Terpaku di surat ke 109, saya termenung membaca penamaan ayat tersebut yaitu Al-Kafiruun (Orang-orang kafir). Surat yang seringkali dijadikan sebagai argumentasi kebebasan beragama tersebut nampaknya bukan sekedar ungkapan yang membedakan antara satu manusia dengan manusia lainnya dalam koridor memilih suatu keyakinan antara satu agama (Islam) dengan agama lainnya, namun tersirat ungkapan yang lebih personal atas capaian ruhani seseorang dipuncak pengetahuannya yang tidak lain adalah Pengetahuan Tentang Pencipta itu sendiri sebagai entitas yang kita sebutkan sebagai Allah, atau sebutan lainnya yang setara pemaknaanNya, dan kita sebagai Bani Adam yang layak disebut manusia sebagai Insaana Fii Ahsaani Taqwiim (QS 95:4) bukan kaum Ablasa yang tidak tahu bagaimana dirinya diciptakan (QS 18:51).
Sekilas, dalam tulisan tentang “Mr. X diantara Adam, Azazil, dan Hawa” saya menyinggung tentang surat al-Kafiruun ini.
Dari kaum Ablasa ini lahir kaum al-Kafiruun yang diungkapkan di QS 109. Surat al-Kafirrun sebenarnya secara simbolik mengungkapkan bagaimana Mr. X mempunyai pilihan bebas yang bertanggung jawab yaitu menjadi Adam sebagai Awlia Allah atau Adam Awlia atau mau menjadi Kaum Ablasa yang memutuskan diri dari rahmat Penciptanya dengan berbagai tipu muslihatnya untuk menjerumuskan manusia sebagai Bani Adam kedalam kegelapan Ablasa dimana penjara tergelapnya disebut sebagai Penjara Ghairullah (selain Allah atau syirik). Karena asal usul niat dan hasratnya sama, yaitu Mr. X yang mencari PenciptaNya dan dekat padaNya, kaum Ablasa pun akhirnya bisa menyusup dalam berbagai jubah Bani Adam baik dengan menggunakan Perahu Agama, Sains, Kemanusiaan, Ham, Feminisme dan lain-lainnya.
Tulisan yang mengulas Adam dan Azazil di posisi tertinggi sampai munculnya metamorfosis Azazil sebagai Hawa dari sulbi Adam sebenarnya merupakan suatu kesimpulan setelah merenungkan surat ke-109 sampai QS 114 sebagai suatu kesatuan. Dari penempatan QS 109, saya baru ngeh (setidaknya dari penelahaan saya sampai hari ini) bahwa puncak surat AQ sebenarnya QS 108 sebagai suatu al-Kautsar (Nikmat Yang Banyak), namun diteruskan dengan QS 109 sebagai al-Kafiruun sebagai suatu peringatan yang bisa menimpa suatu kaum atau perorangan yang merasa diri diberi nikmat yang banyak namun akhirnya lalai atau kurang waspada dengan tipu daya hawa nafsunya sendiri.
Jadi, meskipun Nikmat Yang Banyak dianugerahkan oleh Allah, namun jika nikmat tersebut tidak disyukuri dan dimaknai dengan sadar dan waspada seseorang atau suatu kaum bisa terjerumus kepada Kekafiran karena ada nafsu tersisa yang dibiarkannya, yang justru menumpuk menjadi kesombongan yang menabiri. Kisah-kisah umat terdahulu yang dihancurkan oleh Kekuasaan Allah seperti Bani Tsamud, ‘Ad, Fir’aun, maupun yang lainnya yang diungkapkan dalam beberapa surat AQ nampaknya berhubungan dengan hal ini, kesombongan yang akhirnya menjadi Gunung al-Hijr (nama gunung yaitu al-Hijr sebagai suatu gunung batu artinya bisa juga sebagai al-‘Aql) sehingga akhirnya menggelincirkan umat manusia ke dalam kekafiran yang muncul dari nikmat yang banyak namun kurang disyukuri sebagai rahmat PenciptaNya (dengan suatu peringatan keras di QS 55 yang dinyatakan sebanyak 31 kali, “Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?”).
Kedua surat ini (QS 108-109) menjelaskan dua keadaan yang saling memunggungi seperti sisi dua mata uang bahwa dari kenikmatan yang diperoleh manusia, bisa juga muncul kekafiran, dan demikian juga sebaliknya dari kekafiran bisa juga muncul nikmat yang banyak.
1. “Laa ilahaa Illaa Allah” atau “In GOD We Trust”
Lagi-lagi saya teringat di salah satu pesan yang saya sampaikan pada teman saya tentang Uang dan Nabi serta tulisan di uang dollar Amerika “In God We Trust” yang menurut saya bersifat dualitas dimana manusia diingatkan bahwa kalau manusia lupa diri maka “God” baginya adalah “Money” yang secara tersirat (entah sengaja atau tidak nampaknya yang pertama kali menyebutkan dalam bahasa Inggris uang sebagai “money” memahami hal ini M-ONE-Y, pindahkan huruf ke-5 ke posisi 2 didapat MY-ONE, saya adalah Yang Satu atau Saya adalah Tuhan yang satu, selebihnya silahkan tafsirkan sendiri apa maksud pembuat uang ini siapakah dia? Iblis yang bermetamorfosis atau Tuhan Yang Satu), dan tanpa sadar kitapun percaya juga “waktu adalah uang” padahal didalam al-Qur’an juga disebutkan mengenai rahasia Sang Waktu dengan Kesadaran Manusia (simak QS 103) sebagai suatu ketetapan untuk menjalani kehidupan yang harus diistiqomahi dengan kesabaran dan berbuat kebaikan.
Dari kedua keadaan yang bertolak belakang ini, sebenarnya terdapat hubungan dimana satu sama lain akan menyebabkan kedua hal tersebut terjadi sebagai suatu perubahan takdir, atau nasib. Namun kunci itu tergantung pada pengertian kita tentang nikmat yang kita peroleh berupa pemahaman dengan Pengetahuan Tauhid dan bagaimana kita menggunakannya. Apakah dengan kesadaran kudus sebagai hamba atau dengan kesombongan diri, sehingga di puncak tertinggi Pengetahuan Tauhid, kita malah tersesat dan terjebak dalam tipu daya halus yang muncul dari Nafsu Terakhir yang lalai kita kendalikan terlebih dahulu yaitu “keakuan” atau “egosentrisme” kemakhlukan kita yang dikira kecil justru menjadi besar sehingga tumbuh menjadi Gunung Batu al-Hijr dan menjadi tabir yang tak bisa ditembus untuk melihat Realitas Tentang al-Haqq dan realitas tentang diri kita yang cuma sekedar makhluk dengan batasan paling banter umurnya rata-rata 60 sampai 66 tahunan yang rasanya kita cerap sebagai “O-SIN (Original Sin)” atau “Allah”.
