Seringkali terjadi semua kunci menjadi hilang, dan tampaknya tak ada jalan untuk dapat membukanya. Kemudian, ketika dengan usaha sekuat-kuatnya, bahkan orang yang paling bijaksana pun tak dapat memikirkan suatu penyelesaian, tiba-tiba, tanpa campur tangan ahli kunci, sarana untuk membukanya muncul dari dunia misteri, dan jalan pun terbuka ke setiap yang kita kehendaki.
Seperti itulah, ketika Yusuf telah melepaskan segala harapan untuk dapat memperoleh penyelesaian oleh dirinya sendiri, tak ada lagi tempat perlindungan kecuali Tuhan, perlindungan kita yang sesungguhnya dalam setiap kesempitan. Pada waktu itulah, ketika Yusuf telah mengosongkan dirinya dari tiap-tiap dugaan tentang nilai pribadi, maka Tuhan dalam rahmat-Nya membimbing tangannya.
Pada suatu malam, penguasa yang bijaksana itu, Raja Mesir bermimpi. Ia melihat tujuh sapi muncul, masing-masing lebih gemuk dan lebih bagus dan yang lainnya, kemudian datang tujuh sapi yang kurus dan kempis, yang menyerang sapi-sapi gemuk itu dan memakannya sampai habis, layaknya memakan rumput. Lalu ia bermimpi lain lagi, ia melihat tujuh tangkai gandum yang hijau dan bernas, yang demikian menyenangkan bagi mata yang melihatnya. Kemudian muncul tujuh tangkai yang layu, yang menjalin seputar tangkai gandum yang hijau dan bernas itu lalu menghancurkannya.
Ketika bangun keesokan harinya, Raja bertanya kepada semua orang pintar di istananya tentang takwil mimpi itu, tetapi mereka semua hanya menjawab,
"Itu hanyalah sebuah mimpi aneh tanpa makna, suatu kumpulan kecemasan dan khayalan, yang tak rentan pada penjelasan akal, dan yang sebaiknya dibiarkan saja."
Hanya ada satu pengecualian, suatu tirai sekarang tampak terangkat dan ingatan si orang muda yang telah mengenal Yusuf, lalu ia berkata,
"Di penjara ada seorang lelaki yang luar biasa bagusnya, yang sangat cakap dalam menembus ke dalam rahasia-rahasia yang paling halus. Takwilnya tentang mimpi-mimpi sangat masuk akal, hatinya terjun bagaikan penyelam ke kedalaman samudera dan membawa pulang mutiara. Dengan izin Paduka, saya akan mengatakan padanya tentang mimpi itu dan melaporkan takwilnya kepada Paduka."
"Dengan izinku, sungguh!" Jawab Raja, "Adakah sesuatu yang lebih berguna bagi seseorang buta selain mata yang dapat melihat?" Orang itu pun bergegas ke penjara untuk mengatakan kepada Yusuf tentang mimpi Raja, dan Yusuf memberikan takwilnya,
"Sapi dan gandum adalah lambang tahun, gandum yang hijau dan lembu yang gemuk mewakili satu tahun kelimpahan. Maka ada tujuh tahun kelimpahan hujan dan banyak panen, dan dunia pun akan makmur. Gandum layu dan sapi kurus meramalkan suatu tahun paceklik. Kemudian tahun-tahun ini akan disusul oleh tujuh tahun di mana semua makanan di tahun-tahun sebelumnya akan dimakan habis, dan makhluk-makhluk akan tersiksa sampai ke jiwa mereka, karena kekurangan makanan. Tak ada awan hujan di langit. Tak ada selembar daun rumput pun. Bahkan orang kaya harus mengorbankan kesenangan mereka, dan yang paling terpukul adalah orang-orang yang akan mati kelaparan."
Pemuda itu menceritakan takwil Yusuf kepada Raja, seraya mengatakan kepadanya segala sesuatu tentang Yusuf.
"Cepatlah pergi!" Kata Raja, "Bawalah Yusuf kemari, supaya aku dapat mendengarkannya menegaskan sendiri takwilnya yang hebat itu."
Bilamana mungkin mendengarkan sang kekasih sendiri bicara, mengapa mendengarkan laporan dari tangan kedua? Kata-kata yang engkau bawa kepadaku dari si sahabat adalah semanis madu. Betapa lebih manis apabila ia sendiri yang mengucapkannya.
