. Maka Dia ajarkan kepada manusia agar menjadikan Allah saja sebagai Tuhannya. Kenapa? Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Kuat, Abadi, Penyayang, Pengasih, Bijaksana, Kaya Raya, dan segala Sifat dalam KemutlakanNya. Karena itu la pantas untuk dijadikan Tuhan.
Bertuhan kepadaNya bakal menyebabkan kita memperoleh manfaat alias pahala yang sangat besar. Sedangkan meninggalkan Allah sebagai Tuhan bakal menyebabkan kita terperosok dalam dosa, alias kesenangan hidup yang semu yang akan berakhir dengan penderitaan. Bukan hanya di dunia, tetapi juga di Akhirat sebagai reaksi aktivitas kita selama di dunia.
Nah, kembali kepada orang yang bertakwa tadi, maka orang yang berpuasa dan mencapai tingkatan takwa bakal menerima pahala berlipat kali serta diampuni segala dosa-dosanya. Kenapa bisa demikian? Karena mereka adalah orang-orang yang telah memahami konsep keagamaan yang sejati, kemudian menjalankan secara istiqomah alias konsisten secara terkendali karena Allah semata.
Orang yang demikian sangat paham apa yang harus dilakukan dalam hidup ini agar tidak terjebak ke dalam dosa / penderitaan. Dan kemudian, sekaligus meraih manfaat serta pahala sebanyak-banyaknya bagi kehidupannya. Begitulah makna dari diampuni dosanya, dilipat gandakan pahalanya.
Ya, orang bertakwa adalah orang yang memiliki produktiftas tinggi. Bukan orang yang bermalas malasan. Bukan orang yang suka ngobrol ngalor ngidul tidak ada gunanya. Apalagi, orang yang malah menimbulkan problem dalam kehidupannya. Baik pada dirinya sendiri, buat keluarganya, maupun orang-orang di sekitamya.
Inti takwa adalah mengendalikan perbuatan pikiran, ucapan, tingkah laku menuju pada manfaat. Semakin banyak manfaatnya, semakin bertakwalah dia. Semakin rendah manfaatnya, maka semakin rendah pula tingkat ketakwaaannya.
Dari sini kita bisa memahami, bahwa orang telah mencapai tingkatan bertakwa pasti bakal memberikan manfaat yang besar buat siapa saja. Inilah tingkatan yang bakal mengarah kepada fungsi rahmatan lil'alamin (bermanfaat / memberi rahmat bagi seluruh alam sekitarnya).
Nah, maka orang yang demikian ini adalah orang yang berderajat tinggi. Yang oleh Allah dijamin memperoleh balasan manfaat yang juga besar, karena ia telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungannya. Apakah jaminan Allah kepada orang yang memiliki kualitas demikian? Ada 3 jaminan Allah, sebagaimana berikut ini.
1. Dibukakan Jalan Keluar
2. Diberi Rezki yang Tidak Terduga
3. Dimudahkan Persoalannya
4. Diampuni dosanya & Dilipatgandakan Pahalanya
1. Dibukakan Jalan Keluar
Jaminan Allah terhadap orang yang memiliki kemampuan kontrol semacam di atas adalah: memperoleh solusi atas berbagai masalah yang dihadapinya.
Hidup adalah masalah. Karena itu, jangan 'bermimpi' untuk tidak bertemu dengan masalah. Setiap hari kita selalu menemui masalah. Mulai dari masalah pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Nah, masalah itulah yang harus kita selesaikan. Jika tidak kita selesaikan segera, maka problem kehidupan itu bakal menumpuk semakin banyak. Dan kemudian menjadikan kita stress. Orang stress bakal menyebabkan kondisi kesehatannya tidak seimbang. Maka, dia bakal sakit.
Orang bertakwa karena kemampuan kontrolnya yang baik tidak gegabah dalam mengatasi masalahnya. Ada 3 hal yang menyebabkan dia bakal bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik.