Nafsu diri yang dilalaikan pengendaliannya secara konsisten bisa membesar kapan saja, baik di posisi rendah, menengah maupun tinggi. Namun umumnya muncul justru pada posisi tertinggi manusia ketika manusia merasa bisa mengatasi hawa nafsunya, yaitu ketika manusia berhadapan langsung dengan Realitas Tuhan (QS 7:7). Karena itu al-Kafirrun juga menyiratkan rahasia tentang Pengetahuan Tuhan Yang Tertinggi yang akhirnya dijungkirbalikkan menjadi Kegelapan Manusia sebagai makhluk yang sesungguhnya sudah dianugerahi akal pikiran dan mampu memaknai dengan hati namun malah jadi gosong dan hangus menjadi arang bara jahanam karena debu yang menyelip di hatinya yang seolah bersih telah menjadi sumbat yang mematikan mata hatinya. Umar yang rasional semula kafir dan teman Abu Jahal serta Abu Lahab, namun karena Allah melalui doa Rasulullah menetapkan untuk menghancurkan Gunung batu al-Hijr kesombongannya ia menjadi Mukmin, namun temannya Abu Jahal maupun Abu Lahab tidak, dan mereka pun menjadi typical khas dari karakter al-Kafiruun yaitu Bapak Kebodohan dan Bapak Kemarahan.
Ketika makhluk menjadi arang bara jahanam, sebutannya kemudian disebut al-Kafiruun , AL-KF-RUN kebalikan dari NUR dengan sebutam Kaf sebagai huruf Penyingkap yaitu Manusia sebagai Bayangan Tuhan dengan Pengetahuan-Nya yang telah membalikkan dirinya dari kehambaan menjadi merasa menjadi Tuhan dan bersembunyi dalam berbagai jubah penampilan, baik yang terang terangan menjadi kafir maupun tertipu daya dengan jubah kesucian maupun ke-agamaan (jadi dalam posisi tipu daya seperti ini kita akan melihat orang mengaku beragama tetapi tidak ber-Tuhan, dan demikian juga sebaliknya). Jadi, al-Kafiruun bukan secara harfiah berarti orang yang “bodoh” dan “pemarah” dari sisi lahiriah semata namun juga dari sisi yang lebih menunjukkan bagaimana akal pikirannya yang sebenarnya secara lahiriah mungkin cerdas atau kaya lahir namun lalai mengelola sisi batiniahnya atau esoterisnya. Mereka pun bisa saja datang dari kelompok yang berjubah keagamaan, kesucian, keilmuan, kekayaan, dan kelompok yang memang secara lahiriah mempunyai ilmu pengetahuan tetapi ilmunya tidak bisa meyakinkan hatinya untuk tertunduk di hadapan Kekuasaan Tuhan.
Dalam bentuk kemanusiaan, ketika kita mencari Tuhan, sesungguhnya kita bagaikan anjing atau Dog-ie yang mencari tuannya dengan mengendus-endus baunya. Gambaran demikian dalam bahasa modern disebut Reduction Ad Absurdum atau dalam gambaran agama Timur kepala ular yang menggigit ekornya, dalam arti sesungguhnya sebuah lingkaran maujud dari titik menjadi bentuk citra sempurna 360 derajat yang menjelaskan tentang arti Waktu sebagai manifestasi Ketuhanan sesungguhnya yang disebutkan sebagai :
Allahu, Laa ilaaha illa Huwal Hayyul Qoyyum.
Dengan instrumentasi lahir dan batin yang ada pada manusia, pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia hanya dimungkinkan bergerak bebas sebatas untuk mengenal dan sampai kepadaNya dengan Berserah Diri saja atau ASLIM alias ISLAM karena rujukan manusia untuk memahami pesan-pesan Tuhan sesungguhnya “bentuk” lahir dan batin kemanusiaannya sebagai Bani Adam yang Berpengetahuan Tuhan dengan benar sebagai ‘Abdi sekaligusnya KhalifahNya untuk mengelola sistem kehidupannya.
Akal pikiran dan hati kita, adalah instrumen bagi kita yang secara nyata hanya dapat digunakan untuk mengenal-Nya dengan mencium Asma, Sifat dan Perbuatan-Nya saja sebagai makhluk ciptaan-Nya yang DIANUGERAHI amanat untuk menyingkapkan SIAPA DIA. Dari amanat tersebut Allah berkenan memberi modal menyaksikan Ke-Esa-an MutlakNya di alam alastu yang akhirnya muncul menjadi kemampuan berpikir dan memaknai dengan pendekatan 10 yang memunculkan Pertolongan Allah menjadi kemampuan berorde 1000 alias 3 dijit saja yang aktual menjadi 10X10=100.
Hasil yang aktual dari penyaksian itu adalah QS 2:255 al-Kursy yang tak lain adalah tangan dan kaki kita sebagai ciri-ciri Mr. X kecuali dengan sebutan Insaana Fii Ahsani Taqwiim atau bisa menjadi Asfalaa Safiilin yang belum diberi identitas khas sampai Adam Awlia menyatakan kita sebagai Bani Adam. Upaya kita mengenal Tuhan dengan mencium WewangianNya dan mempunyai akurasi SIXSIGMA alias 66 (Allah) alias 341 per semilyar proses alias 10 pangkas 9 alias QS 109. Melampaui 10 pangkat 9 yang muncul khayal dan angan-angan menjadi al-Kafiruun (QS 109), karena itu yang diperlukan adalah mengartikulasikan potensi penyaksian ke-Esa-an menajdi Pertolongan Allah semata (QS 110) dengan menyatakan maghfirahNya yaitu Taubatan Nasuha (QS 9, at-Taubah).
2. Metafor Siti Jenar dan Anjing
Dalam kasanah tradisi kewalian Jawa, ungkapan anjing yang mencari tuannya tidak lain adalah Kisah Siti Jenar yang berubah menjadi anjing sebagai simbolisme dan gambaran yang sebenarnya menohok langsung 9 wali lainnya yang bersandar pada pengertian lahiriah untuk mencari Tuhan, namun dengan pegangan formalitas Taubatan Nasuha.
Jadi, anjing yang mati sebenarnya gambaran tentang hawa nafsu terakhir manusia dengan simbolisme Siti Jenar yang dibunuh 9 wali yang justru menyempurnakan Siti Jenar kedalam wilayah kehambaanNya yang hakiki menjadi makhluk yang digelari Nurzathi. Meskipun 9 wali bisa membunuh Siti Jenar, tapi juga sekaligus mereka tertipu oleh hasratnya sendiri sebagai nafsu terakhirnya yang masih dibelai-belainya, sehingga kewaliannya justru akan menjadi hijabnya sendiri. Dengan dibunuhnya Siti Jenar, Siti Jenar justru bermetamorfosis menjadi makhluk baru yang berada di wilayah diluar ilmu pengetahuan kita saat ini.
Kisah 9 wali songo nampaknya mempunyai keselarasan dengan kisah 9 Kesatria Templar di Wilayah Eropa yang menurut tafsiran historis, yang belakangan ini banyak dibincangkan setelah keluarnya novel Da Vinci Code, menjadi kelompok pengatur yang mempengaruhi revolusi sosial politik di Eropa Barat. Entah kenapa dan sejak kapan kisah ini masuk ke Indonesia nampaknya erat kaitannya dengan pergulatan politik kekuasaan yang telah menggunakan jubah keagamaaan untuk meraih kekuasaan dan dominasi politik yang berkembang di wilayah Mediterania maupun di bagian dunia lainnya, dan akhirnya setelah Perang Salib masuk ke Indonesia yang waktu itu berada di bawah ancaman kekuasaan Belanda. Semua itu nampaknya berkaitan erat dengan munculnya gerakan Agama Masehi dengan fokus utama di Aleksandria tempat dimana terdapat sumber ilmu pengetahuan saat itu dan pusat pergolakan intelektual dan reformasi keagamaan di akhir abad Sebelum Masehi sampai tahun 535 Masehi yaitu tahun dimana Gunung Rakata meletus yang menurut penulis Buku Krakatau mengubah konstalasi kekuasaan di berbagai dunia termasuk lahirnya Nabi Muhammad SAW 36 tahun setelah meletusnya Gunung Rakata di Selat Sunda.