Sekali lagi orang itu bergegas ke penjara dan membawa kabar kepada Yusuf,
"Wahai cemara dari tanah suci, pergilah ke taman raja, supaya wajahmu yang tercinta dapat menjadi bunganya yang terindah." Tetapi Yusuf menjawab,
"Mengapa maka aku harus mengganggu diriku untuk Raja yang telah menjadikan diriku tawanan dalam penjaranya sepanjang tahun-tahun ini, tanpa dosa, terbiarkan, putus asa dari mendapatkan sedikit pun jejak kemurahan hati?
Apabila ia menghendaki aku meninggalkan tempat penderitan ini, hendaklah ia mula-mula memanggil semua perempuan cantik yang terpukau ketika melihat wajahku sehingga mereka mengiris tangan mereka sendiri. Biarkan mereka berkumpul di suatu tempat, dan angkatlah tabir dari tindakan-tindakanku, hendaklah mereka mengatakan kepada Raja apakah kejahatanku, dan mengapa aku diseret ke penjara. Kemudian misteri itu akan dijelaskan, dan Raja akan mengetahui bahwa jubahku tidak dinodai pengkhianatan. Tak terpikirkan bagiku untuk berbuat dosa, dan gagasan untuk menipu tak pernah merasuki pikiranku. Tak ada kejahatan yang pernah aku lakukan di rumah Wazir, aku selalu setia dan jujur. Lagi pula, aku akan lebih suka masuk ke dalam kurungan besi daripada berjalan sebagai pengkhianat dalam sebuah rumah yang berpermadani mewah."
Ketika pesuruh itu membawa jawaban Yusuf, segera Raja menyuruh para wanita di kota berkumpul di depannya. Setelah mereka berkumpul sebagai anai-anai di sekitar nyala api, Raja menggerakkan lidahnya dengan berang seraya berkata kepada mereka,
"Kesalahan apa yang pernah kalian dapatkan pada suluh persembunyian jiwa ini, sehingga kalian menghunus pedang fitnah terhadapnya? Pandangan wajahnya adalah taman di musim semi, maka mengapa kalian menaruhnya pada jalan menuju penjara?"
Para wanita itu menjawab,
"Wahai Raja yang mulia, penuh harapan, yang oleh berkatnya tahta dan mahligai menjadi makmur. Tidak kami dapati pada Yusuf selain kesucian, kehormatan dan kemuliaan. Tak ada mutiara suci yang dapat menyaingi jiwa dunia itu."
Hadir di antara para wanita itu adalah Zulaikha. Lidah dan hatinya sekarang bebas dari kebohongan dan pengkhianatan, sekarang setelah kesukaran cinta telah menyucikannya dari segala kejahatan tersembunyi. Maka kebenaran mengangkat panji cemerlang dalam hatinya, dan kejujuran bersinar laksana cahaya fajar.
"Sekarang kebenaran dinyatakan!" Zulaikha berseru. "Yusuf sama sekali tidak berdosa, akulah yang telah disesatkan oleh cinta. Mula-mula aku berusaha untuk merayunya, kemudian aku mengusirnya, dan akhirnya, dalam kekejamanku, aku melemparkannya ke penjara, supaya ia menanggung penderitaan yang pernah aku tanggung. Dan dengan demikian, ketika kesedihanku menjadi lebih besar dari yang dapat aku tanggung, kondisi Yusuf tertular oleh kondisiku. Sekarang ia berhak atas pemulihan atas kelaliman yang telah diterimanya secara tidak adil. Kebajikan apa pun yang ia terima dari Paduka yang dermawan, ia pantas menerima seratus kali lebih besar."
Raja gembira mendengar kata-kata itu, dan ia memerintahkan agar Yusuf dibebaskan dan dibawa ke taman istana raja,
" ..... karena penjara bukanlah tempat bagi mawar menawan dari taman rahmat, dan juga bukanlah kediaman seorang pemimpin yang diberkati kerajaan jiwa."
***
Telah lama dikenal di kediaman tua ini, bahwa tanpa kepahitan, hidup tak akan pernah menjadi manis. Selama sembilan bulan si bayi harus meminum darah dalam rahim ibunya. Betapa besar siksa yang harus ditanggung si batu mirah delima, terpenjara dalam bebatuan, sebelum akhirnya matahari menyinari warnanya yang menawan!
