Tuesday, February 27, 2007

Tak Ada Jalan Untuk Maksiat

Ibrahim bin Adham bercerita bahwa ia pernah didatangi seorang laki-laki yang berkata kepadanya : “Wahai Abu Ishak (Ibrahim bin Adham)! Saya seorang yang banyak berdosa, seorang yang dzalim. Sudikah kiranya Tuan mengajari saya hidup zuhud, agar Allah menerangi jalan hidup saya dan melembutkan hati saya yang kesat ini”. Ibrahim bin Adham menjawab, “Kalau kau dapat memegang teguh enam perkara berikut ini, niscaya engkau akan selamat”.

“Apa itu?” tanyanya.

“Pertama, bila engkau bermaksiat, janganlah engkau memakan rizki Allah”.
“Jika di seluruh penjuru bumi ini, baik di Barat maupun di Timur, didarat maupun di laut, di kebun dan di gunung-gunung, ada rizki Allah, maka dari mana aku makan?”

“Wahai Saudaraku, pantaskah engkau memakan rizki Allah, sementara engkau melanggar peraturan-Nya?”

Tidak, demi Allah! Lalu, apa yang kedua?”

“Kedua, bila engkau bermaksiat kepada Allah, janganlah engkau tinggal di negeri-Nya!”
Lelaki itu menukas, “Tuan Ibrahim, demi Allah yang kedua ini lebih berat, bukankah bumi ini milik-Nya? Kalau demikian halnya, dimana aku harus tinggal?”

“Patutkah engkau makan rizki Allah dan tinggal di bumi-Nya padahal engkau melakukan maksiat kepada-Nya?”

“Tidak, Tuan Guru!”
“Ketiga, jika engkau hendak berbuat maksiat, janganlah engkau lupakan Allah yang Maha Melihat dan beranggapanlah bahwa Dia lalai kepadamu!”

“Tuan Guru, bagaimana mungkin bisa begitu, padahal Allah Maha Mengetahui segala rahasia dan melihat setiap hati nurani”.

“Layakkah engkau menikmati rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya dan maksiat kepada-Nya sedangkan Allah melihat dan mengawasimu?”

“Tentu saja tidak, wahai Tuan Guru. Lantas apa yang keempat?”

“Keempat, apabila datang kepadamu malaikat maut, hendak mencabut nyawamu, maka katakan kepada malaikat itu, tunggulah dulu, aku akan bertobat”.

Lelaki itu menjawab, “Tuan Guru, itu tidak mungkin dan ia tak mungkin mengabulkan permintaanku”.

Ibrahim bertutur, “Kalau engkau sadar bahwa engkau tak mungkin mampu menolak keinginannya, maka tentu ia akan datang kepadamu kapan saja, mungkin sebelum engkau bertobat”.

“Benar ucapan Guru! Sekarang apa yang kelima?”

“Kelima, bilamana datang Malaikat Munkar dan Nakir kepadamu, lawanlah kedua malaikat itu dengan seluruh kekuatanmu, bila kau mampu”.

“Itu tidak mungkin, mustahil Tuan Guru”.

Ibrahim bin Adham kemudian melanjutkan, “Keenam, bila esok engkau berada di sisi Allah SWT, dan Allah menyuruhmu masuk neraka, katakanlah: Ya Allah, aku tidak bersedia”.
“Wahai Tuan Guru, cukuplah. Cukuplah nasihatmu!”. Jawab lelaki itu, dan iapun pergi.