Yang pertama, dia akan berlaku cermat dalam mengidentifikasi masalah. Karena, orang yang.bertakwa adalah orang yang berpikiran jernih. Adil dan bijaksana, sebagaimana telah kita bahas di depan.
Seseorang menjadi tidak cermat dalam berpikir ketika dia melibatkan hawa nafsunya. Yaitu kepentingan sendiri yang terlalu dominan. Mereka biasanya terburu nafsu. Namun, bagi orang yang seimbang dalam mengukur kepentingan dirinya dan orang lain adil dan bijaksana maka dia bisa berlaku cermat dan jernih.
QS. Ruum (30):29
“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki Orang yang lelah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.
QS. Qashash (28): 50
“Maka jika mereka tidak menjawab, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
QS. Al Mukminuun (23) : 71
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti bihasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
Yang kedua, orang yang bertakwa akan berlaku sabar dalam menyelesaikan masalahnya. Kenapa demikian? Sebab dia selalu ingat firman Allah : innallaaha ma’ash shaabirin sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar dalam menyelesaikan masalahnya.
QS. Al Baqarah (2):153
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Sabar memiliki dua makna, yaitu ‘tidak tergesa-gesa dalam mengerjakan’ dan ‘tidak tergesa-gesa dalam mencapai hasil’. Tapi, bukan berarti tidak bisa melakukan dengan cepat, karena orang bertakwa harus memiliki produktifitas tinggi dalam segala perbuatannya. Penekanan kata 'sabar' adalah lebih kepada jangan tergesa gesa 'alias jangan' grusa grusu yang menyebabkan 'kontraproduktif'.
QS. Israa' (117) 11
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
QS. Anbiyaa' (21): 37
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tandaKu. Maka janganlah kamu minta kepada Ku mendatangkannya dengan segera.”
Dan yang ketiga, orang bertakwa selalu bertawakal kepada Allah dalam mencapai tujuannya. 'Bertawakal' adalah berserah diri kepada Allah setelah bekerja keras. Jadi, jangan mematok 'kepastian', bahwa yang kita kerjakan selalu membawa hasil seperti yang kita inginkan. Sebab, kita hanya berusaha, sedangkan hasilnya Allah yang menentukan.
Jika kita bisa bersikap demikian, maka tenanglah. hati kita. Tidak akan pernah sampai mengalami stress. Paling tinggi hanya 'cemas' saja. Dan, memang 'kecemasan' itu dibutuhkan untuk memompa motivasi. Orang yang tidak pernah cemas adalah orang yang tidak memiliki harapan. Dalam konteks ayat berikut ini, 'kecemasan' diidentikkan dengan 'harapan'.
QS. Alam Nasyrah (94): 7 - 8
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhan mulah hendaknya kamu berharap.”
QS. Al Anfal (8) : 49
“(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada Penyakit di dalam hatinya berkata: ‘Mereka itu (orang-orang mu'min) ditipu oleh agamanya’ (Allah berfirman): “Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Nah, bagi orang yang bertakwa harapannya selalu digantungkan kepada Allah, sebagaimana ayat di atas. Kenapa digantungkan kepada Allah saja? Supaya dia tidak pernah merasa stress. Dan yang kedua, karena orang bertakwa tahu persis bahwa Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Artinya, Allah bakal 'Mampu' memberikan apa pun yang menjadi kebutuhan kita berdasarkan pada sifatNya yang 'Maha Bijaksana'
Dalam konteks inilah, orang yang bertakwa dibukakan jalan atas berbagai persoalannya. Ada dua faktor yang mendasar, yaitu, 'kapasitas pribadinya yang terkontrol' dan 'sifat tawakkalnya' yang melibatkan Allah dalam setiap perbuatannya. Dengan berpijak pada dua hal itu, memang ia akan selalu menemukan 'jalan keluar' dari berbagai macam masalah yang dihadapi. Janji Allah selalu ditepati...
2. Diberi Rezki yang Tidak Terduga
Jaminan Allah yang kedua kepada orang yang bertakwa adalah pemberian rezki dari arah yang tidak diduganya sama sekali. Kenapa bisa demikian? Bagaimana maksudnya?
