Wednesday, May 9, 2007

Muhammad Lukman Hakim

MUSTIKA CINTA

Cinta adalah mustika, juga mutiara-
mutiara, bahkan nyanyian bisu yang
menusuk dinding-dinding Samawat sampai
ke Sidratul Muntaha. Cinta adalah jutaan
burung yang terbang tanpa sayap, tanpa
bulu, tanpa kepak yang mengibas ke
angkasa, lalu menembus Cakrawala Ilahiyah dalam tengadah doa-doa, bahkan dalam ketakberdayaan fananya, dalam fananya menuju keabadianNya. Lalu tak ada lagi yang bisa dimaujudkan dari Wajah Yang Maha Indah, dari Keindahan Paripurna KeagunganNya, dan Keagungan
Kemahaindahan ParipurnaNya.



MUTIARA RAHASIA

Sebagai Mutiara Rahasia, Cinta Ilahi tak bisa disebutkan dengan ucapan atau kata-kata, bahkan suara-suara. Para Sufi seperti-nya menahan gelora Cinta itu dalam dekapan dadanya, sembari mengeluarkan kembang airmata kelembutan dan keharuan, seperti mawar jingga yang mekar di pagi hari, ketika cahaya matahari mencium kuncup-kuncupnya. Lalu mekar dengan cahaya cintanya, dalam kebisuan demi kebisuan abadi. Lalu Allah Ta'ala, menjumpai para pecinta itu, “Adapun orang-orang yang beriman, benar-benar dalam kedahsyatan cinta kepada Allah.” (QS. 165) Dan, “Allah
Mencintai mereka, dan mereka pun mencintaiNya.” (QS. Al-Maidah: 54)



SHOLAWAT CINTA

Sholawat dan salam yang kita ungkapkan
lewat bibir-bibir mungil para bayi yang
tersenyum dengan mata telanjang bening
berbinar, lebih dari kejujuran hati kita masing-masing. Sampai Nabi Saw, menye-
butkan, "Tak seorang pun akan menggapai
kesempurnaan imannya, sampai Allah dan
RasulNya lebih dicintainya, ketimbang
keluarga, harta dan sesama manusia."



Mutiara Cinta

Jalaluddin Ar-Ruumy yang penuh gairah,
Omar Khayyam yang penuh nestapa,
bahkan Iqbal yang tak puas-puasnya. Masih
berjuta para Sufi yang hanya bisa menyem-
bunyikan mutiara-mutiara CintaNya yang
bergelora dalam dadanya.



RINDUNYA PARA PECINTA

Kita semua sudah pernah mendengarkan
“nyanyian sunyi” kerinduan Rabi'ah
Adawiyah yang bergelora sepanjang masa.
Kita pun senantiasa tak habis-habisnya
memuji gambaran Cinta Ibnul Faridh, si
Pangeran Cinta yang tak ada bandingnya
dalam sejarah Cinta para Sufi, dan
mengilhami para "pemburu Cinta Ilahi"
dimana pun jua. Lalu susul menyusul
bagaikan gelombang lautan, ketika rintihan
Cinta itu harus berakhir di pantai-pantai
kedahagaan, dengan suara gebyar
kemabukan arak Mahabbatullah yang tertuang di gelas-gelas piala bidadari.



NIKMATNYA CINTA

Hari-hari ini, betapa sempitnya dada orang,
ketika rasa syukur saja telah hilang dari
lembah jiwanya. Apalagi mengembangkan
senyum bunga di hatinya. Mereka lebih
senang memuja egonya daripada memuja
Allah atas nikmat-nikmatNya. Padahal
Allah dengan segala CintaNya tak henti-
hentinya memanggil, "Ingatlah kepadaKu,
niscaya Aku ingat kepadamu..... Bersyukurlah kepadaKu dan
janganlah mengingkari diriKu...."



BAGAIKAN BARA API

Cinta adalah penyembuh
bagi kebanggaan dan kesombongan, dan
pengobat bagi seluruh kekurangan diri.
Cinta adalah bara api yang siap membakar
dan menyala, selain yang dicinta.
Tauhid adalah pedang, yang jika diayunkan oleh pemiliknya akan dapat membakar
semuanya, selain Allah Swt.



Dia memisahkan pasukan-pasukan terpencar dalam kesatuan kitab-Nya bagi para kekasih terpilih-Nya. Lalu mereka terjaga oleh kerahasiaan jiwa melalui limpahan cahaya-cahaya, agar ia menjadi obyek manifestasi, di samping ke-Tunggal-Dirian-Nya."