Akan tetapi, Wali Songo yang dikenal di Indonesia nampaknya bukan sekedar kisah fiktif, kisah tersebut adalah gambaran tentang maqomat ruhani dan hal dari perjalanan ruhani seseorang ketika melalui fase demi fase menyingkap tabir kemakhlukan dirinya. Sembilan Wali adalah gambaran tentang Adam (45) yang muncul ke permukaan sebagai suatu tatanan pengetahuan Tuhan yang artikulasinya diwakili oleh huruf Kaf dan Fa dalam nama Al-Kafirun, sebagai penyingkap rahasia manusia yang dengan PengetahuanNya atau Alif-Laam, yang akan mengungkapkan suatu kondisi dilematis yang akan ditemuinya di posisi tinggi Menjadi Bani Adam yang Aslim di hadapan kelemahan dirinya dengan segala pengetahuan lahir dan batinnya atau menjadi maujud Nafsu Terakhir yang dilalaikannya yaitu egosentrisnya dan lahir menjadi Fir’aun atau Dajjal atau Azazil Sang Iblis.
Dari kearifan yang dijelajahinya dengan pengetahuan Adam, manusia seolah dililit Sang Ular yang tiba-tiba muncul menggigit ekornya sendiri atau asal usul dirinya, ekornya pun digigitnya. Namun dengan ketundukkan di hadapan Tuhan kekafiran yang kelak akan melahirkan Ablasa bisa berubah menjadi kehambaan yang melahirkan manusia sebagai Bani Adam dan Siti Hawa yang merupakan metamorfosis keakuan untuk meneruskan kontinuitas Jamal dan Jalal Allah dengan car aberkembang biak meneruskan generasi manusia yang berilmu pengetahuan dengan benar, dan mempunyai pedoman yang benar yaitu Al Qur’an sebagai Dzikrul Lil Mukminun dan Dzikrul Lil ‘Aalamin.
Sekilas, dalam tulisan tentang “Mr. X diantara Adam, Azazil, dan Hawa” saya menyinggung tentang surat al-Kafiruun ini.
Dari kaum Ablasa ini lahir kaum al-Kafiruun yang diungkapkan di QS 109. Surat al-Kafirrun sebenarnya secara simbolik mengungkapkan bagaimana Mr. X mempunyai pilihan bebas yang bertanggung jawab yaitu menjadi Adam sebagai Awlia Allah atau Adam Awlia atau mau menjadi Kaum Ablasa yang memutuskan diri dari rahmat Penciptanya dengan berbagai tipu muslihatnya untuk menjerumuskan manusia sebagai Bani Adam kedalam kegelapan Ablasa dimana penjara tergelapnya disebut sebagai Penjara Ghairullah (selain Allah atau syirik). Karena asal usul niat dan hasratnya sama, yaitu Mr. X yang mencari PenciptaNya dan dekat padaNya, kaum Ablasa pun akhirnya bisa menyusup dalam berbagai jubah Bani Adam baik dengan menggunakan Perahu Agama, Sains, Kemanusiaan, Ham, Feminisme dan lain-lainnya.
Tulisan yang mengulas Adam dan Azazil di posisi tertinggi sampai munculnya metamorfosis Azazil sebagai Hawa dari sulbi Adam sebenarnya merupakan suatu kesimpulan setelah merenungkan surat ke-109 sampai QS 114 sebagai suatu kesatuan. Dari penempatan QS 109, saya baru ngeh (setidaknya dari penelahaan saya sampai hari ini) bahwa puncak surat AQ sebenarnya QS 108 sebagai suatu al-Kautsar (Nikmat Yang Banyak), namun diteruskan dengan QS 109 sebagai al-Kafiruun sebagai suatu peringatan yang bisa menimpa suatu kaum atau perorangan yang merasa diri diberi nikmat yang banyak namun akhirnya lalai atau kurang waspada dengan tipu daya hawa nafsunya sendiri.
Jadi, meskipun Nikmat Yang Banyak dianugerahkan oleh Allah, namun jika nikmat tersebut tidak disyukuri dan dimaknai dengan sadar dan waspada seseorang atau suatu kaum bisa terjerumus kepada Kekafiran karena ada nafsu tersisa yang dibiarkannya, yang justru menumpuk menjadi kesombongan yang menabiri. Kisah-kisah umat terdahulu yang dihancurkan oleh Kekuasaan Allah seperti Bani Tsamud, ‘Ad, Fir’aun, maupun yang lainnya yang diungkapkan dalam beberapa surat AQ nampaknya berhubungan dengan hal ini, kesombongan yang akhirnya menjadi Gunung al-Hijr (nama gunung yaitu al-Hijr sebagai suatu gunung batu artinya bisa juga sebagai al-‘Aql) sehingga akhirnya menggelincirkan umat manusia ke dalam kekafiran yang muncul dari nikmat yang banyak namun kurang disyukuri sebagai rahmat PenciptaNya (dengan suatu peringatan keras di QS 55 yang dinyatakan sebanyak 31 kali, “Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?”).
Kedua surat ini (QS 108-109) menjelaskan dua keadaan yang saling memunggungi seperti sisi dua mata uang bahwa dari kenikmatan yang diperoleh manusia, bisa juga muncul kekafiran, dan demikian juga sebaliknya dari kekafiran bisa juga muncul nikmat yang banyak.
1. “Laa ilahaa Illaa Allah” atau “In GOD We Trust”
Lagi-lagi saya teringat di salah satu pesan yang saya sampaikan pada teman saya tentang Uang dan Nabi serta tulisan di uang dollar Amerika “In God We Trust” yang menurut saya bersifat dualitas dimana manusia diingatkan bahwa kalau manusia lupa diri maka “God” baginya adalah “Money” yang secara tersirat (entah sengaja atau tidak nampaknya yang pertama kali menyebutkan dalam bahasa Inggris uang sebagai “money” memahami hal ini M-ONE-Y, pindahkan huruf ke-5 ke posisi 2 didapat MY-ONE, saya adalah Yang Satu atau Saya adalah Tuhan yang satu, selebihnya silahkan tafsirkan sendiri apa maksud pembuat uang ini siapakah dia? Iblis yang bermetamorfosis atau Tuhan Yang Satu), dan tanpa sadar kitapun percaya juga “waktu adalah uang” padahal didalam al-Qur’an juga disebutkan mengenai rahasia Sang Waktu dengan Kesadaran Manusia (simak QS 103) sebagai suatu ketetapan untuk menjalani kehidupan yang harus diistiqomahi dengan kesabaran dan berbuat kebaikan.
Dari kedua keadaan yang bertolak belakang ini, sebenarnya terdapat hubungan dimana satu sama lain akan menyebabkan kedua hal tersebut terjadi sebagai suatu perubahan takdir, atau nasib. Namun kunci itu tergantung pada pengertian kita tentang nikmat yang kita peroleh berupa pemahaman dengan Pengetahuan Tauhid dan bagaimana kita menggunakannya. Apakah dengan kesadaran kudus sebagai hamba atau dengan kesombongan diri, sehingga di puncak tertinggi Pengetahuan Tauhid, kita malah tersesat dan terjebak dalam tipu daya halus yang muncul dari Nafsu Terakhir yang lalai kita kendalikan terlebih dahulu yaitu “keakuan” atau “egosentrisme” kemakhlukan kita yang dikira kecil justru menjadi besar sehingga tumbuh menjadi Gunung Batu al-Hijr dan menjadi tabir yang tak bisa ditembus untuk melihat Realitas Tentang al-Haqq dan realitas tentang diri kita yang cuma sekedar makhluk dengan batasan paling banter umurnya rata-rata 60 sampai 66 tahunan yang rasanya kita cerap sebagai “O-SIN (Original Sin)” atau “Allah”.