Dengan kata lain, sebenamya Allah ingin mengatakan dua hal. Yang pertama, bahwa yang memberikan rezki kepada kita adalah Allah. Kita hanya berusaha saja. Sekali lagi sumber rezki itu adalah Allah.
Dan yang kedua, Allah menegaskan bahwa yang berkehendak untuk memberikan rezki itu juga Allah belaka. Jika Allah menghendaki memberi, maka tidak ada yang bisa membendungnya. Sebaliknya, jika Allah menghendaki mencabutnya, juga tidak ada yang bisa menahannya.
Maka, ketika Allah mengatakan bakal memberi rezki yang tidak terduga kepada hambaNya yang bertakwa, itu menjadi bisa dipahami. Karena, sumber rezki kita ada di tangan Allah. Dan, Dia Maha Berkehendak untuk memberikan dalam situasi apa pun, dimana pun, dan waktu kapan pun.
Apalagi orang bertakwa adalah orang-orang yang berperilaku produktif. la juga orang yang selalu berbuat adil dan bijaksana dalam berusaha, serta sabar di dalam mencapai tujuan. Maka, dengan sendirinya, ia telah membangun sebuah sistem penghasil rezki yang sangat hebat.
Artinya, jika seseorang mampu berbuat produktif, adil, bijaksana, sabar, dan tawakkal, maka dengan sendirinya akan terbentuk proses-proses mengalirnya rezki secara tidak terduga. Di luar perkiraannya.
Dalam dunia bisnis dikenal jargon begini: "mutu yang baik akan tersebar kepada 5 orang sedangkan mutu yang jelek akan tersebar kepada 10 orarg."
Hal itu menunjukkan betapa, kejelekan seseorang akan menyebar lebih cepat daripada kebaikannya. Namun, jargon itu juga mengatakan bahwa kebaikan akan menyebar meskipun lebih lambat. Dan penyebaran itu seringkali berada di luar jangkauan prediksi kita.
Mekanisme inilah yang seringkali memberikan 'kejutan' pada kita berkaitan dengan datangnya rezki. Rezki kadang bisa muncul dari orang yang sama sekali tidak pernah kita kenal. Tidak pernah kita tuju dalam proses promosi dan marketing. Kenapa bisa demikian? Karena sesuatu yang baik itu akan menjadi daya tarik dan memiliki 'kemagnetan' yang sangat besar.
'Pokoknya', asal kita berbuat 'baik' sesuai dengan kriteria orang bertakwa, maka rezki bakal mengalir dari arah yang seringkali tidak kita duga. Saya kira ini sudah banyak dibuktikan oleh orang-orang yang suka mengambil hikmah (pelajaran) dalam kehidupannnya...
QS. Asy Syuura (42) : 12
“Kepunyaan Nya lah perbendaharaan langit dan bumi, Dia melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki Nya dan menyempitkan (nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
3. Dimudahkan Persoalannya
Jaminan ketiga yang diberikan Allah kepada orang bertakwa adalah 'kemudahan' menyelesaikan persoalan. Betapa seringnya kita menemui masalah yang sulit diatasi dalam keseharian kita. Semakin kita force atau kita upayakan justru semakin ruwet persoalannya, bagaikan benang kusut.
Kenapakah justru menjadi benang kusut? Jawabannya adalah, karena kita ingin menyelesaikan masalah itu dengan terges-gesa. Semakin kusut, semakin gemes dan semakin bernafsulah kita untuk segera menyelesaikan.
Ini sebenamya menunjukkan bahwa kita tidak lagi 'jernih dan bijak' dalam menyelesaikan persoalan. Kita tergesa-gesa. Kita telah kehilangan kontrol dan kesabaran. Jika ini yang terjadi, maka firman Allah berikut ini sungguh mengena.
QS Anbiyaa' (21):37
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tandaKu. Maka janganlah kamu minta kepada Ku mendatangkannya dengan segera”
Ayat di atas mengatakan bahwa manusia memang gampang terjebak pada keinginan yang menggebu-gebu dan tergesa-gesa. Padahal Allah telah melakukan setting yang terencana, seiring kondisi yang berjalan.
