Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Beberapa kiai menasihati saya untuk memperbanyak bacaan zikir supaya hati menjadi tenang dan tidak gampang diserang kegelisahan. Namun saya mendapatkan suatu kesan yang agak janggal, yaitu seorang bapak yang berzikir di sebuah Masjid seperti orang lupa daratan.
Bukankah zikir itu artinya "ingat", tetapi bapak itu justru seperti lupa daratan? Apakah zikir seperti itu dibenarkan? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
M. Qodri
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Untuk Mas Qodri, saya tidak berprasangka terhadap siapa pun berzikir sampai "lupa daratan". Kita harus kembali kepada bab tentang aturan zikir bagi para pemula dalam tarekat, mereka harus tahu adab-adabnya. Namun di satu sisi, saya berbicara terlepas dari aturan dan syarat-syarat zikir.
Kita kembali pada posisi orang yang sedang berzikir, yang telah menemukan ladad-nya (ekstase-Red) dalam berzikir, dan itu di luar kelaziman gerak-gerakan, yang sebetulnya tidak digerakkan atau diinginkan dirinya sendiri, tetapi ladadnya itu mewarnai bagaimana dia berzikir.
Saya beri contoh begini saja. Kalau Mas Qodri itu senang kepada suatu lagu, ketika kita mendengar lagu itu, tak terasa tangan atau kepala kita bergoyang-goyang sendiri. Kita menyadari gerakan-gerakan refleks itu karena kita terpengaruh oleh nada lagu dan irama musik tersebut. Padahal dalam kasus mendengar lagu ini tidak ada pengaruh kepada kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun zikir yang dilakukan disertai gerakan tanpa kesengajaan itu justru untuk mendekatkan diri kepada Allah. Nah, karena itu kita bisa membedakan, zikir yang disertai gerakan badan bukan karena "lupa daratan".
Kita memang harus memahami berbagai ragam dan cara berzikir. Bagi pemula, ya zikir biasa saja dulu. Tetapi bagi mereka yang sudah menemukan ladadnya dalam berzikir, gerakan tubuh itu merupakan bagian kedekatan dirinya kepada Allah.
No comments:
Post a Comment