Nafsu diri yang dilalaikan pengendaliannya secara konsisten bisa membesar kapan saja, baik di posisi rendah, menengah maupun tinggi. Namun umumnya muncul justru pada posisi tertinggi manusia ketika manusia merasa bisa mengatasi hawa nafsunya, yaitu ketika manusia berhadapan langsung dengan Realitas Tuhan (QS 7:7). Karena itu al-Kafirrun juga menyiratkan rahasia tentang Pengetahuan Tuhan Yang Tertinggi yang akhirnya dijungkirbalikkan menjadi Kegelapan Manusia sebagai makhluk yang sesungguhnya sudah dianugerahi akal pikiran dan mampu memaknai dengan hati namun malah jadi gosong dan hangus menjadi arang bara jahanam karena debu yang menyelip di hatinya yang seolah bersih telah menjadi sumbat yang mematikan mata hatinya. Umar yang rasional semula kafir dan teman Abu Jahal serta Abu Lahab, namun karena Allah melalui doa Rasulullah menetapkan untuk menghancurkan Gunung batu al-Hijr kesombongannya ia menjadi Mukmin, namun temannya Abu Jahal maupun Abu Lahab tidak, dan mereka pun menjadi typical khas dari karakter al-Kafiruun yaitu Bapak Kebodohan dan Bapak Kemarahan.
Ketika makhluk menjadi arang bara jahanam, sebutannya kemudian disebut al-Kafiruun , AL-KF-RUN kebalikan dari NUR dengan sebutam Kaf sebagai huruf Penyingkap yaitu Manusia sebagai Bayangan Tuhan dengan Pengetahuan-Nya yang telah membalikkan dirinya dari kehambaan menjadi merasa menjadi Tuhan dan bersembunyi dalam berbagai jubah penampilan, baik yang terang terangan menjadi kafir maupun tertipu daya dengan jubah kesucian maupun ke-agamaan (jadi dalam posisi tipu daya seperti ini kita akan melihat orang mengaku beragama tetapi tidak ber-Tuhan, dan demikian juga sebaliknya). Jadi, al-Kafiruun bukan secara harfiah berarti orang yang “bodoh” dan “pemarah” dari sisi lahiriah semata namun juga dari sisi yang lebih menunjukkan bagaimana akal pikirannya yang sebenarnya secara lahiriah mungkin cerdas atau kaya lahir namun lalai mengelola sisi batiniahnya atau esoterisnya. Mereka pun bisa saja datang dari kelompok yang berjubah keagamaan, kesucian, keilmuan, kekayaan, dan kelompok yang memang secara lahiriah mempunyai ilmu pengetahuan tetapi ilmunya tidak bisa meyakinkan hatinya untuk tertunduk di hadapan Kekuasaan Tuhan.
Dalam bentuk kemanusiaan, ketika kita mencari Tuhan, sesungguhnya kita bagaikan anjing atau Dog-ie yang mencari tuannya dengan mengendus-endus baunya. Gambaran demikian dalam bahasa modern disebut Reduction Ad Absurdum atau dalam gambaran agama Timur kepala ular yang menggigit ekornya, dalam arti sesungguhnya sebuah lingkaran maujud dari titik menjadi bentuk citra sempurna 360 derajat yang menjelaskan tentang arti Waktu sebagai manifestasi Ketuhanan sesungguhnya yang disebutkan sebagai :
Allahu, Laa ilaaha illa Huwal Hayyul Qoyyum.
Dengan instrumentasi lahir dan batin yang ada pada manusia, pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia hanya dimungkinkan bergerak bebas sebatas untuk mengenal dan sampai kepadaNya dengan Berserah Diri saja atau ASLIM alias ISLAM karena rujukan manusia untuk memahami pesan-pesan Tuhan sesungguhnya “bentuk” lahir dan batin kemanusiaannya sebagai Bani Adam yang Berpengetahuan Tuhan dengan benar sebagai ‘Abdi sekaligusnya KhalifahNya untuk mengelola sistem kehidupannya.
Akal pikiran dan hati kita, adalah instrumen bagi kita yang secara nyata hanya dapat digunakan untuk mengenal-Nya dengan mencium Asma, Sifat dan Perbuatan-Nya saja sebagai makhluk ciptaan-Nya yang DIANUGERAHI amanat untuk menyingkapkan SIAPA DIA. Dari amanat tersebut Allah berkenan memberi modal menyaksikan Ke-Esa-an MutlakNya di alam alastu yang akhirnya muncul menjadi kemampuan berpikir dan memaknai dengan pendekatan 10 yang memunculkan Pertolongan Allah menjadi kemampuan berorde 1000 alias 3 dijit saja yang aktual menjadi 10X10=100.
Hasil yang aktual dari penyaksian itu adalah QS 2:255 al-Kursy yang tak lain adalah tangan dan kaki kita sebagai ciri-ciri Mr. X kecuali dengan sebutan Insaana Fii Ahsani Taqwiim atau bisa menjadi Asfalaa Safiilin yang belum diberi identitas khas sampai Adam Awlia menyatakan kita sebagai Bani Adam. Upaya kita mengenal Tuhan dengan mencium WewangianNya dan mempunyai akurasi SIXSIGMA alias 66 (Allah) alias 341 per semilyar proses alias 10 pangkas 9 alias QS 109. Melampaui 10 pangkat 9 yang muncul khayal dan angan-angan menjadi al-Kafiruun (QS 109), karena itu yang diperlukan adalah mengartikulasikan potensi penyaksian ke-Esa-an menajdi Pertolongan Allah semata (QS 110) dengan menyatakan maghfirahNya yaitu Taubatan Nasuha (QS 9, at-Taubah).
2. Metafor Siti Jenar dan Anjing
Dalam kasanah tradisi kewalian Jawa, ungkapan anjing yang mencari tuannya tidak lain adalah Kisah Siti Jenar yang berubah menjadi anjing sebagai simbolisme dan gambaran yang sebenarnya menohok langsung 9 wali lainnya yang bersandar pada pengertian lahiriah untuk mencari Tuhan, namun dengan pegangan formalitas Taubatan Nasuha.
Jadi, anjing yang mati sebenarnya gambaran tentang hawa nafsu terakhir manusia dengan simbolisme Siti Jenar yang dibunuh 9 wali yang justru menyempurnakan Siti Jenar kedalam wilayah kehambaanNya yang hakiki menjadi makhluk yang digelari Nurzathi. Meskipun 9 wali bisa membunuh Siti Jenar, tapi juga sekaligus mereka tertipu oleh hasratnya sendiri sebagai nafsu terakhirnya yang masih dibelai-belainya, sehingga kewaliannya justru akan menjadi hijabnya sendiri. Dengan dibunuhnya Siti Jenar, Siti Jenar justru bermetamorfosis menjadi makhluk baru yang berada di wilayah diluar ilmu pengetahuan kita saat ini.
