Pandangan bukanlah satu-satunya jalan yang didapatkan cinta ke dalam hati. Sering terjadi bahwa rahmat ini dilahirkan dari kata-kata yang diucapkan, dan bahwa gema keindahan memasuki telinga dan merampas kedamaian serta penalaran dari hati dan jiwa.
Alkisah, di kerajaan Mesir berdiam seorang gadis cantik bernama Bazighah. Ia berasal dari keturunan terhormat zaman dahulu. Senyum manisnya yang bak mutiara dalam kotak permata, telah memenuhi negeri Mesir dengan manisnya madu. si cantik menawan ini, yang bahkan membuat iri para bidadari, telah melemparkan seluruh negeri Mesir kepada kebingungan. Orang-orang besar mengeluh untuknya, dan para pemuda gagah perkasa tertimpa rasa cinta kepadanya. Meski demikian banyak kelebihannya, dan begitu mulia keturunannya, namun tak seorang pun tampak padanya sebagai cukup berharga untuk mendapatkan cintanya.
Tak pernah ia merendah dengan memberikan kerlingan matanya kepada seorang pun di antara mereka, walaupun hanya sekejap.
Pada suatu hari, ia mendengar gambaran tentang Yusuf, dan segera ia merasa tertarik kepadanya. Semakin ia dengarkan, semakin kuat hasrat hatinya tumbuh untuk melihatnya. Hingga akhirnya ia mengosongkan peti hartanya lalu berangkat menuju kota dengan maksud untuk membeli Yusuf.
Desas desus tentang kedatangannya tersebar ke seluruh kota dan menciptakan udara segar. Ia adalah korban kedua yang menawarkan dirinya kepada Yusuf. Setelah ia menemukan tempat tinggal Yusuf, ia segera pergi ke sana dengan hati gembira.
Ketika ia lihat keindahan yang tak terperikan itu, suci dari segala cela duniawi sebagaimana jiwa, yang sepertinya tak ada mata yang pernah melihat dan yang pernah dituturkan kata sebelumnya, Bazighah pun jatuh pingsan. Ia telah melepaskan belenggu dirinya dan masuk ke dalam kenikmatan yang luar biasa.
Kemudian setelah sadar kembali, ia longgarkan lidahnya dan mencari dengan bertanya-tanya tentang mutiara dari harta karun yang tersembunyi itu.
"Wahai Yusuf!" ratapnya, "Engkau adalah karya utama rahmat! Siapakah yang mengaruniai dirimu keindahan sempurna itu? Siapakah gerangan yang membuat keningmu bersinar laksana matahari? Seniman manakah pemahat patungmu? Busur siapakah yang menggambar lengkung pada keningmu? Siapakah yang menumbuhkan cemara dari tubuhmu dan yang memberikan tubuh seanggun itu?"
Yusuf mendengarkan segala pertanyaannya yang panjang, dan ketika menjawab, kata-kata yang melompat dari bibirnya merupakan santapan bagi jiwa,
"Aku adalah karya cekatan Sang Pencipta. Di samudera-Nya aku merasa puas hanya dengan menjadi sekadar tetesan kecil. Seluruh angkasa bukan apa-apa kecuali sebuah titik dari pena kesempurnaan-Nya. Seluruh dunia hanyalah sebuah kuncup di taman keindahan-Nya. Matahari hanyalah seberkas cahaya dari kebijaksanaan-Nya. Lengkungan langit tidak lebih dari sepercik gelembung di lautan kemahakuasaan-Nya.
Tersembunyi di balik tirai rahasia, keindahan-Nya selalu suci dari jejak ketidaksempurnaan. Dari atom dunia Ia ciptakan cermin demikian banyaknya, dan ke dalam setiap cermin Ia lemparkan bayangan dari wajah-Nya, karena bagi mata yang melihat, setiap yang tampil cantik dan indah hanyalah suatu pantulan dari wajah-Nya.
Sekarang, karena engkau telah melihat pantulan itu, bersegeralah menuju ke sumbernya. Karena dalam Cahaya Azali, pantulan itu sepenuhnya menjadi gerhana. Hati-hatilah melenggang jauh dari sumber asalnya, kalau tidak, maka ketika pantulan itu memudar, engkau akan tertinggal dalam kegelapan. Pantulan itu lama fananya bagai rona bunga mawar. Apabila engkau menghendaki keabadian, berpalinglah kepada sumbernya, dan apabila engkau menghendaki ketulusan, carilah pula di sana. Mengapa menyobek jiwamu terdahap sesuatu yang wujudnya hanya sesaat dan akan pergi di saat berikutnya?