Ada tanda tanda yang bisa dibaca. Tetapi hanya terdeteksi oleh mereka yang 'sabar' dan 'jemih' saja. Mestinya, ketika suatu persoalan tidak bisa segera diselesaikan, kita harus segera mawas did, bahwa ada faktor di luar kemampuan kita yang sedang mempengaruhi secara dominan.
Kalau sudah demikian, seberapa besar pun energi yang kita gunakan untuk menyelesaikan masalah itu tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan. Maka, kita harus mengerem diri, dan kemudian melakukan evaluasi dan kontrol diri dalam kesabaran, menunggu saat yang tepat untuk menyelesaikannya.
Ayat di atas dengan sangat gamblang mengatakan hal itu. ‘Kelak akan Aku perlihatkan kepadatnu tanda-tandaKu. Maka janganlah kamu minta kepadaKu mendatangkannya segera’
Disini tergambar betapa ada kondisi yang melibatkan banyak faktor yang kadang tidak bisa dipercepat. Yang bisa dilakukan adalah menunggu waktu yang tepat untuk berbuat. Dan itu, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertakwa alias mereka yang memiliki kemampuan kontrol diri yang prima.
Maka, bagi orang yang bertakwa, kesulitan apa pun yang dihadapinya, ia tidak pernah gentar. Apalagi sampai stress. Ayat-ayat Allah selalu bergelayutan di benaknya. Dalam hal kesulitan, misalnya, dia selalu ingat firmanNya bahwa setelah 'kesulitan' selalu ada 'kemudahan'.
QS Alam Nasyrah (94): 5 - 6
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Jadi, 'kesulitan' bagi orang yang bertakwa bukanlah momok yang menakutkan, melainkan 'daya tarik' untuk diselesaikan. Kenapa? Karena, justru setelah kesulitan itulah terdapat kemudahan. Dengan kata lain, orang yang takut bertemu dengan kesulitan tidak bakal bertemu dengan kemudahan.
Disinilah konsteks ayat yang memberikan jaminan kemudahan kepada orang-orang yang bertakwa. Allah sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan ini bakal menuntun kita memperoleh kemudahan, karena kita telah menyikapi persoalan hidup secara benar. Kuncinya, adalah 'pantang mundur' dalam kesabaran.
4. Diampuni Dosanya, Dilipatgandakan Pahalanya
Jaminan yang ke empat adalah pengampunan dosa dan melipatgandakan pahala. Bagaimanakah pemahamannya, bahwa orang yang bertakwa bisa diampuni dosa-dosanya dan berlipat ganda pahalanya?
Untuk itu kita harus memahami apa yang disebut dengan dosa dan pahala. Selama ini, kita menggambarkan dosa dan pahala sangatlah abstrak, yaitu 'suatu balasan ghaib' atas perbuatan kita di dunia, yang akan kita terima di akhirat nanti.
Bagi saya, dosa dan pahala bukan hanya terjadi di akhirat nanti dan bersifat ghaib. Tetapi, lebih mendalam dari itu, ia juga bersifat duniawi dan ukhrawi sekaligus. Bahkan, bukan hanya bersifat ghaib semata, tapi jugo bersifat nyata. Hanya saja, balasan itu memang terjadi sesuai urutan waktu sebagai reaksi atas perbuatan kita.
Ya, pahala dan dosa adalah reaksi atas perbuatan kita. Dosa adalah reaksi negatif. Sedangkan pahala adalah reaksi positif. Dua duanya sudah inheren alias menyatu dengan alam semesta ini sejak diciptakan Allah.
Jadi balasan itu bersifat 'otomatis' sesuai sunnatullah. Kalau orang berbuat jahat, pastilah dia akan memperoleh reaksi negatif. Baik dari dalam dirinya sendiril, dari orang di sekitamya, maupun dari lingkungan hidupnya. Semua itu berada di dalam sebuah sistem 'aksi reaksi' yang sangat canggih yang berdampak mulai dari langit pertama (dunia) sampai langit yang ke tujuh (akhirat).