Kisah 9 wali songo nampaknya mempunyai keselarasan dengan kisah 9 Kesatria Templar di Wilayah Eropa yang menurut tafsiran historis, yang belakangan ini banyak dibincangkan setelah keluarnya novel Da Vinci Code, menjadi kelompok pengatur yang mempengaruhi revolusi sosial politik di Eropa Barat. Entah kenapa dan sejak kapan kisah ini masuk ke Indonesia nampaknya erat kaitannya dengan pergulatan politik kekuasaan yang telah menggunakan jubah keagamaaan untuk meraih kekuasaan dan dominasi politik yang berkembang di wilayah Mediterania maupun di bagian dunia lainnya, dan akhirnya setelah Perang Salib masuk ke Indonesia yang waktu itu berada di bawah ancaman kekuasaan Belanda. Semua itu nampaknya berkaitan erat dengan munculnya gerakan Agama Masehi dengan fokus utama di Aleksandria tempat dimana terdapat sumber ilmu pengetahuan saat itu dan pusat pergolakan intelektual dan reformasi keagamaan di akhir abad Sebelum Masehi sampai tahun 535 Masehi yaitu tahun dimana Gunung Rakata meletus yang menurut penulis Buku Krakatau mengubah konstalasi kekuasaan di berbagai dunia termasuk lahirnya Nabi Muhammad SAW 36 tahun setelah meletusnya Gunung Rakata di Selat Sunda.
Akan tetapi, Wali Songo yang dikenal di Indonesia nampaknya bukan sekedar kisah fiktif, kisah tersebut adalah gambaran tentang maqomat ruhani dan hal dari perjalanan ruhani seseorang ketika melalui fase demi fase menyingkap tabir kemakhlukan dirinya. Sembilan Wali adalah gambaran tentang Adam (45) yang muncul ke permukaan sebagai suatu tatanan pengetahuan Tuhan yang artikulasinya diwakili oleh huruf Kaf dan Fa dalam nama Al-Kafirun, sebagai penyingkap rahasia manusia yang dengan PengetahuanNya atau Alif-Laam, yang akan mengungkapkan suatu kondisi dilematis yang akan ditemuinya di posisi tinggi Menjadi Bani Adam yang Aslim di hadapan kelemahan dirinya dengan segala pengetahuan lahir dan batinnya atau menjadi maujud Nafsu Terakhir yang dilalaikannya yaitu egosentrisnya dan lahir menjadi Fir’aun atau Dajjal atau Azazil Sang Iblis.
Dari kearifan yang dijelajahinya dengan pengetahuan Adam, manusia seolah dililit Sang Ular yang tiba-tiba muncul menggigit ekornya sendiri atau asal usul dirinya, ekornya pun digigitnya. Namun dengan ketundukkan di hadapan Tuhan kekafiran yang kelak akan melahirkan Ablasa bisa berubah menjadi kehambaan yang melahirkan manusia sebagai Bani Adam dan Siti Hawa yang merupakan metamorfosis keakuan untuk meneruskan kontinuitas Jamal dan Jalal Allah dengan car aberkembang biak meneruskan generasi manusia yang berilmu pengetahuan dengan benar, dan mempunyai pedoman yang benar yaitu Al Qur’an sebagai Dzikrul Lil Mukminun dan Dzikrul Lil ‘Aalamin.
Jangan heran kalau dalam sejarah kita terdapat paradok-paradok, baik fiksi maupun fakta sejarah : ada kisah Maling Budiman, Jaka Sembung (L) dan Bajing Ireng (P) sebagai pasangan yang melawan Belanda yang dikisahkan Djair Warniponakanda menjadi komik apik Indonesia, Si Pitung dari Batavia, Robin Hood di Inggris, Simon Templar, Willem Tell, Che Guavara, Aji Saka yang kulit putih alias orang Rumawi atau salah seorang Yahudi yang lolos dari pembantaian 41 kaum Yahudi di Ain Jedi tahun 77 M yang lari ke Timur yang menetapkan tahun Saka diJawa pada tahun 78 M, Adi Mulya (Adam Awlia) raja pertama Tarumanegara, Gajah Mada (atau Gajah Adam alias Adam dengan pengetahuan Dewa Ganesha), Sunan Kalijaga alias X Jaga si penjaga sungai pengetahuan sebagai SOGO (renungkan saja kenapa logo SOGO itu bentuknya lingkaan dengan simbol X), Soekarno, Soedirman, Soeharto, atau di masa Rasulullah ada Umar Bin Khatab yang awalnya kafir tapi bisa berubah menjadi Mukmin sejati, atau Pemberontak Semua Agama & Keyakinan yang melawan semua tatanan agama dan pengetahuan pun menjadi Nabi dan Rasul Kekasih Allah yaitu Muhammad (Yatim Piatu, ditakuti oleh pengikut agama formalis di wilayah Timur seperti India dan Cina karena bisa meruntuhkan tatanan, khususnya runtuhnya tatanan 8x8=64 yang bisa diubah menjadi 13x5=65 dengan lubang ditengahnya) Sang Reformis semua ajaran agama baik dari timur (Zoroaster,manichea n, Jains, Hindu, Budha, Siwa, Tao, Zen dll) dan barat (Yahudi dan Kristen), reformis agama mesir kuno dan paganisme (Hermetisme, Ofirisme) maupun reformis rasionalitas ilmu pengetahuan dari Yunani (Theosophia) dengan ungkapan Buah Tiin dan Buah Zaitun yang masak di Mekkah (QS 95). Ungkapan Buah Tiin dan Buah Zaitun sebenarnya ungkapan ruhani bagi Nabi Muhammad SAW yang secara alamiah berada dalam posisi yang siap lahir dan batin untuk menerima anugerah Pengetahuan Tauhid tertinggi dan mengoreksi semua bentuk pengetahuan maupun keyakinan agama yang telah dikenal maupun kelak akan dikenal dengan cara yang berbeda, lebih terperinci, maupun lebih metaforis dengan label ilmiah misalnya:
Shirathaal Mustaqiim adalah Medan Gravitasi (9,81), al-Falaq adalah pengetahuan tentang pembelahan inti sel dan teknik nuklir, penyucian jiwa adalah gastrulasi yang meruntuhkan legenda Aristotelian “mana duluan telur sama ayam? “
40 hari puasa khalwat adalah aktivasi frekuensi 40 MegaHertz gelombang otak yang bisa mencerdaskan manusia. Nun (50) adalah jumlah kapasitas neuron di kulit otak kepala manusia yang bisa aktif secara bersamaan kalau manusia biasa sholat tahajud yang mampu menyimpan 10 pangkat 5 fonem bahasa dengan sebutan klasik QS 105 al—Fiil, taksiran usia alam semesta adalah 365x1000x40.000=14,6 milyar tahun (sehari=1000 tahun, satu tahun 365 hari) sebagai taksiran minimal dengan taksiran maksimal 25,5 milyar tahun (sehari sama dengan 70.000 tahun), usia planet bumi identik dengan 2x23=46 sebagai jumlah pasangan kromosom dengan kemungkinan menjadi al-Kafiruun kita yaitu adalah 4,6 milyar tahun, akurasi optimum perbuatan kita adalah akurasi SixSigma (314 proses per satu milyar).
Tahu nggak sih kalau kita saat ini berada di siklus ke-13, siklus terakhir dari siklus besar 6000 tahunan yang melahirkan kemanusiaan kita dengan naungan 92 unsur kehidupan yang terbentuk sejak meletusnya Kaldera Danau Thoba (92) 74.000 tahun yang lalu?