Malam panjang Yusuf telah berakhir. Akhirnya fajar imbalan datang kepadanya, dan matahari pun terbit dari balik gunung kesedihan yang menimpa jiwanya.
Semua pesuruh kerajaan diberi perintah untuk menyediakan sambutan megah bagi penyambutan demi menghormati Yusuf. Berbusana jubah kehormatan, Yusuf pergi ke istana. Kuda tunggangannya yang gagah, berbalut emas dan permata dari kepala hingga kaki. Berbaki-baki minyak kesturi, berkantong-kantong mata uang emas, serta kumpulan mutiara dan permata disebarkan di sepanjang jalannya, hingga menyelamatkan banyak pengemis dari pekerjaan meminta-minta. Ketika tiba di istana, ia turun dari kudanya yang lincah lalu maju melalui para kurir yang membungkuk di atas permadani yang terbuat dari sutra, satin dan brokat.
Mendengar bahwa dia hampir tiba, Raja keluar dengan gairah untuk menemuinya. Ia menariknya dengan lembut ke dadanya lalu menyilahkannya duduk di sisinya di atas tahta. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan bersahabat tentang kesejahteraan Yusuf, Raja meminta untuk mendengarkan takwil mimpinya dari bibir yusuf sendiri. Kemudian ia menanyakan kepada Yusuf tentang berbagai macam hal, dan tercengang atas kefasihan dan kehebatan jawaban-jawaban yang diterimanya.
Akhirnya Raja berkata,
"Engkau telah memberikan kepadaku keterangan yang cemerlang atas mimpiku, tetapi bagaimana kita dapat mengatasi bahaya yang mengancam di dalamnya, dan dengan demikian dapat mengangkat kesulitan rakyat?"
"Ini yang harus dilakukan," jawab Yusuf. "Pada hari-hari kelimpahan, ketika hujan turun berlimpah, harus dikeluarkan pengumuman di setiap wilayah dengan memerintahkan kepada rakyat untuk mengerahkan seluruh waktunya untuk menyebarkan benih. Biarkan mereka, apabila perlu, mencakar batu gersang dengan kuku jarinya, dan menyebarkan benih dengan keringat dahi mereka. Segera setelah gandum itu matang, haruslah disimpan. Hanya sekadar keperluan saja yang diambil untuk digunakan sehari-hari.
Tetapi, untuk mengawasi kerja besar itu, diperlukan seseorang yang berani dan bijaksana, seseorang yang mengetahui tujuan dan bagaimana akan mencapainya. Sekarang Tuan dapat beroleh banyak hal di dunia ini, tetapi mungkin Tuan tak akan menemukan orang pengurus yang lebih bijaksana dan lebih cakap daripada diriku, maka Tuan tak akan dapat berbuat lebih baik daripada mempercayakan pengurusan usaha ini kepadaku."
Menyadari kecakapan Yusuf, Raja memberikan kepadanya wewenang atas seluruh urusan negeri Mesir, dan di tengah kekhidmatan besar, Raja mengangkatnya menjadi Wazir Agung. Sementara itu Tuhan mengkaruniakan Yusuf dengan bakat-bakat yang sesuai dengan tugas besar itu.
Tentang Wazir lama, ketika ia melihat keberuntungan demikian menyusut, dan panji jabatannya yang tinggi jatuh, hatinya tak dapat menanggung kejatuhan dan rahmat itu, ia pun segera menjadi sasaran jalan maut. Zulaikha sekarang telah kehilangan segala sesuatu: rumahnya tidak lagi mempunyai kebanggaan jabatan suaminya, hatinya yang sakit cinta kepada Yusuf masih belum tersembuhkan.
Karena demikianlah jalan langit dalam kediaman kekecewaan ini: perlahan dalam cinta, cepat dalam kebencian, mengangkat seseorang setinggi matahari yang memuncak, membaringkan yang lainnya terkapar bagai bayangan.
Berbahagialah orang yang kebijaksanaan mengilhaminya untuk menarik pelajaran dari pasang surut ini, dan yang tidak menyombongkan diri dalam kemakmuran juga tidak putus asa dalam kesulitan.