Thursday, May 10, 2007

Struktur Dasar Tentang Kehidupan Umat Manusia Sebagai Bani Adam

Seberapa sering Anda membaca buku, kitab suci Anda, atau menonton film, sinetron, wayang kulit, dan bentuk hiburan lainnya? Buku novel, cerpen, kitab suci, buku ilmiah atau bentuk tulisan sera tontonan lainnya yang memberikan hiburan sebenarnya mempunyai struktur dasar yang serupa. Bahkan dalam beberapa segi, nampak sekali bahwa pendorong utamanya berkaitan dengan “bener nggak sih kita pantes menyandang labelisasi kemanusiaan” kita sebagai makhluk yang diberi anugerah berupa akal pikiran dan kemampuan memaknai serta menyatakannya menjadi tindakan dalam koridor hukum yang dasar-dasarnya keseimbangan atau keselarasan atau harmoni dalam dinamika kesadadaran- ruang-waktu yang kita “rasakan” sebagai “kehidupan” yang dianugerahkan oleh “Allah, Tuhan Yang Maha Esa”?.

Secara umum, struktur kisah tentang manusia dan kondisinya dari zaman dongeng dan legenda sampai fiksi ilmiah di hari ini dapat dijabarkan menjadi 5 tahap:

Keadaan tidak stabil yang muncul dari ketidakpuasan dirinya terhadap sistem ipoleksosbudhankam atau secara individual nasibnya. Atau secara lebih ruhani tujuan hidup tidak jelas dengan kata lain kehilangan makna dirinya sebagai bagian dari kehidupan
Ketidakstabilan mendorong seseorang berupaya untuk melakukan perjalanan untuk mengubah ketidakseimbangan itu misalnya dengan mencari ilmu.

Dari perjalanan diperoleh keajaiban , pengetahuan, baik sendirian maupun dengan bantuan makhluk ajaib, misalnya binatang, malaikat atau bertemu dengan hijab terakhir antara dirinya dengan Tuhannya sebagai obyek yang dicari yaitu istrinya atau wanita yang dicintainya. Dalam film-film Hollywood hal ini sangat kentara sekali bagaimana si Pahlawan kisah selalu menemukan apa yang dicari selama ini yaitu pasangannya dengan cinta misalnya dalam film Forest Gump. Kisah-kisah Hollywood tertentu malah sama sekali menghilangkan si wanita dan si Hero menjadi petualang heroik dari satu kisah ke kisah lain, dari satu perang ke perang lainnya misalnya Rambo dan James Bond. Atau ending lebih tragik seperti kisah Romea dan Juliet.

Bagi yang menemukan pasangan hidupnya, tantangan terakhir adalah tantangan bersama istrinya yang dijalani sebagai pasangan hidup dengan berumah tangga.
Keadaan baru tercapai yang optimum dengan mempunyai keturunan dan meneruskan kontinuitas kehidupan dalam keseimbangan baru. Kisah pun berulang kembali.

Plot umum diatas merupakan tipikal plot kisah novel atau fiksi atau legenda ataupun metafora puitik lainnya. Kisah-kisah yang diungkapkan dalam kitab-kitab agama sebenarnya menggunakan konsep dengan alur yang mirip namun lebih individual sekaligus universal karena langsung berkaitan dengan “diri manusia” dan “Tuhan” sebagai suatu hubungan yang harmonis melalui asma-asma, sifat dan perbuatanNya yang tampil sebagai alam semesta sebagai pentas Realitas The Matrix 1001 malam. Dalam kisah-kisa agama, umumnya setting awalnya adalah kondisi ipoleksosbudhankam yang tidak memberikan jaminan atau tidak mencerminkan harkat manusia serta idealisasi dari tujuan manusia tertinggi karena manusia umumnya kehilangan arah dan tidak mampu mengenal jatidirinya sehingga sepanjang hidupnya ia dikuasai hawa nafsu. Dengan kata lain, manusia saat suatu agama belum muncul dikatakan berada dalam kejahiliyahan, dalam cengkeraman gerombolan abu jahal dan abu lahab, atau menjadi kaum Dewata Cengkar yang suka makan manusia, atau berada dalam cengkeraman kutukan yang mengerikan, atau berada dalam kondisi sosial yang jatuh terpuruk karena nepotisme, KKN, dan runtuhnya moralitas dan berbagai ungkapan lainnya yang mencerminkan realitas kondisi dirinya sebagai bagian dari suatu kaum atau masyarakat atau negara.

Untuk mengatasi hal ini, metode penyelamatan yang disarankan adalah dengan membaca tanda-tanda sistem kehidupannya dengan melakukan perjalanan ruhani dengan panduan qalam dan dengan penyucian jiwa. Prosesnya saat ini secara metodik adalah dengan melakukan pengolahan ESQ atau memasuki dunia keruhanian yang lebih halus misalnya melalui thariqot dengan bantuan guru-guru manusia yang mumpuni. Sedangkan pertempuran yang dihadapinya adalah Jihad Melawan Hawa Nafsunya.