Kalau seseorang melakukan kejahatan berupa korupsi uang negara, misalnya, maka seluruh sistem itu bakal mereaksi perbuatannya.
Mulai dari hati nuraninya, sebenarnya sudah membisikkan agar ia tidak melakukan perbuatan itu. Setidak-tidaknya, ada perasaan was-was ketika melakukan perbuatan tersebut. Itu adalah peringatan awal bakal terjadinya dosa. Karena, hati yang was-was dan tidak ingin ketahuan orang lain ketika melakukan suatu perbuatan, adalah indikasi bahwa kita sedang mengarah kepada dosa.
Memang, tidak semua orang mau mendengarkan hati nuraninya sendiri. Banyak di antara kita yang tidak menggubrisnya, karena diiming-iming oleh sesuatu yang menggiurkan. Maka kalau itu kita lakukan juga, yang bakal berbunyi adalah alarm kedua, yaitu orang di luar kita.
Perbuatan dosa, selain merugikan diri sendiri, biasanya juga bakal menimbulkan kerugian pada orang lain. Dosa yang merugikan diri sendiri dalam al Qur'an disebut sebagai menganiaya diri sendiri. Hal itu diantaranya difirmankan Allah di dalam ayat-ayat berikut ini. Allah sungguh tidak menghendaki kita menganiaya diri sendiri. QS. Ali Imran (3):135
“Dan, orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
OS. Ali Imran (3) :108
“Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat Itu kepadamu dengan benar dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba Nya.
Secara eksplisit Allah mengatakan bahwa Dia tidak berkepentingan' untuk menganiaya hamba-hambaNya. Seluruh penderitaan yang dialami oleh seseorang, benar-benar diakibatkan oleh perbuatan mereka sendiri. Sebagaimana juga perbuatan baik, dampaknya akan mereka rasakan sendiri. Segala perbuatan yang merugikan diri sendiri adalah dosa. Sebaliknya, segala perbuatan yang memberikan manfaat pada diri sendiri adalah pahala.
Allah, dalam hal ini, menjadi semacam 'fasilitator' saja. Yaitu, menerapkan sunnatullah atau aturan main yang telah Dia tetapkan sejak alam semesta ini diciptakan. Dan aturan main itulah yang Dia komunikasikan kepada hambaNya agar dipahami, supaya mereka tidak terjebak kepada penderitaan. Sebaliknya, bakal menemui kebahagiaan di Dunia maupun di Akhirat nanti.
Karena itu perbuatan-perbuatan seperti merusak kesehatan diri, putus asa, membuang-buang waktu menjadi tidak produktif, sampai pada upaya membunuh diri sendiri, dilarang oleh Allah. Itu adalah perbuatah dosa.
Sebaliknya, pola makan, pola hidup, dan berbagai aktivitas produktif yang memberikan manfaat buat kehidupan kita untuk lebih berbahagia dianjurkan oleh agama. Sebab, itulah yang disebut pahala.
Namun demikian, bukan hanya berhenti sampai di dunia saja. Sebab, efek perbuatan kita saat berada di dunia ini ternyata terus 'bergema' sampai ke akhirat kelak. Karena, kehidupan akhirat memang merupakan rangkaian sebab akibat dari kehidupan dunia kini.
QS. Al Badarah (2): 286
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. la mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusaha kannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...”
Selain menganiaya diri sendiri, perbuatan dosa juga berupa perbuatan yang merugikan orang lain. Sedangkan pahala adalah perbuatan yang memberi manfaat kepada orang lain. Ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kehidupan manusia memang bukan hanya untuk kepentingan diri pribadi, melainkan juga untuk kepentingan sosial.
Namun demikian, kepentingan sosial itu, pada akhirnya juga bermanfaat untuk kepentingan masing-masing pribadi. Perintah-perintah untuk berlaku adil, bijaksana, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain sebagainya, semua itu bakal bermuara pada kepentingan orang per orang kembali.