Kehidupan kita sehari semalam dinaungi oleh 12+12=24 huruf tauhid
Sidik jari di Ibu jari dan telunjuk kita sesungguhnya adalah bukti dari 6236 ayat al-Qur’an
Kalau kamu acungkan telunjukmu ke atas dengan menyebutkan “Allah Hu Akbar” maka dari telunjuk dan ibu jarimu bisa memancar pengetahuan para nabi dan rasul.
Bla…bla..bla…dll… dll..dll. ...(yang lainnya cari sendiri di AQ)
3. Dilema Di Posisi "Au Ah Gelap"
Posisi dilematis dipuncak Pengetahuan Tauhid yang bisa dialami oleh kaum arifin, gnostikus, sufi, atau siapapun yang mau mengalaminya sebagai perjalanan ruhani, yang bisa disebut sebagai “Posisi Au Ah Gelap”, secara jelas sebenarnya diungkapkan dalam firman QS 109:1-5 yang menjelaskan suatu dialog antara yang hak dan yang batil dengan suatu penentuan bahwa kehendak bebas manusia mempunyai tanggung jawabnya masing-masing sehingga setiap pelakunya dan tatacara penyembahannya kepada Al-Haqq adalah pilihannya sendiri sesuai dengan kadar Rasa Allah yang ada padanya.
QS 109 pun ditutup dengan ungkapan 14 huruf yang menyimpan rahasia asal usul pengetahuan Tuhan sebagai bukti kalau pengetahuan manusia sebatas huruf L saja (Know-L-edge, mengenai kata Knowledge ini saya menterjemahkannya “tahu nggak sih L itu pojokan dari awal dan akhir pengetahuanmu”, mengenai L – nya itu apa silahkan renungkan sendiri)
“Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku (Lakuum diinukum wa liya diin)”. (Qs 109:6).
Pilihan yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW adalah pilihan yang akhirnya diungkapkan dalam QS 9:128-129 sebagai posisi kehambaan dengan kekhususan sebagai Kekasih Allah atau secara umum akhirnya dinyatakan oleh beberapa pengikutnya sebagai al-Insaan al-Kamil (Sahl al Tutsari, al-Hallaj, Ibnu Arabi, Abd Qadir al-Jilani, dan kajian lainnya tentang tema ini misalnya oleh Nietsze dari Jerman yang mencari makna “Man and Superman”) dengan gambaran personifikasi diungkapkan sebagai QS 47 surat Muhammad.
Dalam keterbatasannya manusia memang harus menentukan sikap dengan kesadaran kudus yaitu ASLIM atau Berserah diri atau menjadi ISLAM, atau dengan kegelapan jiwa dan raganya, dalam kebutaan matahatinya menjadi Bani Ablasa, kaum Dajjal, bagian dari sistem Dajjal, kaum Yakjuj dan Makjuj, serta kaum lainnya yang esensialnya summum bukmum umyun, atau mirip kisah Gajah dan orang buta yang mencoba menafsirkan Gajah sesuai apa yang bisa dipegangnya.
Berserah diri dengan ketundukan di hadapan Tuhan adalah Pertolongan Allah yang sesungguhnya. Karena itu, setelah surat al-Kafiruun, ditempatkanNya surat ke-110 sebagai huruf Wawu yang menyimpan rahasia batin dari Kemahabijaksanaan Kekuasaan Tuhan berupa kehambaan makhluk dihadapanNya, dan semua makhluk terikat didalam rahmatNya yang aktual dan dirasakan sesuai dengan citra bentuk lahiriah yang ditetapkan ada pada manusia sebagai Mister X , yang dihidupkan mengikuti arus Sang Waktu, yang dinyatakan dari keadaan berpasangan sebagai pasangan suami dan isteri dengan naungan Cinta Illahi (al-Mahabbah) , yang mempunyai 2 tangan dan 2 kaki masing berjumlah sepuluh jari yang menjadi penyingkap dari PenciptaNya. Huruf X selain bernilai 10 juga bernilai 20 dan secara simbolik adalah simbol manusia dengan 2 tangan yang membuka keatas dan 2 kaki yang terpentang menginjak Bumi, dan Laam dengan nilai 30 sebagai batasan Pengetahuan Tuhan adalah pengetahuan manusia tentang dirinya dan PenciptaNya dengan simbologi terselubung sebagai Alif-Laam (31) atau AL yang dibunyikan menjadi bunyi nada dasar yang muncul di alam yang tergantung bioritmik dan logaritmis denyut kehidupan dari kerahasiaan saling berpasangan sebagai Kekasih dan Yang Dikasihi yaitu Cinta Adam dan Hawa sebagai simbologi Cinta Ilahi kepada semua makhluk : huruf Laam-Alif.
4. Pertolongan Allah dan Rahasia Jihad Rasulullah dan Ali Bin Abu Thalib KWJ
Dengan pertolongan Allah, manusia dilahirkan kembali setelah prosesi penyucian jiwanya dengan menelusuri ayat-ayat al-Qur’an dari QS 1 sampai QS 108 sebaai pedoman hidup dan pedoman pengungkapan tabir jiwanya. Namun, tantangan terbesar manusia masih ada yang diungkapkan sebagai suatu peringatan bagi manusia yang menjalani penyucian jiwanya dan membaca tanda-tandaNya yaitu surat al-Kafiruun. Tetapi, di posisi kritikal itu Pertolongan Allah juga masih tetap menyertainya yaitu surat QS 110 sebagai an-Nashr .
Pertolongan Allah yang dinyatakan kemudian diuraikan dengan 69 huruf yang diakhiri dengan penjelasan bahwa Allah adalah penerima taubat atau Allah yang telah menetapkan Maghfirah Bagi Adam dan Hawa atau bagi manusia yang telah menjalani prosesi penyucian jiwanya sehingga ia menemukan hijab terakhirnya adalah pasangan hidupnya sebagai manifestasi Allah, Al-Rahmaan, aL-Rahiim yang aktual untuk meneruskan misi Penciptaan yang dinyatakan Tuhan sebagai awal mula manusia dihadirkan dengan Nur Pengetahuan Tuhan yang kelak dari Nur Pengetahuan itu menjadi ilmu pengetahuan simbolik sebagai asma-asma elementerNya : dari 1 sampai 10, alif sampai ya, a sampai z.
Nur Pengetahuan Tuhan sendiri adalah Pertolongan Allah yang aktual, meskipun Nur tersebut dibelit oleh Ular Hawa Nafsu manusia sebagai maujudnya janji Pencipta bagi sang Azazil yang menjadi iblis dan bisa menyesatkan manusia. Karena itu Nur Pengetahuan Tuhan memerlukan pemandu atau penabir supaya manusia tidak terbakar dalam kekafiran yang dinyatakannya dari debu kesombongan yang masih melekat di hatinya.
Penabir dan pemandu itu adalah Nur Muhammad karena dari Nur Muhammad makna tentang Allah sebagai Pencipta dituntaskan dengan pedoman dan syariat yang berkaitan langsung dengan kondisi psikologis manusia atau akhlak manusia dengan segala perbuatannya di dunia. Dalam wujud lahirnya ia muncul sebagai Ahmad Muhammad dan menjadi Nabi yang terakhir karena dengan Risalah yang disampaikannya (AQ) ia menjelaskan manusia dalam proporsi ideal yang sesungguhnya dalam hubungannya dengan dirinya, kaumnya, alam lingkungannya dan Tuhannya yang dingkapkan sebagai kalimat penciptaan makhluk :
Bismillahir al-Rahmaan al-Rahiim, Kun Fa Yakuun.