Dari perjalanan jiwa tersebut, hijab yang dibuka adalah pemurnian jiwa kembali ke kemurnian awal mulanya dimana ia mampu membaca tanda-tanda dengan panduan, makna, dan penarikan kesimpulan yang benar yaitu jalan yang sesuai dengan dirinya sebagai makhluk yang ber-Tuhan dengan realitas sehari-hari yang dijalaninya sebagai bagian dari penyempurnaan dirinya. Dalam fase ini, kisah-kisah kenabian umumnya akan memunculkan manusia dengan pembantu atau asistennya yang ajaib misalnya bertemu dengan malaikat, dengan bantuan binatang, atau bentuk bantuan lainnya yang secara tidak langsung menunjukkan adanya perluasan Kecerdasan Lahir dan Batinnya. Pembantu yang nyata dan optimum adalah munculnya pasangan hidupnya sebagai pendamping yang melengkapi dan memaknai kehidupan sebagai bagian dari Rahmat dan kasih sayang Tuhan. Jadi, pembantu setianya itu dihadirkan sebagai tabir paling akhir dari perjalanan spiritualnya memakrifati dirinya dan Tuhannya.

Dalam keadaan berpasangan dengan pasangan hidupnya yang sah, alam semesta baru diciptakan yaitu dengan pernikahan atas dasar Cinta Ilahi yang tulus. Selama berumah tangga dengan dasar-dasar Cinta Ilahiyah ini keadaan baru dibangun secara bersama-sama sebagai suatu keluarga baru, hasilnya bergantung pada niat menikahnya karena hasilnya bisa jadi alam semesta yang tercipta adalah neraka bisa juga surga yang disegerakan.

Keseimbangan baru tercapai dengan munculnya generasi penerus dengan akhlak dan perilaku yang lebih terbimbing dengan panduan Pengetahuan Tuhan yang benar, dan pembinaan serta bimbingan akhlak yang benar sehingga muncul generasi yang tercerahkan dengan personifikasi yang mencerminkan tercapainya tujuan absolut yang disegerakan yaitu generasi dan peradaban manusia yang menampilkan Jamal dan Jalal Allah dengan dasar-dasar Bismillahir al-Rahmaan al-Rahiim. Sedangkan tujuan absolut yang real pada akhirnya SEPENUHNYA TERGANTUNG PADA ANUGERAH ALLAH sebagai keyakinan mutlak yang dipegang sebagai BUHUL TALI YANG KOKOH yaitu keimanan manusia terhadap ADANYA REALITAS ABSOLUT, ALLAH AL-HAQQ dengan dasar-dasar dan prinsip yang sesuai dengan Kesempurnaan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa.

Plot kisah dalam pespektif umum maupun ruhaniah diatas nampaknya sangat skalabel dan dapat diterapkan dalam ruang lingkup yang bermacam-macam yang berhubungan dengan manusia yang menerima Pengetahuan Tuhan dalam bentul simbologi, geometri, bilangan, huruf, kata, kalimat, dan akhirnya kitab wahyu, novel, buku dan berbagai kisah lainnya, baik yang sandarannya ilmiah maupun sekedar fiksi metaforis yang mengandung makna yang dalam tentang arti dan makna kehidupan manusia serta hubungannya dengan lingkungan hidupnya dan Penciptanya sebagai ultimate goal yaitu Sampai Kepada Allah sebagai orang-orang yang diberi nikmat yang banyak dan diridhoi oleh Allah, Rabbul ‘Aalamin (Inteligence Being).

Simbologi dari tujuan ultimate tersebut ternyata menjadi simbologi yang tertuliskan sebagai susunan 4 huruf Alif-Laam-Laam- ha, dimana huruf Alif sebagai simbologi “Ain Yang Maujud” dengan Kekuasaan Tuhan sebagai al-Rahmaan merupakan titik tolak yang dimulai dari titik terbawah dan bergerak keatas sebagai awal perjalan Ruhani kemudian melengkung ke arah Laam Pertama dan menyusuri lembah Laam untuk memakrifati realitas “diri”, naik ke atas lagi puncak dimana terdapat rahasia ketuhanan sebagai simbologi 13th Warrior yaitu nabi Muhammad SAW dan turun kembali ke lembah Laam kedua sebagai upaya membangun realitas lahir yang baru sebagai Laam kedua yaitu berumah tangga dan naik kepuncak Kelembutan Allah yang dinyatakan sebagai CintaNya dalam bentuk huruf “ha” yang menempel di huruf Laam kedua dalam lafaz “Allah” dengan lubang ditengahnya menggambarkan Realitas Absolut yang mencitrakan absolusitas dan ketidaktahuan kita tentang hasil penghisaban di hadapan Allah sebagai Aziizul Hakiim nanti.

Satu-satunya jaminan kita bahwa kita akan masuk surga ternyata bukan karena amaliah kita di dunia tapi sepenuhnya atas Anugerah Tuhan. Jadi, jangan menyombongkan diri dengan amaliah kita karena yang dibutuhkan untuk sampai ke hadirat Ilahi adalah menerima keikhlasan-Nya dalam bentuk memanusiaan kita dengan Iman, Islam dan Ihsan yang tulus, dan dengan sadar menampilkan kemuliaan dan kesuciaanNya dengan akhlak yang mulia sehingga di atas panggung dunia ini tampillah Jamaliah dan Jalaliahnya dengan dasar-dasar penauhidan kepadaNya dan kepada Washilah DiriNya Yang Maha Hidup dan Mematikan yaitu Muhammad sebagai Rahmaatan Lil ‘Aalamin.