Dalam konteks ini, perusakan lingkungan juga dikategorikan pada perbuatan dosa. Sedangkan, menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, aman, bersih dan menyejahterakan adalah perbuatan pahala. Maka Allah sangat menyayangkan perbuatan-perbuatan yang merusak lingkungan.
QS. Ar Ruum (30): 41
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebehagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mareka kembali (kejalan yang benar).”
Dan yang ketiga, dosa juga berkonotasi berbuat 'tidak patut' kepada Allah. Misalnya, tidak menganggap Allah sebagai Tuhan. Menganggap ada Tuhan lain selain Allah. Mengagungkan dan menyembah Tuhan lain bersama Allah. Minta tolong selain kepada Allah. Dan lain sebagainya.
Kenapa perbuatan-perbuatan di atas dikategorikan sebagai perbuatan dosa? Apakah karena Allah ‘tersinggung’ karena tidak diper Tuhan? Agaknya bukan! Sebab Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Apalagi, Dia juga Maha Bijaksana dan Maha menyayangi hambaNya.
Tidak ada alasan sedikit pun untuk mengatakan bahwa dosa itu dikarenakan Allah 'tersinggung' dan lantas 'marah' karena merasa tidak dihormati oleh manusia. Kemuliaan dan Keagungan Allah tidak terganggu sedikit pun oleh perbuatan dosa. manusia yang tidak menyembahNya.
Jadi, kemungkinannya cuma satu saja, yaitu
bahwa perbuatan dosa itu sesungguhnya bakal merugikan
manusia itu sendiri. Sebab orang yang tidak mengikuti
perintah perintah Allah sesungguhnya dia bakal tersesat.
Bukankah yang paling tahu bahwa sesuatu itu'bermanfaat
atau merugikan' itu hanya Allah saja. Karena itu, Dia
menurunkan kitab untuk memberi petunjuk. Maksudnya
agar man usia ti ' dak terjebak pada penderitaan.
Ambil contoh, manusia yang tidak bertuhan kepada Allah. Katakanlah mereka adalah orang yang mengagung-agungkan harta dan jabatannya. Orang yang demikian dikatakan telah memperTuhankan harta dan jabatan. Maka, sungguh dia telah keliru mengambil Tuhan. Sebab dia telah memperTuhan sesuatu yang tidak bersifat kekal. Harta dan jabatannya suatu ketika akan lenyap dari genggamannya. Maka dia bakal sangat menderita karenanya. Allah tidak ingin kita menderita karena salah memilih Tuhan. Maka Dia ajarkan kepada manusia agar menjadikan Allah saja sebagai Tuhannya. Kenapa? Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Kuat, Abadi, Penyayang, Pengasih, Bijaksana, Kaya Raya, dan segala Sifat dalam KemutlakanNya. Karena itu la pantas untuk dijadikan Tuhan.
Bertuhan kepadaNya bakal menyebabkan kita memperoleh manfaat alias pahala yang sangat besar. Sedangkan meninggalkan Allah sebagai Tuhan bakal menyebabkan kita terperosok dalam dosa, alias kesenangan hidup yang semu yang akan berakhir dengan penderitaan. Bukan hanya di dunia, tetapi juga di Akhirat sebagai reaksi aktivitas kita selama di dunia.
Nah, kembali kepada orang yang bertakwa tadi, maka orang yang berpuasa dan mencapai tingkatan takwa bakal menerima pahala berlipat kali serta diampuni segala dosa-dosanya. Kenapa bisa demikian? Karena mereka adalah orang-orang yang telah memahami konsep keagamaan yang sejati, kemudian menjalankan secara istiqomah alias konsisten secara terkendali karena Allah semata.
Orang yang demikian sangat paham apa yang harus dilakukan dalam hidup ini agar tidak terjebak ke dalam dosa / penderitaan. Dan kemudian, sekaligus meraih manfaat serta pahala sebanyak-banyaknya bagi kehidupannya. Begitulah makna dari diampuni dosanya, dilipat gandakan pahalanya.