LEMBAH CINTA SANG WALI 2

Amboi, ruh-ruh mereka tersingkapkan dari
kemahasucian paripurna-Nya, dan sifat-
sifat keagungan-Nya. Merekalah penempuh
jalan hadirat-Nya, dalam kenikmatan rahasia kedekatan dengan-Nya, melalui tarekat dahsyat rindu dendam-Nya, hingga mereka termanifestasi dalam hakikat, melalui penyaksian Ketunggalan-Nya. Mereka telah diraih dari mereka, dan Dia menyirnakan mereka dari mereka, lalu mereka ditenggelamkan dalam lautan Kemaha-Dia-an-Nya.



TARIAN SEMESTA

Sungguh, kedahsyatan Cinta itu, telah
membawa tarian semesta ini, seperti gerak
rancak yang gemulai dalam senandung
musik Ilahiyah yang Sempurna. Bagaimana
tidak, ketika kita sebut KekasihNya,
Muhammad Rasul SAW yang tercinta, tiba-
tiba segalanya mekar bagai bunga, lalu
membentuk jadi Kauniyah, lahiriyah dan
batiniyah kita semua. Bagaimana tidak,
sehari semalam kita selalu senandungkan
ungkapan Cinta kasih dan kedamaian abadi
lewat getaran-getaran milyaran bibir yang
menyanyikan sholawat dan salam kepada
kekasihNya itu.



"Bagaimana kau dustai
ombak dan mutiara menyatu dalam jiwamu
dan siang malam berganti dalam rangkaian
rayamu
dan matahari di matamu
sedang rembulan di kerling bidadarimu"
"Bagaimana kau dustai
janji yang kau lukis di lembar keabadian
yang tak pernah hilang dari nuranimu
bahwa Cinta dan Kasih
hanyalah padaNya?"
"Mengapa masih kau bohongi
rangkaian jagad raya ini
bukan tanpa Tangan Harmoni Yang
Merangkai?"



GELORA JALAL 2

"Masihkah kau rangkai bermilyar-milyar
kata dalam puisi
saat Satu Kata
dalam Lauh-lauh cinta?"
"Masihkah kau dendamkan darah
Yang mengental
dari nafas yang tersengal
oleh batu-batu terjal
jurang dan bukit
padang yang membentangkan
luka yang menganga?"



saat samudera diselimuti kabut pagi beku
dalam salju kasih?"
"Bagaimana fikiranmu melayang jauh dan
khayalmu pergi ke benua sedang kekasihmu
lebih lekat dari kulit jantungmu?"
Kenapa hari-hari terasa panjang
dan malam tak juga menyibak
tabir gulitanya
sedang fajar berlari kencang
sekadar mencium
putik-putik embun
saat adzan didengungkan?
Apa yang kau teriakkan
saat tanganmu mengepal tinju ke langit
menggedor-gedor Takdir
sedang hatimu mengembara dari
Lauh ke Lauh

melepas beban Cinta yang mengejar
rindumu
Hingga di batasnya
engkau merunduk kelu
sambil berucap sepi
“Benar Benar... Benar ...!
Engkau di sini
Yang kucari
dalam pelayaran samudera airmata lebih
dari di sini' ...”



GELORA JALAL 1

"Bisakah kau bedakan antara
hangatnya matahari
dan embun diputik bunga
mawar pagi?"
"Mampukah ombak bergulung-gulung
menghantam pantai
tanpa heningnya
mutiara di dasarnya?"
"Masihkah kau rentangkan jarak antara
siang dan malam
panas dan dingin
damai dan gelisah?"
"Mengapa masih kau palingkan muka
ketika rindumu bergolak
dan cintamu meruyak



DUA MACAM
CINTA MUKMININ


Para Mukminin yang mencintai Allah terdapat dua macam: Pertama, mereka yang
menganggap bahwa kebaikan dan kedermawanan Allah kepada mereka, dan
dibimbing oleh anggapan tersebut untuk
mencintai Sang Dermawan. Kedua, bagi
mereka yang tertawan hatinya oleh cinta, di
mana mereka berpendapat bahwa semua
kebaikan-kebaikan Allah bagaikan sebuah
hijab (antara mereka dengan Allah), dan
dengan manganggap Allah sebagai
Dermawan akan membimbing pada perenungan kebaikan-kebaikan Allah.



MENCINTAIMU, YA ALLAH…

Inilah jalan Cinta yang ditempuh para
pecinta Allah. Jalan perjuangan, juga jalan
yang penuh dengan rintangan sekaligus
jalan kemenangan yang sesungguhnya. Jalan Keabadian. Lalu para Sufi hanya bisa
menggambarkan jalan-jalan Cinta itu
melalui metafor-metafor, lagu-lagu, dan
syair-syair, hanya karena tak ada lagi ucapan dan bahasa yang bisa mengungkapkan dari sebuah kebisuan hati, ketika bertemu dengan Sang Kekasih Hakiki.