Dan selama manusia tak mampu menaklukkan keiblisan dirinya, ego terbesarnya sebagai jihad yang pertama kali harus dilakukan, maka peperangan dirinya dengan kebatilan lahiriah yang merupakan jihad kecilnya tak akan bisa menang. Bagaimana mungkin seorang raja bisa mempertahankan dirinya kalau didalam lingkaran dalamnya ada penghianat (hawa nafsunya yang liar)? Inilah rahasia hadis nabi yang diungkapkannya setelah Perang Badar, bahwa Perang Badar sebagai jihad kecil sesungguhnya tak akan pernah bisa menjadi kemenangan hakiki (dan kenyataannya, setelah Perang Badar, dalam Perang Uhud Umat Islam menderita kekalahan karena hawa nafsunya menggodanya, mengabaikan perintah Nabi, dan meninggalkan Bukit Uhud karena tergiur dengan rampasan perang yang ditinggalkan musuh sebagai simbol tergiurnya umat Islam dengan materialisme. Sentral pertahanan Umat Islam saat itu pun lemah dan musuh pun akhirnya mampu menghancurkan pertahanan itu. Ketahuilah, Bukit Uhud adalah Bukit Tauhid) selama manusia masih ditaklukkan oleh hawa nafsunya. Tetapi inilah yang telah diraih Ali bin Abu Thalib KWJ sehingga dalam peperangan kecilnya (yaitu perang yang dijalaninya dari mulai melindungi Nabi sampai terbunuhnya beliau) ia tak tergoda untuk membunuh musuhnya meskipun musuhnya justru menghinanya, memanas-manasinya untuk membunuhnya ketika Pedang Tauhid-nya telah bersiap untuk ditetakkan ke batang leher musuhnya. Namun, karena Ali KWJ telah memenangkan jihad besar dengan menaklukkan hawa nafsunya maka ia justru tidak menetakkan pedangnya di leher musuhnya. Musuhnya pun akhirnya masuk Islam karena kemaha besaran jiwa Ali bin AbuThalib KWJ yang berperang Demi Allah dengan sebenarnya setelah ia mengalahkan musuh besarnya yaitu Hawa Nafsunya sendiri. Jadi, bagaimana kita seharusnya menegakkan Allahu Akbar, Laa ilaaha Illaa Allah, Muhammadurrasululah itu sebenarnya cukup jelas kalau saja kita mau menghaluskan jiwa kita ke wilayah ruhani yang lebih halus yaitu dengan Iqra dan menyucikan jiwa.
5. Jihad Kecil dan Ancaman Jebakan API ABU LAHAB
Jihad dan Pertolongan Allah yang dinyatakan setelah ancaman kekafiran, berlanjut dengan penjelasan dari maujud kekafiran karena Pertolongan Allah diabaikan, pengetahuan dilalaikan dan hanya diambil unsur kesenangannya semata untuk memuaskan api nafsunya, yaitu api ammarah Abu Lahab yaitu QS 111. Ini adalah surat yang sebenarnya menggambarkan kekalahan manusia melawan jihad-jihad kecilnya karena tidak bisa menundukkan musuh beratnya atau Jihad besarnya yaitu ego dirinya yang menjadi musuh dalam selimutnya. Jadi, hati-hatilah kalau engkau berlindung dibalik kata Jihad karena dibalik kata tersebut engkau akan terseret kedalam API Abu Lahab, api ammarah, bara api neraka yang sesungguhnya dan jihadmu yang dikira kecil dan mudah dikalahkan justru menjadi jihad terbesarmu karena ternyata kamu tidak bisa menyingkirkan kerikil dengan kedua tanganmu yang dilumuri api amarahmu, dan jihadmu yang dikira kecil akan menjadi bara api yang menjerumuskan dirimu dalam kekafiran, kebatilan, dan jebakan Sang Iblis lainnya. Manusia pun diingatkan tentang Abu Lahab yang bersemayam dalam dirinya dengan alejori yang disesuaikan dengan masa Nabi Muhammad SAW ketika melawan musuh besarnya yang pamannya sendiri, ABU LAHAB (NyalaApi), QS 111.
6. Keikhlasan Allah
Bagaimanakah supaya manusia yang diberi Pertolongan Allah tidak terjebak dalam Api Abu Lahab? Surat ke-112 merupakan Pertolongan Allah yang aktual setelah manusia yang berada dalam posisi tertinggi dan lolos dari duri berbisa Egosentrisme yang mengarahkannya kepada Kekafiran dan mencegahnya memasuki Api Abu Lahab yang menjerumuskannya kedalam nestapa berkepanjangan dalam rupa adzab kebodohan, kemarahan yang dipelihara, dan bentuk lainnya yang muncul dari disia-siakannya Pertolongan Allah yaitu disia-siakannya makna Islam, al-Qur’an maupun sunnatul rasul dari segi lahir maupun batinnya, atau disia-siakannya rahasia Tauhid QS 57:3. Maka dari itu, keikhlasan yang menyelamatkannya adalah keikhlasan yang sesuai dengan batasan dirinya sebagai makhluk ciptaan yaitu Penauhidan dengan Ahadiyyah dan Shamadityyah DzatNya yang berada dalam lingkupan Rahmaniyaah dan RahimiyaahNya.
Dari penauhidan yang benar maka semua bentuk yang ada pada diri kehambaan kita harus disadari sebagai potensi yang ditakdirkan oleh Allah, dan tidak lebih dari itu. Makhluk adalah tetap makhluk yang dilahirkan, merasakan kehidupan, menauhidkanNya, patuh dengan syariat dan laranganNya dan berada dalam koridor kehendak bebasnya yang sebatas abjad dan bilangan. Tidak lebih dari itu. Dan siapapun yang menginginkan selendang KesombonganNya akan berada dalam Genggaman DiriNya yang Maha Menyesatkan dan Maha Menghinakan, dan Dia adalah Esa, sebagai Realitas Absolut yang menopang seluruh eksistensi kehidupan makhluk, tidak beranak pinak maupun dikembangbiakkan dalam ungkapan-ungkapan kesyirikan, dan karena itu semua KemahasucianNya akan bisa dirasakan oleh manusia yang sadar akan dirinya yang lemah dan fakir bukan oleh manusia yang mengenakan jubah KesombonganNya.
Keikhlasan Allah ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai HambaNya dengan Akhlak Muhammad. Karena itu susunan jumlah huruf QS 112 yang terdiri atas komposisi 11,9, 12, dan 15 huruf dengan total 47 huruf adalah rahasia Akhlak Muhamad (QS 47) sebagai rahasia dirinya yang menjadi Kekasih Allah. Dalam alejori masa kini, kode 47 pun diuraikan sebagai komposisi Kromosom Ke-11 alias kromosom HUWA MUHAMMAD (11+92=103) sebagai kromosom yang menjadi trigger kesadaran manusia atas waktu (Qs 103) atau kehidupannya yang terbatas.
Komposisi optimum Kromosom ke-11 yang ada pada semua manusia hanya diwariskan oleh kaum yang mengenakan selendang kelembutan-Nya yang tidak lain adalah kaum Adam dan Hawa. Manifestasinya di masa kenabian setelah Muhammad adalah Fatimah Az Zahra dengan pasangannya Ali Bin Abu Thalib KWJ. Maka menikahlah kalian atas dasar CINTA ILAHI sebagai bagian dari rahasia Keikhlasan Allah yang dititipkan kedalam rahim kaum wanita sebagai rahasia Kromosom ke-11, kromosom Dia Muahmmad sebagai rahasia Kelembutan Allah yang dinyatakan juga untuk Kaum Adam sehingga manusia sebagai Bani Adam adalah manusia yang menjadi Adam dan Hawa sebagai pasangan yang menjadi Wakil Tuhan sebenarnya (Khalifah) yang meneruskan kontinuitas Jamal dan Jalal-Nya.