Ketika Bazighah telah diajari tentang rahasia tersebut, gadis muda bijaksana itu pun segera menggulung permadani nafsunya dan berkata kepada Yusuf,
"Bilamana aku tidak lebih dari mendengar gambaranmu, hatiku telah dimakan dengan hasrat yang bernyala-nyala untuk memilikimu, dan untuk tujuan itu aku siap untuk menjangkau langit dan bumi. Ketika aku melihat wajahmu, aku merasa segala kekuatan telah meninggalkanku, dan dengan senang hati akan kuserahkan rohku di kakimu. Tetapi sekarang, setelah engkau memperlihatkan mutiara rahasia itu, dan mengungkapkan kebijakan tersembunyi kepadaku, penalaranmu yang halus telah menyebabkan aku membalikkan punggungku kepada cintaku ini. Engkau telah mengangkat tirai dari hasrat hatiku, dan membimbingku dari sinar matahari kepada matahari itu sendiri. Sekarang, setelah hatiku terbuka kepada rahasia kebenaran ini, bahwa jatuh cinta kepadamu hanyalah sebuah dongeng realitas, adalah lebih baik bagiku untuk tetap tinggal dalam penampilan sia-sia.
Semoga Tuhan mengganjarmu karena telah membuka mataku, dan membuatku menjadi teman yang berbahagia dari segala jiwa. Engkau telah membebaskan hatiku dari semua keterikatan, dan menawarkan padaku tinggal di rumah peristirahatan. Apabila setiap rambut di kepalaku dapat memuji dan berterima kasih kepadamu, itu baru merupakan sebagian kecil dari rasa terima kasihku kepadamu."
Ia mengucapkan selamat tinggal kepada Yusuf lalu berpisah, sekaligus terbebas dari segala pandangan duniawi. Setelah itu ia segera membangun sebuah tempat kecil di tepian sungai Nil. Dengan menolak semua milik duniawi, ia memanggil kaum fakir miskin untuk mengambil segala miliknya, sehingga padanya hanya tertinggal makanan yang hampir tak cukup untuk makan malam sekalipun. Kerudung yang penuh tambal, menggantikan mahkotanya yang bertahtakan mutiara, dan ia tidak lagi memakai sutra atau satin. Laksana sebuah cermin, ia memakai baju luar dari kulit hewan, dan di tangannya ia menghitung biji-biji tasbih, sebagai sekian banyak mutiara yang mahal-mahal. Dengan tatapannya tertuju ke sudut pertapaannya, ia memalingkan punggungnya kepada godaan dunia.
Ia lewatkan sisa hidupnya dalam kesunyian itu, dengan tekun mengabdikan dirinya kepada ketakwaan, ketika hidupnya mencapai ajalnya, ia menyerahkan jiwanya dengan kedamaian. Janganlah engkau bayangkan bahwa ia meninggal dengan sia-sia, ia mendapatkan ganjarannya, ia meninggal dengan menyaksikan kecerlangan Yang Tercinta.
Wahai hatiku, belajarlah dari wanita itu bagaimana menderita secara heroik, sebagaimana yang dilakukannya. Apabila engkau tidak mengetahui kepedihan yang memakan diri ini, sekurang-kurangnya bersedihlah atas kekurang sedihanmu. Pertimbangkanlah, hidupmu telah dilewatkan dalam penyembahan kepada penampilan lahiriah, tanpa engkau pernah meluputkan diri barang sejenak pun dari keterikatanmu pada keindahannya yang berubah-ubah dan layu.
Cukuplah tentang keresahan yang berkesinambungan, selalu tersandung pada batu tajam di jalan, atau terbang sebagai burung dari cabang ke cabang. Bangkitlah mengatasi waktu dan ruang, dan bangunlah sangkakmu di istana realitas. Realitas adalah hanya satu, sementara wajah ada ribuan. Janganlah mencari kedamaian dari kumpulan penampilan.
Di mana materi berkuasa, tak ada selain kebingungan, karena engkau tak mempunyai kekuatan untuk terlibat dengan musuh seperti itu, lebih baik lari dan mengambil perlindungan di hutan ke-Esaan.