7. Al-Falaq
Dari keikhlasanNya Allah kemudian meneruskan Pedoman untuk sampai kepadaNya dengan suatu peringatan yang terselubung didalam waktu subuh sebagai al-Falaq, atau pecahnya cahaya mentari yang akan menerangi bumi dan menghamparkan maghfirahNya sebagai kehidupan semua makhluk yang hidup dalam celupan gravitasi Cinta Ilahi yang membangkitkan manusia dari kematian sementaranya atau waktu tidurnya. Karena iu, selama merasakan realitas kehidupan memohonlah perlindungan dari semua godaan makhluk-ya di sang hari, maupun di malam hari, dan dari kejahatan para tukang tenung dan sihir yang menyimpan kejahatan yang muncul dari kedengkian hati yang dihembuskan dari nafsu manusia yang selama siang dan malamnya selalu digoda oleh gambaran tentang keindahan wajah dunia yang fana.
Al-Falaq yang sering disebutkan sebagai pelindung dari godaan setan sesungguhnya pelindung dari godaan hawa nafsu yang menghembus-hembuskan gelora syahwat dan angan-angan manusia sehingga lupa diri dengan keadaannya sebagai makhluk berakal yang dibelit ular berbisa yang bisa menyesatkannya yaitu ego dirinya. Ego dirinya bukan sekedar muncul dari dirinya sendiri namun juga muncul dari hembusan para penggoda dan pendengki dari luar. Maka jagalah hatimu, dan pandangan matamu dari keindahan yang menipu karena realitas dunia adalah produk hawa nafsu kita sendiri baik yang terkendali maupun tidak terkendalikan yang melahirkan Cinta, Amarah, Peperangan, Darah dan Airmata yang melukis sejarah Umat Manusia di Planet Bumi yang semata wayang ini.
8. Kehidupan Umat Manusia (An-Naas)
Setelah al-Falaq yang mencuatkan realitas kehidupan sebagai gambaran dibawah naungan mentari yang mencitrakan negeri Indra Maya (Realitas The Matrix, 6236 ayat AQ), maka kemanusiaan kita muncul dalam berbagai bentuk yang kita rasakan, baik sebagai diri kita, anak, suami, istri, harta benda, saudara maupun gambaran dunia manusia yang telah nyata sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan, menjalin rahmat Tuhan menjadi Rahmaatan Lil ‘Aalamin dalam washilah kehidupan yang dinyatakan dari Cahaya Muhammad yang menghidupkan 92 unsur utama di Planet Bumi sehingga Bumi menjadi makhluk yang hidup dan layak untuk menjadi penampilan Jamal dan Jalal Allah, sebagai bagian dari aktulitas Kemahabesaran Pencipta, Allah Rabbul Aalamin.
Surat ke-114 adalah puncak evolusi kehidupan makhluk dengan manusia sebagai variabel dominan didalamnya yang mewarisi Pengetahuan Tauhid sebagai Kemahabijaksanaan Allah SWT sehingga sesungguhnya semua kehidupan adalah dalam Genggaman-Nya.
Kehidupan An-Naas adalah kumpulan realitas di dalam celupan Pengetahuan Tauhid atau Shibghatallaahi sebagai ‘Aalamin yang kenyataannya dirasakan melalui ilmu pengetahuan yang muncul dari kemampuan Adam sebagai moyang manusia yang menerima asmaa a kulaha lantas menyatakannya dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan di bawah naungan mentari menjadi geometri, bilangan dan huruf, lengkap dengan efek sampingannya yang bisa menyesatkan manusia karena menuruti was-was dihatinya. Was-was merupakan maujud dari Wa Nafsi yang diwarisi dari kondisi-kondisi primordialnya ketika berhadapan langsung dengan Allah Pencipta-Nya dengan ketetapan yang telah menjadi ketentuan asal yaitu Penyaksian akan ke-Esa-anNya, “Bukankah Aku Tuhanmu”? (QS 7:172).
Keselamatan manusia sebagai an-Nass bergantung kepada kemampuannya untuk tunduk dengan hukum-hukum asal tersebut yang aktual menjadi keseimbangan tanpa cacat sebagai hukum asal realitas yang secara langsung mencitrakan Jamal dan Jalal-Nya di alam materialistik yang dihidupkan di bawah naungan mentari. Efek sampingan yang muncul adalah Wa Nafsi, yang bisa menjadi taqwa dan bisa menjadi jahat, maka beruntunglah bagi mereka yang menyucikan jiwanya karena dari jiwa yang disucikan dan dimurnikan itu ia akan kembali menyaksikan ke-Esa-anNya dan kehambaan dirinya.
Manusiapun kemudian dituntut untuk menyingkapkan hijab-hijab dirinya sebagai makhluk sehingga jawaban tentang kehidupannya, maknanya, rahasianya, dan misinya di dunia disadarinya dengan tulus dan ikhlas sebagai bagian dari RahmatNya, bukan malah memutuskan diri dari RahmatNya dan menjadi Kaum Ablasa.
Bagaimanakah engkau akan menjawabnya pertanyaanNya, ketika Dia bertanya kepadamu bagaikan bayangan dirimu yang tampil didalam cermin dan berkata kepadamu, “Bukankah Aku Tuhanmu?”. Yang diperlukan untuk menjawab semua itu adalah Aslim dengan Pedoman Dzikrul Lil ‘Aalamin yang menjelaskan Pesan-pesanNya, yang menyembunyikan Surat CintaNya di dalam 114 surat, 6236 ayat yang menjelaskan kenapa telunjuk jarimu dan jempolmu bentuknya seperti itu. Lebih dari itu, maka katakan saja :
Laa ilaaha illaa Huwa, Laa ilahaa illaa Allah, Muhammadurrasulullah,
Dan berserah dirilah dengan menjalankan perintah dan larangan-Nya, shalatlah karena didalam shalat engkau menutupi kebocoran jiwamu yang realitas relatifnya muncul dari hitungan telunjuk dan ibu jarimu.
Shalatlah dengan daya upayaNya bukan daya upayamu, karena hanya didalam shalat yang benar dengan niat yang lurus maka engkau akan melihatNya (ihsan).
Kalau engkau masih belum bisa melihatNya didalam shalatmu, maka luruskanlah niatmu yang masih mengendong hajat dan hasrat keduniawianmu.
Didalam DiriNya yang ada adalah KesucianNya, maka sucikanlah NamaNya Yang Maha Tinggi dengan menyucikan dirimu sendiri, dan menjadikan dirimu bagian dari cahaya-cahaya Jamal dan Jalal-Nya.
Dawailah Cinta Ilahi dengan hatimu dengan menggetarkan 2x23 Kromosommu,
hingga dirimu sebagai An-Naas adalah bukti tentang DiriNya yang Maha Hidup dengan limpahan rahmat dan kasih sayang yang menjalin kehidupanmu
di Planet Heart, Planet Earth, Planet Kehidupan.
Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis, seperti tabir atau hijab),
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan- perumpamaan (metafor-metafor) bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu. (Qs 24:35)
Dan Dia menghitung segala sesuatunya satu demi satu (QS 72:28)